Anda di halaman 1dari 36

Nama : Lida Safitri

Nim : 1910122220042
Kelas : Reg A2/2019

Assalamualaikum wr.wb disini saya akan menceritakan pengalaman saya jadi disini saya
mnegrjakan tugas nomor 2 dahulu dan tugas nomor 1 untuk 3 file ada dibawah sudah saya
gabung menjadi 1.

2. Pada saya kelas 3 SMA saya mengikuti turnamen Futsal, turnamen ini menjadi
turnamen terakhir saya di SMA karena sebentar lagi waktu itu saya akan mengikuti
semester akhir jadi anak kelas 3 dilarang mengikuti kegiatan lagi. Ini terjadi saat
pertandingan final pada malam hari, jadi saya terjatuh saat ingin merebut bola dari
lawan dan posisi jatuhh saat itu badan saya menindih tangan kanan saya (tangan posisi
terlipat) lalu saya dibawa ke uks dalam keadaan tangan saya tidak bisa diluruskan, tidak
ada tindakan apa – apa dari tim uks tersebut mereka hanya mengira tangan saya keseleo.
Sampai dirumah tangan saya diurut dan setelah itu tangan saya diurut agar bisa
diluruskan kembali selama proses diurut tangan saya ditangkir sampai 3 kali urut dan
tangkiran dari tangan saya dilepas malah tangan saya tidak bisa dilipat kembali. Lalu
saya dibawa ke tukang urut yang lain beliau bilang kalau tangan saya ini engsel di siku
nya terlepas dan tulang nya retak, jadi saya diurut kembali agar tangan saya bisa dilipat
lagi, tangan saya susah untuk diurut karena keterlambata saya membawa ke tukang urut
jadi selama tangan saya hanya bisa lurus itu sudah tumbuh daging jadi saat saya diurut
lagi harus mengahncuran daging itu dulu. Beliau menyarankan saya untuk mengurut
tangan sampai 5 kali tapi saya hanya mampu 3 kali karena sudah tidak kuat lagi, tapi
alhamdulillah tangan saya sudah kembali normal lagi meskipun tidak kuat seperti dulu,
meskipun tidak kembali sepetti dulu stidaknya masih bisa melakukan aktivitas
meskipun tangannya cepat lelah.

A. Kejadian yang saya alami yaitu terlepasnya engsel pada siku bagian kanan, dan
terjadinya keretakan tulang. Terjadi karena terjatuh saat pertandingan futsal

B. Tindakan yang diambil saat itu ialah pengobatan secara tradisional, proses pengobatan
yang cukup lama, kejadian dari November sampai April sampai tangan saya bisa

http://repository.8unimus.ac.id
digunakan kembali seperti awal.

C. Menurut saya cidera yaang saya alami itu masuk kategori Dislokasi. Menurut saya
tindakan yang seharusnya saat awal kejadian itu sambil seharusnya pihak uks
mengompres tangan saya,, dan untuk tindakan pengobatan tradisionl menurut saya tepat
saja asal kita benar – benar membawa ke orang yang tepat karena jika tidak proses
sembuh akan lama dan bisa saja tambah parah, tapi alangkah baiknya lagi jika kita
membawa ke RS agar lebih tau apa yang terjadi dan bisa mendaptkan pertolongan yang
tepat.

http://repository.8unimus.ac.id
Materi 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cedera
1. Pengertian
Cedera merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal
diakibatkan karena keadaan patologis (Potter & Perry, 2005). Cedera adalah
kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami
penurunan energi dalam jumlah yang melebihi ambang batas toleransi
fisiologis atau akibat dari kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti
oksigen (WHO, 2014). Cedera pada anak dapat berupa cedera yang tidak
disengaja (unintentional injury) dan cedera yang disengaja (intentional injury)
(European Child Safety Alliance, 2014; California Injury Prevention network,
2012). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
cedera adalah sesuatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh karena suatu
trauma atau tekanan fisik maupun kimiawi.
2. Klasifikasi
Menurut Hardianto (2005), klasifikasi cedera sebagai berikut:
a. Berdasar berat ringannya, cedera dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Cedera Ringan
Cedera yang tidak diikuti kerusakaan yang berarti pada jaringan tubuh
kita, misalnya kekakuan otot dan kelelahan. Pada cedera ringan
biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan cedera akan sembuh
dengan sendirinya setelah beberapa waktu.
2) Cedera Berat
Cedera yang serius, dimana pada cedera tersebut terdapat kerusakan
jaringan tubuh, misalnya robeknya otot atau ligamen maupun patah
tulang. Kriteria cedera berat :
a) Kehilangan substansi atau kontinuitas
b) Rusaknya atau robeknya pembuluh darah

http://repository.8unimus.ac.id
9

c) Peradangan lokal (ditandai oleh kalor/panas, rubor/kemerahan,


tumor/bengkak, dolor/nyeri, fungsi- olesi/tidak dapat
digunakan secara normal).
b. Berdasarkan jaringan yang terkena, cedera dapat diklasifikasikan
menjadi :
1) Cedera Jaringan Lunak Beberapa
cedera jaringan lunak :
a) Cedera pada kulit
Cedera yang paling sering adalah ekskoriasi (lecet), laserasi
(robek), maupun punctum (tusukan).
b) Cedera pada otot/tendon dan ligamen
(1) Strain Adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon.
Biasanya disebabkan oleh adanya regangan yang
berlebihan. Gejala: Nyeri yang terlokalisasi, kekakuan,
bengkak, hematom di sekitar daerah yang cedera.
(2) Sprain Adalah cedera yang disebabkan adanya
peregangan yang berlebihan sehingga terjadi cedera pada
ligamen. Gejala : nyeri, bengkak, hematoma, tidak dapat
menggerakkan sendi, kesulitan untuk menggunakan
ekstremitas yang cedera.
2) Cedera Jaringan Keras
Cedera ini terjadi pada tulang atau sendi. Dapat ditemukan bersama
dengan cedera jaringan lunak. Yang termasuk cedera ini:
a) Fraktur (Patah Tulang) Yaitu diskontinuitas struktur jaringan
tulang. Penyebabnya adalah tulang mengalami suatu trauma
(ruda paksa) melebihi batas kemampuan yang mampu
diterimanya. Bentuk dari patah tulang dapat berupa retakan
saja sampai dengan hancur berkeping-keping.

http://repository.unimus.ac.id
10

Patah tulang dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :


(1) Patah Tulang Tertutup
Dimana patah tulang terjadi tidak diikuti oleh robeknya
struktur di sekitarnya.
(2) Patah Tulang Terbuka
Dimana ujung tulang yang patah menonjol keluar. Jenis
fraktur ini lebih berbahaya dari fraktur tertutup, karena
dengan terbukanya kulit maka ada bahaya infeksi akibat
masuknya kuman-kuman penyakit ke dalam jaringan.
b) Dislokasi adalah sebuah keadaan dimana posisi tulang pada
sendi tidak pada tempat yang semestinya. Biasanya dislokasi
akan disertai oleh cedera ligamen (sprain).
3. Penyebab
Cedera pada anak usia sekolah dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti usia, jenis kelamin, lingkungan dan tingkat sosioekonomi
(Kliegman, 2007). Kemampuan anak untuk mengolah dan menyatukan
informasi seperti meyatukan apa yang mereka lihat dan dengar masih
terbatas. Banyak anak tidak memahami konsep tentang bahaya atau tidak
bahaya. Pemahaman ini menyebabkan anak kurang dapat mengantisipasi
dan mengatasi kondisi bahaya yang muncul sehingga berakibat fatal untuk
keselamatan dirinya (Sumargi, 2007). Penyebab lain terjadinya cedera pada
anak adalah kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anak. Hal ini
mempengaruhi lebih tingginya angka kejadian cedera pada laki- laki dari
pada perempuan dimana orang tua biasanya lebih memperhatikan anak
perempuan dari pada anak laki-laki (Morrongiello, Walpole, & McArthur,
2009). Kuschitawati dan Magetsari (2007) menyatakan bahwa jenis cedera
yang lebih sering dialami oleh anak laki-laki yaitu luka robek, patah tulang
dan terkilir, sedangkan perempuan lebih sering mengalami cedera tergigit
dan kemasukan benda asing.

