Anda di halaman 1dari 8

Nama : Maulidatul Jinani Firdausyah

NIM : 6130020049

Tugas : Penjelasan/Evaluasi (Hepatitis, Sirosis, Penyakit Hati Alkohol) Patologi Klinik

1. Hepatitis
Penyakit hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya peradangan pada hati. Penyakit Hepatitis merupakan suatu penyakit yang
mengalami proses inflamasi atau nekrosis pada jaringan hati yang disebabkan oleh
infeksi virus, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem
antibodi. Infeksi Hepatitis yang disebabkan oleh virus merupakan penyebab paling
banyak dari penyakit Hepatitis. Hepatitis terdiri dari hepatitis A, B, C, D, dan E.
Hepatitis A dan E sering muncul sebagai kejadian luar biasa, ditularkan secara afecal
oral dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut
dan dapat sembuh dengan baik. Sedangkan Hepatitis B, C dan D (jarang) ditularkan
secara parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan IaIu kanker
hati. Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar
240juta orang di antaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik, sedangkan untuk
penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5 juta
penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena Hepatitis.
A. Hepatitis A
 Penyebabnya adalah virus Hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis
di beberapa negara berkembang. Selain itu merupakan Hepatitis yang
ringan, bersifat akut, sembuh spontan/sempurna tanpa gejala sisa dan tidak
menyebabkan infeksi kronik.
 Penularannya melalui fecal oral. Sumber penularan umumnya terjadi
karena pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan
yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal hygiene rendah.
 Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya Ig M antibodi dalam serum
penderita.
 Gejalanya bersifat akut, tidak khas bisa berupa demam, sakit kepala, mual
dan muntah sampai ikterus, bahkan dapat menyebabkan pembengkakan
hati.
 Tidak ada pengobatan khusus hanya pengobatan pendukung dan menjaga
keseimbangan nutrisi.
 Pencegahannya melalui kebersihan lingkungan, terutama terhadap
makanan dan minuman dan melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS).
B. Hepatitis B
Hepatitis B Akut
 Etiologinya virus Hepatitis B dari golongan virus DNA.
 Masa inkubasi 60—90 hari.
 Penularannya vertikal 95% terjadi masa perinatal (saat persalinan) dan 5
% intra uterina. Penularan horizontal melalui transfusi darah, jarum suntik
tercemar, pisau cukur, tatto, transplahtasi organ.
 Gejala tidak khas seperti rasa lesu, nafsu makan berkurang, demam
ringan, nyeri abdomen sebelah kanan, dapat timbul ikterus, air kencing
warna teh.
 Diagnosis ditegakkan dengan test fungsi hati serum transaminase (ALT
meningkat), serologi HBsAg dan IgM anti HBC dalam serum.
 Pengobatan tidak diperlukan antiviral, pengobatan umumnya bersifat
simtomatis.
 Pencegahannya :
- Telah dilakukan penapisan darah sejak tahun 1992terhadap Bank
Darah melalui PMI.
- Imunisasi yang sudah masuk dalam program Nasional: HBO (<12
jam), DPT/HB1 (2 bulan), DPT/HB2 (S bulan), DPT/HB 3 (4 bulan).
- Menghindari faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penularan.

Hepatitis B Kronik

 Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut.


