Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL

MODUL INTEGRATIF KLINIS II

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

Tutor:

Meidyta Sinantryana Widyaswari, Sp.DV, FINDVSV

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2023
KELOMPOK PENYUSUN

Ketua Kelompok : Alvian Nugraha P 6130020021

Sekertaris 1 : Siti Muifa 6130020003

Sekertaris 2 : Aaliyah Yusmadewi 6130020035

Anggota : Jamilatul Jannah 6130020017

Achmad Murottal 6130020019

Maulidatul Jinani F 6130020049

Novanthy Nur Rohmadhani S 6130020068


LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN

No. Materi yang dinilai Presentase Nilai

1. Ketepatan pemilihan kata kunci dalam peta konsep 25%

2. Kesesuaian hubungan kata kunci dalam peta konsep 25%

3. Kesesuaian jawaban learning objective dengan kasus 25%


skenario

4. Pemilihan daftar pustaka dan sitasi 25%

Dosen Pembimbing

Meidyta Sinantryana Widyaswari,


Sp.DV, FINDVSV
DAFTAR ISI

KELOMPOK PENYUSUN .................................................................................. I


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. II
DAFTAR ISI ....................................................................................................... III
SKENARIO 1 .........................................................................................................1
LANGKAH I...........................................................................................................1
A. Kata Kunci .................................................................................................1
LANGKAH II ........................................................................................................1
A. Anamnesis ..................................................................................................1
B. Pemeriksaan Fisik .....................................................................................1
C. Pemeriksaan Penunjang ...........................................................................1
LANGKAH III ......................................................................................................2
A. Hipotesis awal ............................................................................................2
LANGKAH IV .......................................................................................................3
TABEL TPL &PPL ...............................................................................................3
LANGKAH V ........................................................................................................4
TABEL POMR ......................................................................................................4
LANGKAH VI ......................................................................................................5
LEARNING OBJECTIVE ...................................................................................5
LANGKAH VII .....................................................................................................6
JAWABAN LEARNING OBJECTIVE ..............................................................6
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi Dan Klasifikasi Insomnia ..6
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosis Banding Dari Kasus Diatas
(Sulit Tidur) ...............................................................................................6
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi Dan Patogenesis .................6
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Fisisologi Tidur ................................6
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi Gejala ..........................6
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Faktor Resiko, Komplikasi Dan
Prognosis Dari Insomnia ..........................................................................6
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Alur Diagnosis Insomnia .................6
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tatalaksana Dan Pencegahan
Insomnia .....................................................................................................6
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Kode Etik Kerahasiaan Pasien .......6
10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Aspek Keislaman Pada Kasus
Diatas ..........................................................................................................6
KESIMPULAN ......................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................8
SKENARIO 1
Seorang laki-laki 27 tahun datang ke dokter dengan keluhan sulit memulai
tidur. Sebeleum tidur pasien harus minum 2 tablet CTM, Paginya lelah dan lesu.
Mempunyai usaha digital online swasta (usaha besar), Tidak ada trauma kepala,
tidak memiliki riwayat penggunaan NAPZA. Pasien meminta dokter untuk
merahasiakan penyakitnya

STEP I
KATA KUNCI
1. Laki - laki usia 27 tahun
2. Sulit memulai tidur
3. Pasien meminta dokter unruk merahasiakan penyakitnya

