Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM KOMUNITAS

POPULASI RENTAN : PENYAKIT MENTAL

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Komunitas II

Dosen Pengampu : Iwan Permana, S.KM., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Asep Saepudin (C1AA19010)

Eva Erviani Sari (C1AA19034)

Ira Anggraeni (C1AA19044)

Muhammad Rizki RN (C1AA19066)

Nutria Ayuning Tyiyas (C1AA19078)

Retno Arty Ambarsari (C1AA19084)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyclesaikan tugas
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Agregat Dalam Komunitas
Populasi Rentan : Penyakit Mental”.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak luput dari berbagai kendala. Namun
kami menyadari bahwa kelancaran dalam pembuatan makalah ini tidak lain berkat
bantuan serta bimbingan. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
Bapak Iwan Permana, S.KM.,S.Kep.,M.Kep selaku pembimbing. Semoga dengan
tersusunnya makalah ini akan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami berharap
para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi
terwujudnya kesempurnaan dalam penyusunan makalah kedepannya.

Sukabumi, Maret 2022

KELOMPOK 5

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang
mempengaruhi kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau
sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004).
Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia,
karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika
seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit,
bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi
atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-
kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan
untuk menerima pelayanan kesehatan.
Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan,
tetapi tingkat implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang
sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi
manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-
undangan yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang
berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan.
Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas di
negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan
legislasi lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai
masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga
membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara
tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gangguan mental?

3
2. Apa faktor yang mempengaruhi gangguan mental?
3. Bagaimana pelayanan Kesehatan berbasis masyarakat?
4. Bagaimana peran perawat komunitas pada populasi rentan penyakit
mental?
5. Bagaimana asuhan keperawatan komunitas populasi rentan : penyakit
mental?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gangguan mental
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi gangguan mental
3. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan Kesehatan berbasis
masyarakat
4. Untuk mengetahui peran perawat komunitas pada populasi rentan
penyakit mental
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan komunitas populasi rentan :
penyakit mental

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian gangguan mental
Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya
diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada
stress berlebih akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang
lebih buruk.
Di berbagai pelosok Indonesia masih ditemui cara penanganan
yang tidak tepat bagi para penderita gangguan kesehatan mental. Penderita
dianggap sebagai makhluk aneh yang dapat mengancam keselamatan
seseorang untuk itu penderita layak diasingkan oleh masyarakat. Hal ini
sangat mengecewakan karena dapat mengurangi kemungkinan untuk
seorang penderita pulih. Untuk itu pemberian informasi, mengedukasi
masyarakat sangatlah penting terkait kesehatan mental agar stigma yang
ada di masyarakat dapat dihilangkan dan penderita mendapatkan
penanganan yang tepat.
Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari
kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat
kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar,
untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di
komunitasnya. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang
harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan
manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan
dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental
dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan
orang lain. Seseorang yang sehat jiwa atau mental mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Merasa senang terhadap dirinya serta
a. Mampu menghadapi situasi
b. Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup

5
c. Puas dengan kehidupannya sehari-hari
d. Mempunyai harga diri yang wajar
e. Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula
merendahkan
2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta
a. Mampu mencintai orang lain
b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap
c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
d. Merasa bagian dari suatu kelompok
e. Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain
"mengakali" dirinya
3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta
a. Menetapkan tujuan hidup yang realistis
b. Mampu mengambil keputusan
c. Mampu menerima tanggung jawab
d. Mampu merancang masa depan
e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru

B. Faktor yang mempengaruhi gangguan mental


Faktor yang memengaruhi gangguan mental adalah faktor dominan yang
dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Kartono (1982:81) yang
membagi faktor dominan yang mempengaruhi timbulnya gangguan mental
ke dalam tiga faktor, yaitu :
1) Faktor organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan
proses dementia.
2) Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan
reaksi psikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain.
Kecemasan, kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan rendah diri bisa
menyebabkan orang sakit secara psikis, yaitu mengakibatkan
ketidakseimbangan mental dan desintegrasi kepribadiannya. Maka
struktur kepribadian dan pemasukan dari pengalaman-pengalaman