 Usia saat terjadinya infeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila
penularan terjadi saat bayi maka 95°d akan menjadi Hepatitis B kronik.
Sedangkan bila penularan terjadi pada usia balita› maka 20 — 30'X•
menjadi penderita Hepatitis B kronik dan bilapenularan saat dewasa maka
hanya 5% yang menjadi penderita Hepatitis B kronik.
 Hepatitis B kronik ditandai dengan HBsAg (Hepatitis B surfâce Antigen)
positif (>6 bln). Selain HBsAg, perlu diperiksa HbeAg (Hepatitis B E-
Antigen, anti-HBe dalam serum, kadar AIT [Alanin Amino T/arisferase),
IB\I- DNA (Hepatitis BVirus- Deoxyribunukleic Acid:Tj serta biopsi hath.
 Biasanya tanpa gejala.
 Sedangkan untuk pengobatannya saat ini telah tersedia 7 macam obat
untuk Hepatitis B (lnterferan a!fa- la, Peginterferon aIfa-2a, Lamivudin,
Adefovir, Entecavir, Telbivudin dan TenofoVir).
 Prinsip pengobatan tidak perlu terburu-buru tetapi janganterlambat.
 Adapun tujuan pengobatan memperpanjang harapan hidup, menurunkan
kemungkinan terjadinya sirosis hepatis atau hepatoma.
C. Hepatitis C
 Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati.
 Etiologi virus Hepatitis C termasuk golongan virus RNA (Ribo Nucleic
Acid).
 Masa inkubasi 2—24 minggu.
 Penularan Hepatitis C melalui darah dan cairan tubuh, peñularan masa
perinatal sangat kecil, melalui jarum suntik (lDUs, tatto) transplantasi
organ, kecelakaan kerja (petugas kesehatan), hubungan 'seJts dapat
menularkan tetapi sangat kecil.
 Kronisitasnya 80% penderita akan menjadi kronik.
 Pengobatan Hepatitis C: Kombinasi pegylated interferon dan ribavirin.
 Pencegahan Hepatitis C dengan menghindari faktor risiko karena sampai
saat iri belum tersedianya vaksin untuk Hepatitis C.
D. Hepatitis D
 Virus Hepatitis D paling jarang ditemukan tapi paling berbahaya.
 Hepatitis D, juga disebut virus delta, virus ini memerlukan virus Hepatitis
B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang
telah terinfeksi virus Hepatitis B.
 Tidak ada vaksin tetapi otomatis orang akan terlindungi jika telah
diberikan imunisasi Hepatitis
E. Hepatitis E
 Dahulu dikenal sebagai Hepatitis Non A-Non B
 Etiologi virus Hepatitis E termasuk virus RNA.
 Mata inkubasi 2 9 minggu.
 Penularan melalui fecal oral seperti Hepatitis A.
 Diagnosis dengan didapatkannya IgM danIgG a.ntiHEV pada penderita
yang terinfeksi.
 Gejalanya ringan menyerupai gejala flu, sampai ikterus.
 Pengobatannya belum ada pengobatan antivirus.
 Pencegahannya dengan menjaga kebersihan lingkungan, terutama
kebersihan makanan dan minuman.
 Vaksinasi Hepatitis E belum tersedia.
2. Sirosis
Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat
adanya nekrosis hepatoselular.
Etiologi tersering di negara barat ialah akibat konsumsi alkohol. Sementara di
Indonesia, sirosis utamanya disebabkan oleh hepatitis B dan/ atau C kronis (Bisa
lainnya spt hepatitis virus b c d, penyakit wilson, obat, dkk).
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala
awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas.
Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan
menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi
porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak
begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa,
sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Adapun penyebab sirosis hati, yaitu alcohol, hepatitis virus b/c.d, sirosis bilier
primer/sekunder, hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi a1-antitripsin, hepatitis
autoimun, sindorma budd-chiari, sirosis kardiak, obat dan toksik, skistosomiasis, dan
kriptogenik.
Klasifikasi Sirosis (Child – Turcotte)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium :
• Parameter hematologi : hemoglobin, leukosit, hitung trombosit, waktu
protombin (INR);
• Biokimia serum: bilirubin, transaminase (ALT dan AST), alkalin fosfatase,
