Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 7

FISIKA ZAT PADAT

RESUME SIFAT TERMAL

Oleh
FITRATUL ILAHIYAH
NIM. 19033026

Dosen Pengampu
Drs. Hufri, M. Si

JURUSAN FISIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
SIFAT TERMAL

A. KAPASITAS PANAS MOLAR


Kapasitas panas (heat capacity) adalah jumlah panas yang diperlukan untuk
meningkatkan temperatur padatan sebesar satu derajat K. Konsep mengenai kapasitas
panas dinyatakan dengan dua cara, yaitu
a. Kapasitas panas pada volume konstan, Cv, Dengan relasi
dE
CV  ...........................................................................................................(1)
dT Y
dengan E adalah energi internal padatan yaitu total energi yang ada dalam padatan baik
dalam bentuk vibrasi atom maupun energi kinetik elektron- bebas.
b. Kapasitas panas pada tekanan konstan, Cp, dengan relasi
dH
CP 
dT P ..........................................................................................................(2)
dengan H adalah enthalpi. Pengertian enthalpi dimunculkan dalam thermodinamika
karena sesungguhnya adalah amat sulit menambahkan energi pada padatan
(meningkatkan kandungan energi internal) saja dengan mempertahankan tekanan
konstan. Mekanisme penyerapan energi melalui stimulasi gerakan atomic adalah
merupakan mekanisme yang paling banyak pada zat padat karena atom-atom dalam
semua zat padat dapat bergetar di sekitar posisi keseimbangannya serta interaksi antar
atom penyusun yang satu dengan yang lainnya.
a. TEORI KLASIK
Menurut hukum Dulong-Petit (1920), panas spesifik padatan unsur adalah hampir
sama untuk semua unsur, yaitu sekitar 6 cal/mole oK. Boltzmann, setengah abad
kemudian, menunjukkan bahwa angka yang dihasilkan oleh Dulong-Petit dapat ditelusuri
melalui pandangan bahwa energi dalam padatan tersimpan dalam atom-atomnya yang
bervibrasi. Energi atom-atom ini diturunkan dari teori kinetik gas.
Molekul gas ideal memiliki tiga derajat kebebasan dengan energi kinetik rata-rata
1
per derajat kebebasan adalah k B T sehingga energi kinetik rata-rata dalam tiga dimensi
2
3 3 3
ada k B T Energi per mole adalah: E k / mole  Nk B T  RT (N Bilangan Avogadro)
2 2 2
yang merupakan energi internal gas ideal. Dalam padatan, atom-atom saling terikat
sehingga selain energi kinetik terdapat pula energi potensial sehingga energi rata-rata per
1
derajat kebebasan bukan k BT melainkan KBT . Energi per mole padatan menjadi
2
Ek / mole padat 3RT = al/mole ................................................………......(5)
Panas spesifik pada volume konstan
dE
CV   3R  5,96cal / mole o K ............................................................(6)
dT V
Angka inilah yang diperoleh oleh Dulong-Petit. Pada umumnya hukum Dulong-
Petit cukup teliti untuk temperatur di atas temperatur kamar. Namun beberapa unsur
memiliki panas spesifik pada temperatur kamar yang lebih rendah dari angka Dulong-
Petit, misalnya B, Be, C, Si. Pada temperatur yang sangat rendah panas spesifik semua
unsur menuju nol.
Kapasitas panas molar zat padat pada volume konstan, , adalah jumlah energi yang
harus ditambahkan untuk menaikkan suhu 1K pada 1kmol zat tersebut dalam keadaan
volume tetap. lebih tinggi sekitar 3-5 persen daripada , karena melibatkan usaha yang
dilakukan pada perubahan volume disamping perubahan energi internal. Energi internal
suatu zat padat terletak pada energi getar partikel-partikel penyusunnya, yang mungkin
bisa atom, ion, atau molekul.