6
dengan cara yang keliru bisa membuat orang terganggu psikisnya.
Terutama apabila beban psikis ternyata jauh lebih berat dan melampaui
kesanggupan memikul beban tersebut.
3) Faktor lingkungan (milieu) atau faktor-faktor sosial. Usaha
pembangunan dan modernisasi, arus urbanisasi dan industrialisasi
menyebabkan problem yang dihadapi masyarakat modern menjadi
sangat kompleks. Sehingga usaha penyesuaian diri terhadap perubahan-
perubahan sosial dan arus modernisasi menjadi sangat sulit. Banyak
orang mengalami frustasi, konflik batin dan konflik terbuka dengan
orang lain, serta menderita macam-macam gangguan psikis.
Meskipun pengobatan gangguan jiwa telah mengalami peningkatan secara
drastic, penyebab sebagian besar gangguan jiwa masih belum dapat
dipahami dengan baik. Penelitian telah mengidentifikasi sejumlah faktor
biologis dan sosiologis yang berkontribusi terhadap kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa. Beberapa faktor tersebut diantaranya:
a. Faktor biologi
Selama berabad-abad lamanya, gangguan jiwa dianggap sebagai suatu
penyakit yang harus dirawat di rumah sakit atau panti rehabilitasi
mental. Penelitian neurosains telah memberikan pemahaman yang lebih
baik tentang biologi gangguan jiwa ; namun banyak pertanyaan yang
masih belum terjawab. Faktor biologis yang terkait dengan gangguan
jiwa termasuk faktor genetic, neurotransmisi, dan kelainan struktur otak
dan fungsi.
b. Faktor genetic
Ekspresi genetic, dikombinasikan dengan perubahan neurokimia dan
metabolisme serta stressor lingkungan yang dapat mengakibatkan
munculnya gangguan jiwa. Uji genetika dan konseling berusaha
memahami kompleksitas terkait variasi gen, struktur otak, dan respon
fisiologis terhadap pengolahan informasi (Baune & Thome, 2011).
Ada faktor herditer terjadinya gangguan jiwa, yang menyatakan orang
yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa cenderung

7
untuk mengalami gangguan jiwa juga. Para ahli percaya bahwa banyak
gangguan jiwa berkaitan dengan kelainan di banyak gen, bukan hanya
satu. Seseorang mungkin mewarisi kerentanan terhadap gangguan jiwa
namun tidak selalu menderita gangguan jiwa juga. Gangguan jiwa lebih
mungkin terkait akibat interaksi faktor multiple genetic dan beberapa
faktor lain, seperti stress, penyalahgunaan (obat/alcohol), namun
peristiwa traumatis. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi, memicu,
atau memperburuk penyakit pada orang yang memiliki kerentanan yang
diwariskan tersebut.
c. Kelainan struktur dan fungsi otak
Fakta menunjukan bahwa kelainan struktur otak memiliki hubungan
dengan beberapa gangguan jiwa, seperti skizofrenia, depresi, dan
penyakit Alzheimer. Seiring berkembangnya ilmu neuroimaging,
gambaran yang lebih jelas tentang peran struktur dan fungsi otak
semakin terungkap.
Sebagai contoh, studi neuroimaging mulai mampu menjelaskan peran
sebagai struktur sistem saraf pusat dalam mengatur aksis hipotalamus-
hipofisis-adrenal yang mengontrol respons terhadap stress (Pruessner et
al, 2010). Para ilmuan juga mulai mengenali bagaimana sistem tubuh
lainnya dapat mempengaruhi fungsi otak. Misalnya, dalam satu studi,
peneliti menemukan bahwa amigdala 60% lebih aktif pada subyek yang
kurang tidur (Pruessner et al, 2010)
Meskipun sejumlah teori tentang penyebab gangguan jiwa telah
berkembang, informasi tersebut masih belum cukup untuk menemukan
penyebab pasti gangguan jiwa dari aspek biologis. Para ahli telah
menyimpulkan bahwa penyebab gangguan jiwa adalah multifaktorial,
fenomena yang kompleks. Hal penting yang harus dipahami perawat
kesehatan masyarakat adalah gangguan jiwa memiliki dasar penyebab
biologis yang sangat kuat, sama seperti penyakit kronis lainnya seperti
diabetes dan penyakit jantung, tetapi faktor-faktor yang lain juga sangat
berpengaruh.

8
d. Faktor sosial
Beberapa kejadian dan fenomena masyarakat, seperti penembakan di
sekolah, pengeboman, intmidasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan
peristiwa tragis lainnya, telah mengidentifikasi kesenjangan kritis di
masyarakat yang membutuhkan penyuluhan masyarakat, advokasi, dan
penatalaksanaan gangguan jiwa (Bazelon Pusat, 2013).
Sepanjang sejarah, gejala gangguan jiwa telah dianggap sebagai sesuatu
yang permanen, berbahaya, menakutkan, dan memalukan. Orang
dengan gangguan jiwa digambarkan sebagai pemalas, pengangguran,
lemah, tidak bermoral, tidak rasional, dan seringkali dianggap sebagai
criminal. Berdasarkan hal dan asumsi tersebut, banyak orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) telah mengalami penolakan sosial yang luas
yang dapat menyebabkan isolasi dan stigma sosial yang lebih parah
(Kondrat & Early, 2011).
Masalah sosial lainnya adalah kecenderungan masyarakat untuk
memanfaatkan penjara daripada rumah sakit jiwa sebagai solusi untuk
masalah “kesehatan jiwa”. Mereka (narapidana) cenderung memiliki
masalah kesehatan jiwa dan kecanduan dibandingkan masyarakat pada
umumnya. Kebanyakan individu tersebut tidak memiliki akses terhadap
pengobatan untuk masalah ini di luar penjara. Sekitar separuh dari
semua penghuni penjara memiliki masalah kesehatan jiwa, dan sekitar
65% memenuhi kriteria medis untuk penyalahgunaan alcohol dan
narkoba dan kecanduan. Sayangnya penjara sangat tidak siap untuk
memberikan perawatan yang memadai untuk orang yang mengalami
gangguan jiwa

C. Pelayanan kesehatan berbasis masyarakat


Kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks yang merupakan
komplikasi dari berbagai masalah. Menurut Hendrik L.Blum, pengaruh
terbesar adalah lingkungan dan sekarang mulai bergeser menjadi perilaku.

