Anda di halaman 1dari 23

PAPER KEPERAWATAN GERONTIK

DISUSUN OLEH:

ALFIAH NURHASANAH ( 194201416069 )


DYNDA DELVIANI FEBRIANTI A ( 194201416044 )
EEN HUSNUL FEBRIANTI ( 194201416023 )
FITRI MILENIA ( 194201416050 )

UNIVERSITAS NASIONAL

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

JAKARTA

2021
A. Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia)
1. Definisi lanjut usia (lansia)

Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007 dalam Azizah


2011), mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang
menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut
beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi.

Glascock dan Feinman (1981); Stanley and Beare (2007 dalam Azizah
2011), menganalisis kriteria lanjut usia dari 57 negara di dunia dan menemukan
bahwa kriteria lansia yang paling umum adalah gabungan antara usia kronologis
dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status
fungsional seseorang. Proses menua merupakan suatu hal yang fisiologis, yang
akan dialami oleh setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan
UU No 13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan
bahwa lansia adalah gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam
peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang, serta ditandai
ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi.

2. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut menurut Depkes RI (2015)

a) Usia lanjut presenilis yaitu abtara usian45-59 tahun


b) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
c) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
d) Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999). Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut.

a) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan)
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampe spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif.
c) Lingkungan tempat tinggal yang berfariasiProses Penuaan Pada Lansia.

3. Pengertian Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular sangat erat kaitannya dengan jantung dan


pembuluh darahdimana jantung dan pembuluh darah merupakan satu kesatuan
integrasi yang mampumemberikan oksigen dan nutrient bagi setiap sel hidup
untuk bertahan hidup. Sistem ini bertanggung jawab atas pengangkutan darah
kaya oksigen dan nutrisi ke organ serta pengangkutan produk limbah
metabolik yang selanjutnya akan dibuang dari tubuh (Touhy &Jett, 2014).