y -glutamyl transpeptidase ( y GT), albumin dan globulin, imunoglobulin,
feritin serum dan saturasi transferin;
• Apabila ditemukan asites : kadar elektrolit (natrium, kalium, bikarbonat,
klorida), ureum dan kreatinin, serta urinalisis (urin tampung 24jam);
• Deteksi/pemantauan etiologi: penanda serologi hepatitis B dan C. profil
lipid dan glukosa. penanda autoimun, dan sebagainya.
2. Biopsi hati dan pemeriksaan histopatologis. mer upakan baku emas untuk
diagnosis dan klasifikasi derajat sirosis.
3. Pemeriksaan radiologi (non-invasif). bertujuan untuk:
• Deteksi nodul hati atau tanda hipertensi porta:USG hati, CT-scan/MRI;
• Penilaian kekakuan jaringan hati (derajat fibrosis): transien elastografi
(Fibroscan), MR elastrografi.
4. Pemeriksaanesofago-gastroduodenoskopi (EGD), baik untuk deteksi varises
esofagus.
5. Beberapa prediktor sirosis telah dikembangkan dengan menggunakan metode
indirek, antara lain:
• Umumnya rasio AST/ALT >l. Namun, rasio sebaliknya tidak
mengeksklusi kejadian sirosis.
• Skor APRI (indeks rasio AST/trombosit). Dapat digunakan untuk etiologi
hepatitis B kronis dan hepatitis C.
3. Penyakit Hati Alkohol
Alkohol liver disease (ALD) atau Penyakit Hati Alkoholik (PHA) adalah
kondisi penyakit hati yang dapat ditemui pada peminum alkohol berat. Diantara
kondisi ini beberapa didefinisikan dengan fitur histopatologi (steatosis alkohol,
steatohepatitis dan sirosis alkoholik) dan lain-lain terutama oleh gejala klinis
(hepatitis alkoholik). Steatosis atau fatty liver adalah suatu kondisi yang terjadi pada
90% peminum alkohol berat (O'Shea, 2010). Sedangkan, hepatitis alkoholik dan
sirosis adalah kondisi yang lebih parah dan berkembang 10-20% dari peminum berat,
sebagian besar ditemui pada orangorang dengan konsumsi alkohol selam 10-20 tahun
atau lebih (Lieber, 2015). Dalam sebuah survey terhadap lebih dari 30.000 orang di
Denmark yang minum bir kemungkinan untuk terjangkit penyakit hati lebih tinggi
dari pada minum wine (Savolainen, 2014).
Banyak faktor yang mendasari untuk menjelaskan patogenesis dari penyakit
hati alkoholik ini, termasuk di antaranya variasi dalam metabolisme alkohol,
sentrilobular hipoksia, dan inflamasi infiltrasi sel. Alkohol harus dimetabolisme agar
terjadi perlukaan pada hati dan ada beberapa jalur yang berkontribusi terhadap
metabolisme di hati ini. Jalur utama terjadi di hati dan dimulai dengan memecah
ethanol ke asetaldehida melalui enzim alkoholdehidroginase (ADH). Hal ini pada
gilirannya dipecah ke asetat oleh enzim aldehid dehidrogenase (ALDH). Pada pasien
dengan hepatitis alkoholik akan ditemukan inflamasi infiltrasi sel dan aktivasi
proinflamasi sitokin dan sel-sel inflamasi dalam darah. Sel Kupffer (makrofag dalam
hati) juga dapat menjadi sumber penting dari kerusakan karena mereka menghasilkan
sitokin inflamasi dan fibrogenic setelah diaktifkan oleh alkohol. Konsumsi alkohol
kronis pada akhirnya meningkatkan permeabilitas usus memungkinkan endotoksin ke
dalam darah portal
Non – Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Kondisi terkait Non-Alcoholic Steatohepatitis (NASH)
Kondisi diperoleh :
a. Obesitas
b. Diabetes mellitus
c. Hiperlipidemia
d. Rapid wight loss
e. Total parental nutrition
Prosedur operasi :
 Extensive small bowel reserction
 Jejunoileal bypass
 Gastropexy for weight reduction
Kondisi Lain
a. Obat-obatan
b. Small bowel diverticulum with bacterial overgrowth
Diagnosis
NASH bisa didiagnosis oleh konbinasi non-invasive test. Powell et al. mngajukan tiga
kriteria dari diagnosis NASH
a. A histologic picture of steatohepatitis
b. Evidence of minimal or no alcohol consumption (<40gr/weeks)
c. Absence of serologic evidence of viral hepatitis

Diagnosis Laboratorik dari Non-Alcohol Fatty Liver Disease (NAFLD)

Anda mungkin juga menyukai