b. TEORI EINSTEIN
Eisntein dalam tahun 1907 melihat kegagalan teori klasik ini terletak pada
kekurangan teori ini dalam penurunan energi rata-rata tiap osilator yang menghasillkan
harga kT. Kekurangan ini sama dengan hal yang menyebabkan ketidakbenaran rumusan
Rayleigh-Jeans untuk radiasi benda hitam.
Penyelesaian tehadap kegagalan teori klasik ini oleh Einstein diajukan asumsi
bahwa osilasi pada zat padat mengikuti statistik Bose-Einstein. Kalau gelombang
elektromagnetik dianalisis sebagai partikel atau kuanta energi getaran yang disebut foton
dan mengikuti statistic Bose-Einstein maka gelombang mekanik atau akustik juga
dianalisis sebagai partikel atau kuanta energi getaran yang disebut fonon.Einstein juga
mengajukan asumsi bahwa semua fonon (osilator) memiliki frekuensi sama. Tiap atom
berprilaku sebagai tiga osilator harmonis yang independen.
Einstein memecahkan masalah panas spesifik dengan menerapkan teori kuantum.
Ia menganggap padatan terdiri dari N atom, yang masing-masing bervibrasi (osilator)
secara bebas pada arah tiga dimensi, dengan frekuensi fE. Mengikuti hipotesa Planck
tentang terkuantisasinya energi, energi tiap osilator adalah
E n  nhfE ...................................................................................................(7)
dengan n adalah bilangan kuantum, n = 0, 1, 2,....Jika jumlah osilator tiap status
energi adalah En dan E0 adalah jumlah asilator pada status 0, maka sesuai dengan fungsi
Boltzmann
N n  N O e ( En k BT ) ........................................................................................(8)
Jumlah energi per satuan energi adalah NnEn dan tota energi dalam padatan adal

E   N n E n sehingga energi rata-rata osilator adalah


n

E
N n En N O e ( nhfE / K BT ) nhf E
E n
 n
................................................(9)
N
N
n
n N
n
O e  ( nhfE / K B T )

Untuk memudahkan penulisan, kita misalkan x  hf E / K B T sehingga persamaan


9 dapat ditulis menjadi

e  nx
nhf E
hf E (0  e x  e 2 x  e 3 x  ........)
E n
 ..................................(9.a)
1  e x  e 2 x  e 3 x  ..........
e
n
 nx

Pada persamaan (9.a) terlihat bahwa pembilang adalah turunan dari penyebut,
sehingga dapat dituliskan
d
E  hf E ln(1  e x  e 2 x  e 3 x  ......)....................................................(9.b)
dx
Apa yang membedakan dalam tanda kurung (9.b) merupakan deret yang dapat
ditulis sebagai:
1
1  e x  e 2 x  e 3 x .......... 
1 e x
Sehingga
d  1  (1  e x )  1 
E  hf E ln    hf E  hf E  x  ............................(10)
dx  1  e 
x
1(1  e )
x 2
 e 1 
Dengan N atom yang masing-masing merupakan osilator bebas yang berosilasi tiga
dimensi, maka didapatkan total energi internal
3Nhf E
E  3N E  ...............................................................................(11)
e ( hf E / K BT )
Panas spesifik adalah
2
dE  hf  e hf E / K BT
CV   3Nk B  E  ............................…........(12)
dt V  K BT  e hf E / K b t \ T

1
2
Frekuensi fE, yang kemudian disebut frekuensi Einstein, ditentukan dengan cara
mencocokkan kurva dengan data-data eksperimental. Hasil yang diperoleh adalah bahwa
pada temperatur rendah kurva Einstein menuju nol jauh lebih cepat dari data eksperimen.

c. TEORI DEBYE
Debye mengembangkan suatu model dengan mengasumsikan bahwa kisi Kristal
itu adalah suatu kontinum elastik dengan volume V. Dalam model Einstein, atom-atom
dianggap bergetar secara terisolasi dari atom di sekitarnya. Anggapan ini jelas tidak
dapat diterapkan, karena gerakan atom akan saling berinteraksi dengan atom-atom
lainnya. Seperti dalam kasus penjalaran gelombang mekanik dalam zat padat, oleh
karena rambatan gelombang tersebut atom-atom akan bergerak kolektif. Frekuensi
getaran atom bervariasi dari ω=0 sampai dengan ω =ωD. Batas frekuensi ωD disebut
frekuensi potong Debye.

