Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Derajat kesehatan suatu Negara dapat dilihat dari indikator status

kesehatan Ibu dan anak. Status kesehatan ibu dan anak tersebut ditunjukkan

dengan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI & AKB).

Kegawatdaruratan merupakan kondisi kesehatan yang mengancam jiwa,

terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan serta kelahiran,

banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam

keselamatan ibu dan bayi. Kasus kegawatdaruratan maternal termasuk kasus

obstetrik yang jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan kematian ibu

dan janinnya, kasus itu lah yang menjadi penyebab utama kematian ibu janin

dan bayi baru lahir (Kasus kompleks maternal & neonatal, 2019).

Angka kematian ibu menurut World Health Organization (WHO)

tahun 2015 sebanyak 289.000 jiwa meninggal di seluruh dunia akibat

komplikasi kehamilan dan persalinan, dimana 15% dari kehamilan akan

menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa yang berkaitan dengan

kehamilan. Berdasarkan Data dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI ) tahun 2015 menjelaskan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

berkisar 102.000/kelahiran hidup, penyebab kematian ibu yang paling umum

di Indonesia adalah penyebab obstetrik langsung yaitu perdarahan 28%,

1
2
1.

sedangkan pre eklamsi menyumbang angka kematian ibu 24%, infeksi 11%,

sedangkan penyebab tidak langsung yaitu trauma obstetrik sebesar 5%.

Di Indonesia kejadian komplikasi pada kehamilan yang menyebabkan

kematian berkisar 24% pre eklamsi yang dialami oleh ibu hamil dan bersalin.

Ibu hamil perlu mewaspadai pre eklamsi karena di Indonesia menjadi

penyebab 24%-40% kematian pranatal, dan di dapat dari Profil Kesehatan

Tahun 2014 sekitar 30% kematian di Indonesia di sebabkan oleh hipertensi

(pre eklamsi) dan infeksi.

Berdasarkan data laporan rutin dari fasilitas kesehatan yang ada

diprofil Kesehatan Riau terkait AKI di Provinsi Riau dilihat bahwa AKI pada

tahun 2012 jumlah angka kematian ibu ada 112,70 per 100.000 kelahiran

hidup, ditahun 2013 terjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2014

meningkat menjadi 124,50 per kelahiran hidup, tahun 2015 mengalami

penurunan 108,90 per kelahiran hidup dan terakhir tahun 2016 mengalami

penurunan 101,90 per 100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan data AKI di atas dapat dilihat bahwa data jumlah

kematian ibu yang berasal dari Laporan Rutin Fasilitas Kesehatan pada Tahun

2016 juga mengalami penurunan di banding tahun sebelum nya sebanyak

7,8% per 100.000 kelahiran hidup (laporan rutin faskes riau, 2016).
3
1.

Salah satu penyebab menurunnya angka kematian ibu yaitu

meningkatnya cakupan pelayanan Ante Natal Care (ANC) pada ibu hamil dan

meningkatnya cakupan persalinan yang di laksanakan di fasilitas kesehatan.

Dari data kematian ibu harus di perhatikan juga apa yang menjadi penyebab

kematian ibu tersebut, hal ini di perlukan dalam rangka menentukan arah

kebijakan guna menekan angka kematian khusus nya di provinsi riau.

Tabel 1.1 Presentase penyebab kematian ibu di Provinsi Riau Tahun 2016.

No Penyebab Kematian Ibu Presentase


1. Perdarahan 40%
2. Preeklamsi 32%
3. Infeksi 20%
4. Gangguan sistem peredaran darah 8%
5. Gangguan metabolik 1%
6. Penyakit penyulit lainya 1%
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2016.

Dari grafik diatas dapat di lihat presentase penyebab kematian ibu di

Provinsi Riau pada Tahun 2016 yang tertinggi karena perdarahan 40%, pre

eklamsi 32%, infeksi 20%, gangguan sistem peredaran darah ada 8%,

gangguan metabolik 1%, penyakit penyulit lainya.