9
Pelayanan Kesehatan merupakan faktor ketiga yang memengaruhi derajat
Kesehatan masyarakat. Peran penting pelayanan Kesehatan dalam
menentukan status Kesehatan masyarakat harus diimbangi dengan
ketersediaan fasilitas tersebut yang harus diupayakan oleh pemerintah dan
masyarakat. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, keterjangkauan
dan pemberi pelayanan. Selain lokasi dan tenaga Kesehatan, ketersediaan
fasilitas pelayanan juga dipengaruhi oleh informasi dan motivasi
masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta
program pelayanan Kesehatan itu sendiri. Dimasyarakat terdapat beberapa
pelayanan Kesehatan baik primer, sekunder, maupun tersier. Upaya
Kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) merupakan bentuk
fasilitas pelayanan kesehatan yang dikelola oleh masyarakat. Beberapa
bentuk UKBM yang dikenal adalah posyandu (pos pelayanan terpadu),
Polindes (pondok bersalin desa) dan desa siaga.
Pos pelayanan terpadu (posyandu) merupakan salah satu bentuk
UKBM yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh Bersama
masyarakat, guna penyelenggaraan pembangunan Kesehatan dalam
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan Kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan Kesehatan bergantung pada faktor-faktor
internal dan eksternal antara lain sosiodemografis, tingkat Pendidikan,
kepercayaan dan praktik kultural, diskriminasi jender, status perempuan,
kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola penyakit serta
system pelayanan pelayanan Kesehatan. Salah satu faktor internal yang
memengaruhi adalah pengetahuan. Jika masyarakat telah mendapatkan
informasi dan pengetahuan tentang suatu program. Masyarakat akan
cenderung lebih berpartisipasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan responden tentang posyandu lansia yang baik akan
meningkatkan pemanfaatan layanan posyandu tersebut. Selain
pengetahuan, faktor eksternal yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan
Kesehatan adalah dukungan sosial. Penelitian di india menyebutkan bahwa

10
keterlibatan keluarga terutama keluarga terdekat seperti suami akan
meningkatkan partisipasi masyarakat yaitu ibu dalam memanfaatkan
program persalinan yang berbasis masyarakat

D. Peran perawat komunitas pada populasi rentan penyakit mental


Saat ini banyak peluang bagi perawat untuk berkontribusi dalam
memberikan pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat. Terdapat
beberapa model praktik berbasis bukti yang dilakukan perawat yang
memberikan hasil menjanjikan di masyarakat. Aplikasi proses
keperawatan pasti dan selalu dapat di fasilitasi untuk membantu populasi
yang mengalami gangguan jiwa di masyarakat. Tentu saja ada tantangan
untuk penyediaan layanan kesehatan jiwa yang efektif di masyarakat,
seperti akseibilitas, kesenjangan, dan biaya. Ketika perawat memberikan
perawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ada
harapan untuk perubahan, kemajuan dan perbaikan promosi kesehatan
untuk semua orang.
Meskipun terdapat sejumlah tantangan, peran perawat kesehatan
komunitas sangat bermanfaat (Sheerin,2011). Kontribusi perawat
kesehatan komunitas dilakukan dengan memberikan pelayanan yang
profesional, didasari ilmu dan pengetahuan, dan bertanggung jawab
dengan membangun kemitraan dengan masyarakat itu sendiri (Happell et
al, 2011,2012).
Peran perawat kesehatan masyarakat bersifat multidimensional
sebagai berikut :
1. Pemberi asuhan keperawatan
Perawat memberi asuhan keperawatan kepada masyarakat dalam
menangani masalah kesehatan jiwa, perawat melakukan kegiatan :
a. Pengkajian masalah kesehatan jiwa pada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat

11
b. Deteksi dini masalah kesehatan jiwa pada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat deteksi dini merupakan upaya penemuan
masalah kesehatan jiwa di masyarakat.
c. Menetapkan masalah keperawatan kesehatan jiwa di masyarakat
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan kesehatan jiwa di
masyarakat
e. Melaksanakan tindakan keperawatan kesehatan meliputi :
penyuluhan, konseling, pengelola kasus, kunjungan rumah,
melakukan pemberdayaan masyarakat, menjalin kemitraan dalam
perawatan kesehatan jiwa masyarakat, melakukan penatalaksanaan
keperawatan komplementer dan alternatif dan melakukan rujukan
kasus.
f. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
2. Pendidik
Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok, komunitas. Pendidikan kesehatan di masyarakat dilakukan
untuk menghapus mitos, memberikan informasi yang akurat tentang
gangguan jiwa, dan mempengaruhi kebijakan dan perundang-undangan
yang mendukung orang dengan gangguan jiwa. Pendidikan kesehatan
dilakukan melalui pemberian penyuluhan tentang kesehatan jiwa dan
cara merawat orang dengan gangguan jiwa.
3. Manajer kasus
Perawat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan
kesehatan dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung
jawab yang di bebankan kepadanya.
4. Administrator (pengelola)
Perawat merencanakan, melaksanakan, dan mengatur berbagai alternatif
tindakan dan terapi yang harus diterima oleh ODGJ.
5. Konselor