4. Perubahan Fisiologis Jantung dan Pembuluh Darah pada Lansia


a) Perubahan Miokardium
Perubahan meliputi amyloid deposits, akumulasi lipofuscin,
degenerasi basofilik,atrofi miokard atau hipertropi, katup kaku dan
menebal, serta jumlah jaringan ikat meningkat(Miller, 2012). Penuaan
tidak mengakibatkan perubahan ukuran jantung, tetapi dindingventrikel
kiri cenderung ketebalannya sedikit meningkat. Hal ini diakibatkan oleh
peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis, sehingga
jantung menjadimampu untuk distensi dengan kekuatan kontraktil yang
kurang efektif. Penebalanmiokardium dan miokardium yang kurang dapat
diregangkan serta katup yang kaku,menyebabkan terjadi peningkatan
waktu pengisian diastolik. Peningkatan tekanan pengisiandiastolik
digunakan untuk mempertahankan preload yang adekuat (Stanley & Bare,
2006).
Menurut Miller (2012) perubahan lain yang terjadi terkait usia
yaitu penebalan endokardiumatrium, penebalan katup atrioventrikular, dan
kalsifikasi sebagian dari anulus mitral katupaorta.Menurut Strait & Lakatta
(2012), penebalan dinding ventrikel kiri menyebabkan disfungsi diastolik
dan peningkatan afterload .
Selain itu, berhubungan dengan produksikolagen, ventrikel mulai
menebal dan kaku, serta terjadi penurunan jumlah sel miokard.Setiap
perubahan yang terjadi akan mengganggu kemampuan jantung untuk
berkontraksi.Kontraktilitas menjadi kurang efektif, sehingga
membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan siklus pengisian
diastolik dan pengosongan sistolik. Kekakuan pada dasar pangkal aorta
menghalangi pembukaan katup secara lengkap, sehinga
menyebabkanobstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut sistol.
Menurut Stanley & Beare (2006)tidak sempurnanya pengosongan
ventrikel dapat terjadi selama waktu peningkatan denyut jantung (misalnya
olahraga, stres, dan demam).
b) Perubahan Mekanisme
Neuro-conduction Di mana miokardium menjadi semakin mudah
irritable dan kurang responsifterhadap impuls dari sistem saraf simpatik
(Miller, 2012). Perubahan yang berkaitan denganusia menyebabkan
konsekuensi fungsional, terutama melibatkan elektrofisiologi
jantung(sistem neuroconduction). Perubahan yang terjadi dalam sistem
neuroconduction yaitu penurunan jumlah sel alat pacu jantung ( pacemaker
cells) dan ketidakteraturan dalam bentuksel-sel alat pacu jantung
meningkat. Perubahan struktural memengaruhi konduksi sistem jantung
melalui peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Jumlah total
sel pacemakermengalami penurunan seiring bertambahnya usia. Berkas his
kehilangan seratkonduksi yang membawa impuls ke ventrikel (Stanley &
Beare, 2006).
c) Perubahan Pembuluh Darah
Terlihat sama seperti pada kulit dan otot yang mempengaruhi
lapisan (intima) dari pembuluh darah, terutama arteri. Perubahan yang
paling signifikan pada kulit adalah penurunan elastisitas, sama dengan
pembuluh darah juga mengalami penurunan elastisitasyang
memungkinkan darah bersirkulasi (Touhy & Jett, 2014). Kehilangan
elastisitasmengganggu aliran koroner dan dapat menyebabkan penyakit
kardiovaskular.
Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika adventitia, tunika
media, dan tunikaintima (Bolton & Rajkumar, 2011). Adapun perubahan yang
berkaitan dengan usiamempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh darah dan
akibat yang ditimbulkan bervariasi,tergantung pada lapisan yang terkena.
Misalnya, perubahan dalam tunika intima (lapisanterdalam) memiliki dampak
yang paling serius dalam perkembangan aterosklerosis,sedangkan perubahan
dalam tunika media (lapisan tengah), berhubungan dengan hipertensi.Tunika
eksterna (lapisan terluar) tidak akan terpengaruh dari penuaan. Lapisan ini,
terdiridari jaringan adiposa dan jaringan ikat yang mendukung serabut saraf
dan vasorum vasa,serta suplai darah untuk tunika media (Miller, 2012).
Tunika intima terdiri dari satu lapis sel endotel pada lapisan tipis
jaringan ikat.Fungsi tunika intima yaitu mengontrol masuknya lipid dan zat
lain dari darah ke dalamdinding arteri. Sel endotel yang utuh membuat darah
mengalir bebas tanpa adanya pembekuan. Namun, ketika sel-sel endotel
mengalami kerusakan, akan terjadi pembekuan.Tunika intima dapat menebal
karena fibrosis, proliferasi sel dan akumulasi lipid juga kalsium. Selain itu,
ukuran dan bentuk sel-sel endotel menjadi tidak teratur, sehingga perubahan
tersebut menyebabkan perbesaran dan pemanjangan arteri. Akibatnya,
dindingarteri lebih rentan mengalami aterosklerosis (Bolton & Rajkumar,
2011; Miller, 2012).
Tunika media terdiri dari lapisan tunggal atau beberapa sel otot polos
yangdikelilingi oleh elastin dan kolagen. Sel-sel otot polos yang terdapat pada
jaringan berfungsiuntuk memproduksi kolagen, proteoglikan, dan serat elastis.
Lapisan ini mengendalikan pengembangan dan kontraksi arteri karena struktur
dari lapisan ini. Perubahan tunika mediayang terjadi akibat penuaan yaitu
peningkatan kolagen dan penipisan serta kalsifikasi seratelastin yang
menyebabkan kekakuan pembuluh darah.Selain itu, perubahan yang terjadi
padatunika media menyebabkan peningkatan resistensi perifer, gangguan
fungsi baroreseptor, dan berkurangnya kemampuan untuk meningkatkan aliran
darah ke organ vital. Perubahantersebut dapat meningkatkan resistensi
terhadap aliran darah dari jantung, sehingga ventrikelkiri dipaksa untuk
bekerja lebih keras. Baroreseptor di arteri besar menjadi kurang efektifdalam
mengontrol tekanan darah, terutama selama perubahan postural. Secara
keseluruhan, peningkatan kekakuan pembuluh darah menyebabkan sedikit
peningkatan tekanan darahsistolik (Miller, 2012).
Pembuluh darah vena juga mengalami perubahan yang serupa dengan
arteri, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Vena menjadi lebih tebal, lebih
dilatasi, dan kurang elastisseiring dengan bertambahnya usia. Katup vena
besar pada kaki menjadi kurang efisien dalammengembalikan darah ke
jantung, sehingga edema ekstremitas bawah berkembang lebihcepat dan lansia
lebih berisiko mengalami thrombosis vena karena melemahnya sirkulasivena.
Sirkulasi perifer selanjutnya dipengaruhi oleh penurunan massa otor dan
bersamaandengan pengurangan pada permintaan oksigen (Miller, 2012; Touhy
& Jett, 2014).