Kematian ibu di Kabupaten Pelalawan dari tahun 2018 ada 8 orang

dengan riwayat kematian disebab oleh perdarahan. Pada tahun 2017 ada 6

orang sedangkan tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 12 orang.

Sedangkan jumlah kematian bayi di Kabupaten Pelalawan dari Tahun 2016-

2018, pada Tahun 2016 kematian pada bayi terjadi sebanyak 46 bayi, Tahun

2017 ada 43 bayi dan Tahun 2018 disebabkan oleh Penyebab kematian di
4
1.

Kabupaten Pelalawan didominasi karena perdarahan, pre eklamsi dan

infeksi, sedangkan meningkat menjadi 50 kematian bayi (Dinkes Pelalawan,

2018), angka kematian ibu dan bayi di Pelalawan di sumbang oleh

perdarahan 40%, preeklamsi 30% dan jarak fasilitas kesehatan 20%.

Menurut Mohctar (2008) salah satu penyebab AKI adalah tingginya

komplikasi dalam persalinan yang disebabkan oleh berbagai faktor yang

salah satunya adalah pre eklampsia. Pre eklampsia merupakan kumpulan

gejala yang timbul pada kehamilan, persalinan, dan nifas yang terdiri dari

hipertensi, protein uria, dan oedema. Pre eklamsia dibagi dua kelompok

yaitu pre eklamsia berat dan ringan.

Pre eklamsi dan eklamsi merupakan masalah kesehatan yang

memerlukan perhatian khusus karena pre eklamsi adalah penyebab kematian

ibu hamil dan perinatal yang tertinggi terutama dinegara berkembang. Sampai

saat ini pre eklamsi dan eklamsi masih merupakan “the disease of theories”

karena kejadian pre eklamsi tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas

dan mortalitas maternal yang tinggi (Manuaba, 2010).

Data World Health Organization (WHO) Tahun 2015 mengemukakan

angka kejadian pre eklamsia diseluruh dunia sebanyak 6,6 juta jiwa,

sedangkan angka kejadian pre eklamsia di Indonesia tahun 2015 mencapai

134.890 kasus dari seluruh kehamilan atau sekitar 5,6% hal tersebut sesuai
5
1.

dengan pre eklamsia yang terjadi dinegara berkembang lainnya yaitu sekitar

1,8% -18% (Depkes RI, 2015).

Kejadian pre eklamsi di rumah sakit efarina ditahun 2018 ada 98 orang

persalinan dengan pre eklamsi justru terjadi pada usia reproduktif, terdapat 68

orang kejadian pre eklamsi pada ibu hamil usia 20 sampai 35 tahun dimana

usia yang tidak beresiko, sedangkan ibu hamil dengan usia beresiko hanya

terjadi 28 orang. Kejadian pre eklamsi terjadi pada usia tidak beresiko,

meskipun secara teoritis di jelaskan bahwa ada hubungan usia dan paritas

dengan pre eklamsi, tetapi justru pada beberapa penelitian memperlihatkan

hasil yang bertentangan dengan teori yang ada. Dari hasil penelitian itu lah

maka di dapat penyebab pre eklamsi belum di ketahui penyebabnya, ada

beberapa faktor resiko di antaranya adalah faktor usia dan faktor paritas

merupakan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi .

Berdasarkan hasil studi awal di Rumah Sakit efarina angka kejadian

pre eklamsia di tahun 2018 dapat dilihat dari tabel 1.2 berikut :

Tabel 1.2 Angka Kejadian Pre eklamsia Berat Tahun 2018


No Penyakit Jumlah Persen (%)
1. Perdarahan 112 kejadian 10,9%
2. Preeklamsia 98 kejadian 9,6%
3. Infeksi 34 kejadian 3,33%
Sumber: Rumah Sakit Efarina Tahun 2018

Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat bahwa kejadian pre eklamsia

sebanyak 98 kasus preeklamsia (9,6%) dari 1019 persalinan, dari ke tiga jenis

penyakit obstetrik ini pre eklamsi penyumbang angka kesakitan dan kematian
6
1.

nomor 2 tertinggi setelah perdarahan, sehingga perlu adanya kewaspadaan

karena diketahui pre eklampsia merupakan salah satu faktor risiko kesakitan

dan kematian pada ibu dan janin.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chichi Hafifah

Transyah Pada Tahun 2015 dengan judul penelitian Umur Dan Paritas Ibu

Bersalin dengan Kejadian Pre eklamsi di Ruangan Kebidanan RSUP. Dr M

Djamil Padang dengan hasil penelitian terdapat hubungan signifikan antara

umur dan paritas ibu bersalin dengan kejadian pre eklamsi (p=0,014 dan

0,000). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa lebih dari separuh

terjadinya pre-eklamsi lebih banyak disebabkan oleh paritas <3 (57,6%) dan

umur <35 tahun (60,6%) dan tekanan darah 160/110 mmHg (39,4%).

Menurut teori Prawiroharjo (2010) menyatakan bahwa terjadinya pre-

eklamsi ini disebabkan karna hipertensi dengan TTD 160 mmHg disertai

dengan proteinuria lebih 5 gr/24 jam dan teradinya penurunan trombosit

darah.

Kejadian pre eklamsi terdiri dari dua, yaitu pre eklamsi ringan dengan

gejala timbulnya hipertensi disertai dengan protein uria atau oedema pada

umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas dan kejadian pre eklamsi

berat yang di tandai dengan meningkat nya tekanan darah sistolik melebihi

160 mmHg dan diastole 110 dan disertai adanya gejala sakit kepala, nyeri

epigastrium, penglihatan kabur, mual dan muntah (Feriyanto, 2012). Apa bila
7
1.

pre eklamsi tidak ditangani secara cepat dan tepat akan berdampak ke

eklamsi.

Diagnosis pre eklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias utama :

hipertensi, oedema dan protein urin hal ini dapat merugikan penderita karena

tiap tanda merupakan bahaya, kendati pun ditemukan tersendiri, oleh karena

itu harus dilakukan diagnosa pre eklamsia. Sedangkan diagnosa eklamsia

ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre eklamsia berat disertai adanya

kejang dan koma (Marisjoer, 2000). Efek dari pre eklamsia berat yang tidak

ditangani akan berakhir menjadi eklamsia yang mengakibatkan efek dan

komplikasi pada ibu dan bayinya, komplikasi preeklamsia dan eklamsia bagi

ibu bisa terjadi atonia uteri, sindrom HELLP (sindrom Hemolysis, Elevated

liver enzim, Low Plateled count), gagal ginjal, perdarahan otak, syok, dan

berakhir kematian.

Di Rumah Sakit Efarina sendiri kejadian sindrom HELLP terjadi

sebesar 30% kejadian dan atonia uteri akibat dari pre eklamsi itu sendiri

mencapai 15% kejadian. Sedangkan komplikasi yang terjadi pada janin

tergantung pada akut/kronisnya insufiensi uteroplasenta efek dan

komplikasinya berupa premature, hipoksia janin, pertumbuhan janin

terganggu, asfiksia dan kematian, kondisi ini disebabkan oleh berkurangnya

pasokan darah ke plasenta sehingga janin mengalami kekurangan pasokan

oksigen dan nutrisi. Jika pre eklamsia yang diderita ibu hamil cukup parah
8
1.

maka janin harus dilahirkan meski organ tubuhnya belum sempurna,

komplikasi serius seperti kesulitan bernafas bisa di derita bayi yang lahir

dengan kondisi ini, kadang bayi bisa meninggal.