DIAGNOSA BANDING
1. Insomnia Primer
2. Insomnia Sekunder
3. Kecemasan

STEP II:
ANAMNESIS
1) RPS
a. Kapan pasien mulai keluhan nya? Tidak ada keterangan
b. Apa kegiatan yang Bapak Lakukan Sebelum tidur? Tidak ada kegiatan
Cuma sulit tidur lalu memejamkan mata sebelum tidur
c. Bagaimana kualitas tidur nya, sehari berapa jam? Tidak ada keterangan
d. Apakah sering terbagun malam hari dan untuk tidur kembali? Tidak ada
e. Terbangun dari tidur di pagi hari? Terbangun dari tidur di pagi hari
merasa lelah
f. Apa sering mengantuk di pagi hari? Tidak
g. Apa keluhan pasien ini mengganggu aktivitas sehari hari? Tidak
h. Apa ada faktor yang memperberat? Terkadang meminum 2 tablet ctm
untuk tidur
i. Apa pasien mengkonsumsi kafein sebelum tiidur? Tidak
j. Ada keluhan lain? Tidak ada
k. Pasien memliki kecemasan? Tidak ada
2. RPD
a. Apakah dahulu pernah mengalami hal yang sama? Tidak ada
b. Apakah bapak punya penyakit bawaan? Tidak ada
c. Apa pernah mengalami kecelakaan? Tidak ada riwayat trauma kepala
d. Apakah bapak mengkonsumsi obat tertentu? Ctm ketika sulit tidur
e. Apa pasien mengkonsumsi obat obat terlarang? Tidak menggunakan
napza
f. Dahulu ada riwayat pemeriksaan? Tidak
3. RPK
a. Apakah dari keluarga ada yang mengalami hal yang serupa? tidak
b. Apakah di keluarga ada yang memiliki penyakit hipertensi atau
diabetes? tidak
4. RSE
a. Apa pekerjaan pasien? Memiliki perusahaan digital online
b. Apa merokok? Tidak
c. Apa ada stress yang disebabkan oleh pekerjaan? Tidak

PEMERIKSAAN FISIK
- GCS: 456
- Keadaan umum: baik
- Vital sign
TD: 120/70 mmHg dan tidak ditemukan kelainan fisiklainnya
- Neurologi: -
- Antropometri: -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Semua pemeriksaan penunjang belum dilakukan
STEP III
Hipotesis Awal
Kemungkinan diagnosis awal pada skenario diatas adalah insomnia primer
karena insomnia primer tidak disebabkan oleh keluhan lain

STEP IV
TABEL TPL - PPL

TPL PPL

1. Laki laki 27 tahun 1. Insomnia


2. Sulit memulai tidur

3. Saat terbangun pagi hari nerasa 2. Saat pagi hari merasa lelah dan lesu
letih dan lesu

4. Meminum tablet 2 ctm sebelum 3. meminum tablet ctm sebelum tidur


tidur

5. Tidak ada kegiatan sebelum tidur 4. mencoba untuk tidur dengan cara
6. sebelum tidur hanya saja sulit memejamkan mata sebelum tidur
untuk tidur dan mencoba
memejamkan mata sebelum tidur