Menurut model Debye ini, energi total getaran atom pada kisi diberikan oleh
ungkapan

є (ω) adalah energi rata-rata osilator seperti pada model Einstein sedangkan g (ω)
adalah rapat keadaan. Dalam selang frekuensi antara ω = 0 dan ω = ωD, g(ω) memenuhi :

Jumlah moda getaran sama dengan jumlah 1 mol osilator tiga-dimensi, yang dalam
kurva pada gambar 2.13 ditunjukkan oleh daerah terarsir. Frekuensi potong ωD dapat
ditentukan dengan cara memasukkan persamaan (2.19.) ke dalam persamaan (2.52.),
yang memberikan :

Apabila kita menggambarkan kontur yang berhubungan dengan ω = ωD dalam


ruang - q seperti pada gambar 2.4. akan diperoleh sebuah bola yang disebut bola Debye,
dengan jejari qD yang disebut jejari Debye dan memenuhi

Jumlah moda getaran sama dengan jumlah 1 mol osilator tiga-dimensi. Frekuensi
potong ωD dapat ditentukan dengan cara memasukkan persamaan (2.19.) ke dalam
persamaan (2.52.), yang memberikan :

Apabila kita menggambarkan kontur yang berhubungan dengan ω = ωD dalam


ruang - q. akan diperoleh sebuah bola yang disebut bola Debye, dengan jejari qD yang
disebut jejari Debye dan memenuhi

Pada suhu tinggi (T>>θD), batas atas integral (θD/T) sangat kecil, demikian

juga variabel x. Sebagai pendekatan dapat diambil : ex ≅ 1 + x sehingga integral yang


bersangkutan menghasilkan :

Masukkan hasil ini kepersamaan (2.56)

Sesuai dengan hukum Dulong-Petit, sehingga


D pada suhu
3 tinggi model ini cocok
dengan hasil eksperimen. Pada suhu rendah (T<<θD), batas integral pada
persamaan (2.56) menuju tak berhingga; dan integral tersebut menghasilkan 4π4/15.
Dengan demikian :
B. KONDUKTIVITAS TERMAL
Koefisien konduktivitas termal K dari suatu zat padat didefinisikan dengan hubungan aliran
berbentuk tetap dari kalor yang mengalir pada batang panjang terhadap kemiringan
temperatur 𝑑𝑇⁄𝑑𝑥 :
𝑑𝑇
𝑗𝑣 = −𝐾 𝑑𝑥 (1)

dimana jv adalah flux energi termal atau transmisi energi yang melewati satuan luas setiap
satuan waktu.
Implikasi dari persamaan ini adalah proses transfer energi termal secara acak. Energi tidak
hanya masuk melalui salah satu ujung dari contoh atau sampel dan meneruskan secara
langsung pada lintasan lurus ke ujung yang lainnya, tetapi menyebar melewati sampel yang
mengalami tumbukan. Jika energi diperbanyak secara langsung melewati sampel tanpa
pembelokkan, maka istilah fluks termal tidak bergantung pada gradient temperature, tetapi
hanya berdasarkan perbedaan temperature T antara ujung sampel, tanpa memperhatikan
panjang dari sampel. Sifat acak dari proses konduktivitas membawa gradient temperature dan
lintasan bebas rata-rata menjadi istilah untuk fluks termal.
Tabel 1. Lintasan bebas rata-rata fonon
(dihitung berdasarkan persamaan (5), dengan mengambil 𝑣 = 5 × 105 𝑐𝑚/𝑠𝑒𝑐 sebagai wakil
kecepatan suara. l's diperoleh pada cara ini mengacu pada proses umklapp)

Dari teori kinetic gas kita mendapatkan sebuah pendekatan bentuk dari konduktivitas termal:
1
𝐾 = 3 𝐶𝑣𝑙 (2)

dimana C adalah kapasitas panas per satuan volume, v adalah rata-rata kecepatan partikel, dan
l adalah lintasan bebas rata-rata dari tumbukan diantara partikel. Hasil ini diterapkan pertama
kali oleh Debye untuk mendeskripsikan konduktivitas termal pada zat padat dielektrik,
dengan C sebagai kapasitas panas dari fonon, v adalah kecepatan fonon, dan adalah lintasan
bebas rata-rata fonon. Beberapa contoh nilai lintasan bebas rata-rata diberikan pada tabel 1.
Kita berikan teori kinetik dasar yang mana mengarah ke persamaan (2). Fluks dari partikel
1
pada arah x adalah 2 𝑛〈|𝑣𝑥 |〉 dimana n adalah konsentrasi molekul; saat setimbang, fluks dari