12
Perawat memberikan konseling untuk membantu ODGJ dan keluarga
dalam memilih keputusan yang akan diambil dalam penanganan
masalah kesehatan jiwa.
6. Advokat
Perawat memberikan pembelaan kepada individu, keluarga, kelompok,
komunitas. Pembelaan dapat berupa memberikan pelayanan yang
terbaik, memastikan kebutuhan ODGJ terpenuhi dan hak-hak ODGJ
terlindungi.
7. Kolaborator
Perawat bersama klien, keluarga, tim kesehatan lain berupaya
mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar
pendapat terhadap pelayanan yang di perlukan klien, pemberian
dukungan, paduan keahlian dan keterampilan dari berbagai profesional
pemberi pelayanan kesehatan.
8. Praktisi dan koordinator
Peran perawat sebagai praktisi dan koordinator adalah :
a. Melakukan intervensi untuk membantu pasien dalam mengendalikan
atau mengurangi gejala gangguan jiwa
b. Membantu pasien dalam “menavigasi/mengarahkan” jaringan
lembaga yang terpisah-pisah dan penyedia layanan lainnya.
c. Mengantisipasi dan mengevaluasi tindakan penyedia layanan yang
lain dan berkomunikasi dengan konsumen keluarga, layanan
rehabilitasi dan lembaga pemerintah atau sosial. D
d. Mengantisipasi dan mencegah terjadinya krisis pada individu,
keluarga dan masyarakat. Misalnya mengatur pengguna obat
psikotropika untuk berbagi pengalaman tentang berinteraksi dengan
psikiater, mengelola efek samping obat-obatan, dan meningkatkan
strategi koping mereka. Sikap proaktif tersebut dapat membantu
mencegah masalah yang menyebabkan klien menghentikan
pengobatan dan konsekuensi dari tindakan tersebut.

13
e. Menyesuaikan konsumen dan keluarga dengan penyedia layanan
yang sesuai dengan budaya dan sensitif untuk mencapai keselarasan.
9. Role Model
Perawat yang berperan sebagai role model haruslah menjadi panutan
bagi pasiennya. Perawat berkewajiban untuk menampilkan model
perilaku yang adaptif, karena apabila perawat memiliki masalah
kehodupan pribadi akan berdampak terhadap pelayana yang
diberikannya. Untuk itu, perawat kesehatan masyarakat harus mampu
memisahkan antara maslah kehidupan pribadi dengan kehidupan
profesinalnya.
10. Konsultan
Perawat kesehatan masyarakat sebagai konsultan berperan :
a. Sebagai sumber pengetahuan khusus dan keahlian praktik yang
terbaik dan memfasilitasi penerapannya dalam tatanan layanan
kesehatan jiwa
b. Memberikan konsultasi dan pendidikan untuk klien, perawat,
profesional kesehatan lainnya, organisasi perawatan kesehatan jiwa
dan pembuat kebijakan.
c. Menjaga pemberian praktik sebaik mungkin
d. Mengembangkan, menerapkan dan mengevaluasi model praktik
keperawatan terbaik.
11. Peneliti
Peran perawat kesehatan masyarakat sebagai peneliti adalah :
a. Mengidentifikasi dan menggunakan penelitian dalam pengambilan
keputusan dan membantu pasien membuat pilihan yang terbaik.
b. Berpartisipasi dalam proyek penelitian di semua tingkatan untuk
menghasilkan penelitian kualitatif dan atau kuantitatif yang berkaitan
dengan praktik keperawatan, administrasi dan pendidikan.
c. Mengembangkan program penelitian kesehatan jiwa masyarakat.

E. Asuhan keperawatan komunitas populasi rentan : penyakit mental

14
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data inti (core)
1) Riwayat
a) Usia penderita
 Anak : 15-20 tahun
 Orang tua : 32 tahun
b) Jenis gangguan jiwa yang pernah diderita : gangguan
konsep diri : harga diri rendah, memandang dirinya tidak
sebaik teman-temannya di sekolah
c) Riwayat trauma : takut yang berlebihan
d) Konflik : penganiayaan
2) Demografi
a) Vital statistik
Kelurahan Patimun terletak di kecamatan patimuan,
kabupaten cilacap. Kelurahan patimuan berbatasan
langsung dengan 4 kelurahan. Sebelah utara berbatasan
dengan kelurahan purwodadi, sebelah selatan berbatasan
dengan kelurahan cinyawang, sebelah timur berbatasan
dengan kelurahan sidamukti, dan sebelah barat berbatasan
dengan kelurahan maos. Kelurahan patimuan terdapat 5
RW dan setiap RW ada 5 RT dan setiap RT terdapat 28
kepala keluarga.
b) Agama : islam
c) Budaya : Jawa
b. Data 8 sub sistem
1) Lingkungan fisik
Kualitas udara di kelurahan patimuan cukup bersih tidak ada
polusi udara, karena kelurahan tersebut masih banyak terdapat
pohon-pohon rindang. Di kelurahan patimuan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari memakai air sumur jadi selama pohon-