7. Pemeriksaan Fisik
- TD: 120/70
- Tidak ditemukan kelainan
fisik
- GCS: 456

8. Pemeriksaan Penunjang
- Belum dilakukan
pemeriksaan penunjang
STEP V
POMR

INITIAL PLANING
ASSESMENT
Pemeriksaan Terapi Monitoring Edukasi
Penunjang

Insomnia -melakukan - Farmakologi -monitoring - Mengubah pola


pemeriksaan a. Alprazolam apakah gaya hidup
polysomnography 0,5 mg 3x1 pasien masih -mengubah
- EEG b. CTM sulit tidur suasana kamar
- CT Scan Kepala 4mgx1 tidur
- DL: HB untuk - Non Farmakologi - apa masih -menghindari
menentukan a. Konsultasi merasa aktivitas atau
apakah ada ke kelelahan konsumsi
anemia Psikiatrer saat bangun makanan yang
tidur di pagi dapat
hari mengganggu
- monitoring tidur pasien
alergi
pengobatan
STEP VI
LEARNING OBAJECTIVE
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi Dan Klasifikasi Insomnia
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosis Banding Dari Kasus Diatas
(Sulit Tidur)
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi Dan Patogenesis
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Fisisologi Tidur
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi Gejala
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Faktor Resiko, Komplikasi Dan Prognosis
Dari Insomnia
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Alur Diagnosis Insomnia
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tatalaksana Dan Pencegahan Insomnia
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Kode Etik Kerahasiaan Pasien
10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Aspek Keislaman Pada Kasus Diatas
STEP VII
JAWABAN LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi Dan Klasifikasi Insomnia
Insomnia adalah suatu kesulitan dalam memulai tidur,
mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan selama 1 bulan
atau lebih (Anggara & Annisa, 2019)
Klasifikasi :
a. Menurut Levenson, Kay & Buysee, (2014) bahwa terdapat dua jenis
insomnia:
1) Insomnia Akut yaitu insomnia yang terjadi dua sampai tiga
minggu dan disebabkan karena stres dan perasaan khawatir.
2) Insomnia Kronis yaitu insomnia yang sudah terjadi lebih dari
satu bulan.
b. Menurut Perlis & Gehram (2013) klasifikasi berdasarkan bentuk
insomnia yaitu:
1) Difficulty in Initiating Sleep (DIS) à Jenis ini sering
disebabkan karena tidur yang terjaga yang disertai
kecemasan dan faktor lain.
2) Difficulty in Maintaining Sleep (DMS) à Biasanya terbangun
secara tiba-tiba, atau pada saat-saat tertentu seperti merasa
pusing tiba-tiba kemudian terbangun.
3) Early Morning Waking (Sleep Offset Insomnia) à Sering
terjadi pada orang tua dan biasanya disebabkan karena
demensia, penyakit parkinson, gejala menopause, depresi,
dan obat-obatan.
c. Berdasarkan penyebabnya :
1) Insomnia Primer → Terjadi hyperarousal system yang
berlebihan. Fase REM sangat kurang dan fase NREM cukup.
Periode tidur mengalami pengurangan dan lebih sering
terbangun. Insomnia primer tidak berhubungan dengan
kejiwaan, masalah neurologi, masalah medis lain, ataupun
penggunaan obat tertentu, namun penyebabnya ialah
kebiasaan sebelum tidur, pola tidur dan lingkungan tempat
tidur
2) Insomnia Sekunder → disebabkan oleh masalah kejiwaan,
neurologi dan reaksi obat. Insomnia ini sering terjadi pada
orang tua. Pada insomnia sekunder karena penyakit organik,
kontinuitas tidur terganggu, contoh pada penderita artritis
yang mudah terbangun karena nyeri yang timbul.

2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosis Banding Dari Kasus Diatas


(Sulit Tidur)
a. Disomnia → Kondisi psikogenik primer dengan gangguan
utamanya jumlah, kualitas atau waktu tidur yang disebabkan oleh
faktor faktor emosi. Termasuk dalam gangguan ini :
1. Insomnia : kondisi dimana seseorang sulit untuk memulai /
mempertahankan tidur
2. Hipersomnia : kondisi yang ditandai dengan rasa kantuk
yang berlebih yang menyebabkan keinginan untuk tidur
yang lama sekitar 20 jam sehari
3. Narkolepsi : gangguan tidur yang gejala awalnya ditandai
dengan rasa kantuk yang tidak tertahankan di siang hari, lalu
pada umumnya berlanjut dengan tidur secara tiba tiba tanpa
mengenal waktu dan tempat
4. Gangguan siklus sirkardian : pola persisten gangguan tidur
yang dihasilkan baik dari jadwal tidur-bangun yang berubah
atau kesenjangan antara siklus alami tidur bangun dan
tuntutan terkait tidur seseorang.
b. Parasomnia → peristiwa episodik abnormal yang terjadi selama
tidur.
1. Somnabolisme : suatu kondisi dimana seseorang berjalan /
bergerak di sekeliling tempat tidur padahal sedang tertidur
lelap
2. Teror tidur / night terorris : episode berteriak disertai
dengan rasa takut yang intens dan memukul saat seseorang
masih tertidur
3. Nightmare : sebuah gangguan ansietas mimpi yang terjadi
dan ditandai dengan munculnya mimpi yang terus berulang
dari selama tidur dan mimpi terasa mengancam dan
menakutkan sehingga membuat tidur tidak aman dan
nyaman.

3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi Dan Patogenesis


A. Etiologi Insomnia
Penyebab insomnia dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
berdasarkan insomnia akut atau insomnia kronis.

a. Etiologi Insomnia Akut.