http://repository.unimus.ac.id
11

4. Penanganan
a. Cedera Pada Kulit
1) Luka Lecet (ekskoriasi)
Menurut Potter & Perry (2005) pembersihan luka yang dianjurkan
dapat menggunakan cairan pembersih normal salin (NaCl). Normal
salin merupakan cairan fisiologis yang tidak akan membahayakan
jaringan luka. Penggunaan normal salin juga bertujuan untuk
meningkatkan perkembangan dan migrasi jaringan epitel. Setelah
dibersihkan dengan normal salin, tutup luka menggunakan kassa
steril dan fiksasi.
2) Luka Robek (laserasi)
Menurut Junaidi (2011) luka robek pada umumnya memerlukan
jahitan. Oleh karena itu, tindakan pertolongan pertamanya ialah
melakukan desinfeksi kemudian menutupnya dengan plester atau
kassa steril lalu membawa korban ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan terdekat. Jika diperlukan dapat diberikan antibiotika dan
antitetanus untuk mencegah infeksi atau serangan tetanus.
3) Luka Tusuk (punctum)
Menurut Junaidi (2011) apabila tusukan mengenai pembuluh darah
yang besar, terlebih dahulu lakukan tindakan untuk menghentikan
perdarahan itu. Tutup lukanya menggunakan kain / kassa steril dan
balut dengan baik kemudian segera membawa korban ke rumah
sakit.
b. Cedera pada tendon ( sprain dan strain)
Menurut Millar (2014) salah satu cara menangani cedera pada kasus
sprain dan strain adalah dengan PRICES (Protection, Rest, Ice,
Compression, Elevation, Support), yaitu :

1) Protect (Proteksi)
Proteksi bertujuan untuk mencegah cedera bertambah parah
dengan mengurangi pergerakan bagian otot yang cedera. Proteksi
dapat menggunakan air splint dan ankle brace.

http://repository.unimus.ac.id
12

2) Rest (Istirahat)
Istirahatkan bagian tubuh yang cedera selama 2-3 hari untuk
mencegah cedera bertambah parah dan memberikan waktu jaringan
untuk sembuh.
3) Ice (Pemberian Es)
Pemberian kompres es bertujuan untuk mengurangi peradangan.
Kompres es akan menyebabkan menyempitnya pembuluh darah
pada daerah yang dikompres sehingga mengurangi aliran darah ke
tempat tersebut dan meredakan peradangan. Berikut adalah cara
penggunaan kompres es: es ditempatkan dalam kantong dan
dibungkus sebelum dipakai. Tidak boleh ada kontak langsung
antara es dan kulit. Kompres es pada daerah luka selama 20 menit
setiap 2 jam, selama 1-2 hari. Kompres es dihentikan ketika
peradangan berkurang. Ciri-ciri adanya peradangan: kemerahan,
bengkak, panas, rasa nyeri, dan tidak bisa digerakkan.
4) Compression (Kompresi)
Kompresi bertujuan untuk mencegah pergerakan otot dan juga
dapat mengurangi pembengkakkan. Kompresi dilakukan dengan
menggunakan elastic bandage atau ankle taping. Dalam melakukan
kompresi, harus diperhatikan jangan sampai kompresi terlalu ketat.
5) Elevation (Elevasi)
Elevasi dilakukan dengan menopang bagian yang cedera dengan
suatu benda agar daerah yang cedera lebih tinggi dari permukaan
jantung. Elevasi bertujuan untuk mengurangi tekanan dan aliran
darah ke daerah cedera serta mengurangi pembengkakkan.
6) Support
Support bertujuan untuk mencegah pergerakan otot yang
berlebihan dan pencegahan cedera berulang.

http://repository.unimus.ac.id
13

c. Fraktur
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur telah banyak
mengalami perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi
dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian karena
waktu berbaring lebih lama, meski pun merupakan penatalaksanaan
non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini
banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila keadaan penderita stabil dan
luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara
dibawah ini:
1) Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain
untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau
spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk
menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah
jarang digunakan. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan
selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah
pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk
mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur
femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk
memerlukan beban yang lebih besar.
2) Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi
interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul
dan patah tulang disertai komplikasi.
3) Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/
trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan
(immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan

http://repository.unimus.ac.id
14

menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di


daerah sekeliling tulang.
4) Pemasangan Gips atau Operasi Dengan ORIF
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk
membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang.
Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang
yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya
pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah
tersebut.
5) Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada
tulang , sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan
penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga
keputusan yang sederhana : reduksi, mempertahankan dan lakukan
latihan.
5. Pencegahan
Cedera pada anak sekolah dapat dicegah dan dikendalikan. Ada 6
prinsip dasar program pencegahan cedera di seluruh dunia, diantaranya
peraturan perundang-undangan, modifikasi produk, modifikasi lingkungan,
mendukung kunjungan rumah (home visits), mempromosikan alat-alat
keamanan dan edukasi (WHO, 2008). Pihak sekolah, orangtua, dan guru
juga berperan sangat penting dalam mencegah terjadinya cedera pada anak
usia sekolah. Pihak sekolah dan guru berperan dalam membuat kebijakan
tentang pencegahan cedera di sekolah. Barrios, Jones, dan Gallagher (2007)
mengatakan dalam penelitiannya tentang konsekuensi cedera di sekolah
bahwa sekolah perlu melakukan beberapa tugas spesial dalam hal
pencegahan cedera pada anak selama di sekolah. Seperti sekolah harus
memberikan pengawasan cukup selama anak berada di sekolah terutama
ketika anak sedang bermain atau berolahraga. Sekolah juga harus
menyediakan transportasi dan lingkungan yang aman (Barrios, Jones, &
Gallagher, 2007). Selain itu pihak sekolah juga perlu

http://repository.unimus.ac.id
15

bekerjasama dengan petugas kesehatan setempat untuk melakukan


pelatihan-pelatihan pada kader UKS guna meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sehingga siswa-siswi kader UKS dapat berperan aktif dalam
melakukan pencegahan cedera di lingkungan sekolah. Sedangkan orangtua
berperan dalam hal mengawasi dan memberikan edukasi kepada anak
dalam hal meningkatkan pengetahuan anak terkait cedera.
6. Pelatihan Kader UKS dan Peran UKS
Usaha kesehatan sekolah merupakan salah satu usaha kesehatan
pokok yang dilaksanakan oleh puskesmas dan juga usaha kesehatan
masyarakat yang dijalankan disekolah-sekolah dengan anak didik beserta
lingkungan sekolahnya sebagai sasaran utama. Usaha kesehatan sekolah
berfungsi sebagai lembaga penerangan agar anak tahu bagaimana cara
menjaga kebersihan diri, menggosok gigi yang benar, mengobati luka,
merawat kuku dan memperoleh pendidikan seks yang sehat (Effendi,
2009).
Pelatihan kader UKS dilakukan oleh sekolah melalui program UKS
yang bekerja sama dengan dinas kesehatan dan petugas kesehatan setempat.
Pelatihan kader UKS di sekolah bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa dalam rangka pelaksanaan
program UKS. Metode pelatihan yang digunakan adalah metode ceramah,
tanya jawab, simulasi, curah pendapat, peragaan/demonstrasi,
penugasan/pelatihan di ruang UKS maupun di lapangan. Pelatih adalah
petugas kesehatan serta guru UKS (Depkes, 2006).
Peranan UKS adalah sebagai salah satu modal dasar pembangunan
nasional adalah sumber daya manusia yang berkualitas yaitu manusia
indonesia yang sehat fisik, mental, dan sosial serta memiliki produktivitas
yang optimal dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan secara terus
menerus yang dimulai sejak dalam kandungan, balita, usia sekolah sampai
usia lanjut (Effendi,2009).