besar yang sama pada arah yang berlawanan. 〈… 〉 menunjukkan nilai rata-rata.
Jika c adalah kapasitas panas sebuah partikel, kemudian bergerak dari temperature T + ΔT ke
temperature T, sebuah partikel tersebut akan melepaskan energi cΔT. Sekarang ΔT antara
ujung dari lintasan bebas partikel diberikan oleh :
𝑑𝑇 𝑑𝑇
𝛥𝑇 = 𝑑𝑥 𝑙𝑥 = 𝑑𝑥 𝑣𝑥  (3)

dimana  adalah waktu rata – rata diantara tumbukan.


Energi net fluks dari energi (dari kedua fluks partikel) :
𝑑𝑇 1 𝑑𝑇
𝑗𝑣 = −𝑛〈𝑣𝑥 2 〉𝑐 𝑑𝑥 = − 3 𝑛〈𝑣 2 〉𝑐 𝑑𝑥 (4)

Untuk phonon dengan v konstan :


1 𝑑𝑇
𝑗𝑣 = − 3 𝐶𝑣𝑙 𝑑𝑥 (5)

dengan l = v dan C = nc. Maka :


1
𝐾 = 3 𝐶𝑣𝑙 (6)

1. Resistivitas Termal
Resistivitas (ρ) adalah kemampuan suatu bahan untuk mengantarkan arus listrik
yang bergantung terhadap besarnya medan istrik dan kerapatan arus. Semakin besar
resistivitas suatu bahan maka semakin besar pula medan listrik yang dibutuhkan untuk
menimbulkan sebuah kerapatan arus. Satuan untuk resistivitas adalah Ω.m.
Resistivitas  e adalah kebalikan dari konduktivitas

nFe2f
j
e   ....................................................................................(1)
E m
Dapat kita peroleh :
1
 e ......................................................................................................(2)
e
Dalam metal, resistivitas listrik terdiri dari dua komponen, yaitu resistivitas thermal
(ρT) yang timbul karena terjadinya hambatan pergerakan elektron akibat vibrasi atom
dalam kisi-kisi kristal, dan resistivitas residu (ρr) yang timbul karena adanya pengotoran
dan ketidak sempurnaan kristal. Resistivitas thermal tergantung temperatur sedangkan
resistivitas residu tidak tergantung pada temperatur. Resistivitas total menjadi
1
  T   r  ..............................................................................(3)
e
Lintasan bebas rata-rata fonon l secara prinsip ditentukan oleh dua proses, hamburan
geometris an hamburan oleh fonon yang lain. Jika gaya antar atom adalah murni harmonik,
maka tidak ada mekanisme untuk tumbukan antara fonon yang berbeda, dan lintasan rata-rata
hanya dibatasi oleh tumbukan dari fonon dengan ikatan Kristal dan oleh kisi yang tidak
sempurna. Situasi itu dimana efek ini dominan.
Dengan interaksi kisi yang tidak harmonik, ada sambungan antara fonon yang berbeda
yang nilai lintasan bebas rata-ratanya terbatas. Daerah yang tepat dari sistem tidak harmonik
tidak lebih panjang daripada fonon murni.
Teori dari efek sambungan tidak harmonik pada resistivitas termal meramalkan bahwa l
adalah sebanding dengan 1/T pada temperature yang tinggi, dan disesuai dengan beberapa
eksperimen. Kita bisa memahami ini tergantung pada jangka jumlah fonon dengan diberikan
fonon : pada temperature tinggi jumlah total fonon yang tereksitasi sebanding dengan T .
Frekuensi tumbukan yang diberikan oleh fonon harusnya sebanding dengan jumlah fonon dan
1
bisa tumbukan dimana 𝑙 ∝ 𝑇.