5. Faktor Risiko yang Memengaruhi Sistem Kardiovaskular pada Lansia

Faktor yang dapat memengaruhi kerja dari sistem kardiovaskular pada


lansia seperti aterosklerosis, ketidakefektifan fisik (physical inactivity), merokok,
kebiasaan makan (dietary habits),obesitas, hipertensi, gangguan lipid (lipid
disorders), sindrom metabolik,faktor psikososial, serta faktor keturunan dan
sosial-ekonominya(Miller, 2012). Faktor yang pertama adalah aterosklerosis, yaitu
kelainan pada arteri dimana terdapat plak dalam pembuluh darah yang dapat
mengurangi atau menghalangi aliran darah (Miller, 2012).

Aterosklerosis menyebabkan low density lipoprotein (LDL) terakumulasi


di intimaarteri sehingga memicu respon inflamasi. Faktor ini merupakan penyebab
paling utama yangdapat mengganggu sistem kardiovaskular pada lansia (Miller,
2012). Selanjutnya adalahketidakefektifan fisik, faktor ini dapat berpengaruh
terhadap struktur sistem kardiovaskularitu sendiri. Aktivitas fisik dapat membantu
tubuh untuk beradaptasi dengan perubahan dalam proses penuaan. Dengan
penurunan aktivitas fisik maka dapat terjadi penurunan tonus ototdan kehilangan
massa otot yang digantikan dengan jaringan lemak. Aktivitas fisik ini jugadapat
memengaruhi kadar hemoglobin dalam mengangkut oksigen didalam tubuh
(Miller,2012).
Merokok juga menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi
sistemkardiovaskular karna merokok dapat membuat peningkatan beban kerja
pada jantung. Efekini dapat terjadi karena efek dari nikotin yang dapat memacu
kerja jantung (Tabloski, 2014).Selanjutnya adalah kebiasaan diet atau dietary
habits, hal ini dapat memengaruhi munculnya penyakit kardiovaskular. Kebiasaan
diet ini termasuk berat badan, tekanan darah, kadarglukosa, dan lipoprotein
(Tabloski, 2014). Penting untuk mengkonsumsi biji-bijian danlemak, konsumsi
buah dan sayur, serta kurangi konsumsi garam supaya sistemkardiovaskular pada
lansia dapat berfungsi dengan baik. Lalu terdapat faktor obesitas yangdapat
berbahaya karena obesitas juga dapat memicu munculnya penyakit stroke,
diabetes,kelainan lipid, aterosklerosis, hipertensi, dan penyakit jantung koroner
(Miller, 2012).

Obesitas biasa diukur dengan mengukur lingkar perut. Disebut abnormal


jika lingkar perut atau pinggang lebih dari 102 cm dan 88 cm untuk pria dan
wanita. Faktor risikoselanjutnya adalah hipertensi yang didefinisikan sebagai
tekanan darah yang melebihi normalyaitu lebih dari 120/80 mmHg. Namun pada
lansia tekanan darahnya masih normal jikamencapai 130/85 mmHg (Miller,
2012). Hipertensi merupakan faktor risiko penyebab stroke,infark miokard,
kematian jantung mendadak, dan penyakit jantung koroner.

Gangguan lipid (lipid disorders) juga menjadi salah satu faktor yang dapat
memengaruhi sistemkardiovaskular pada lansia (Tabloski, 2014).Gangguan lipid
adalah kelainan metabolisme lipoprotein, termasuk kadar HDL yangrendah.
Kolesterol HDL lebih rendah dari 40 mg/dL pada pria atau sama dengan atau
lebihrendah dari 50 mg/dL pada wanita. Sedangkan faktor sindrom metabolik
mengacu padakondisi klinis seperti gangguan lipid, hipertensi, dan resistensi
insulin yang meningkatkanrisiko terkena penyakit kardiovaskular atau diabetes
tipe 2 (Tabloski, 2014). Sindrommetabolik adalah kondisi yang ditandai dengan
tekanan darah, trigliserida serum puasa, danglukosa serum yang meningkat.
Selanjutnya adalah faktor psikososial meliputi stres,kecemasan, depresi, isolasi
sosial, dukungan sosial yang buruk, dan karakteristikkepribadian. Faktor
psikososial dapat memengaruhi beban kerja sistem kardiovaskular juga.
Faktor keturunan dan faktor sosial-ekonomi juga mempunyai peran
penting dalam hal ini(Touhy & Jett, 2014).Keturunan memainkan peran penting
dalam risiko berkembangnya penyakitkardiovaskular. Faktor yang lain yang tidak
bisa diubah juga dapat memengaruhi seperti usia,ras, jenis kelamin, dan faktor
keturunan (Touhy & Jett, 2014). Usia yang semakin lanjut pastiakan membawa
efek yang lebih buruk lagi jika tubuh tidak bisa melakukan adaptasi yang baik.
Menurut penelitian pun orang Afrika lebih mudah terkena penyakit
kardiovaskulardaripada orang Amerika, hal ini terjadi karena kemampuan
menyerap natrium pada orangAfrika lebih tinggi hal ini dapat menyebabkan risiko
terjadinya hipertensi yang lebih tinggi juga. Dan perempuan lah yang cenderung
terkena hipertensi lebih banyak daripada laki-laki pada saat usia lanjut atau lansia.
Ini disebabkan karena perbedaan hormon tertentu dan pengaruh lingkungan
(Touhy & Jett, 2014

