Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hand Hygiene

2.1.1 Pengertian Hand Hygiene

Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan untuk menyatakan

kegiatan yang terkait membersihkan tangan (WHO, 2015). Salah satu cara untuk

mencegah kontaminasi silang dari mikrorganisme sehingga dapat menurunkan dan

mencegah insiden kejadian infeksi nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan

proses cuci tangan atau disinfeksi tangan merupakan salah satu cara terpenting dalam

rangka pengontrolan infeksi agar dapat mencegah infeksi nosokomial yaitu dengan

cara melaksanakan hand hyigiene, baik melakukan cuci tangan dengan handrub ataupun

cuci tangan pakai sabun (Monica P, 2016).

2.1.2 Tujuan Hand Hygiene

Tujuan Hand Hygiene dilakukan secara rutin dalam perawatan pasien ialah

untuk menghilangkan kotoran dan bahan organik serta kontaminasi mikroba dari

kontak dengan pasien atau lingkungan (WHO, 2016).

Kebersihan tangan tenaga kesehatan sangat membantu pencegahan penularan

kuman berbahaya dan mencegah infeksi terkait perawatan kesehatan. Hal ini

dikarenkan tangan adalah jalur utama penularan kuman selama perawatan pasien

(Pratama, 2017).

2.1.3 Lima Moment Hand Hygiene

WHO (2009), menetapkan indikasi five moment hand hygiene yang dimaksud

meliputi (Noorbaya, 2019) :

8
9

1. Sebelum menyentuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan sebelum menyentuh pasien bertujuan untuk

melindungi pasien dengan melawan mikroorganisme, dan di beberapa kasus

melawan infeksi dari luar, oleh kuman berbahaya yang berada di tangan. Contoh

tindakan dari indikasi ini yaitu (Noorbaya, 2019):

a. Sebelum berjabat tangan dengan pasien

b. Sebelum membantu pasien melakukan personal hygiene

c. Sebelum membantu pasien melakukan perawatan dan tindakan non-invasif

lainnya: pemasangan masker oksigen dan melakukan masase.

d. Sebelum melakukan pemerikasaan fisik non-invasif : memerikasa nadi,

memerikasa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam ECG.

2. Sebelum melakukan prosedur bersih/aseptik

Hand hygiene yang dilakukan sebelum melakukan prosedur bersih/aseptic

bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan infeksi kuman berbahaya, termasuk

kuman yang berada didalam tubuh pasien. contoh tindakan indikasi ini adalah :

a. Sebelum menyikat gigi pasien, memberikan obat tetes mata , pemerikasaan

vagina atau rektal, memerikasa mulut, hidung, telinga dengan atau tanpa

instrumen, memasukkan suppositori, dan melakukan suction mucus.

b. Sebelum membalut luka dengan atau tanpa instrument, pemberian salep pada

kulit, dan melakukan injeksi perkutan.

c. Sebelum memasukkan alat medis invasif (nasal kanul, Nasogastric Tube (NGT),

Endotracheal Tube (ETT), periksa urin, kateter, dan drainase, melepas/

membuka selang peralatan medis (untuk makan, pengobatan, pengaliran,

penyedotan, dan pemantauan).

d. Sebelum mempersilahkan makanan, pengobatan, dan peralatan steril.


10

3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

bertujuan untuk melindungan petugas kesehatan dari infeksi oleh kuman

berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah penyebaran kuman di lingkungan

perawatan pasien. salah satu tindakan indikasinya adalah:

a. Ketika kontak dengan membran mukosa atau dengan kulit yang tidak utuh.

b. Setelah melakukan injeksi: setelah pemasangan dan pelepasan alat medis

invasive (akses ke pembuluh darah, kateteran, selang, dan drainase); setelah

melepas dan membuka selang yang terpasang dalam tubuh.

c. Setelah melepaskan peralatan medis invasif

d. Setelah melepas alat perlindungan

e. Setelah menangani sampel yang mengandung bahan organik, setelah

membersihkan ekskresi dan cairan tubuh lainnya, setelah membersihkan

benda atau peralatan yang terkontaminasi.