Penyebab Gangguan tidur Karakteristik

· Gangguan pola tidur dan


Stressor dalam kehidupan bangun Riwayat tidur yang normal
yang akut, perubahan · Jet lag sebelum dan sesudah
rutinitas keluarga atau · Perasaan kehilangan munculnya keluhan
jadwal tidur · Waktu kerja

(Islamiyah WR, 2018)

b Etiologi Insomnia Kronis.

Insomnia kronik adalah gangguan tidur terjadi setidaknya tiga kali


seminggu dan telah terjadi selama 3 bulan terakhir. Penyebab insomnia
kronis terbagi menjadi insomnia primer dan sekunder (dengan komorbid).
Penyebab Gangguan tidur Karakteristik

Insomnia primer - insomnia idiopatik Riwayat tidur yang normal


sebelum dan sesudah
- insomnia paradoksikal
munculnya keluhan
-insomniapsikofisiologis

Perubahan irama sirkadian - Advanced sleep phase Insomnia terkait dengan


syndrom gangguan periode tidur akibat
ketidaksesuaian irama
- Delayed sleep phase isirkadian dalam tubuh
syndrome dengan lingkungannya.

- Irreguler sleep-wake
pattern -Non-24 hour
sleep-wake syndrome

Behavioral disorder - Sleep hygiene yang Insomnia berkaitan dengan


buruk perilaku pasien yang
menyebabkan terjaga dan
- limit-setting sleep
tidak kondusif dengan
disorder
kondisi tidur.
- sleep onset
association disoder

- Altitude insomnia -
Faktor lingkungan Insomnia disebabkan oleh
- Gangguan tidur
karena kondisi lingkungan
akibat lingkungan atau faktor eksternal yang
- Insomnia karena alergi tidak kondusif dengan
makanan kondisi tidur.
- Gangguan tidur akibat
efek toksin

(Islamiyah WR, 2018)

B. Patogenesis
Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang
diproduksi oleh kelenjar di pineal otak yang berfungsi untuk membantu
merasa rileks , saat gelap kadar melatonin akan mulai meningkat dan
menyampaikan pesan ke tubuh untuk tertidur, melatonin merupakan
hormone katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh,
ketokolamin yang dilepaskan dari neuron neuron Reticular Activating
System akan menghasilkan hormon norepineprin yang akan merangsang
otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Adanya lesi pada pusat
pengatur tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan keadaan
siaga tidur. Pada orang dalam keadaan stress atau cemas, kadar hormon
ini akan meningkat dalam darah yang akan meransang sistem saraf
simpatik sehingga seseorang akan terus terjaga atau terbangun (Guyton,
2014).