http://repository.unimus.ac.id
16

B. Pengetahuan dan Keterampilan


1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan
pengalaman nyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2010).
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2007),
dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Tahu ini
merupakan tingkat pengertian yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi ke kondisi sebenarnya.
3) Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4) Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)

http://repository.unimus.ac.id
17

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakan atau


menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
c. Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden
(Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan ini berkaitan dengan
pengetahuan siswa sekolah dasar dalam melakukan perawatan cedera.
Menurut Arikunto (2010) rumus pengukuran pengetahuan adalah :

P = f/N x 100%

Keterangan :
P : Persentase
f : frekuensi item soal benar
N : Jumlah soal
Sedangkan untuk pengkategorian pengetahuan yaitu :
1) Kurang (Skor < 55%)
2) Cukup (Skor 56%-75%)
3) Baik (Skor 76%-100%)
d. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan antara lain:
1) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan

http://repository.unimus.ac.id
18

tersebut. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh


seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu
cita-cita tertentu. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam
memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan kesehatan.
2) Paparan Media Massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai
informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang yang
lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet)
akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini
berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pendidikan
yang dimiliki oleh seseorang.
3) Ekonomi
Usaha memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan
sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah
tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah.
Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi
dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.
4) Hubungan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling
berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat
berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi.
Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan
individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model
komunikasi media dengan demikian hubungan sosial dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal.
5) Pengalaman

http://repository.unimus.ac.id
19

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa diperoleh


dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misal
sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya
seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya,
karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal
dapat diperoleh.
2. Keterampilan
a. Pengertian Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan
pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seseorang
dipengaruhi oleh pendidikan dan latihan (Justine, 2006). Keterampilan
adalah suatu kecakapan atau keahlian dalam mengerjakan suatu
kegiatan yang memerlukan koordinasi gerakan- gerakan otot.
b. Klasifikasi Keterampilan
Menurut Oemar (2005) keterampilan dibagi menjadi tiga
karakteristik, yaitu:
1) Respon motorik
Respon motorik adalah gerakan-gerakan otot melibatkan koordinasi
gerakan mata dengan tangan dan mengorganisasikan respon
menjadi pola-pola respon yang kompleks.
2) Koordinasi gerakan
Terampil merupakan koordinasi gerakan mata dengan tangan. Oleh
karena itu keterampilan menitikberatkan koordinasi persepsi dan
tindakan motorik.
3) Pola respon
Terampil merupakan serangkaian stimulus-respon menjadi pola-
pola respon yang kompleks. Keterampilan yang kompleks terdiri
dari unit-unit stimulus-respon dan rangkaian respon yang tersusun
menjadi pola respon yang luas.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan

http://repository.unimus.ac.id
20

Menurut Bertnus (2009) terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi keterampilan seseorang dalam melakukan sebuah
tindakan adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Pengetahuan mencakup segenap apa yang diketahui tentang objek
tertentu dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan dipengaruhi
berbagai faktor yaitu latarbelakang pendidikan, pengalaman kerja,
usia, dan jenis kelamin.
2) Pengalaman
Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan
sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman ini membangun
seseorang melakukan tindakan yang telah diketahui.
3) Keinginan/motivasi
Merupakan sebuah keinginan yang membangkitkan motivasi dalam
diri seseorang dalam rangka mewujudkan tindakan-tindakan
tersebut.
3. Pentingnya pengetahuan dan keterampilan kader UKS tentang
penatalaksanaan cedera
Menurut Depkes RI (2006), Usaha Kesehatan Sekolah adalah
wahana belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat,
sehingga meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
yang harmonis dan optimal, agar menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas. Pendidikan kesehatan juga diarahkan untuk membiasakan
hidup sehat agar memiliki pengetahuan, sikap, ketrampilan untuk
melaksanakan prinsip hidup sehat, serta aktif berpartisipasi dalam usaha
kesehatan baik lingkungan sekolah, di lingkungan rumah tangga maupun
lingkungan masyarakat.
Sering terjadinya kasus cedera pada anak usia sekolah menyebabkan
kader UKS harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam
melakukan upaya pertolongan atau perawatan pada warga sekolah yang
mengalami cedera, baik saat olahraga, bermain atau

http://repository.unimus.ac.id
21

saat sedang diadakannya kegiatan belajar mengajar. Sehingga dapat


mengurangi dampak yang lebih buruk akibat cedera yang tidak segera
ditangani dan dapat meningkatkan derajat kesehatan terutama di
lingkungan sekolah.

C. Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang
dilakukan dengan penyebaran pesan, menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan
(Fitriani, 2011).
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk intervensi atau upaya
uang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk
kesehatan. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan kesehatan
mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat
mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Mubarak (2007) memberikan penjelasan bahwa pengertian lebih
luas sebenarnya didapatkan dalam bidang promosi kesehatan, dimana
pendidikan dan pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi
kesehatan yang lebih menekankan pada pendekatan edukatif, namun jika
promosi kesehatan menekankan pada upaya perubahan atau perbaikan
perilaku kesehatan.
Proses pendidikan tersebut berlangsung dalam suatu lingkungan
pendidikan atau tempat dimana pendidikan itu berlangsung, biasanya
dibedakan menjadi tiga yaitu didalam keluarga (pendidikan informal),
didalam sekolah (pendidikan formal), didalam masyarakat.
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menjelaskan
tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan

http://repository.unimus.ac.id
22

dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan


yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit,
serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.
Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku
individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci
lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai
di masyarakat , menolong individu agar mampu secara mandiri atau
kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat,
mendorong pengembangan dan menggunakan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
3. Proses Pendidikan Kesehatan
Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok
yaitu masukan (Input), proses (Process), dan keluaran (Output). Masukan
(Input) dalam pendidikan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu
individu, kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar belakang.
Proses (Process) adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan
kemampuan dan perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses
pendidikan kesehatan terjadi timbal balikberbagai faktor antara lain
adalah pengajar, teknik belajar, dan materi atau bahan pelajaran.
Sedangkan keluaran (Output) merupakan kemampuan sebagai hasil
perubahan yaitu perilaku sehat dari sasaran didik melalui pendidikan
kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
4. Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), metode pembelajaran dalam
pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan,
kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan individu,
kelompok, masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan pendidikan
kesehatan dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode pendidikan
kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan kelompok, dan
pendidikan massa. Metode yang sering digunakan dalam pendidikan
kesehatan yaitu bimbingan pendidikan, wawancara, ceramah,

http://repository.unimus.ac.id
23

seminar, simposium, diskusi kelompok, curah gagas, forum panel,


demonstrasi, simulasi dan permainan peran.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Kegiatan dalam pendidikan terdapat tiga persoalan pokok yakni
masukan (Input), proses dan keluaran (output). Persoalan masukan
menyangkut subjek atau sasaran belajar dengan latar belakangnya.
Persoalan proses adalah mekanisme atau proses terjadinya perubahan
kemampuan pada diri subjek belajar. Didalam proses terjadi pengaruh
timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar, alat bantu
belajar dan materi atau bahan yang dipelajari (Notoatmodjo, 2007).
Keluaran (Output) merupakan hasil belajar itu sendiri yang terdidi dari
kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar.
Notoatmodjo (2007) mengelompokan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar dalam empat kelompok besar yaitu faktor materi,
lingkungan, instrumen, dan faktor individu pembelajar.
Faktor pertama, materi atau hal yang dipelajari ikut menentukan
proses dari hasil belajar. Faktor kedua yakni lingkungan fisik yang antara
lain terdiri dari suhu, kelembapan udara dan kondisi setempat, sedangkan
faktor lingkungan yang kedua yaitu lingkungan sosial, yakni manusia
dengan segala interaksinya serta representasinya seperti keramaian atau
kegaduhan. Faktor ketiga adalah instrumen yang terdiri dari perangkat
keras seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga, perangkat lunak
seperti kurikulum, pengajar atau fasilitator belajar serta metode belajar
mengajar (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha untuk menyediakan
kondisi psikologis dari sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan
tuntutan nilai-nilai kesehatan. Peranan pendidikan kesehatan adalah
melakukan intervensi terhadap faktor perilaku sehingga perilaku individu,
kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Green
(dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa perilaku sendiri
dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni faktor-

http://repository.unimus.ac.id
24

faktor predisposisi (Predisposising factors), faktor-faktor pendukung


(enabling factors), dan faktor-faktor penguat atau pendorong (reinforcing
factors), oleh karena itu pendidikan kesehatan harus diarahkan ke tiga
faktor pokok tersebut.

6. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan


Menurut Green dan Kreuter (1999), menganalisis bahwa faktor perilaku
ditentukan oleh tiga faktor utama :
a. Faktor-faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang melatarbelakangi perubahan
perilaku yang menyediakan pemikiran rasional atau motivasi terhadap
suatu perilaku. Faktor ini meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nilai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung
Faktor pendukung adalah faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku individu atau organisasi termasuk tindakan /
keterampilan. Faktor ini meliputi ketersediaan, keterjangkauan sumber
daya pelayanan kesehatan, prioritas dan komitmen masyarakat dan
pemerintah dan tindakan yang berkaitan dengan kesehatan.
c. Faktor pendorong
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku. Faktor ini memberikan penghargaan/ insentif untuk
ketekunan atau pengulangan perilaku. Faktor penguat ini terdiri dari
tokoh masyarakat, petugas kesehatan, guru, keluarga, dan sebagainya.
7. Sasaran Pendidikan Kesehatan
Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu baik
yang sehat maupun yang sakit. Sasaran pendidikan kesehatan tergantung
pada tingkat dan tujuan pendidikan yang diberikan. Lingkungan pendidikan
kesehatan di masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai lembaga dan
organisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

http://repository.unimus.ac.id
25

Fitriani (2011) membedakan sasaran pendidikan terdiri dari


individu, keluarga, kelompok sasaran khusus dan masyarakat. Kelompok
sasaran khusus meliputi kelompok berdasarkan pertumbuhan mulai dari
anak sampai manula, dan kelompok yang mempunyai perilaku merugikan
kesehatan, kelompok yang ditampung dilembaga tertentu.

D. Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori dari tinjauan pustaka diatas maka dapat dibua
t
kerangka teori sebagai berikut :

Faktor yang mempengaruhi


pengetahuan : Faktor yang
Pendidikan mempengaruhi
Paparan media keterampilan :
1. Pengetahuan
massa Pengalaman
Ekonomi 2.
Keinginan / motivasi
Hubungan sosial

Pengetahuan Keterampilan

Pendidikan Kesehatan
Penatalaksanaan

Skema 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Notoatmodjo (2007), Bertnus (2009)

http://repository.unimus.ac.id
26

E. Kerangka Konsep

Pengetahuan kader
UKS tentang
Penatalaksanaan
Pendidikan Kesehatan Cedera
penatalaksanaan
cedera

Keterampilan kader
UKS tentang
Penatalaksanaan
Cedera

Skema 2.2. Kerangka Konsep

F. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah suatu ciri/ ukuran yang dimiliki oleh anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain
(Notoatmodjo, 2010).
1. Variabel Independen (variabel bebas) adalah pendidikan kesehatan tentang
penatalaksanaan cedera.
2. Variabel depeden (variabel terikat) adalah pengetahuan dan keterampilan
penatalaksanaan cedera.

G. Hipotesis
1. Ada perbedaan pengetahuan kader UKS tentang perawatan cedera
sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
2. Ada perbedaan keterampilan kader UKS tentang perawatan cedara
sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.

http://repository.unimus.ac.id
http://parawira-smasa.blogspot.com

Materi 6 – Cedera Jaringan Lunak


Materi 2
Pengertian

Cedera jaringan lunak adalah cedera yang melibatkan jaringan kulit, otot, saraf atau pembuluh darah
akibat suatu ruda paksa. Keadaan ini umumnya dikenal dengan istilah luka. Beberapa penyulit yang dapat
terjadi adalah perdarahan, kelumpuhan serta berbagai gangguan lainnya sesuai dengan penyebab dan
beratnya cedera yang terjadi.

Klasifikasi Luka

Luka secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Luka terbuka
Cedera jaringan lunak disertai kerusakan / terputusnya jaringan kulit yaitu rusaknya kulit dan
bisa disertai jaringan di bawah kulit.

b. Luka tertutup
Cedera jaringan lunak tanpa kerusakan/terputusnya jaringan kulit, yang rusak hanya jaringan di
bawah kulit.

Pembagian ini tidak menjadi penentu berat ringannya suatu cedera.

Luka Terbuka

Luka terbuka dapat ditemukan dalam berbagai bentuk diantaranya :

a. Luka lecet
Terjadi biasanya akibat gesekan dengan permukaan yang tidak rata

b. Luka robek
Luka ini memiliki ciri tepi yang tidak beraturan, biasanya terjadi akibat tumbukan dengan benda
yang relatif tumpul. Merupakan luka yang paling banyak ditemukan.

c. Luka sayat
Diakibatkan oleh benda tajam yang mengenai tubuh manusia. Bentuk lukanya biasanya rapi.

Sering merupakan kasus kriminal

d. Luka tusuk
Terjadi bila benda yang melukai bisa masuk jauh ke dalam tubuh, biasanya kedalaman luka jauh
dibandingkan lebar luka. Bahayanya alat dalam tubuh mungkin terkena.

e. Luka avulsi
Luka ini ditandai dengan bagian tubuh yang terlepas, namun masih ada bagian yang menempel.

f. Luka amputasi
Bagian tubuh tertentu putus.

Luka Tertutup

Luka tertutup yang sering ditemukan adalah :

a. Luka memar
Terjadi akibat benturan dengan benda tumpul, biasanya terjadi di daerah permukaan tubuh, darah
keluar dari pembuluh dan terkumpul di bawah hulit sehingga bisa terlihat dari luar berupa warna
merah kebiruan
Materi Pertolongan Pertama
PMR Wira SMA Negeri 1 Bondowoso
http://parawira-smasa.blogspot.com
http://parawira-smasa.blogspot.com

Materi 6 – Cedera Jaringan Lunak


b. Hematoma (darah yang terkumpul di jaringan)
Prinsipnya sama dengan luka memar tetapi pembuluh darah yang rusak berada jauh di bawah
permukaan kulit dan biasanya besar, sehingga yang terlihat adalah bengkak, biasanya besar yang
kemerahan.
c. Luka remuk
Terjadi akibat himpitan gaya yang sangat besar. Dapat juga menjadi luka terbuka. Biasanya tulang
menajadi patah di beberapa tempat.

Materi Pertolongan Pertama


PMR Wira SMA Negeri 1 Bondowoso
http://parawira-smasa.blogspot.com
http://parawira-smasa.blogspot.com

Materi 6 – Cedera Jaringan Lunak

Penutup dan Pembalut Luka


Penutup luka

1. Membantu mengendalikan perdarahan


2. Mencegah kontaminasi lebih lanjut
3. Mempercepat penyembuhan
4. Mengurangi nyeri

Pembalut

Pembalut adalah bahan yang digunakan untuk mempertahankan penutup luka. Bahan pembalut
dibuat dari bermacam materi kain.

Fungsi pembalut
1. Penekanan untuk membantu menghentikan perdarahan.
2. Mempertahankan penutup luka pada tempatnya.
3. Menjadi penopang untuk bagian tubuh yang cedera.

Pemasangan yang baik akan membantu proses penyembuhan.

Beberapa jenis pembalut

➢ Pembalut pita/gulung.
➢ Pembalut segitiga (mitela).
➢ Pembalut penekan.

Penutupan luka

➢ Penutup luka harus meliputi seluruh permukaan luka.