4. Setelah menyetuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh pasien bertujuan untuk

melindungi petugas kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien dan

melindungi lingkungan perawatan pasien dan penyebaran kuman.

a. Setelah berjabatan tangan

b. Setelah membantu pasien melalukan personal hygiene

c. Setelah melakukan pemerikasaan fisik non-invasif

d. Setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif

5. Setelah menyentuh lingkungan pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh lingkungan pasien termasuk

menyentuh peralatan di sekitar pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan


11

dari kuman yang berada pada tubuh pasien yang kemungkinan juga berada disekitar

lingkungan maupun benda-benda di sekitar pasien. Contoh tindakan :

a. Setelah kontak fisik dengan lingkungan pasien, misalnya : mengganti sprei,

memegang rel tempat tidur, maupun memberaskan benda-benda yang berada

di sekitar pasien.

b. Setelah melakukan aktivitas perawatan, misalnya : membetulkan alarm infus

pump maupun syringe pump, membetulkan alrm monitor.

Gambar 2. 1 Lima momen Hand Hygiene


https://images.app.goo.gl/4JZH9RL73WWkLh478 (PKRSUMM, 2016)

2.1.4 Enam langkah cuci tangan (hand hygiene)

Prinsip Enam langkah hand hygiene, antara lain:

1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptic (handrub)

maupun menggunakan air mengalir dengan sabun antiseptik (handwash).

2. Lama waktu cuci tangan menggunakan handrub selama 20-30 detik sedangkan

cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun antiseptic selama 40-60 detik.
12

3. Setelah 5 kali cuci tangan menggunakan handrub sebaiknya setelah itu cuci tangan

menggunakan air mengalir dan sabun antiseptik.

Prosedur cuci tangan menurut WHO(2009) menyatakan enam langkah cuci

tangan sebagai berikut (Noorbaya, 2019):

1. Ratakan cairan handrub atau sabun antiseptik menggunakan kedua tangan.

2. Gosokkan punggung tangan dan sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan

lakukan sebaliknya dengan menggunakan tangan kiri.

3. Gosokkan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

4. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.

5. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan

sebaliknya pada ibu jari tangan kanan.

6. Gosok ujung jari tangan kanan secara memutar pada telapak tangan kiri dan

lakukan sebaliknya pada ujung jari tangan kiri.

Gambar 2.2 Cuci tangan enam langkah (PKRS UMM, 2016


13

2.1.5 Dampak jika tidak melakukan Hand Hygiene

Jika tidak melakukan hand hygiene dengan benar maka perawat dapat

menginfeksi diri sendiri maupun ke pasien. Penyakit infeksi yang dibawa oleh perawat

maupun petugas kesehatan lainnya yang dapat menginfeksi pasien dinamakan infeksi

nosocomial. Penyakit infeksi dapat menyebar melalui kontak tangan ke tangan

seseorang dapat mengakibatkan terjadinya demam, flu dan beberapa kelainan sistem

pencernaan seperti diare, mual dan muntah. Kebersihan tangan sangatlah penting

bagi perawat agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi pasien (Hidayah &

Ramadhani, 2019).

2.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

stimulus, sehingga sikap belum merupakan suatu tindakan, akan tetapi merupakan

presdiposisi tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2012). Sikap merupakan besarnya

perasaan positif dan negatif terhadap suatu objek, orang, institusi maupun kegiatan

(Nursalam, 2015). Kemudian Edward dalam Hustarda (2011) menyatakan bahwa

sikap berkaitan dengan perasaan yang mendalam yang bersifat positif atau negatif,

dan berhubungan dengan objek tertentu, kesiapan berbuat itu selalu disertai perasaan

senang atau tidak senangnya, perasaan simpati atau antipasi. (Nugraha, 2015). L.A.

Peplau menyatakan sikap adalah sebagai berikut (Firmansyah, 2018):

1. Sikap memiliki komponen kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan perilaku.

2. Seseorang memiliki sikap yang kompleks secara kognitif, namun sikap sering

terorganisir di sekitar dimensi afektif dan cenderung sederhana secara evaluatif.

