Nila Permatasari - 2106784775
Nila Permatasari - 2106784775
Nila Permatasari
2106784775
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2022
Analisis Terhadap berita terkait Perlindungan Konsumen
A. Kasus Posisi
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis daftar produk kosmetik
yang mengandung merkuri. Dari daftar yang dirilis BPOM tersebut, terdapat merek yang
banyak dijumpai di pasaran, terutama online baik melalui e-commerce maupun media sosial.
Penggunaan merkuri pada produk kecantikan dan pemutih kulit. Hal itu karena kandungan
merkuri pada produk-produk tersebut dapat membahayakan kesehatan. Karena itu, daftar
kosmetik mengandung merkuri ini penting untuk diperhatikan agar masyarakat tidak salah
dalam memilih produk kecantikan atau pemutih kulit.
Dikutip dari Kompas.com (15/11/2021), berikut ini adalah daftar produk kosmetik
yang memiliki kandungan merkuri berdasarkan hasil pemetaan dari BPOM:
Beberapa produk di atas banyak dijumpai di berbagai platform jual beli online tanah air.
Sebelum masuk dalam substansi terkait ketentuan UUPK, ada baiknya kita mengenali
dulu terkait beberepa istilah yang tidak asing dari konsumen. Konsumen yang
diperbincangkan dalam hal ini ialah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri
sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau
memperdagangkannya kembali, adanya transaksi konsumen yang mana maksudnya ialah
proses terjadinya peralihan pemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari penyedia barang
atau penyelenggara jasa kepada konsumen.
Didalam pasal 4 UUPK menyebutkan bahwa hak konsumen diantaranya; hak untuk
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.2
1. Hak atas kenyamanan dan kelematan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukan dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang
dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyeleseian sengketa
konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang
dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha sesuai Pasal 7 UUPK diantaranya;
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Adapun pasal yang mengeaskan dalam Pasal 8 UUPK, melarang pelaku usaha untuk
memperdagangkan barang atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam
label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut.
Berdasarkan pasal tersebut, ketidaksesuaian spesifikasi barang yang Anda terima dengan
barang tertera dalam iklan/foto penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan
bagi pelaku usaha dalam memperdagangkan barang.
Maka konsumen sesuai Pasal 4 huruf h UUPK berhak mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal
7 huruf g UU PK berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Apabila
pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya, pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan
Pasal 62 UUPK, yang berbunyi:
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).”
Berdasarkan uraian Pasal 4 diatas penjualan produk kosmetik tanpa komposisi bahan,
pelaku usaha telah melanggar hak konsumen yang terdapat pada Pasal 4 huruf c yaitu hak
atas informasi yang jelas, benar, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang. Hak atas
informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada
konsumen merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat
intruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan
benar dimaksudkan agar konsumen memperoleh gambaran yang benar mengenai suatu
produk karena dengan informasi konsumen dapat memilih produk yang diinginkan dan
terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Selain hak konsumen,
merupakan kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang diatur dalam Pasal 7
UUPK yang menyebutkan, yaitu: Kewajiban pelaku usaha adalah:
Namun sesuai dengan uraian diatas, pelaku usaha yang tidak mencantumkan
komposisi bahan pembuatan pada produk kosmetik bertentangan dengan kewajiban
pelaku usaha yang terdapat pada Pasal 7 huruf b. Apabila konsumen merasa dirugikan
maka kewajiban pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi sesuai dengan Pasal 7 huruf f.
Ganti rugi oleh pelaku usaha merupakan upaya hukum untuk mencegah terjadinya
pelanggaran atas hak-hak yang dimiliki konsumen dan sebagai pertanggung jawaban
hukum yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh pelaku usaha dalam hubungannya
dengan konsumen. Selain itu, didalam UUPK juga mengatur perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur pada Pasal 8 UUPK.
Penjualan kosmetik tanpa komposisi terdapat pada Pasal 8 ayat 1 huruf i yang
menyatakan “pelaku usaha dilarang memperdagangkan atau memproduksi barang atau
jasa yang tidak memasang label yang memuat komposisi, berat/isi bersih, nama barang,
aturan pakai, tanggal pembuatan, ukuran, akibat samping serta alamat dan nama pelaku
usaha serta keterangan yang lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus
dipasang”. Adanya aturan tersebut maka konsumen mendapatkan perlindungan hukum
yang jelas dan konsumen dapat melakukan tuntutan ganti rugi apabila merasa dirugikan
akibat dari penggunaan produk kosmetik tanpa komposisi bahan.
Konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan
yang berada di lingkungan peradilan umun. Penyelesaian sengketa konsumen melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela dari para pihak yang
bersengketa. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabial upaya tersebut dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Maka agar tidak terjadinya sengketa konsumen, maka konsumen dalam hal ini harus
diberikan berbagai perlindungan khusus yang mana sangat rentan dengan berbagai
kemungkinanakan merugikan pihak konsumentersebut itu sendiri dari pelaku para usaha yang
tidak bertikad baik dalam melakukan transaksi jual-beli online. Transaksi secara online bagi
pihak para pelaku usaha maupoun konsumen masing- masing harus memiliki itikad baik dari
awal.
Jika para pihak konsumen maupun para pelaku usaha terdapat permasalahan maka
dapat menggunakan sarana UUPK yang mana sebagai pedoman bagi konsumen terutama
untuk memperjuangkan hak-haknya untuk melindungi kepentingannya. Tidak menutup
kemungkinan bagi para pelaku usaha jika mendapatkan pembeli yang tidak memiliki iktikad
baik dapat menyelesaikan hal melalui proses yang serupa.
Salah satu kasus yang saya temui maraknya skincare atau kosmetik yang illegal,
seperti kasus di kudus bahwa prosuk kosmetik dan skincare yang dijual di kemas Kembali
dengan merek pribadinya. Pelaku mengaku menjual kosmetik illegal jenis sabun badan,
lotion perawatan kulit dan toner tersebut di media sosial. Disini pelaku tidak memiliki izin
usaha terkait penjualan kosmetik tersebut.3
Pada intinya, tidak cukup sampai disini peraturan terkait perlindungan konsumen
menjadi wadah maupun sarana hokum bagi pihak konsumen maupun para pelaku usaha.
Masih ada beberapa perbaikan dan tambahan substansi peraturan yang perlu ditambah untuk
melindungi berbagai pihak. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat maka
kita selayaknya juga harus mewaspadai berbagai kemungkinan yang akan merugikan
kepentingan kita.
Agar hal semua ini tidak terjadi lagi Hendaknya pemerintah lebih gencar dalam
mensosialisasikan peraturan mengenai perlindungan konsumen yang dapat disalurkan melalui
media cetak, elektronik maupun audio visual lainnya. Hal tersebut bertujuan agar
terwujudnya keseimbangan antara perlindungan konsumen dan pelaku usaha karena
konsumen tidak mungkin mengawasi secara langsung dalam proses produksi makanan dalam
kemasan yang akan diproduksi dalam skala besar yang nantinya diharapkan akan mengurangi
kemungkinan sebuah perusahaan melakukan kecurangan dalam proses produksi.
3
"Jual Kosmetik Ilegal, Perempuan di Mataram Terancam Dibui 15 Tahun"
selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5607432/jual-kosmetik-ilegal-perempuan-di-mataram-terancam-
dibui-15-tahun.