4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Fisiologi Tidur


Tidur didefinisikan sebagai keadaan di mana terjadi penurunan atau
kehilangan kesadaran secara alami yang ditandai dengan menurunnya
aktivitas motorik dan sensorik, di mana anak masih dapat dibangunkan
dengan pemberian rangsang (Sekartini R, 2011).
Fisiologi tidur dibedakan menjadi dua tipe: tidur rapid eye
movement (REM) dan non-REM (NREM). Kedua tipe ini ditentukan oleh
perbedaan dalam pola electroencephalogram (EEG), gerakan mata, dan
tonus otot (Jus’at I, 2000).
Tidur NREM terdiri atas tiga atau empat tahap, tergantung pada
pilihan penentuan kriteria. Tahap 1 diamati pada transisi antara bangun dan
tidur. Tahap 2 ditandai dengan sering munculnya gelombang tidur (sleep
spindle) pada aktivitas ritme EEG dan K-kompleks tegangan tinggi lonjakan
lambat. Tahap 3 dan 4 dikenal sebagai tidur gelombang lambat atau slow
wave sleep (SWS) dan ditandai dengan aktivitas EEG tegangan tinggi yang
terus menerus secara predominan pada rentang frekuensi paling lambat
(Snell E, 2007). Rekomendasi saat ini pada penilaian tidur digunakan dua
tahap yang digabungkan menjadi satu.
Tidur REM berasal dari sering munculnya gerakan mata fasik
khusus untuk tipe tidur ini. Tidur REM juga ditandai oleh frekuensi
campuran aktivitas EEG dengan tegangan relatif rendah, hilangnya tonus
otot, frekuensi jantung dan napas yang ireguler (Snell E, 2007). Periode
tidur REM terjadi kira-kira 60% dari waktu tidur dalam beberapa minggu
pertama kehidupan (Seegers V, 2013).
Tidur REM dan NREM didistribusikan secara merata selama
beberapa bulan pertama setelah kelahiran. Selama masa kanak-kanak
proporsi tidur REM menurun hingga mencapai tingkat dewasa sekitar 20-
25% dari tidur malam hari total. Jumlah dan amplitudo SWS terbesar selama
masa kanak-kanak, cepat menurun selama masa pubertas dan kemudian
terus menurun secara bertahap sepanjang usia.
Selama periode tidur, NREM dan REM mempunyai siklus beberapa
kali. Panjang setiap siklus REM/ NREM, yang dikenal sebagai ritme tidur
ultradian, juga berubah seiring masa kanak-kanak. Selama masa bayi ritme
ultradian memiliki panjang siklus sekitar 50 menit. Selama masa kanak-
kanak hal ini meningkat hingga 90-110 menit yang bertahan hingga
sepanjang masa dewasa. Dengan demikian, anak-anak dan orang dewasa
yang sehat mengalami 4 sampai 5 periode NREM dan REM selama periode
tidur 8 jam. Proporsi NREM terbesar di awal periode tidur, sedangkan
proporsi terbesar REM terjadi di akhir periode tidur.
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi Gejala
Etiologi dan patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara
pasti tetapi insomnia dihubungkan dengan hipotesis peningkatan arousal
(Mai E, 2009). Arousal dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan
di ARAS ( ascending reticular activating system), hipotalamus, basal
forebrain yang berinteraksi dengan pusat-pusat pemicu tidur pada otak di
anterior hipotalamus dan talamus. Hyperarousal merupakan keadaan yang
ditandai dengan tingginya tingkat kesiagaan yang merupakan respon
terhadap situasi spesifik seperti lingkungan tidur (Buysse DJ, 2008).
Data psikofisiologi dan metabolic dari hyperarousal pada pasien
insomnia meliputi peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan
penurunan variasi periode jantung selama tidur. Kecepatan metabolik
seluruh tubuh dihitung melalui penggunaan O2 persatuan waktu ternyata
lebih tinggi pada pasien insomnia dibandingkan pada orang normal (Buysse
DJ, 2005).
Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan peningkatan
frekuensi gelombang beta pada EEG selama tidur NREM. Aktivitas
gelombang beta dikaitkan dengan aktivitas gelombang otak selam terjaga.
Penurunan dorongan tidur pada pasien insomnia dikaitkan dengan
penurunan aktivitas gelombang delta (Buysse DJ, 2008).
Data neuroendokrin tentang hyperarousal menunjukan peningkatan
level kortisol dan adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur,
terutama pada setengah bagian pertama tidur pada pasien insomnia (Buysse
DJ, 2008).Penurunan level melatonin tidak konsisten ditemukan (Buysse
DJ, 2005).
Data menurut functional neuroanatomi studies of arousal tentang
hyperarousal menunjukan pola-pola aktivitas metabolisme regional otak
selama tidur NREM melalui SPECT (single-photon emission computer
tomography) dan PET ( positron emission tomography). Pada penelitian
PET yang pertama pada insomnia primer terjadi peningkatan kecepatan
metabolisme glukosa baik pada waktu tidur maupun terjaga(Mai E, 2009).
Selama terjaga, pada pasien insomnia primer ditemukan penurunan aktivitas
dorselateral prefrontal cortical. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan hyperarousal pada tidur NREM dan hypoarousal frontal
selama terjaga, hal inilah yang menyebabkan keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh pasien baik pada saat terjaga maupun tidur (Buysse DJ,
2005).
Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat
terjadi peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan
aktivitas metabolik di kortek orbita frontal dan mengeluhkan kualitas tidur
yang buruk, hal ini juga mendukung hipotesis mengenai hyperarousal. Pada
pemeriksaan SPECT pada pasien insomnia primer, selama tidur NREM
terjadi hipoperfusi di berbagai tempat yang paling jelas pada basal ganglia.
Kesimpulan penelitian imaging mulai menunjukkan perubahan fungsi
neuroanatomi selama tidur NREM yang berkaitan dengan insomnia primer
maupun sekunder (Buysse DJ, 2005)