➢ Upayakan permukaan luka sebersih mungkin sebelum menutup luka, kecuali bila luka disertai
perdarahan, maka prioritasnya adalah menghentikan perdarahan tersebut.
➢ Pemasangan penutup luka harus dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan penutup yang
menempel pada bagian luka tidak terkontaminasi

Pembalutan

➢ Jangan memasang pembalut sampai perdarahan terhenti, kecuali pembalutan penekanan untuk
menghentikan perdarahan.
➢ Jangan membalut terlalu kencang atau terlalu longgar.
➢ Jangan biarkan ujung bahan terurai, karena dapat tersangkut pada saat memindahkan korban
➢ Bila membalut luka yang kecil sebaiknya daerah yang dibalut lebih lebar untuk menambah luasnya
permukaan yang mengalami tekanan diperluas sehingga mencegah terjadinya kerusakan
jaringan.
➢ Jangan menutupi ujung jari, bagian ini dapat menjadi petunjuk apabila pembalutan kita terlalu
kuat yaitu dengan mengamati ujung jari. Bila pucat artinya pembalutan terlalu kuat dan harus
diperbaiki.
➢ Khusus pada anggota gerak pembalutan dilakukan dari bagian yang jauh lebih dahulu lalu
mendekati tubuh.
➢ Lakukan pembalutan dalam posisi yang diinginkan, misalnya untuk pembalutan sendi jangan
berusaha menekuk sendi bila dibalut dalam keadaan lurus.

Penggunaan penutup luka penekan

Materi Pertolongan Pertama


PMR Wira SMA Negeri 1 Bondowoso
http://parawira-smasa.blogspot.com
http://parawira-smasa.blogspot.com

Materi 6 – Cedera Jaringan Lunak


Kombinasi penutup luka dan pembalut dapat juga dipakai untuk membantu melakukan tekanan
langsung pada kasus perdarahan. Langkah-langkahnya :

1. Tempatkan beberapa penutup luka kasa steril langsung atas luka dan tekan.
2. Beri bantalan penutup luka.
3. Gunakan pembalut rekat, menahan penutup luka.
4. Balut.
5. Periksa denyut nadi ujung bawah daerah luka (distal).

Materi Pertolongan Pertama


PMR Wira SMA Negeri 1 Bondowoso
http://parawira-smasa.blogspot.com
http://parawira-smasa.blogspot.com

Materi 6 – Cedera Jaringan Lunak

Perawatan luka Terbuka

1. Pastikan daerah luka terlihat


2. Bersihkan daerah sekitar luka
3. Kontrol perdarahan bila ada
4. Cegah kontaminasi lanjut
5. Beri penutup luka dan balut
6. Baringkan penderita bila kehilangan banyak darah dan lukanya cukup parah
7. Tenangkan penderita
8. Atasi syok bila ada, bila perlu rawat pada posisi syok walau syok belum terjadi
9. Rujuk ke fasilitas kesehatan

Perawatan Luka Tertutup

Lakukan perawatan seperti halnya terjadi perdarahan dalam

Khusus untuk luka memar dapat dilakukan pertolongan sebagai berikut :

➢ Berikan kompres dingin (misalnya kantung es)


➢ Balut tekan
➢ Istirahatkan anggota gerak tersebut
➢ Tinggikan anggota gerak tersebut

Bila ada kecurigaan perdarahan besar maka sebaiknya pederita dirawat seperti syok.

Perawatan luka dengan benda asing menancap

Langkah-langkah perawatan luka yang disertai dengan menancapnya benda asing adalah sebagai berikut

1. Stabilkan benda yang menancap secara manual.


2. Jangan dicabut. Benda asing yang menancap tidak pernah boleh dicabut
3. Bagian yang luka dibuka sehingga terlihat dengan jelas.
4. Kendalikan perdarahan, hati-hati jangan sampai menekan benda yang menancap
5. Stabilkan benda asing tersebut dengan menggunakan penutup luka tebal, atau berbagai variasi
misalnya pembalut donat, pembalut gulung dan lain-lainnya.
6. Rawat syok bila ada
7. Jaga pasien tetap istirahat dan tenang.
8. Rujuk ke fasilitas kesehatan.

Materi Pertolongan Pertama


PMR Wira SMA Negeri 1 Bondowoso
http://parawira-smasa.blogspot.com
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 43

Materi 3

PROSES PENYEMBUHAN CEDERA JARINGAN LUNAK MUSKULOSKELETAL

Ukhti Jamil Rustiasari


Dep. Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Email: ukhti.rustiasari@gmail.com

ABSTRACT

Musculoskeletal system is the most frequently injured component, during exercises.


Acute injuries caused by direct trauma and chronic injury due to the over use of soft tissues can
cause damage in the musculoskeletal system either muscles, tendons or ligaments.
Musculoskeletal injuries are often causing prolonged pain and reduced performance.
Musculoskeletal soft tissues remedial need to undergo a series of healing processes
starting from acute inflammation, regenerations, repairing up to remodeling phase. Studies on
cellular aspect engaged in healing process are playing important roles to create better
understanding for determining appropriate intervention. This article discusses cellular aspects
in musculoskeletal soft tissue injuries healing process related to appropriate therapy.

Key words: healing process, sport injuries, musculoskeletal, soft tissue

ABSTRAK
Sistem muskuloskeletal adalah bagian yang paling sering mengalami cedera dalam
olahraga. Cedera akut yang disebabkan oleh trauma langsung ataupun cedera kronis yang
diakibatkan oleh overuse menyebabkan kerusakan jaringan lunak sistem muskuloskeletal baik
pada otot, tendon maupun ligamen. Cedera muskuloskeletal seringkali menyebabkan nyeri
berkepanjangan dan menurunkan performa olahragawan.
Jaringan lunak muskuloskeletal yang cedera akan mengalami serangkaian proses
penyembuhan (healing process) dimulai dari fase inflamasi/radang akut, regenerasi dan
perbaikan hingga fase remodelling. Kajian mengenai aspek seluler yang terlibat dalam proses
penyembuhan berperan penting dalam memberikan pemahaman untuk menentukan intervensi
yang tepat. Artikel ini membahas tentang aspek seluler pada tahapan-tahapan proses
penyembuhan cedera muskuloskeletal yang dikaitkan dengan terapi yang sesuai.

Kata Kunci: healing process, cedera olahraga, muskuloskeletal, jaringan lunak.

PENDAHULUAN trauma tidak langsung seperti strain. Lebih


Cedera otot merupakan salah satu dari 90% cedera olahraga berupa kontusio
cedera yang paling sering terjadi pada maupun strain, sedangkan laserasi otot
olahraga. Cedera muskuloskeletal dapat lebih jarang terjadi (Jarvinen et al, 2005).
terjadi akibat trauma langsung seperti Pada trauma minor seperti strain, otot skelet
laserasi otot dan kontusio, maupun akibat dapat beregenerasi sempurna secara
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 44