6. 2 Macam Penyakit yang Sering Terjadi Pada Sistem Kardiovaskular Lansia


a) Hipertensi

Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu peningkatan


darah sistolikmencapai 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik
mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi pada dua kali pengukuran yang
berbeda, yang memerlukan pengobatan dengan obatantihipertensi (Miller,
2012; Touhy & Jett, 2014). Pada lansia, nilai normal tekanan darahyaitu
apabila tekanan darah sistolik 130 mmHg dan tekanan darah diastolik 85
mmHg(Miller, 2012). Pada orang berusia 65 tahun ke atas, hipertensi lebih
banyak diderita olehwanita daripada pria (Tabloski, 2014).

Menurut American Heart Association (2017), tekanandarah pada


dewasa diklasifikasikan sebagai berikut; normal apabila sistolik kurang
dari 120mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg; meningkat apabila
sistolik 120-129 mmHg dandiastolik kurang dari 80 mmHg; hipertensi
stage 1 apabila sistolik 130-139 mmHg dandiastolik 80-89 mmHg;
hipertensi stage 2 apabila sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHgdan
diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg.Penyebab hipertensi yang
mendasarinya tidak diketahui pada kebanyakan kasus dankasus ini
diklasifikasikan sebagai hipertensi primer, sedangkan pada sebagian kasus
kecilyang telah diketahui penyebab spesifik disebut sebagai hipertensi
sekunder (Tabloski, 2014).

Beberapa mekanisme fisiologis terlibat sebagai penyebab


hipertensi, termasuk (1) disfungsisistem saraf otonom dengan respons
berlebihan teradap pemicu otonom; (2) perbedaangenetik pada reabsorbsi
natrium ginjal, yang sangat umum terjadi pada orang kulit hitam non-
Hispanik; (3) disfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang
menghasilkan peningkatanair tubuh; (4) gangguan responsif endovaskular;
dan (5) resistensi insulin, karena hipertensidan diabetes sering terjadi
bersamaan (Tabloski, 2014). Terdapat faktor risiko hipertensi,seperti
umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor risiko yang tidak
dapat diubahatau dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam,
konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi
minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres dan penggunaan
estrogen (Kementerian Kesehatan RI, 2014; Touhy & Jett, 2014).

Berikut merupakan proses patofisiologis yang terjadi pada lansia.


Lapisan medialdinding arteri mengalami hipertrofi pada tahap awal
hipertensi (Tabloski, 2014). Hal inimenyebabkan penyempitan pada
pembuluh darah. Akhirnya, endothelium menjadi tidak mampu
mendukung vasodilatasi. Hipertensi mempercepat laju aterosklerosis
berkembang diaorta dan pembuluh darah besar (McCance & Huether,
2010 dalam Tabloski, 2014).Arteriosklerosis terjadi saat lesi bersifat
konsentris dan melebar (Tabloski, 2014). Arteri inimenjadi kaku karena
elastin hilang dan kolagen meningkat. Jantung mengembangkanhipertrofi
ventrikel kiri dan peningkatan risiko penyakit arteri koroner (Tabloski,
2014).