Untuk mendefinisikan konduktivitas termal, harus ada mekanisme pada Kristal dimana
distribusi dari fonon mungkin bisa dibawa secara local menjadi kesetimbangan termal. Tanpa
beberapa mekanisme kita mungkin tidak bisa berbicara mengenai fonon pada salah satuujung
dari Kristal sebagai kesetimbangan pada temperature T2 dan ujung lainnya T1.
Tidak cukup hanya memiliki cara dari batas lintasan bebas rata-rata, tetapi juga harus ada
cara menetapkan kesetimbangan termal lokal distribusi fonon. Tumbukan fonon dengan
ketidaksempurnaan diam atau ikatan Kristal tidak akakn menetapkan kesetimbangan termal
diri mereka, karena beberapa tumbukan tidak merubah energi masing-masing fonon :
frekuensi 2 dari hamburan fonon sama dengan frekuensi 1 dari peristiwa fonon.
Itu juga agak luar biasa bahwa tiga-fonon proses tumbukan tidak akan setimbang, tetapi
untuk alasan : total momentum dari gas fonon tidak mengalami perubahan karena adanya
tumbukan.
𝐾1 + 𝐾2 = 𝐾3 (7)
Distribusi kesetimbangan dari fonon pada temperature T bisa berpindah melewati Kristal
dengan kecepatan gerak yang tidak terdistribusi oleh tumbukan tiga-fonon dari persamaan (7).
Untuk beberapa tumbukan dari momentum fonon adalah kekal, karena pada tumbukan
perubahan adalah dalam J adalah 𝐾3 − 𝐾2 − 𝐾1 = 0. Disini nK adalah jumlah fonon yang
memiliki gelombang vektor K.
𝐽 = ∑𝑲 𝑛𝑲 ħ𝑲 (8)

Untuk distribusi J 0, tumbukan seperti persamaan (7) tidak mampu menetapkan lengkap
kesetimbangan termal karena J tidak berubah.

Jika kita mulai distribusi dari fonon panas mengalir pada batangan panjang dengan J 0,
distribusi akan merambat pada batang dengan J tidak berubah. Oleh karena itu, tidak ada
resistansi termal.

2. Proses Umklapp
Serakan Umklapp (proses Umklapp) merupakan proses serakan fonon-fonon (atau
elektron-fonon) yang tidak harmonik membentuk fonon ketiga dengan momentum vektor
k di luar zona Brillouin pertama.

Gambar 1.Normal K1 + K2 = K3

Tiga phonon penting diproses menyebabkan resitivitas panas tidak dalam bentuk :K1
+ K2 = K3
dengan K yang konsevatif , tetapi dalam bentuk : K1+K2 = K3 + G .Dimana G
adalah vektor reciprocal lattice . Proses ini ditemukan oleh pierls , yang dikenal dengan
umklapp proses. Kita bisa menyebutnya G untuk semua momentum konservatif dalam
kristal.

Gambar 2. umklapp K1+K2=K3+G

Gambar (1) normal K1 + K2 = K3 dan (2) umklapp K1+K2=K3+G proses tumbukan


fonon pada kisi persegi dua dimesi . kisi persegi pada tiap gambar mengacu pada daerah
blillouin di ruang fonon K , daerah ini memuat semua kemungkinan nilai tidak tetap dari
vektor gelombang fonon. Vektor K dengan arah tepat di tengah daerah yang
direpresentasikan menyerap fonon pada proses tumbukan. Seperti kita tau di (b) bahwa
arah proses umklapp dari komponen – x fluks fonon cadangan. Vektor kisi balik G
dinyatakan dengan panjang 2π/a , dimana a adalah konstanta kisi dari kisi kristal , dan
sejajar dengan sumbu Kx. Untuk semua proses , N atau U , energi harus kembali , jadi ɷ1
+ ɷ2 = ɷ3.
Energi dari fonon K1 , K2 cocok untuk terjadinya umklapp jika saat ½ θ , karena
baik fonon 1 ataupun 2 harus mempunyai gelombang vektor kisaran 1/2G sehingga
tumbukkan bisa mungkin terjadi. Jika kedua fonon mempunyai K rendah , sehingga
energinyapun rendah , tidak mungkin tumbukan antara mereka gelombang vektornya
keluar dari daerah pertama. Proses umklapp yang energinya konservatif , hanya cukup
untuk proses normal
Pada temperature rendah bilangan fonon yang memenuhi dari energi tinggi 1/2θ
memerlukan harga expetasi extrem sebagai exp(-θ/2T) , menurut faktor boltzman. bentuk
eksponensial cocok dengan hasil eksperimen. Kesimpulannya , fonon bebas pada saat
memasuki (42) itu adalah saat bebas untuk tumbukkan umklapp diantara fonon dan tidak
untuk semua fonon