15
pohon itu masih mampu menampung air, ketersediaan air
bersih akan terpenuhi.
Tingkat kebisingan di kelurahan patimuan masih diambang
batas normal, karena di kelurahan tersebut tidak terdapat pabrik
ataupun industri. Selain itu, kendaraan bermotor yang bisa
menjadi sumber kebisingan juga jarang berlalu-lalang di
kelurahan tersebut, karena warga di kelurahan patimuan lebih
banyak menggunakan sepeda untuk beraktivitas sehari-hari.
Jarak antar rumah di kelurahan patimuan sangat dekat, hampir
tak ada pagar pembatas untuk tiap-tiap rumah. Kepadatan
penduduk dikelurahan patimuan sangat padat. Faktor
pengganggu seperti hewan buas ataupun hewan pemangsa tidak
ada.
Sebagian besar pendidikan warga masyarakat kelurahan
patimuan lulusan SD, urutan yang kedua lulusan SMP dan
isinya lulusan SMA. Untuk yang sekolah sampai sarjana masih
bisa dihitung dengan jari. Sarjana pendidikan belum begitu
terpenuhi,apalagi terkait sarana pendidikan jiwa, belum ada.
Terkait sarana pendidikan formal terdapat 5 SD di kelurahan
patimuan, untuk sekolah SMP ada satu dan SMA juga ada satu.
2) Keamanan dan transportasi
Petugas keamanan di kelurahan patimuan sistemnya di gilir.
Jadi setiap malam ronda yang terpusat di pos kamling
kemudian keliling kelurahan, untuk pembagian jadwalnya
diatur oleh penanggung jawab keamanan di kelurahan tersebut.
Setiap malam ada 2 orang yang bertugas.
Sarana transportasi yang biasa digunakan adalah sepeda
“onthel” dan sebagian kecil jalan kaki dahulu keluar kelurahan,
setelah itu naik angkot atau kendaraan umum lain nya. Untuk
keamanan transportasi sendiri masih terjaga, selain karena ada
jadwal pos kamling setiap malam, warga kelurahan patimuan

16
orangnya lebih bangga dengan barang-barangnya sendiri. Jadi
untuk situasi keamanan lingkungan masih terjaga. Tidak ada
pencurian, .perampokan, perkosaan apalagi perkelahian antar
warga. Kelurahan patimuan walaupun sebagian besar tingkat
penghasilan warganya tergolong menengah kebawah, namun
mereka bangga dengan hasil yang halal, untuk pencurian atau
perampokan jarang terjadi.
Keamanan dijalan bisa dipastikan kurang terpenuhi, selain
karena jalannya apabila hujan licin dan apabila musim kemarau
berdebu. Jadi untuk keamanan dijalan kurang terjaga, masih
ada yang terjatuh gara-gara selip ataupun senggolan karena
sempitnya gang masuk di kelurahan tersebut.
3) Petugas di jalan raya
Petugas dijalan raya di dekat kelurahan patimuan sudah bekerja
seoptimal mungkin. Kecelakaan juga jarang terjadi, karena
polisi yang bertugas di lalu lintas mewajibkan setiap
pengendara sepeda motor memakai helm, dan untuk
pengendara mobil wajib memakai sabuk pengaman. Jadi
walaupun di jalan raya ramai dengan kendaraan, kecelakaan
bisa diminimalisir.
Antara kelurahan patimuan dengan kelurahan sebelah di
hubungkan dengan jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut
terbuat dari bahan bangunan. Jadi untuk keamanan sudah
terpenuhi. Tidak ikut hanyut terbawa sungai, kalaupun itu
hujan deras.
4) Politik & pemerintahan
Pemerintah daerah setempat kurang tanggap dengan kejadian
gangguan jiwa di masyarakat. Pemda masih fokus dengan
masalah yang sifatnya medis, misalnya DBD, diare, kusta,
terkait program imunisasi lengkap. Gangguan jiwa masyarakat
belum mendapatkan perhatian khusus skrinning warga dengan