Pada hipertensi jangka panjang, arteriol aferen ginjal gagal


melindungi membranglomerulus, menghasilkan tekanan penyaringan yang
meningkat. Perubahan-perubahan padavolume cairan memengaruhi
tekanan arteri sistematik. Dengan demikian kelainan dalamtranspor
natrium dalam tubulus ginjal mungkin menyebabkan hipertensi esensial.
Ketikakadar natrium dan air berlebih, volume total darah meningkat,
dengan demikianmeningkatkan tekanan darah. Perubahan-perubahan
patologis yang mengubah ambangtekanan di mana ginjal mengekskresikan
garam dan air mengubah tekanan darah sistemik.Protein terlarut, yang
biasanya tidak melewati membran glomerulus, dapat dipaksa masukdan
hilang dalam urin sebagai proteinuria (Tabloski, 2014).Perubahan vaskular
di retina terlihat pada pemeriksaan oftalmoskopik dan munculsebagai
perdarahan, eksudat, bercak seperti kapas, dan perubahan ketebalan
dinding vaskular(Tabloski, 2014). Nadi arteri yang tergores menghasilkan
dinding arteri menebal menyilang pembuluh darah dan menyebabkan
lekukan. Pembuluh darah ke otak berubah dalamhipertensi jangka panjang,
sehingga terjadi penyempitan lumen internal. Tingkat strokemeningkat
pada pasien hipertensi (Tabloski, 2014).

Hipertensi disebut sebagai silent killer karena gejalanya dapat


bervariasi pada setiapindividu dan hampir sama dengan gejala penyakit
lainnya. Tanda dan gejala yang munculdan mungkin dialami oleh
penderita hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah baik sistolmaupun
diastol, sakit kepala atau kepala berat di tengkuk, pendarahan melalui
hidung, napasterasa lebih pendek, jantung berdebar-debar, mudah lelah,
penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus) dan kecemasan berat
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). MenurutAHA (2017), pemeriksaan
yang dapat dilakukan, yaitu pengukuran tekanan darahmenggunakan
sfigmomanometer; tes laboratorium, seperti urinalisis, glukosa
darah,hematokrit dan lipid panel, potasium serum, kreatinin, dan kalsium.
albumin / kreatinin); elektrokardiogram; serta ambulatory blood pressure
monitoring (ABPM).Berdasarkan pada JNC 8, pada populasi umum
berusia ≥ 60 tahun, terapifarmakologis untuk menurunkan tekanan darah
dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 150mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg dengan target sistolik < 150 mmHg dantarget
diastolik < 90 mmHg (mendapat Rekomendasi kuat-tingkat rekomendasi
A) (Jameset al, 2014).

Jika terapi farmakologis hipertensi menghasilkan tekanan darah


sistolik lebihrendah (misalnya < 140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa
efek samping kesehatan dankualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan
(Opini ahli, tingkat rekomendasi E) (James etal, 2014). Pada populasi non-
kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapiantihipertensi
awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiaziade, calcium channel blocker
(CCB) , angiotensin-converting enzyme inhibitor(ACEI), atau angiotensin
receptor blocker (ARB) (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B)
(James et al, 2014).Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan
perawatan tingkatkan dosisobat awal atau tambahkan obat kedua dari salah
satu kelas yang direkomendasikan dalamrekomendasi 6 (thiazide-type
diuretic, CCB, ACEI, atau ARB) (James et al, 2014).

Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan


regimen perawatan sampai targettekanan darah dicapai. Jika target tekanan
darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat,tambahkan dan titrasi obat ketiga
dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama
pada satu pasien. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai
menggunakanobat di dalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau
perlu mengggunakan lebih dari 3obat, obat antihipertensi kelas lain dapat
digunakan (James et al, 2014). Jika target tekanandarah tidak dapat
tercapai dengan strategi di atas atau untuk penenganan pasien
komplikasiyang membutuhkan konsultasi klinis tambahan rujuk ke
spesialis hipertensi .

b) Gagal Jantung

Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah


salah satu penyakit pada sistem kardiovaskular yang menjadi salah satu
penyakit yang mematikan. CHFmerupakan kondisi lanjutan atau lebih
parah dari gagal jantung atau heart failure (HF).Prevalensi penderita HF
sendiri terbilang meningkat seiring bertambahnya usia. Berdasarkandata
dari National Health and Nutrition Examination Survey tahun 2011-2014
dalam American Heart Associations (2017), presentasi penderita gagal
jantung pada usia 60-79tahun mencapai 6.2% pada laki-laki dan 5.7% pada
perempuan. Jumlah tersebut meningkat pada usia lebih dari 80, presentasi
penderita HF mencapai 14.1% pada laki-laki dan 13.4% pada
perempuan.Kejadian dan prevalensi gagal jantung kronis (CHF) meningkat
seiring bertambahnya usia, karena kombinasi perubahan fisiologis dan
anatomis yang terkait dengan penuaan, dan meningkatnya frekuensi
kondisi komorbid yang merupakan predisposisi CHF(Cardiol, 2016).