3. Pendekatan belajar memandang sikap sebagai sesuatuyang dipelajari melalui

asosiasi, peneguhan kembali dan imitasi. Pendekatan insentif memandang sikap


14

sebagai hasil perhitungan untung rugi oleh individu. Teori kognisi memandang

orang sebagai mahluk yang berussaha mempertahankan sikapnya.

4. Biasanya diasumsikan bahwa perilaku timbul dari sikap.

Sikap merupakan suatu tingkah laku yang di tunjukkan atau dapat diketahui

bila seseorang sudah bertingkah laku positif atau negatif (Firmansyah, 2018) Empat

tingkatan sikap, antara lain:

1. Menerima (receiving): bahwa orang (subjek) mau menerima dan memperhatikan

stimulus yang diberikan oleh suatu objek.

2. Merespon (responding): yaitu memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang

diberikan mengenai objek.

3. Menghargai (valuting): yaitu mengajak orang lain untuk mendiskusikan tentang

objek.

4. Bertanggung jawab ( responsible): yaitu betanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala resikonya.

2.2.1 Komponen - Komponen Sikap

Komponen – komponen sikap terdiri dari tiga komponen yang saling

menunjang (Firmansyah, 2018):

1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercaya oleh individu

pemilik sikap. Komponen kognitif berisi tentang kepercayaan seseorang

mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap.

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan

merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh – pengaruh yang

mungkin mengubah sikap seseorang.


15

3. Komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau

bereaksi terhadap sesuatu dengan cara – cara tertentu. Komponen konatif

berkaitan dengan objek yang dihadapi seseorang, dicerminkan dalam bentuk

tendensi perilaku.

2.2.2 Faktor – Faktor yang mempengaruhi sikap

Dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu

terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap individu, sebagai berikut: (Siswadi Agus, 2019)

1. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi pada situasi yang melibatkan

emosional.

2. Pengaruh lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk meiliki sikap yang konformis atau

searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3. Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita

terhadap berbagai masalah.

4. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,

berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung

dipengaruhi oleh sikap penulisannya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumennya.
16

5. Lembaga pendidikan dan lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan, tidaklah heran jika kalau pada gilirannya konsep

tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang

berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego (Siswadi Agus, 2019).

2.2.3 Fungsi sikap

Secord dan Beckman mengungkapkan bahwa sikap merupakan aturan

tertentu dalam hal perasaan, pemikiran dan presdiposisi tindakan seseorang terhadap

suatu objek di lingkungan sekitarnya. Orang yang memiliki sikap positif terhadap

suatu objek, apabila orang tersebut suka maka akan bersikap favorable, sebaliknya jika

orang tersebut bersikap negatif terhadap suatu objek, apabila orang tersebut tidak

suka akan bersikap unfavorable (Siswadi Agus, 2019). Fungsi sikap dapat dibagi

menjadi empat golongan, yaitu:

1. Sikap berfungsi sebagia alat untuk menyesuaikan diri seseorang.

2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku seseorang.

3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman seseorang.

4. Sikap sebagai alat pernyataan kepribadian seseorang.

2.2.4 Pengukuran Sikap

Mengukur sikap dapat menggunakan beberapa teknik ukur yang dapat

digunakan (Firmansyah, 2018):


17

1. Observasi perilaku (sikap)

Menentukan sikap memiliki kelemahan, perilaku yang ditunjukkan sering

untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya dari seseorang karena pengaruh

kondisional oleh karena itu, tidak selalu perilaku memiliki konsistensi dengan

sikap.

2. Penanyaan langsung

Penanyaan langsung mengenai masalah sikap seseorang seseorang

terhadap suatu objek dengan suatu asumsi bahwa individu merupakan orang

yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, manusia akan mengungkapkan secara

terbuka apa saja yang dirasakannya, oleh karena itu dalam metode ini jawaban

yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka.

