Anda di halaman 1dari 3

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM TYLER

A. PENGERTIAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Model pengembangan kurikulum adalah proses memuat keputusan dan untuk merevisi suatu program
kurikulum. Dibawah ini dijelaskan beberapa model pengembangan kurikulum.

B. PENGEMBANGAN KURIKULUM MODEL TYLER

Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum dengan perhatian khusus
pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction. The Tyler
Rationale, suatu proses pemilihan tujuan pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan
kurikulum.

Model pengembangan kurikulum Tyler ini, lebih bersifat bagaimana merancang suatu kurikulum, sesuai
dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Menurut Tyler ada 4 hal yang dianggap fundamental
untuk mengembangkan kurikulum. Pertama berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai;
kedua berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan; ketiga pengorganisasian
pengalaman belajar dan keempat berhubungan dengan evaluasi.

1. Menentukan Tujuan

Dalam penyusunan suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan langkah utama yang harus
dikerjakan. Sebab, tujuan merupakan arah atau sasaran pendidikan. Hendak dibawa kemana anak didik?
Kemampuan apa yang harus dimiliki anak didik setelah mengikuti program pendidikan. Semuanya
bermuara kepada tujuan. Dari mana dan bagaimana kita menentukan tujuan pendidikan.

Merumuskan tujuan pendidikan, sebenarnya sangat tergantung dari teori dan filsafat pendidikan serta
model kurikulum apa yang dianut. Bagi pengembang kurikulum subjek akedemis, maka penguasaan
berbagai konsep dan teori seperti yang tergambar dalam disiplin ilmu merupakan sumber tujuan utama.
Kurikulum yang demikian dinamakan sebagai kurikulum yang bersifat “Disiplin Oriented”. Berbeda
dengan pengembang kurikulum model humanistik yang lebih bersifat “Child Centered”, yaitu kurikulum
yang lebih bersifat kepada pengembangan pribadi siswa, maka yang menjadi sumber utama dalam
perumusan tujuan tentu saja siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan pengembangan minat
dan bakat serta kebutuhan untuk membekali hidupnya. Lain lagi dengan kurikulum rekonstruksi sosial.
Kurikulum yang lebih bersifat “Society Centered” ini memposisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk
memperbaiki kehidupan masyarakat, maka kebutuhan dan masalah-masalah sosial kemasyarakatan
merupakan sumber tujuan utama kurikulum.

Walaupun secara teoritis, nampak begitu tajam pertentangan antara kurikulum yang bersumber dari
disiplin akademik, kurikulum yang bersumber dari kebutuhan pribadi dan kebutuhan masyarakat, akan
tetapi dalam prakteknya tidak setajam apa yang ada dalam teori. Anak adalah organisme yang unik, yang
memiliki berbagai perbedaan. Ia juga adalah makhluk sosial yang berasal dan akan kembali pada
masyarakat, oleh karena itu tujuan kurikulum apapun bentuk dan modelnya pada dasarnya harus
mempertimbangkan berbagai sumber untuk kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.

Menurut Tyler ada tiga bentuk sumber yang dapat digunakan untuk merumuskan tujuan pendidikan,
yaitu individu (anak sebagai siswa), kehidupan kotemporer, dan pertimbangan ahli bidang studi.

2. Menentukan Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar adalah segala aktivitas siswa dalam beriteraksi dengan lingkungan. Pengalaman
belajar bukanlah isi atau materi pelajaran dan bukan pula aktivitas guru dalam memberikan pelajaran.
Tyler (1990:41) mengemukakan : “The term “Learning Experience” is not the same as the content with
which a course deals nor activities performed by the teacher. The term “Learning Experience” refers to
the interaction between the learner and the external conditions in the inveronment to which he can
react. Learning takes place through the active behavior of the student; it is what he does that he learn
not what the teacher does.”

Pengalaman belajar menunju kepada aktivitas siswa di dalam proses pembelajaran. Dengan demikian
yang harus dipertanyakan dalam pengalaman ini adalah “apa yang akan atau telah dikerjakan siswa”
bukan “apa yang akan atau telah diperbuat guru”.

Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa. Pertama, pengalaman siswa harus
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kedua setiap pengalaman siswa harus memuaskan siswa.
Ketiga, setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa. Keempat, mungkin
dalam satu pengalaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda.

3. Mengorganisasi Pengalaman Belajar

Mengorganisasikan pengalaman belajar bisa dalam bentuk unit mata pelajaran ataupun dalam bentuk
program.

Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar. Pertama pengorganisasian secara vertikal dan
kedua secara horizontal. Pengorganisasian secara vertikal apabila menghubungkan pengalaman belajar
dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang berbeda. Misalkan pengorganisasian pengalaman
belajar yang menghubungkan antara bidang geografi di kelas lima dan geografi di kelas enam.
Sedangkan pengorganisasian secara horizontal jika kita menghubungkan pengalaman belajar dalam
bidang geografi dan sejarah dalam tingkat yang sama.

Ada tiga kriteria menurut Tyler (1950:55) dalam mengorganisasi pengalaman belajar yaitu
kesinambungan, urutan isi dan integrasi.

1) Prinsip kesinambungan berhubungan dengan hubungan vertikal. Artinya, bahwa pengalaman


belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan dan diperlukan untuk pengembangan pengalaman
belajar selanjutnya.

2) Prinsip urutan isi, sebenarnya erat hubungannya dengan kontinuitas, perbedaanya terletak
pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan. Artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada
siswa harus memperhatikan tingkat perkembangan siswa. Pengalaman belajar yang diberikan di kelas
lima harus berbeda dengan pengalaman pada tingkat selanjutnya.

3) Prinsip kontinuitas, menghendaki bahwa sesuatu pengalaman yang diberikan kepada siswa
harus memiliki fungsi dan bermamfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain.
Contohnya pengalaman belajar dalam bidang aritmatika harus dapat membantu untuk dapat
memperoleh pengalaman belajar dalam ekonomi ataupun dalam bidang IPA.

4. Evaluasi

Evaluasi memegang peranan yang cukup penting, sebab dengan evaluasi dapat ditentukan apakah
kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah atau belum. Ada
dua aspek yang harus diperhatikan sehubungan dengan evaluasi. Pertama evaluasi harus menilai apakah
telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.

Dengan demikian, penilaian suatu program tidak mungkin hanya mengandalkan hasil tes siswa setelah
akhir proses pembelajaran. Penilaian mestinya membandingkan antara penilaian awal sebelum siswa
melakukan suatu program dengan setelah siswa melakukan program tersebut. Dari perbandingan itulah
akan nampak ada atau tidaknya perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan
pendidikan.

Ada dua fungsi evaluasi. Pertama evaluasi digunakan untuk memperoleh data tentang ketercapaian
tujuan oleh peserta didik. Dengan kata lain bagaimana tingkat pencapaian tujuan atau tingkat
penguasaan isi kurikulum oleh setiap siswa. Fungsi ini dinamakan sebagai fungsi sumatif. Kedua untuk
melihat efektivitas proses pembelajaran. Dengan kata lain apakah program yang disusun telah dianggap
sempurna atau perlu perbaikan. Fungsi ini kemudian dinamakan fungsi formatif.

Anda mungkin juga menyukai