Anda di halaman 1dari 3

I.

Dasar Teori
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan
cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Salah satu bentuk senyawa
oksigen reaktif adalah radikal bebas, senyawa ini terbentuk di dalam tubuh dan dipicu oleh
bermacam-macam faktor (Winarsi, 2007). Sadikin (2001) berpendapat bahwa serangan
radikal bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi
berantai, yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa
radikal bebas mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit
degeneratif, hingga kanker. Oleh karena itu tubuh memerlukan substansi penting, yakni
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan
meredam dampak negatif senyawa radikal bebas tersebut (Karyadi, 1997).
Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk,
mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan
fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi (Widjaya, 2003). Antioksidan yang
dihasilkan tubuh manusia tidak cukup untuk melawan radikal bebas, untuk itu tubuh
memerlukan asupan antioksidan dari luar (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintetik
(Cahyadi, 2006). Antioksidan alami banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, sayur-
sayuran dan buah-buahan (Winarsi, 2007), sedangkan yang termasuk dalam antioksidan
sintetik yaitu butil hidroksilanisol (BHA), butil hidroksittoluen (BHT), propilgallat, dan
etoksiquin (Cahyadi, 2006).
Manggis (Gracinia mangostana L.) merupakan tanaman tahunan yang hidup di
daerah tropis, buahnya memiliki rasa manis dan sedikit masam. Tanaman buah tropis ini
memiliki pertumbuhan sangat lambat, namun memiliki umur yang cukup panjang. Setiap
tahunnya, Indonesia menghasilkan buah manggis rata-rata 60.000 ton. Tentu merupakan
jumlah yang tidak sedikit, mengingat tanaman manggis di Indonesia merupakan tanaman
liar yang tidak dibudi dayakan dan berumur hingga ratusan tahun. Hingga saat ini,
permintaan pasar akan buah manggis meningkat sehingga tanaman manggis mulai
dibudidayakan (Putra, Sitiatava R, 2011). Selain itu kulit manggis yang segar tidak dapat
disimpan dalam waktu yang cukup lama, karena kulit manggis akan mengalami oksidasi
oleh oksigen bebas di udara. Oksidasi ini membuat kulit manggis segar yang berwarna
merah keunguan menjadi kecoklatan serta mengeras. Buah manggis berbentuk bola yang
berdiameter sekitar 3-8 sentimeter kulitnya berwarna ungu kemerahan sedangkan di
dalamnya terdapat beberapa segmen daging buah berwarna putih. Di Indonesia manggis
dikenal dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus
(Lampung), manggusto (Sulawesi Utara), maupun manggista (Sumatera Barat) (Cahyo,
Agus, 2011).
Buah manggis memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi di setiap bagiannya. Pada
bagian daging buah kaya akan vitamin C, sakarosa, dekstrosa, dan levulosa. Adapun pada
bagian kulit manggis mengandung senyawa xanthone, yang merupakan bioflavonoid
dengan sifat sebagai antioksidan, antibakteri, antialergi, antitumor, antihistamin, dan
antiinflamasi (Shabella, Rifdah, 2011).
Kandungan aktif daun pepaya menurut Trizelia (2001), yaitu enzim papain. Papain
merupakan suatu protese sulfihidril dari getah pepaya. Enzim papain biasanya ditemukan
di batang, daun, dan buah pepaya. Selain enzim papain, terdapat beberapa senyawa-
senyawa yang dapat dibuktikan melalui uji fitokimia. Uji fitokimia dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya komponen- komponen bioaktif yang terdapat pada sampel uji.
Dari uji fitokimia yang dilakukan oleh Astuti (2009) daun pepaya mengandung flavonoid,
saponin, dan alkaloid. Namun pada pengujian fitokimia yang dilakukan Julaily, dkk.
(2013), ekstrak daun pepaya mengandung berbagai golongan senyawa metabolit sekunder
seperti alkaloid, flavonoid, polifenol, kuinon, dan terpenoid. Senyawa-senyawa ini yang
dipercaya mampu membunuh serangga hama.
Klorofil merupakan pigmen yang berwarna hijau yang terdapat pada kloroplas sel
tanaman. Pigmen klorofil sangat berperan dalam proses fotosintesis dengan mengubah
energi cahaya menjadi energi kimia. Proses tersebut dibutuhkan tidak hanya bagi
tumbuhan tetapi juga pada hewan dan manusia, karena sebagian besar kebutuhan gizi
berasal dari proses fotosintesis. Pada tumbuhan tingkat tinggi klorofil yang sering
ditemukan adalah klorofil a dan b dengan perbandingan 3:1.
Selain berperan dalam fotosintesis, klorofil juga memberikan manfaat secara
langsung bagi kesehatan manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa klorofil
mempunyai bioaktivitas tinggi diantaranya sebagai senyawa antikanker, antioksidan,
katalisator pelepas radikal bebas, menghambat oksidasi lipid, fototoksin khususnya
terhadap larva nyamuk, membersihkan darah kotor, meningkatkan imunitas, serta dapat
bertindak sebagai fotosensitizer dalam terapi fotodinamika untuk penghancuran sel tumor
dan kanker.

Anda mungkin juga menyukai