Penyebab gagal pompa jantung secara menyeluruh :

a. Kelainan mekanisme:
1. Peningkatan beban tekanan
2. Sentral ( stenosis aorta )
3. Perifer ( hipertensi sitemik )
4. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, peningkatan
beban awal)
5. Obstruksi terhadap ventrikel (stenosis mitralis atau trikupidalis)
6. Tamponadepericardium
7. Restruksi endokardium atau miokardium
8. Aneurismaventrikel
9. Dis-sinergiventrikel
b. Kelainan miokardium
1. Primer
 Kardiomiopati
 Miokarditis
 Kelainan metabolik
 Toksisitas ( alcohol, kobalt )
 Preskardia
2. Kelainan dis-dinamik sekunder ( skunder terhadap kelainan

mekanis )

 Kekurangan O2
 Kelainan metabolik
 Inflamasi
 Penyakitsistemik
 Penyakit paru obstruksi menahun ( PPOM )
3. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
 Henti jantung
 Fibrilasi
 Tachycardia atau bradicardia yang berat
 Asim kronis listrik, gangguan konduksi (Saiful,
Hidayat. 2011)

Secara umum, patofisiologi gagal jantung menurut Tabloski (2014)


dimulai ketikamiokard jantung kehilangan kontraktilitasnya yang
memnyebabkan jantung tidak mampuuntuk menghasilkan curah jantung
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Otot jantung tidak
menerima cukup suplai darah untuk merespons peningkatan permintaan
danakan terjadi intoleransi aktivitas pada orang tersebut. Ketika curah
jantung tersebut menurun,tubuh akan melakukan adaptasi dengan beberapa
mekanisme kompensasi. Salah satumekanisme kompensasi yang dilakukan
tubuh dimediasi oleh saraf simpatik yangmenghasilkan peningkatan
denyut jantung dan peningkatan retensi vaskuler. Mekanismekompensasi
yang lainnya dimediasi oleh ginjal yang merespons dengan memproduksi
reninyang pada prosesnya akan menyebabkan pembentukan Angiostensin
I. Aingistensin I akanditransformasi menjadi Angiostensin II yang
merupakan vasokonstriktor kuat sehingga bisa bedampak pada
peningkatan tekanan darah dan juga retensi vaskuler.

Keadaan ini akan meningkatkan afterload dan selanjutnya akan


mengurangi curah jantung. Angiostensin II juga mempromosikan
pelepasan Aldosteron yang menghasilkan retensi natrium dan air.Kondisi
ini juga akan berakibat pada gagal jantung. Peningkatan volume darah
dapatmenyebabkan edema paru. Mekanisme kompensasi lainnya
melibatkan dilatasi ventikel yangmerupakan situasi yang dapat
memanfaatkan repon Frank-Starling pada keadaan normal.Pada respon
Frank-Starling serat miokard yang diregangkan mampu berkontraksi
denganusaha yang meningkat sehingga bisa menghasilkan peningkatan
curah jantung. Jika seratmenjadi meregang tetapi usaha untuk berkontaksi
menurun sehingga bisa memperburukkeadaan gagal jantung.Tanda dan
gejala umum yang timbul pada lansia dengan gagal jantung
meliputikelelahan atau sesak nafas (dispnea), ketidakmampuan untuk
berbaring tanpa disertai sesaknafas (ortopnea), terbangun di malam hari
sambil ternengah-engah, kehilangan berat badan,dan bengkak pada
ekstremitas bawah. Dipsnea dapat terjadi saat isritahat atau saat
melakukanaktivitas atau mungkin juga terjadi di malam hari ( paroxysmal
nocturnal dyspnea) (Touhy &Jett, 2014).

Sedangkan untuk faktor risiko terbesar pada gagal jantung


adalahcoronary arterydisease(CAD) adah hipertensi. Selain itu riwayat
keluarga, obat kardiotoksik (beberaapaobat kemoterapi kanker), merokok,
obesitas, abnormalitas pulmonari, penyalahgunaanalkohol dan diabetes
mellitus (Tabloski, 2014).Tes diagnostik dan laboratorium yang digunakan
mencakup elektrokardiogram yangdapat menjabarkan perubahan
gelombang ST-T yang dapat mengindikasikan iskemiamiokard,atrial
fibrillation atau gelombang W dari infark miokard sebelumnya.