Gambar 3.Konduktivitas Termal pada Bahan Kristal Murni dari Sodium Flurida
3. Imperfeksi
Gambar 4.Imperfeksi
kristal dielektrik memiliki konduktivitas termal yang sama dengan logam. Al2O3
adalah salah satu kristal dielektrik yang mempunyai konduktivitas termal yang sama
tingginya dengan metal (tergantung pada suhunya).
Pada kasus yang lain, misalnya kristal sempurna, distribusi dari isotop pada elemen
kimia sering menjadi mekanisme dalam proses bagian-bagian terkecil pada ponon.
Distribusi acak dari massa isotopik akan mengganggu kerapatan seperti yang terlihat
pada gelombang elastis. Bagian-bagian kecil pada substansi-substansi ponon saling
terkait. Hasil Germanium dapat dilihat dari gambar diatas . Tingginya konduktivitas
termal juga pernah didapatkan untuk Silikon dan Intan. .
Imperfeksi kristal: ketidak sempurnaan pada kristal/ cacat pada Kristal. Penyebab
terjadinya imperfeksi kristal adalah karena adanya solidifikasi (pendinginan) atau akibat
dari luar. Kristal dikatakan sempurna apabila kristal tersusun dari atom yang mengikuti
pola tertentu. Cacat pada kristal dapat berupa :
a. Cacat titik (point defect), Cacat titik adalah ketidaksempurnaan kristal yang terjadi
pada suatu titik kisi tertentu.

Gambar 5.Cacat Titik


Cacat tersebut dapat berupa:
 Kekosongan (vacancy)Kekosongan adalah hilangnya sebuah atom yang seharusnya
menempati suatu titik kisi. Sisipan adalah “salah posisi” dari sebuah atom yang
menempati bukan titik kisi. Sedangkan takmurnian adalah hadirnya atom “asing”
(yang berbeda dari atom mayoritas) dan menempati suatu titik kisi.
 Sisipan (interstitial)
Gambar 6.Cacat Sisipan
 Takmurni (impurity)
 Cacat Schottky. Cacat Schottky dan cacat Frenkel banyak dijumpai pada kristal
ionik. Cacat Schottky adalah berupa kekosongan pada suatu titik kisi bersama-sama
dengan cacat sisipan di permukaan. Sedangkan bila kekosongan berpasangan dengan
sisipan di dalam kristal membentuk cacat Frenkel
 Cacat Frenkel
b. Cacat garis (line defect). Cacat garis adalah cacat yang terjadi pada sederetan titik
kisi yang bersambung dan membentuk suatu garis (dislokasi). Jenis dislokasi yang
dikenal adalah dislokasi tepi dan dislokasi ulir

Gambar 7.Cacat Garis


Formasi cacat garis : a. dislokasi tepi, dan b. dislokasi ulir

Gambar 8.Cacat Garis


c. Cacat bidang (intertasial defect).
Pada bahan polikristal, zat padat tersusun oleh kristal-kristal kecil yang disebut butir
(grain). Setiap butir dapat berukuran mulai dari nanometer hingga mikrometer. Pada
setiap butir atom-atom tersusun pada arah tertentu, dan arah keteraturan atom ini
bervariasi dari satu butir ke butir lain. Pada daerah antar butir, terjadi transisi arah
keteraturan atom, dan ini menimbulkan cacat pada daerah batas butir, sehingga disebut
cacat batas butir .

Gambar 9.Cacat Bidang


d. Cacat ruang (bulk defect)
Cacat ruang dapat berupa pori-pori (voids) atau salah susun (stacking fault). Pada kristal
kubus mampat (CCP), atom-atom membentuk susunan berlapis ..... A-B-C-A-B-C-A-B-C-.....
Apabila salah satu lapisan hilang (A, B atau C) terbentuklah cacat salah susun. \
REFERENSI
C. Kittel. 1986. Intruduction to Solid State Physics, 6-edition. California: john Willey &Sons,
Inc.
Nyoman, S. 1989. Pengantar Fisika Zat Padat. Jakarta: P2LPTK Dikti.
Parno. 2006. Fisika Zat Padat. Malang: Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Wiendartun. 2002. Diktat Fisika Zat Padat I. Bandung: UPI.

Anda mungkin juga menyukai