2.2.5 Skala Pengukuran Sikap

Menurut Azwar S (2011) ada berbagai cara dalam mengukur sikap seseorang

dengan mengunakan skala ukur yaitu:

1. Skala Thrustone

Merupakan metode skala yang sering disebut metode interval tampak

setara. Metode skala thrustone digunakan dengan pendekatan stimulus yang

artinya skala dalam pendekatan ini ditunjukan untuk menstimulus atau

pernyataan sikap pada suatu rangkaian psikologis yang akan menunjukan

derajat sikap positif atau sikap negatif dalam pernyataan tersebut. Dalam

menggunakan metode ini maka perlu ditetapkannya sekelompok orang yang

bertindak sebagai panelpenilai. Tugasnya menilai satu persatu pernyataan

kemudian memperkirakan derajat positif dan negatif suatu rangkaian yang

bergerak dari 1 sampai dengan 11 titik. Dalam menentukan penilaian derajat


18

positif dan negative setiap pernyataan sikap, maka disajikan suatu rangkaian

psikologis dalam bentuk deretan kotak – kotak yang diberi huruf A sampai K

(Azwar S, 2011).

2. Skala Likert

Skala likert merupakan skala sikap yang diukur dengan menggunakan

metode rating atau tingkatan yang dijumlahkan (Method of Summated Rating).

Metode ini menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai

skalanya, nilai skala setiap pernyataan sikap tidak ditentukan oleh derajat positif

masing – masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respons setuju atau

tidak setuju dari sekelompok responden penelitian. Terdapat 2 asumsi dalam

menggunakan prosedur penilaian skala likert, yaitu:

a. Setiap pernayataan sikap dapat disepakati sebagai pernyataan sikap positif

atau pernyataan sikap negatif.

b. Jawaban yang diberikan oleh responden yang memiliki sikap positif maka

bobot nilai harus lebih tinggi dibandingkan jawaban yang diberikan

responden yang memiliki pernyataan sikap negatif.

Cara dalam pemberian tafsiran skor terhadap responden dalam skala

likert yang dijumlakan adalah dengan membandingkan skor tersebut dengan

nilai mean kelompok dimana responden itu termasuk (Azwar S, 2011).

2.3 Kepatuhan

2.3.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan merupakan tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau

berperilaku (bersikap) sesuai dengan apa yang dibebankan kepadanya (Emaliyawati,

2010). Kepatuhan adalah modal besar dasar seseorang berperilaku (bersikap).


19

Menurut Kelman dalam Emaliyawati (2010) menjelaskan bahwa perubahan sikap dan

perilaku seseorang diawali dengan proses patuh, identifikasi dan tahap terakhir

berupa internalisasi.

Kepatuhan dalam melakukan cuci tangan dapat didefinisikan yaitu seseorang

atau petugas kesehatan melakukan cuci tangan enam langkah dengan benar pada 5

momen cuci tangan. Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku perawat terhadap

kepatuhan mencuci tangan yaitu faktor personal dan faktor lingkungan. Salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan cuci tangan yaitu sikap perawat

dalam melaksanankan Hand Hygiene dengan benar (Ellies, 2014).

2.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Tingkat kepatuhan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

misalnya: faktor dari diri sendiri meliputi jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat

pendidikan. Serta faktor psikologi meliputi sikap, rasa takut, ketegangan dalam

bekerja dan persepsi terhadap resiko(suryoputri, 2019).Beberapa ahli

mengungkapkan, bahwa faktor – faktor kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal

maupun faktor eksternal, yaitu (Damanik, S, 2010):

1. Faktor internal, meliputi :

a. Karakteristik perawat

Karakteristik perawat merupakan ciri – ciri pribadi seseorang

perawat yang memiliki kemapuan dalam merawat pasien baik sehat maupun

pasien sakit. Karakteristik perawat meliputi beberapa variabel, yaitu umur,

sikap, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan.


20

b. Kemampuan

Kemapuan merupakan kapasitas seseorang dalam melakukan suatu

kegiatan atau mengerjakan berbagai tugas dalam melakukan suatu pekerjaan

yang meliputi kemapuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan

fisik memiliki peran penting untuk melakukan tugas yang yang menuntut

stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Sedangkan, kemapuan

intelektual memiliki peran yang besar dalam melakukan pekerjaan yang

rumit. Kemampuan seseorang perawat dalam melakukan cuci tangan

berbeda – beda, bagi perawat yang memiliki kempamuan dalam

menjalankan cuci tangan akan cenderung patuh (suryoputri, 2019).