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nugroho, dkk. 2016

1. EKG (elektrokardiogram): untek mengukur kecepatan dan


keteraturan

denyut jantung

EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis


iskemia san kerusakan polamungkin terlihat. Disritmia misalnya
takhikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persistensi 6 minggu
atau lebih setelah imfrak miokrad menunjukkan adanya aneurime
ventricular.

2. Echokardiogram : menggunakan gelombang suara untuk


mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilaikeadaan ruang
jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis gagal jantung. 3. Foto rontgen dada : untuk mengetahui adanya
pembesaran jantung, penimbunan cairan diparu-paru atau penyakit paru
lainnya.

4. Tes darah BNP : untuk mengukur kadar hormon BNP (Brype


nattruretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas
ventricular.

6. Skan jantung : tindakan penyuntikan fraksi san memperkirakan


pergerakan dinding.

7. Katerisasi jantung : tekanan bnormal merupakan indikasi dan


membantu membedakan gagal jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis
katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras
disuntikan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran normal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontraktilitas.

Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung


yaitu :

1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri

2. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif


akibat

penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat

keorgan vital (jantung dan otak)

3. Episode trombolitik

Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi

dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.

4. Efusi perikardial dan tamponade jantung Masuknya cairan


kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai
ukuran maksimal. CPO menurunkan dan aliran balik vena kejantung
menuju tomponade jantung

7. Asuhan Keperawatan (SDKI, SLKI dan SIKI PPNI 2016) Hipertensi

Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi


Indonesia Keperawatan Indonesia
Kode Kode
(D.0011) (L.02008) Setelah dilakukan (I.02075) Perawatan Jantung
Risiko tindakan Mengidentifikasikan, merawat dan
penurunan keperawatan, membatasi komplikasi akibat
curah jantung diharapkan tujuan ketidakseimbangan antara suplai
b.d perubahan dan Kriteria hasil dan konsumsi oksigen miokard.
afterload sebagai berikut: Tindakan: Observasi
Curah jantung 1. Identifikasi tanda/gejala primer
meningkat penurunan curah jantung (misal:
a. Kekuatan nadi dispnea, kelelahan, edema,
perifer meningkat ortopnea, paroxysmal nocturnal
b.Palpitasi, dyspnea, peningkatan CVP)
bradikardia, 2. Identifikasi tanda/gejala
takikardia menurun sekunder penurunan curah jantung.
c. Tekanan darah (misal: Peningkatan berat badan,
membaik hepatomegali, distensi vena
d. Capillary refill jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
time membaik oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor keluhan nyeri dada

Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-Fowler
dengan kaki kebawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai
3. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
(D.0077) Nyeri (L.08066) Setelah dilakukan (I.08238) Manajemen Nyeri
Akut tindakan
b.d gejala keperawatan, Mengidentifikasi dan mengelola
penyakit diharapkan tujuan pengalaman sensorik atau
dan kriteria hasil emosional yang berkaitan dengan
sebagai berikut: kerusakan jaringan atau fungsional
dengan onset mendadak atau lambat
Tingkat Nyeri dan berintensitas ringan hingga
menurun berat dan konstan.
a. Kemampuan
meneruskan Tindakan:
aktifitas meningkat Observasi
b. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun karakteristik nyeri, durasi,
c. Meringis menurun frekuensi, intensitas nyeri
d. Frekuensi nadi 2. Identifikasi skala nyeri
membaik 3. Identifikasi faktor yang
e. Tekanan darah memperberat memperingan nyeri
membaik dan

Terapeutik
1. Berikan terapi non
farmakologis
mengurangi rasa nyeri (misal:
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, aroma terapi, terapi
pijat, kompres hangat/dingin)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (misal: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)

Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan
nyerei
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
(D.0056) (L.0507) Setelah dilakukan Manajemen Energi (I.05178)
Intoleransi tindakan Mengidentifikasikan dan mengelola
aktivitas b.d keperawatan, penggunaan energi untuk mengatasi
kelemahan diharapkan tujuan atau mencegah kelelahan
dan kriteria hasil Tindakan:
sebagai berikut: Observasi
1. Monitor kelelahan fisik dan
Toleransi Aktivitas emosional
meningkat 2. Monitor pola dan jam tidur
a. Frekuensi nadi 3. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan selama
b. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
melakukan aktivitas
sehari Terapeutik
hari meningkat 1. Sediakan lingkungan yang
c. Kekuatan tubuh nyaman dan rendah 42 stimulus
bagian (misal: cahaya, suara, kunjungan)
atas dan bawah 2. Lakukan latihan rentang gerak
meningkat pasif atau aktif.
3. Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan
d. Keluhan lelah Edukasi
menurun 1. Anjurkan tirah baring
e. Perasaan lelah 2. Anjurkan melakukan aktifitas
menurun secara bertahap
f. Warna kulit
membaik
g. Tekanan darah Kolaborasi
membaik 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