6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Faktor Resiko, Komplikasi Dan


Prognosis Dari Insomnia
A. Fakor Resiko
Faktor risiko seperti usia lanjut, jenis kelamin wanita,
penyakit penyerta (depresi dan penyakit lain), status sosial ekonomi
rendah menyebabkan insomnia. Sebuah studi metaanalisis dari 29 studi
mengenai insomnia mendapatkan wanita (41%) lebih berisiko
mengalami insomnia dibanding laki-laki. Insomnia meningkat seiring
pertambahan umur dan pada individu dengan status sosioekonomi
rendah (Philips, 2008)
Data yang didapatkan dari Canadian Community Health
Survey (CCHS) melaporkan lebih dari 20% penderita asthma,
arthritis/rhematik, masalah pada punggung atau diabetes dilaporkan
mengalami insomnia. Setelah dilakukan penyesuaian dengan faktor
demografi dan sosioekonomi, gaya hidup dan kondisi mental
didapatkan beberapa kondisi yang berhubungan dengan insomnia
seperti fibromyalgia, artri- tis/reumatik, masalah punggung belakang,
migren, penyakit jantung, kanker (Philips, 2008)
Selain pada pasien dengan penyakit fisik tertentu, insomnia
juga ditemukan pada 80% individu dengan diagnosis depresi dan 90%
pada individu dengan ansietas. Sebuah studi longitudinal yang
dilakukan oleh Le Blanc et al di Kanada, menemukan kejadian
insomnia ditemukan lebih banyak pada individu dengan depresi dan
ansietas.12 Penelitian pada pasien dewasa di Michigan, menemukan
insomnia terjadi dengan kemungkinan 4 kali lebih besar padaindividu
dengan depresi (LeBlanc, 2009)
B. Komplikasi
Komplikasi akibat dari insomnia dapat mempengaruhi fungsi
otak yang tepat. Otak menggunakan tidur sebagai proses aktif dimana
pada saat seseorang tidur otak akan melatih semua sel saraf dengan
melewatkan sinyal aktivitas listrik melalui semua sel saraf. Ketika sel
saraf otak tidak mendapatkan jumlah tidur yang cukup maka kerja
fungsi otak dalam hal menyimpan atau mengambil informasi dan
kemampuan untuk mentoleransi situasi stress dan berfungsi pada
tingkat yang lebih tinggi dapat terganggu dan tidak optimal (Driver et
al., 2012).
C. Prognosis
Prognois jangka panjang dari insomna primar menunjukkan
sangat baik jika intervensi dan perawatan dilakukan dengan baik dan
tepat waktu (Fernandez, 2013)

7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Alur Diagnosis Insomnia


1. Anamnesis
anamnesis yang lengkap diagnosis insomnia bisa
ditegakkan. Beberapa data yang wajib didapatkan semacam data yang
mendalam mengenai keluhan yang dialami sangat diperlukan buat
membantu menegakan diagnosis, seperti apakah tidak bisa tidur yang
dikeluhkan berhubungan dengan kendala disaat mengawali tidur,
mempertahankan tidur, bangun tidur terlalu pagi, tidur yang tidak
menyegarkan atau kombinasinya. Apabila kendala mengawali tidur
berhubungan dengan restless leg syndrome sebaliknya kendala bangun
terlalu pagi berhubungan dengan gangguan tekanan mental. Tambahan
data semacam onset, frekuensi, penyakit penyerta, aspek yang
memperberat serta memperingan juga bisa membantu dalam
menegakkan diagnosis. Apabila perjalannya panjang tanpa disertai
penyakit penyerta menunjukkan insomnia primer yang kronik,
sebaliknya tidak bisa tidur yang diiringi penyakit penyerta menandakan
insomnia sekunder.