17
gangguan jiwa juga belum pernah dilakukan. Aturan pemda
tentang jiwa di masyarakat sudah ada, tetapi dalam prakteknya
keluarga pasien yang berinisiatif membawanya berobat ke
pelayanan pengobatan terkait. Perlindungan warga dari pasien
jiwa juga kurang optimal. Stigma negatif untuk orang dengan
gangguan jiwa masih melekat dalam kehidupan warga
kelurahan patimuan.
Situasi politik dikelurahan patimuan juga kurang terlihat.
Pemerintah setempat lebih tertarik membiayai pemenuhan
sarana dan prasarana di kelurahan patimuan, bukan tertarik di
kesehatannya, lebih-lebih tertarik dengan kesehatan jiwa
masyarakat. Jadi pengaruhnya dengan jiwa masyarakat tidak
terdeteksi lebih dini. Banyak orang stress degan semakin
meningkatnya kebutuhan, tetapi tingkat penghasilan minimal.
Yang seperti itu kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah
setempat.
5) Pelayanan umum dan kesehatan
Akses pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat kurang
terjangkau. Ada puskesmas pembantu kelurahan patimuan
itupun melayani penyakit yang umum dimasyarakat seperti flu,
batuk dan panas. Puskesmas di kecamatan harus menempuh
jarak 10 km untuk mengakses pelayanan kesehatan tersebut.
Kalau mau ke RS harus menempuh kurang lebih 20 km.
Jenis pelayanan umum untuk masyarakat adalah kesehatan ibu
dan anak, KB, imunisasi, pelayanan kesehatan untuk
masyarakat yang sakit umum, sepeti flu, batuk, panas. Untuk
penyakit yang serius dirujuk di RS terdekat.
6) Komunikasi
Komunikasi yang digunakan diwilayah kelurahan patimuan
adalah musyawarah yang dilakukan antar warga dan pejabat
kelurahan

18
7) Ekonomi
Kondisi ekonomi yang sedang sulit di sebagian keluarga di
kelurahan Patimuan, maka kesejahteraan masyarakatnya masih
rendah. Karena kesejahteraan ekonomi yang rendah, maka ada
sebagian keluarga yang mengalami sedikit gangguan jiwa
seperti seringnya marah-marah pada anak sehingga anak
mengalami gangguan konsep diri. Peluang penghasilan
tambahan masyarakat di kelurahan Patimuan kebanyakan
warganya adalah petani, namun karena musim yang sedang
mendukung ada juga sebagian warga menggunakan kendaraan
sepeda motornya untuk mengojeg, dan ada ibu-ibu yang
berdagang di depan rumahnya. Kepadatan kerja masyarakat
dan dampak terhadap kesehatan jiwa masyarakat. Karena
kebanyakan warga hanya petani, pada saat musim tidak
mendukung untuk bertani maka sebagian warga beralih ke
pekerjaan yang sama seperti mengojeg, sehingga menyebabkan
saingan dan juga pendapatan yang kurang maka para orang tua
sering marah pada anaknya sebagai pelampiasan kekesalannya
terhadap kondisi ekonomi.
8) Rekreasi
Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di
kelurahan Patimuan adalah bermain bersama di lapangan bola
setiap sore, dan sering berkumpul mengobrol di lingkungan
rumah. Warga yang ada di kelurahan Patimuan biasanya
melakukan rekreasi di lapangan pada sore hari dan banyak
yang berkumpul di lingkungan rumah pada saat malam sehabis
magrib. Dampak rekreasi terhadap kesehatan jiwa masyarakat
rekreasi yang ada cukup memberikan dampak positif pada
warga, karena semakin terjalinnya kebersamaan dan rasa peduli
antar warga dan sering berdiskusi untuk mengatasi masalah
ekonomi yang sulit sehingga kondisi emosional sebagian warga

19
yang sering marah dapat dikurangi dengan saling berdiskusi
pada saat berkumpul di lingkungan rumah.

2. Diagnosa Keperawatan
Analisis Data

No. Data Diagnosa Keperawatan


1. Studi Dokumentasi : Domain 6 :
Di kelurahan Patimuan, Kelas 2 :
pemerintah daerah (Pemda) Diagnosa Keperawatan :
setempat kurang tanggap dengan (00120) Harga diri rendah
kejadian gangguan jiwa di situasional pada remaja di
masyarakat. Pemda masih focus kelurahan Patimuan b.d
dengan masalah-masalah yang gangguan gambaran diri yang
sifatnya medis misalnya demam dimanifestasikan dengan
berdarah, diare, kusta, terkait akibat dimarahi dan
program-program imunisasi diperlakukan kasar oleh orang
lengkap. tua
Hasil Angket/Kuesioner :
Kondisi ekonomi yang sedang
sulit disebagian keluarga
kelurahan Patimuan, maka
kesejahteraannya rendah, karena
kesejahteraan ekonomi yang
rendah maka ada sebagian
keluarga yang mengalami sedikit
gangguan jiwa seperti seringnya
marah-marah pada anak (40%)
sehingga anak mengalami

20
gangguan konsep diri, karena
kebanyakan warga hanya petani,
pada saat musim tidak
mendukung untuk bertani
sebagian warga beralih ke
pekerjaan yang sama seperti
mengojeg (60%) sehingga
menyebabkan saingan dan juga
pendapatan yang kurang maka
para orangtua merasa tidak
mampu dan selalu pesimis.
Hasil Wawancara :
Berdasarkan hasil wawancara,
akses pelayanan kesehatan jiwa
terhadap masyarakat kurang
terjangkau, ada puskesmas
pembantu dikelurahan Patimuan
itupun melayani penyakit yang
umum dimasyarakat seperti flu,
batuk dan panas. Puskesmas di
kecamatan harus menempuh
jarak 10 km untuk mengakses
pelayanan kesehatan tersebut.