Usia sangatlah berpengaruh pada kehamilan maupun dalam persalinan

pada wanita dibawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun tidak dianjurkan

untuk hamil dan melahirkan dikarenakan pada usia tersebut memiliki resiko

tinggi salah satunya yaitu terjadinya keguguran, pre eklamsia bahkan juga bisa

mengakibatkan kematian pada ibu maupun bayi (Gunawan, 2010).

Angka kematian ibu lebih tinggi pada wanita yang memiliki usia-usia

ekstrim yaitu <20 dan >35 tahun (Curningham, 2006). Usia aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun, kematian maternal pada wanita

hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah 35 tahun

meningkat karena wanita yang memiliki usia tersebut dianggap lebih rentan

terhadap terjadinya pre eklamsia.

Menurut Manuaba (2003) usia dibawah 20 tahun bukan masa yang

baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum sempurna. Hal ini

tentu akan menyulitkan proses kehamilan dam pesalinan. Sedangkan diatas 35

tahun mempunyai resiko untuk mengalami komplikasi dalam kehamilan dan

persalinan antara perdarahan, gestosis, atau hipetensi dalam kehamilan

distosia dan partus lama. Terjadinya abortus, hipertensi dalam kehamilan

paling sering mengenai wanita yang lebih tua, yaitu bertambahnya usia
9
1.

menunjukan bertambahnya insiden hipertensi kronis menghadapi resiko yang

lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan. Wanita hamil

dengan usia kurang dari 20 tahun insiden 3 kali lipat. Pada wanita hamil

berusia lebih dari 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten oleh karna ity

semakin lanjut usia maka kualitas sel telur berkurang sehingga berakibat

kegagalan persalinan bahkan bisa menyebabkan kematian.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunirman pada

Tahun (2013) dengan judul penelitian gambaran umur dan paritas ibu bersalin

dengan kejadian pre-eklamsi terdapat kurang dari separuh (39,6%) memiliki

usia bersiko >35 tahun di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Penelitian ini juga dilakukan oleh pada Tahun (2015) dengan judul

hubungan umur paritas dengan Harmonis kejadian pre-eklamsi terdapat lebih

separuh (63,1%) memiliki usia > 35 tahun bersiko terhadap pre-eklamsi di

RSUD Dr.Rasyidin Padang Tahun 2015.

Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik mengangkat

permasalahan ini untuk melakukan penelitian “Hubungan Usia Ibu Bersalin

dengan Kejadian Pre eklampsia Di Rumah Sakit Efarina Pangkalan

Kerinci Kabupaten Pelalawan Tahun 2019”.


10
1.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

mengangkat permasalahan yaitu : Apakah faktor usia ibu berhubungan dengan

kejadian pre eklampsia di Rumah Sakit Efarina Pangkalan Kerinci Kabupaten

Pelalawan Tahun 2019?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

menganalisa hubungan usia ibu bersalin terhadap kejadian pre eklampsia

di Rumah Sakit Efarina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Tahun

2019.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi usia dan kejadian pre eklampsia pada

ibu bersalin di Rumah Sakit Efarina Pangkalan Kerinci Kabupaten

Pelalawan tahun 2019.

b. Menganalisa hubungan usia ibu dan kejadian pre eklampsia pada ibu

bersalin di Rumah Sakit Efarina Pangkalan Kerinci Kabupaten

Pelalawan Tahun 2019.


11
1.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan untuk teori

dan menambah hasil informasi ilmiah yang berhubungan dengan

kejadian pre eklamsia pada ibu bersalin.

b. Bagi peneliti selanjutnya dalam menyusun hipotesis baru ataupun

dengan penelitian yang berbeda.

2. Aspek Praktis

a. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi institusi

Rumah Sakit Efarina tentang penyebab pre eklamsia pada ibu.

b. Diharapkan penelitian ini menambah ilmu pengetahuan dan

meningkatkan perhatian khusus tenaga kesehatan tentang masalah pre

eklamsia khususnya pada ibu.

Anda mungkin juga menyukai