8. Asuhan Keperawatan (SDKI, SLKI dan SIKI PPNI 2016) Gagal Jantung

Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi


Indonesia Keperawatan Indonesia
Kode Kode
Gangguan L.01003 Tujuan : I.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas Setelah dilakukan Observasi:
b.d perubahan tindakan  Monitor pola nafas, monitor
membran keperawatan saturasi oksigen
alveolus- diharapkan  Monitor frekuensi, irama,
kapiler pertukaran gas kedalaman dan upaya napas
meningkat.  Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
Kriterian
hasil : Terapeutik
1.Dipsnea  Atur Interval pemantauan
menurun 2.bunyi respirasi sesuai kondisi pasien
nafas tambahan Edukasi
menurun 3.pola  Jelaska ntujuan dan prosedur
nafas membaik pemantauan
4. PCO2 dan O2  Informasikan hasil
membaik pemantauan, jika perlu

Pola nafas L.01004 Tujuan : I.01011 Manajemen Jalan Napas


tidak efektif Setelah dilakukan
b.d hambatan tindakan Observasi:
upaya nafas keperawatan  Monitor polanapas
(mis: nyeri saat diharapkan pola  Monitor bunyi napas tambahan
bernafas) nafas membaik.  Monitor sputum
(jumlah,warna,aroma)
Kriteria hasil : Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan
1. Frekuensi nafas napas
dalam rentang  Posisikan semi fowler atau
normal fowler
2. Tidak ada  Lakuka nfisioterapi dada,
pengguanaan jikaperlu
otot bantu  Lakukan penghisapan lender
pernafasan kurang dari 15 detik
3. Pasien tidak  Berikan oksigen, jikaperlu
menunjukkan tanda Edukasi
dipsnea  Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jikaperlu

Penurunan L.02008 Tujuan : I.02075 Perawatan Jantung


curah jantung setelah dilakukan Observasi:
b.d perubahan tindakan  Identifikasitanda/gejala primer
preload / keperawatan penurunan curah jantung
perubahan diharapkan curah  Identifikasitanda/gejala
afterload / jantung meningkat. sekunder penurunan curah
perubahan jantung
kontraktilitas Kriteria  Monitor tekanan darah
hasil :  Monitor intake dan output
1.Tanda vital
dalam rentang cairan
normal  Monitor saturasi oksigen
2.Kekuatan nadi  Monitor keluhan nyeri dada
perifer  Monitor EKG 12 Sandapan
meningkat
3. Tidak ada edema Terapeutik:
 Posisikan pasien semi
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk memotivasi
gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres, jika
perlu
 Berian dukungan emosional
dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
 Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi
jantung

SUMBER :

American Hearth Associations (2017). 2017 ACC/AHA/HFSA focused update of the 2013
ACCF/AHA guidelines for the management of heart failure. (C. W. Yancy,
Performer)
American Heart Association. (2017).Guideline for the prevention, detection, evaluation,
andmanagement of high blood pressure in adults.Diakses dari
http://hyper.ahajournals.org
Bolton, E., & Rajkumar, C. (2011). The ageing cardiovascular system. Reviews in Clinical
Gerontology 109. http://doi.org/10.1017/S0959259810000389Cardiol, J. G. (2016,
Februari).
Hearth failure in the elderly. Journal of Geriatric Cardiology,13(2), 115-117.
doi:10.11909/j.issn.1671-5411.2016.02.009Deborah, F., & Patricia, K. (2015).
Cardiac Assessment. Journal of Home Healthcare Now. Vol.33 (9) p 466-472James
P.A., Oparil S., Carter B.L., Cushman W.C., Dennison-Himmelfarb C., Handler J., et
al.(2014).
Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults:Report from
the panel members appointed to the eighth Joint National Committee (JNC 8).JAMA.
2014; 311 (5): 507-20. doi:10.1001/jama.2013.284427.Kementerian Kesehatan RI.
(2014).
Info DATIN: Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI, Hipertensi.Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.Lewis, M. C. (2015).

Anda mungkin juga menyukai