Ditanyakan juga jadwal tidur meliputi waktu tidur, latensi


tidur, lamanya waktu tidur, waktu untuk mengawali kembali tidur, waktu
bangun, waktu yang dihabiskan ditempat tidur, waktu total tidur mesti
dikaji. Apabila ditemui pilihan waktu tidur tidak cocok dengan
realitasnya menunjukkan terdapatnya kendala tidur irama sirkadian.
Digali pula data menimpa kegiatan tiap hari semacam jadwal kerja,
makan, berolahraga, lama serta waktu tidur siang. Apabila makan
ataupun olahraga waktunya berdekatan dengan waktu tidur akan
mengusik kemampuan untuk tidur dimalam hari. Pembahasan mengenai
rasa ngantuk selama hari, menyusutnya daya ingat serta konsentrasi,
tekanan mental, takut, gampang tersinggung, gangguaan dalam bekerja
ataupun dirumah juga perlu ditanyakan pada orang dekat penderita untuk
memastikan keluhan yang di informasikan penderita.Keadaan tidur
semacam keadaan ruangan meliputi pencahayaan, temperatur, tingkatan
kebisingan, pemakaian Televisi, computer selama waktu menjelang tidur
juga perlu ditanyakan kerena akan mengurangi kemampuan untuk tidur.

Sebagian penyakit yang timbul berbarengan dengan insomnia


perlu ditanyakan semacam penyakit medis( kardiovaskuler, paru- paru,
saraf, gastrointestinal, ginjal, endokrin), yang berhubungan dengan
gangguan psikiatri ( depresi gangguan bipolar, cemas, panic psikosis)
serta pemakaian zat semacam nikotin, alcohol, kafein) perlu ditanyakan
jumlah pemakaian, waktu serta frekuensinya.Sebagian penyakit yang
timbul berbarengan dengan insomnia perlu ditanyakan semacam
penyakit medis( kardiovaskuler, paru- paru, saraf, gastrointestinal, ginjal,
endokrin), yang berhubungan dengan gangguan psikiatri (depresi
gangguan bipolar, cemas, panic psikosis) serta pemakaian zat semacam
nikotin, alcohol, kafein) perlu ditanyakan jumlah pemakaian, waktu serta
frekuensinya. (G.A Dian Puspitha Candra.2013)

2. pemeriksaan tambahan

Pemerikasaan tambahan semacam sleep wake diaries, aktigrapi,


polisomnograpi telah dicoba untuk membantu diagnosis meski
validitasnya masih terbatas. Sleep wake diaries ialah pencatatan waktu
tidur yang dilakukan sepanjang 1- 2 pekan, pencatatan ini bermanfaat
untuk menegakkan pola tidur, variasi pada jam tidur, gangguan tidur dari
hari kehari. Aktigrafi ialah tata cara objektif untuk mengevaluasi pola
tidur serta beraktifitas dengan memakai peralatan yang sensitif terhadap
gerakan, digunakan pada pergelangan tangan yang tidak dominant. Pada
riset yang valid membuktikan ikatan antara pola aktigrafi serta tidur yang
dinilai melalui polisomnografi, meski aktigrafi bisa melebih- lebihkan
jumlah nyata dari tidur. Aktigrafi bertujuan untuk mengecek pola- pola
yang terjalin secara temporal, variasinya serta respon terhadap
pengobatan. Aktigrafi digunakan dalam mengevaluasi gangguan ritme
sirkadian tetapi belum seluruhnya valid. Polisomnografi ialah
perlengkapan yang sangat sensitif untuk membedakan tidur serta terjaga.
Pengecekan dengan perlengkapan ini tidak teratur digunakan untuk
mengevaluasi tidak bisa tidur kronik sebab pada banyak permasalahan
hanya mengkonfirmasi laporan subjektif dari penderita tanpa
mengindikasikan penyebab pasien terjaga, tetapi pada suasana tertentu
polisomnografi sangat bermanfaat semacam pada sleep apnea, periodic
limb movement, ataupun parasomnia syndrome.( G.A Dian Puspitha
Candra.2013)
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tatalaksana Dan Pencegahan
Insomnia
1. Tatalaksanan
Insomnia merupakan suatu gejala, bukan merupakan suatu
diagnosis, maka dari itu terapi yang diberikan yaitu dengan cara
simtomatik. walaupun insomnia merupakan suatu gejala, insomnia ini
bisa menjadi sangat mengganggu aktivitas dan produktivitas bagi
penderitanya, terutama penderita dengan usia produktif.maka dari
itu,penderita berhak mendapatkan terapi yang sewajarnya. Pendekatan
terapi pada penderita insomnia ini bisa dengan farmakologi atau non-
farmakologi,berdasarkan berat dan perjalanan dari pada gejala
insomnia itu sendiri.