spontan. Namun pada kasus trauma berat sel-sel inflamasi hadir di area yang rusak
proses penyembuhan otot dapat karena robeknya pembuluh darah. Ketika
berlangsung tidak sempurna, terjadi kerusakan pada sarkolema, berbagai
mengakibatkan pembentukan jaringan eikosanoid terutama prostaglandin,
fibrosis yang mengganggu fungsi otot prostasiklin, leukotrien dan tromboksan
(Laumonier & Menetrey, 2016). dikeluarkan (Smith, 2004). Eikosanoid
berperan dalam pengaturan vasodilatasi,
A. Mekanisme penyembuhan cedera aktivitas kemotaktik dan peningkatan
otot
permeabilitas endotel vaskular yang
Secara umum mekanisme perbaikan
menyebabkan masuknya sel-sel inflamasi
cedera pada cedera otot terbagi dalam 3
ke daerah cedera (Smith, 2004; Tidball,
tahap yaitu fase destruksi/ degenerasi dan
2005).
inflamasi/peradangan, fase regenerasi/
Neutrofil merupakan leukosit PMN
perbaikan dan fase remodelling/ renovasi.
yang pertama kali mendatangi daerah
Tahapan fase perbaikan dan renovasi
cedera. Neutrofil akan melakukan
seringkali berjalan bersamaan.
fagositosis untuk menghilangkan
1. Fase degenerasi dan inflamasi
komponen-komponen hasil cedera dengan
Proses degenerasi dan inflamasi
cara melepaskan lisosom protease yang
terjadi pada beberapa hari awal setelah
akan mendegradasi protein. Neutrofil juga
cedera. Proses ini dicetuskan karena adanya
membentuk ROS untuk menghindari
kerusakan sarkolema. Kemudian terjadi
terjadinya eksaserbasi cedera (Tidball,
influks kalsium yang tidak teregulasi ke
2005). Neutrofil kemudian mensekresi
dalam sarkolema yang cedera. Jumlah
sejumlah besar molekul-molekul pro-
kalsium dalam sitoplasma yang berlebihan
inflamasi faktor-faktor pertumbuhan dalam
menyebabkan enzim protease dan hidrolase
rangka menciptakan lingkungan mikro
teraktivasi sehingga terjadi kerusakan sel
yang kemoatraktif bagi sel-sel inflamasi
otot serta mengaktivasi berbagai enzim
lainnya seperti monosit maupun makrofag.
yang mendorong terproduksinya substansi-
Neutrofil kemudian digantikan oleh
substansi mitogenik bagi sel otot dan sel
monosit dalam waktu beberapa jam setelah
imunitas (Tidball et al, 2011; 2005).
cedera. Monosit kemudian akan berubah
Hematoma terbentuk ketika terjadi
menjadi makrofag. Makrofag memiliki 2
kematian sel otot. Bersamaan dengan ini,
fungi utama, yaitu menghilangkan serabut
otot yang nekrosis melalui proses
fagositosis. Fungsi lainnya adalah bersama
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 45

fibroblast, makrofag juga menghasilkan terdiri atas 2 tahap, yaitu regenerasi sel otot
sinyal kemotaktik seperti faktor-faktor dan pembentukan jaringan ikat atau
pertumbuhan, sitokin dan kemokin (Baoge fibrosis.
et al, 2012). Sel otot merupakan sel post-mitosis
Dua jenis makrofag yang telah yang tidak memiliki kapasitas untuk
teridentifikasi selama proses penyembuhan membelah. Pada keadaan cedera, sel otot
cedera adalah makrofag MI dan M2. yang rusak tidak mampu diperbaiki tanpa
Makrofag M1 diketahui merupakan kehadiran sel prekursor miogenik yaitu sel
makrofag pro-inflamasi yang hadir pada satelit. Tahap regenerasi ini dapat terjadi
24-48 jam di daerah cedera. Makrofag ini karena masih adanya sel-sel satelit yang
berperan dalam melisiskan sel, berada di bawah lamina basalis sel otot.
menghilangkan debris selular melalui Pada sel otot dewasa, sel satelit berada pada
proses fagositosis dan menstimulasi status istirahat. Jumlah sel satelit ini
proliferasi mioblast. Berbeda dengan bergantung pada usia, lokasi dan tipe sel
makrofag M2 yang dikenal sebagai otot. (Relaix dan Zammit, 2012)
makrofag anti-inflamasi, sel ini bekerja Ketika otot mengalami cedera, sel
pada 48-96 jam setelah cedera dengan satelit teraktivasi oleh faktor-faktor
menurunkan respon inflamasi yang terjadi pertumbuhan dalam 18 jam setelah cedera
dan mendukung terjadinya proses sebagai respon terhadap stimulus kimiawi.
perbaikan sel otot dengan membentuk Regenerasi serabut otot hanya dapat terjadi
formasi miotubul (Tidball dan Wehling- ketika sel satelit teraktivasi. Aktivasi ini
Henricks, 2007). Makrofag juga diketahui menyebabkan sel satelit berproliferasi dan
berperan dalam proses perbaikan jaringan berdiferensiasi menjadi mioblast. Mioblast
yang rusak dengan mensekresi berbagai kemudian akan membentuk miotubul baru
molekul pro-regenerasi. Diantaranya atau bergabung dengan serabut otot yang
adalah insulin-like growth factor (IGF) dan rusak, mengisi area antara serabut otot yang
fibroblat growth factor (FGF) serta rusak dan kemudian menjadi serabut otot
transforming growth factor-β (TGF-β). fungsional yang matur (Laumonier and
2. Fase regenerasi dan perbaikan Menetrey, 2016).
Regenerasi sel otot dimulai pada 4- Di saat yang bersamaan, terjadi
5 hari pertama setelah kerusakan dan pembentukan jaringan ikat oleh fibrin dan
memuncak setelah 2 minggu. Kemudian fibronektin yang berasal dari darah akibat
secara gradual akan menurun pada 3-4 pembentukan hematoma pada awal
minggu setelah terjadi kerusakan. Fase ini
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 46

kerusakan jaringan. Kehadiran fibrin dan Kerusakan yang terjadi akibat


fibronektin pada area kerusakan akan cedera dapat mengakibatkan cabang-
menginisiasi terbentuknya matriks cabang saraf intramuskular menjadi rusak.
ekstraselular yang akan diisi secara cepat Sel-sel otot dapat mengalami denervasi
oleh fibroblast (Darby et al, 2016; yang dapat mempengaruhi proses
Ménétrey, 2000). penyembuhan. Proses perbaikan cedera
Matriks ekstraseluler mengandung dikatakan selesai sempurna ketika sel otot
faktor-faktor pertumbuhan yang menjadi yang cedera mengalami regenerasi lengkap
aktif ketika terjadi kerusakan jaringan. dan terinervasi dengan baik. Terbentuknya
Beberapa faktor pertumbuhan tersebut celah neuromuskular memiliki peran
adalah FGF, IGF-2, TGF-β, hepatocyte penting dalam maturitas dan kemampuan
growth factor (HGF), tumor necrosis fungsional otot yang regenerasi. Kehadiran
factor-α (TNF-α), dan IL-6 (interleukin-6). celah neuromuskular ini dapat terlihat pada
Faktor-faktor ini akan memanggil dan otot-otot yang regenerasi pada 2-3 minggu
mengaktivasi fibroblast yang kemudian setelah cedera (Rantanen, 1995).
akan menghasilkan kolagen, yang 3. Fase remodelling
berkontribusi dalam regenerasi jaringan. Fase ketiga ini terdiri atas proses
Mereka juga menghasilkan sinyal yang remodelling yang dimulai 2-3 minggu
dapat mengaktivasi proliferasi dan setelah onset cedera dan dapat bertahan
diferensiasi sel satelit (Pedersen et al, 1998; hingga 1 tahun atau lebih. Fase ini bertujuan
Relaix dan Zammit, 2012). untuk menghasilkan maksimal kekuatan
Jaringan ikat yang terbentuk pada regangan sel otot melalui proses
fase ini akan memberikan dasar bagi reorganisasi, degradasi dan resintesis
fibroblast untuk mengisi jaringan granulasi matriks ekstraselular. Fase ini ditandai
serta memberikan kekuatan pada otot untuk dengan terbentuk sel-sel otot yang matur
menahan kontraksi. Namun dalam kasus dengan perubahan pada matriks
proliferasi fibroblast yang berlebih, ekstraselular dan resolusi dari inflamasi
jaringan parut dapat terbentuk di antara otot awal serta terjadi reorganisasi jaringan ikat
yang rusak. Hal ini tidak hanya fibrosis serta kontraksi jaringan (Jarvinen et
mengganggu proses perbaikan, tetapi juga al, 2005).
menghambat proses regenerasi otot dan
menyebabkan pemulihan fungsional otot B. Penatalaksanaan pada Cedera Otot
pada fase selanjutnya menjadi tidak Tujuan pengobatan pada cedera
sempurna (Baoge et al, 2012). jaringan lunak harus mempertimbangkan
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 47