c. Motivasi

Motivasi adalan suatu dorongan yang dimiliki seseorang atau sekelompok

masyarakat yang mau bekerja sama secara optimal untuk mencapai suatu tujuan

secara optimal. Motivasi dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalakan suatu

pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan, terdiri dari

a. Pola komunikasi

Pola komunikasi seseorang dengan orang lain akan mempengaruhi

tingkat kepatuhan seseorang dalam melakukan tindakan. Aspek dalam

komunikasi adalah ketidakpuasan seseorang terhadap hubungan emosionla

maupun ketidakpuasaan terhapat pendelegasian (suryoputri, 2019).

b. Keyakinan atau nilai – nilai yang diterima perawat

Keyakinan perawat tentang kesehatan atau perawatan dalam system

pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam

melaksanakan peran dan fungsinya.


21

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat mempengaruhi terhadap kepatuhan

seseorang. Dukungan sosial memainkan peran terutama peran yang berasal

dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan lainnya, pasien maupun

dukungan dari pimpinan.

2.3.3 Kriteria Kepatuhan

Menurut Depkes RI (2006), kriteria kepatuhan dibagi dalam tiga bagian, yaitu

(Damanik, S, 2010):

1. Patuh merupakan suatu tindakan yang taat terhadap perintah maupun aturan,

dan semua aturan yang telah ditetapkan dilakukan secara benar.

2. Kurang patuh suatu tindakan yang dilakukan atau dijalankan hanya sebagian

dari apa yang sudah di tetapkan, dan dijalakan sepenuhnya tidak sempurna.

3. Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak melaksanakan tugas

yang telah ditetapkan, dan tidak dijalankan sama sekali.

Mendapatkan nilai kepatuhan yang lebih akurat, maka perlu ditentukan nilai

tingkat kepatuhan. Sehingga dapat dibuatkan rangking kepatuhan seseorang. Tingkat

kepatuhan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1) Patuh : 75% - 100%

2) Kurang patuh : 50% - <75%

3) Tidak patuh : <50%

2.4 Hubungan Sikap Perawat dengan Kepatuhan Pelaksanaan Hand Hygie

Hand hygiene merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan berbagai

penyakit infeksi yang disebarkan melalui tangan dengan cara mencuci tangan dengan
22

bersih menggunakan handrub maupun sabun antiseptik (Monica P, 2016). Tujuan dari

hand hygiene yaitu untuk menghilangkan kotoran maupun kuman mikroba yang

menempel pada tangan (WHO, 2016). Hand hygiene harus dilakukan dengan benar

sebelum maupun sesudah tindakan keperawatan walaupun perawat menggunakan

sarung tangan atau alat pelindung diri. Menurut WHO, 2009 dalam jurnal (Noorbaya,

2019) hand hygiene dilakukan berdasarkan lima moment penting hand hygiene yaitu:

sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur aseptik, setelah terpapar

cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan pasien, dan setelah menyentuh lingkungan

sekitar pasien. Tata cara pelaksanaan hand hygiene yaitu menggunakan prinsip enam

langkah cuci tangan menurut WHO.

Pada pelaksanaan hand hygiene salah satu faktor yang mempengaruhi perawat

melaksanakan cuci tangan yaitu sikap. Sikap merupakan respon tertutup seseorang

terhadap stimulus, sehingga sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi

presdisposisi perilaku (Notoatmodjo, 2012). Komponen sikap terdiri dari: komponen

kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (Firmansyah, 2018). Faktor –

faktor yang mempengaruhi sikap yaitu: pengalaman pribadi, pengaruh lain yang

dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, dan Lembaga Pendidikan dan

agama (Siswadi Agus, 2019). Sikap dapat diukur melalui observasi atau mengamati

sikap seseorang dan penanyaan langsung. Skala ukur sikap ada dua yaitu: Skala

Thrustone dan skala Likert (Azwar S, 2011). Dalam pelaksanaan hand hygiene kepatuhan

seorang perawat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu

faktor internal kepatuhan perawat yaitu karakteristik atau sikap perawat. Sedangkan

faktor eksternal kepatuhan yaitu keyakinan atau nilai – nilai yang diterima oleh

perawat (Suryoputri, 2011).

Anda mungkin juga menyukai