21
22
3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Data
Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi
Data Pendukung Masalah Kesehatan :
Studi Dokumentasi : (00120) Harga diri rendah Pencegahan Primer Pencegahan Primer
Di kelurahan situasional pada Domain III : Domain III : Kesehatan
Patimuan, pemerintah remaja di Kesehatan Psikososial
daerah (Pemda) kelurahan Psikososial Kelas S : Pendidikan Pasien
setempat kurang Patimuan b.d Kelas M : Intervensi :
5510
tanggap dengan gangguan Kesejahteraan Pendidikan kesehatan
5520
kejadian gangguan gambaran diri Psikososial Fasilitasi pembelajaran
5540
jiwa di masyarakat. yang Kriteria hasil : Peningkatan kesiapan
Pemda masih focus dimanifestasikan 120501 Verbalisasi pembelajaran
dengan masalah- dengan akibat penerimaan diri
masalah yang sifatnya dimarahi dan 120502 Penerimaan terhadap
medis misalnya diperlakukan keterbatasan diri
demam berdarah, kasar oleh orang Gambaran diri
diare, kusta, terkait tua 120505 Menghargai orang

23
program-program 120506 lain
imunisasi lengkap. Tingkat kepercayaan
Hasil 120511 diri
Angket/Kuesioner : Gambaran tentang
Kondisi ekonomi yang 120518 bangga pada diri

sedang sulit sendiri


disebagian keluarga Perasaan tentang
120519
kelurahan Patimuan, nilai diri
maka Pencegahan Sekunder
kesejahteraannya Domain III : Kesehatan
rendah, karena Pencegahan
Psikososial
kesejahteraan Sekunder
Kelas R : Bantuan Koping
ekonomi yang rendah Domain III :
Intervensi :
maka ada sebagian Kesehatan 5400
Peningkatan harga diri
keluarga yang Psikososial

mengalami sedikit Kelas M :

gangguan jiwa seperti Kesejahteraan

seringnya marah- Psikososial

marah pada anak 120503 Kriteria hasil :

24
(40%) sehingga anak Mempertahankan
mengalami gangguan 120504 posisi tegak
konsep diri, karena Mempertahankan
kebanyakan warga 120507 kontak mata

hanya petani, pada 120514 Komunikasi terbuka

saat musim tidak Penerimaan terhadap


mendukung untuk kritik yang
120515
bertani sebagian membangun
warga beralih ke Keinginan untuk
pekerjaan yang sama berhadapan muka
seperti mengojeg dengan orang lain
(60%) sehingga Pencegahan Tersier
menyebabkan saingan Domain III : Kesehatan
dan juga pendapatan Pencegahan Psikososial
yang kurang maka Tersier Kelas R : Bantuan Koping
para orangtua merasa Domain III : Intervensi :
Kesehatan 5230
tidak mampu dan Peningkatan Koping
Psikososial 5240
selalu pesimis. Konseling
Kelas M : 5270
Hasil Wawancara : Dukungan emosional

25
Berdasarkan hasil Kesejahteraan 5450 Terapi kelompok
wawancara, akses Psikososial
pelayanan kesehatan 120903 Kriteria hasil :

jiwa terhadap Memperoleh sumber


masyarakat kurang 120904 yang diperlukan

terjangkau, ada Memperoleh


puskesmas pembantu dukungan yang
120905
dikelurahan Patimuan diperlukan
itupun melayani Memulai perilaku
penyakit yang umum mencapai target
dimasyarakat seperti yang diarahkan dari
120907
flu, batuk dan panas. diri sendiri
Puskesmas di 120915 Mempertahankan
kecamatan harus harga diri positif
menempuh jarak 10 Mengungkapkan
km untuk mengakses niat untuk bertindak.
pelayanan kesehatan
tersebut.