proses penyembuhan alami. Berbagai menunjukkan bahwa kompres es pada area


bentuk penatalaksanaan dilakukan pada cedera sebaiknya dilakukan pada jangka
fase akut maupun kronik saat terjadi cedera waktu yang cukup panjang (6 jam) untuk
muskuloskeletal. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan efek yang nyata dalam
meminimalisasi terjadinya kerusakan lebih mengurangi perdarahan dan nekrosis
lanjut, menghilangkan rasa nyeri dan jaringan. Perpanjangan periode kompres es
spasme, mengurangi kejadian perdarahan ini dapat meningkatkan sirkulasi dan
dan edema serta mendukung penyembuhan. mengurangi perdarahan (Schaser et al,
1. Fase inflamasi akut 2007).
Rehabilitasi yang dilakukan pada Efektifitas aplikasi RICE belum
fase ini bertujuan untuk mengontrol terbukti pada studi RCT. Namun demikian,
pembengkakan dan mengendalikan nyeri terdapat bukti-bukti ilmiah dari sturi
dengan metode RICE serta tatalaksana eksperimental terhadap penerapan
farmakologik. Selain itu, pada fase ini juga komponen RICE. Penerapan imobilisasi
mulai dilakukan latihan-latihan yang segera setelah cedera dapat mencegah
digunakan untuk mengembalikan ROM terjadinya retraksi sel otot yang rusak,
(range of movement). mengurangi pembentukan ukuran
hematoma, hingga akhirnya mampu
RICE (Rest, Ice, Compression and mengurangi ukuran pembentukan jaringan
Elevation) fibrosis (Jarvinen et al, 2005).
Periode imobilisasi pada cedera otot
Setelah terjadi cedera pada otot,
dengan tipe shearing diperlukan untuk
direkomendasikan penerapan prinsip RICE
memberikan waktu agar terbentuk jaringan
segera mungkin. Penatalaksanaan ini
granulasi lebih cepat di antara otot yang
bertujuan untuk meminimalisasi
cedera dan menghubungkan antara ujung
pembentukan hematoma, edema interstitial,
otot yang cedera untuk mendapatkan
mengurangi risiko terjadinya jaringan
kekuatan yang diperlukan untuk menahan
iskemia pada area otot yang rusak. Hal ini
kontraksi yang diinduksi pada jaringan
diharapkan dapat menurunkan
yang beregenerasi tanpa terjadinya ruptur.
pembentukan jaringan fibrosis (Menetrey,
Jika imobilisasi pada awal terjadinya cedera
2000). Kompres es dilakukan secara
tidak dilakukan, maka dapat terjadi ruptur
sebentar-sebentar selama 15-20 menit
pada cedera otot yang telah ada yang diikuti
dengan interval 30-60 menit sekali. Hasil
oleh pembentukan skar (Jarvinen et al,
penelitian Schaser
2005).
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 48

Efek penggunaan kompres es kemotaksis sel inflamasi yang diperlukan


dikaitkan dengan pemakaian krioterapi dalam proses perbaikan dan remodelling
yang menunjukkan terjadinya (Rahusen et al, 2004). Sehingga terjadinya
pembentukan hematoma yang secara inhibisi respon inflamasi dapat
signifikan lebih kecil, berkurangnya menyebabkan pemulihan fungsional otot
peradangan dan nekrosis jaringan serta menjadi tidak sempurna.
mempercepat proses regenerasi (Schaser et Hasil penelitian lainnya
al, 2007). Namun penerapan kompresi es ini menunjukkan bahwa penggunaan NSAIDs
masih menjadi perdebatan, karena proses pada waktu yang singkat difase awal
ini mengurangi jumlah aliran darah penyembuhan menyebabkan adanya
intramuskular ke area cedera. Komponen penurunan reaksi sel-sel inflamasi tanpa
terakhir yaitu penggunaan teknik elevasi mempengaruhi proses penyembuhan yang
area cedera didasarkan atas tekanan terjadi, juga pada kekuatan regangan serta
hidrostatik yang akan menurun pada area kemampuan sel otot yang cdera untuk
yang berada di atas posisi jantung, sehingga berkontraksi. NSAIDs juga tidak
akan mengurangi terjadinya akumulasi menyebabkan penundaan proses regenerasi
cairan interstitial (Jarvinen et al, 2013). sel otot (Jarvinen et al, 1992).
Terapi Farmakologi Rekomendasi penggunaan NSAIDs
A. Obat anti inflamasi non steroid diberikan diatas 48 jam setelah cedera,
(NSAIDs)
dalam rangka memberikan efek analgetik
Penggunaan obat anti inflamasi non dan mengurangi pembengkakan dengan
steroid (NSAIDs) dapat direkomendasikan menekan respon inflamasi akut. NSAIDs
untuk diberikan pada fase akut, meskipun memiliki efek menguntungkan dengan
hal ini masih menjadi perdebatan. Respon mencegah terjadinya respon inflamasi akut
inflamasi merupakan fase yang sangat yang berlebihan yang dapat mengakibatkan
penting dalam proses penyembuhan cedera edema, anoksia hingga kematian sel
otot. NSAIDs diketahui dapat mengganggu (Paoloni et al, 2009). Walaupun demikian,
aksi makrofag, membatasi fungsi penggunaan obat ini pada jangka panjang
fagositosis, menghambat produksi faktor- (lebih dari 7 hari) juga tidak disarankan
faktor pertumbuhan yang bertanggung karena dapat memperlambat proses
jawab dalam proses regenerasi (Mishra et al, regenerasi otot dengan menginaktivasi
1995). NSAIDs dapat menghambat proses proliferasi dan diferensiasi sel satelit
serta menginhibisi produksi faktor-faktor
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 49

pertumbuhan (Rahusen et al, 2004). kekuatan semula dengan lebih cepat.


NSAIDs juga diketahui dapat mengurangi Namun mobilisasi dini juga memiliki
kekuatan kontraksi sel otot. kekurangan, diantaranya adalah
B. Obat Glukokortikoid kemungkinan terjadinya ruptur ulang
Glukokortikoid seperti injeksi maupun pembentukan jaringan skar yang
steroid seringkali digunakan sebagai lebih luas. Oleh karena itu, latihan aktif
pilihan obat-obatan pada cedera harus dimulai secara bertahap. Bentuk
muskuloskeletal Meskipun dilaporkan latihan dapat diawali dengan latihan
suntikan kortikosteroid intramuskular isometrik hingga batas nyeri untuk memulai
memberikan keuntungan, hasil studi pengembalian ROM (Jarvinen, 2005).
eksperimental menunjukkan bahwa 2. Fase regenerasi dan perbaikan
terdapat penundaan eliminasi hematoma Pada fase ini biasanya
dan area nekrosis pada jaringan otot, pembengkakan sudah mulai menghilang,
terjadinya kemunduran proses regenerasi namun daerah cedera masih dapat terasa
otot, dan akhirnya mengurangi kekuatan nyeri ketika disentuh meskipun rasa nyeri
biomekanik otot yang cedera (Beiner et al, tidak seperti pada fase sebelumnya. Rasa
1999). Berdasarkan hal ini, penggunaan nyeri dirasakan berkurang baik pada saat
obat ini tidak direkomendasikan pada fase gerakan pasif maupun aktif. Pasien dapat
akut. memulai program rehabilitasi yang
Fisioterapi bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
Pada hari kedua atau ketiga fase otot dan memperbaiki fleksibilitas otot.
akut sering timbul keterbatasan gerak yang Bentuk rehabilitasi yang dapat dilakukan
terutama disebabkan karena rasa sakit. Pada adalah latihan isotonik yang dapat
kondisi ini, modalitas yang dapat dilakukan secara bertahap yang kemudian
mengurangi rasa sakit seperti stimulasi dapat dilanjutkan dengan latihan isokinetik.
elektrik dapat digunakan secara rutin pada Seperti pada fase akut, modalitas dapat
setiap sesi pengobatan. Pasien juga digunakan untuk mengontrol nyeri dan
disarankan untuk mulai melakukan latihan pembengkakan. Modalitas berupa stimulasi
mobilisasi aktif hingga batas nyeri eletrik dapat membantu mengendalikan
(Prentice, 2011). nyeri, memperbaiki ROM dan kekuatan
Mobilisasi dini mempercepat otot (Prentice, 2011).
pertumbuhan kapiler dan meningkatkan
regenerasi serabut otot. Otot yang
menyembuh juga dapat kembali mencapai
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 50

