NIM : 202009049
PRODI : PSP 2B
I RAJAPALA
Di Kerajaan Wana Keling tinggallah seorang bernama I Rajapala. Pekerjaanya
sehari – harinya berburu dan menangkap burung. Pada suatu hari, ia pergi ke
tengah hutan untuk berburu dan menangkap burung. Akan tetapi,pada hari itu ia
sial. Tak seekor binatang dan burung pun yang diperolehnya. Karena lelah, ia
beristirahat dibawah pohon yang besar. Di dekat pohon itu terdapat sebuah
telaga. Tak lama kemudian, datanglah tujuh orang bidadari mandi di telaga itu.
Melihat hal itu, I Rajapala bersembunyi di balik pohon sambil memperhatikan
para bidadari itu mandi. Setelah bidadari itu hamper selesai mandi, I Rajapala
mengambil selendang alat terbang salah seorang bidadari dengan sumpitannya.
Setelah selesai mandi, enam orang bidadari terbang kembali ke surga, seorang
bidadari tidak bisa ikut karena selendang terbangnya hilang. Bidadari itu
bernama Ken sulasih. Ketika kebingungan mencari selendang terbangnya, I
Rajapala keluar dari persembunyiannya. Lalu mendekati Ken Sulasih.
“Nah, itulah selendang saya. Tolonglah kembalikan supaya saya bisa pulang ke
surga. Kalau perlu saya meu menebusnya dengan apa pun,” kata Ken Sulasih
penuh harap.
“Tidak, saya tidak mau mengembalikan selendang ini kecuali kamu bersedia
menjadi istriku.”
Karena merasa terdesak, Ken Sulasih memenuhi permintaan I Rajapala.
Akan tetapi Ken Sulasih mengajukan syarat. Jika kelak anak petamanya lahir, I
Rajapala harus mengembalikan selendangnya dan mengizinkan Ken Sulasih
pulang ke surga. I Rajapala menerima syarat itu. Sejak itu, I Rajapala dan Ken
Sulasih menjadi suami istri. I Rajapala sangat sayang kepada Ken Sulasih karena
sejak beristrikan Ken Sulasih ia selalu memperoleh keberuntungan. Penduduk
desa sangat heran karena I Rajapala punya istri sangat cantik. Tanpa terasa,
beberapa tahun telah berlalu. Ken Sulasih melahirkan seorang anak laki – laki.
Anak ini diberikan nama I Durma. Belum genap setahun anaknya lahir, Ken
Sulasih teringat dengan syarat pernikahannya. Ia pun menemui suaminya.
“Durma anakku, Ayah sengat sayang kepadamu. Tetapi Ayah sudah tua. Sudah
saatnya Ayah bertapa. Tinggallah kamu di rumah baik – baik. Belajarlah baik –
baik agar kau pandai.”
“Titah Paduka hamba junjung,” kata I Durma sambil menyembah, lalu mohon
diri.