26
4. POA (Plan of Action)

Diagnosa Penanggung
No. Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Dana
Keperawatan Jawab
1. Harga diri rendah Latihan Remaja di Sabtu, 16 Aula Masyarakat Kelompok 5
situasional pada kepemimpinan kelurahan April kelurahan
remaja di kelurahan (mengadakan training Patimuan 2022 Patimuan
Patimuan b.d motivasi dan pukul
gangguan penyuluhan tentang 10.00
gambaran diri yang bagaimana cara WIB
dimanifestasikan memecahkan
dengan akibat masalah)
dimarahi dan
diperlakukan kasar
oleh orang tua
Pembinaan keluarga Masyarakat Sabtu, 16 Aula Masyarakat Kelompok 5
sehat dan anggota di kelurahan April kelurahan
keluarga resiko Patimuan 2022 Patimuan

27
gangguan jiwa. pukul
11.00
WIB
Kerjasama LP dengan Masyarakat Minggu, Aula Masyarakat Kelompok 5
Dinas Kesehatan di kelurahan 17 April kelurahan
Kabupaten berupa Patimuan 2022 Patimuan
pengadaan kegiatan pukul
Life Skill Education 10.00
berupa pelatihan WIB
kewirausahaan
Terapi kelompok Masyarakat Minggu, Aula Masyarakat Kelompok 5
berupa cara di kelurahan 17 April kelurahan
peningkatan harga Patimuan 2022 Patimuan
diri pukul
Pemberian bimbingan 11.00
keagamaan (spiritual) WIB

28
Tanda
Diagnosa Pelaksanaan
Jam/Hari/Tanggal Tindakan Evaluasi Keperawatan Tangan
Keperawatan Ya Tidak
Perawat
Sabtu, 16 April Harga diri rendah Prevensi Primer Evaluasi Formatif :
2022 pukul 10.00 situasional pada  Melakukan S : remaja dan warga
WIB remaja di pendidikan √ kelurahan Patimuan
kelurahan kesehatan mengatakan sudah
Patimuan b.d  Memfasilitasi memahami mengenai

gangguan pembelajaran harga diri, motivasi, dan
gambaran diri  Meningkatkan cara memecahkan

yang kesiapan masalah.
dimanifestasikan pembelajaran O : antusias remaja dan
dengan akibat warga kelurahan Patimuan
dimarahi dan dalam memahami saat
diperlakukan penyuluhan
kasar oleh orang A : masalah teratasi
tua P : intervensi dihentikan

29
Evaluasi Sumatif :
S : remaja dan warga
kelurahan mulai
menerapkan pengetahuan
mengenai harga diri,
motivasi dan cara
memecahkan masalah
pada dirinya.
O : antusias remaja dan
warga kelurahan Patimuan
dalam menerapkan
pengetahuan harga diri,
motivasi, dan cara
memecahkan masalah
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
Sabtu, 16 April Harga diri rendah Prevensi Sekunder Evaluasi Formatif :
2022 pukul 11.00 situasional pada  Melakukan S : remaja kelurahan

30
WIB remaja di peningkatan √ Patimuan mengatakan
kelurahan harga diri memahami cara
Patimuan b.d meningkatkan harga diri
gangguan O : antusias remaja
gambaran diri kelurahan Patimuan dalam
yang melakukan cara
dimanifestasikan meningkatkan harga diri
dengan akibat A : masalah teratasi
dimarahi dan P : intervensi dihentikan
diperlakukan
kasar oleh orang Evaluasi Sumatif :
tua S : remaja kelurahan
mulai menerapkan cara
meningkatkan harga diri
O : antusias remaja
kelurahan Patimuan dalam
melakukan peningkatan
harga diri
A : masalah teratasi

31
P : intervensi dihentikan
Minggu, 17 April Harga diri rendah Prevensi Tersier Evaluasi Formatif :
2022 pukul 10.00- situasional pada  Melakukan S : remaja kelurahan
11.00 WIB remaja di peningkatan √ Patimuan mengatakan
kelurahan koping memahami mengenai
Patimuan b.d  Melakukan peningkatan koping,

gangguan konseling dukungan emosional.
gambaran diri  Melakukan Remaja kelurahan
yang dukungan Patimuan juga

dimanifestasikan emosional mengatakan mendapat
dengan akibat  Melakukan manfaat dalam melakukan
dimarahi dan terapi konseling dan terapi

diperlakukan kelompok kelompok
kasar oleh orang O : antusias remaja
tua kelurahan Patimuan dalam
melakukan konseling dan
terapi kelompok
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

32
Evaluasi Sumatif :
S : remaja kelurahan
mulai melakukan
peningkatan koping,
mengikuti konseling dan
terapi kelompok
O : antusias remaja
kelurahan Patimuan dalam
melakukan konseling dan
terapi kelompok
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

33
34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang
mempengaruhi kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau
sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004).
Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia,
karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika
seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit,
bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi
atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-
kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan
untuk menerima pelayanan kesehatan..
Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis
(serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia
dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan
merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan
sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan
orang lain.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai
pedoman bagi pembaca. Selain itu, diharapkan pembaca dapat
mengaplikasikan dan mengembangkan pemahaman yang sudah ada dan
menerapkannya dalam kehidupan sebagai perawaat yang professional.

35
DAFTAR PUSTAKA

Sari Indah Bardah., dkk. 2020. Asuhan keperawatan komunitas populasi


rentan : penyakit mental dan kecacatan. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” : Jakarta
Arisanti Nita., & Sunjaya Deni K. 2015. Gambaran Pemanfaatan Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Di Kecamatan Jatinangor.
Jurnal Sains dan Kesehatan (JSK). Vol 1 (1)

36

Anda mungkin juga menyukai