3. Fase Remodelling sel-sel inflamasi dan pengeluaran sitokin


Fase ini merupakan fase terpanjang pro-inflamasi, fase regenerasi dan
pada penyembuhan cedera, dimana fase ini perbaikan yang ditandai dengan aktivasi
dapat berlangsung hingga beberapa tahun, sel satelit dan proliferasi fibroblast serta
bergantung pada tingkat keparahan cedera. fase remodelling yang ditunjukkan dengan
Penatalaksaan pada fase ini adalah dengan maturasi sel-sel otot serta reorganisasi
melakukan rehabilitasi yang bertujuan agar matriks ekstraseluler. Ketiga fase ini
pasien mendapatkan kembali kemampuan terjadi secara berurutan dan kontinyu,
fungsional awal sehingga dapat beraktivitas namun dapat terjadi secara tumpang tindih.
seperti semula. Bentuk latihan yang intens Penatalaksanaan cedera otot
untuk mengembalikan ROM dan latihan diawali dengan RICE untuk mengontrol
penguatan otot untuk memfasilitasi inflamasi yang terjadi, mengurangi rasa
remodelling jaringan dan mengembalikan nyeri serta mengurangi risiko terjadinya
kesejajaran posisi tulang dan sendi dapat jaringan iskemia pada area otot yang
dilakukan pada fase ini. rusak. Rekomendasi penggunaan NSAIDs
Terapi modalitas panas dapat dapat diberikan diatas 48 jam setelah
bermanfaat pada fase remodelling. cedera, dalam rangka memberikan efek
Penggunaan modalitas panas yang lebih analgetik dan mengurangi pembengkakan
invasif, ultrasound atau diatermi dapat dengan menekan respon inflamasi akut.
digunakan untuk meningkatkan sirkulasi Sedangkan obat-obat glukorkortikoid tidak
pada jaringan yang lebih dalam. Pemijatan direkomendasikan pada fase inflamasi
dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri akut.
dan meningkatkan sirkulasi. Peningkatan Fisioterapi dan rehabilitasi dapat
aliran darah berfungsi untuk mengantarkan dilakukan sejak hari ketiga fase inflamasi
nutrisi-nutrisi penting ke area cedera yang hingga fase remodelling. Bentuk latihan
diperlukan dalam proses penyembuhan dan dapat dimulai secara bertahap yang diawali
meningkatkan sistem limfatik yang dengan latihan isometrik hingga batas nyeri
membantu dalam drainase zat buangan untuk memulai pengembalian ROM.
(Prentice, 2011). Latihan ini bertujuan untuk mempercepat
pertumbuhan kapiler dan meningkatkan
KESEIMPULAN regenerasi serabut otot. Pada fase
Proses penyembuhan pada cedera regenerasi, bentuk latihan dapat dilanjutkan
otot terdiri atas 3 fase yaitu fase degenerasi dengan latihan isotonik hingga isokinetik
dan inflamasi akut dimana terjadi aktivasi yang bertujuan untuk
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 51

meningkatkan kekuatan otot dan muscle. An experimental study in


rats. J Sports Traumatol. 1992;14:19-
memperbaiki fleksibilitas otot. Pada fase
28.
remodelling bentuk latihan dapat berupa
Jarvinen TAH, Jarvinen TLN, Kaariainen
latihan penguatan otot yang lebih intens
M, Kalimo H, Jarvinen M. 2005.
agar pasien mendapatkan kembali Biology of muscle trauma. Am J
Sports Med. 2005;33:745-66.
kemampuan fungsional awal sehingga
dapat beraktivitas seperti semula. Jarvinen TAH, Jarvinen M, Kalimo H.
2013. Regeneration of injured
Modalitas alat berupa stimulasi
skeletal muscle after the injury.
eletrik dapat diberikan disetiap akhir sesi Muscles, Ligaments and Tendons
Journal. 2013;3(4):337-45.
latihan pada fase regenerasi. Hal ini
bertujuan untuk membantu mengendalikan Laumonier and Menetrey. 2016. Muscle
injuries and strategies for improving
nyeri, memperbaiki ROM dan kekuatan
their repair. Journal of Experimental
otot. Pemijatan dan modalitas panas seperti Orthopaedics. 2016;3:15.
ultrasound dan diatermi dapat diberikan
Mishra DK, Friden J, Schmitz MC, and
pada fase remodelling bertujuan untuk Lieber RL. 1995. Antiinflammatory
medication after muscle injury: a
mengurangi nyeri serta meningkatkan laju
treatment resulting in short-term
sirkulasi darah dan limfatik. improvement but subsequent loss of
muscle function. Journal of Bone and
Joint Surgery A. 1995;77(10):1510–
DAFTAR PUSTAKA
9.
Baoge L, Van Den Steen E, Rimbaut S,
Pedersen BK, Rohde T, Ostrowski K. 1998.
Wtvrouw E, Almqvist KF,
Recovery of the immune system after
Vanderstraeten G, et al. 2012.
exercise. Acta Physiol Scand.
Treatment of SkeletalMuscle Injury:
1998;162:325-32.
A Review. ISRN Orthopedics. 2012;
2012:1-7.
Paoloni J, Milne C, Orchard J, and
Hamilton B. 2009. Nonsteroidal anti-
Beiner JM, Jokl P, Cholewicki J, Panjabi
inflammatory drugs (NSAIDs) in
MM. 1999. The effect of anabolic
sports medicine:guidelines for
steroids and corticosteroids on
practical but sensible use. British
healing of muscle contusion injury.
Journal of Sports Medicine.
Am J Sports Med. 1999. 27(1):2-9.
2009;43(11):863–5.
Darby IA, Zakuan N, Billet F, Desmouliere
Prentice WE. 2011. Rehabilitation
A. 2016. The myofibroblast, a key
techniques for sports medicine and
cell in normal and pathological tissue
athletic training. 5th ed. Ney York:
repair. Cell Mol Life Sci.
McGraw Hill.
2016;73(6):1145–57.
Rahusen FTG, Weinhold PS, and
Jarvinen M, Lehto M, Sorvari T. 1992.
Almekinders LC. 2004. Nonsteroidal
Effect of some anti-inflammatory
anti-inflammatory drugs and
agents on the healing of ruptured
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 13, Nomor 1, Januari 2017 | 52

acetaminophen in the treatment of an


acute muscle injury. American
Journal of Sports Medicine.
2004;32(8):1856–9.

Rantanen J, Ranne J, Hurme T, Kalimo H.


1995. Denervated segments of
injured skeletal muscle fibers are
reinnervated by newly formed
neuromuscular junctions. J
Neuropathol Exp Neurol.
1995;54(2):188–94.

Relaix F, Zammit PS. 2012. Satellite cells


are essential for skeletal muscle
regeneration: the cell on the edge
returns centre stage. Development.
2012;139(16):2845–56.

Tidball JG. 2005. Inflammatory processes


in muscle injury and repair. Am J
Physiol Regul Integr Comp Physiol.
2005;288:R345-53.

Tidball JG, Wehling-Henricks M. 2007.


Macrophages promote muscle
membrane repair and muscle fibre
growth and regeneration during
modified muscle loading in mice in
vivo. J. Physiol. 2007;578:327-36.

Tidball JG. 2011. Mechanisms of muscle


injury, repair, and regeneration.
Compr Physiol. 2011;1(4):2029–62.

Schaser KD, Disch AC, Stover JF, Lauffer


A, Bail HJ, Mittlmeier T. 2007.
Prolonged superficial local
cryotherapy attenuates
microcirculatory impairment,
regional inflammation, and muscle
necrosis following closed soft tissue
injury in rats. Am J Sports Med.
2007;35:93-102.

Smith LL. 2004. Tissue trauma: the


underlying cause of overtraining
syndrome? J Strength Cond Res.
2004;18:185-93.

Anda mungkin juga menyukai