A. Farmakologi
Meresepkan obat-obatan untuk penderita dengan insomnia harus
berdasarkan tingkat keparahan gejala di siang hari, dan sering diberikan
pada penderita dengan insomnia jangka pendek supaya tidak berlanjut pada
insomnia kronis. Terdapat beberapa pertimbangan dalam memberikan
pengobatan insomnia :
1) memiliki efek samping yang minimal
2) mempunyai onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai tidur
3) lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari.

obat tidur hanya digunakan dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 2-4
minggu.Secara dasarnya, penanganan dengan obat-obatan bisa
diklasifikasikan menjadi : benzodiazepine, non-benzodiazepine dan
miscellaneous sleep promoting agent

1) Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine telah lama digunakan dalam menangani
penderita insomnia karena lebih aman dibandingkan barbiturate pada era
1980-an. Namun akhir-akhir ini, obat golongan ini sudah mulai ditinggalkan
karena sering menyebab ketergantungan, efek toleran dan menimbulkan
gejala withdrawal pada kebanyakan penderita yang
menggunakannya.Selain itu, munculnya obat baru yang lebih aman yang
sekarang menjadi pilihan berbanding golongan ini. Kerja obat ini adalah
pada resepor γ-aminobutyric acid (GABA) post- synaptic, dimana obat ini
meningkatkan efek GABA (menghambat neurotransmitter di CNS) yang
memberi efek sedasi, mengantuk, dan melemaskan otot. Beberapa contoh
obat dari golongan ini adalah : triazolam,temazepam,dan lorazepam.
Efek samping dari obat golongan ini harus diperhatikan dengan
teliti. Efek samping yang paling sering adalah, merasa pusing, hipotensi dan
juga distress respirasi.Oleh sebab itu,obat ini harus diberikan secara hati-
hati pada penderita yang masalah respirasi kronis seperti penyakit paru
obstrutif kronis (PPOK).
Dari hasil penelitian, obat ini sering dikaitkan dengan fraktur akibat
jatuh pada penderita dengan usia lanjut dengan pemberian obat dengan kerja
yang lama maupun kerja singkat.

2) Non-benzodiazepine
Golongan non-benzodiazepine mempunyai efektifitas yang mirip
dengan benzodiazepine, tetapi mempunyai efek samping yang lebih ringan.
Efek samping seperti distress pernafasan, amnesia, hipotensi ortostatik dan
jatuh lebih jarang ditemukan pada penelitian-penelitian yang telah
dilakukan.

● Zolpidem merupakan salah satu derivate non-benzodiazepine yang banyak


digunakan untuk pengobatan jangka pendek.
● Zaleplon adalah pilihan lain selain zolpidem,dan juga merupakan derivat
pyrazolopyrimidine. Obat ini mempunyai waktu kerja yang cepat dan sangat
pendek yaitu 1 jam.Efektivitasnya sangat mirip dengan zolpidem, tetapi,
pada suatu penelitian, dikatakan obat ini memiliki efek yang lebih superior
berbanding zolpidem. Sering menjadi pilihan utama pada penderita dengan
usia produktif karena masa kerja obat yang sangat pendek sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari.
● Miscellaneous sleep promoting agent
Obat-obat dari golongan ini dikatakan mampu mempersingkat onset tidur
dan mengurangi frekuensi terbangun saat siklus tidur. Namun keterangan
ini masih belum mempunyai bukti secara signifikan.
Melatonin tersedia dalam bentuk sintetik maupun natural. Melatonin secara
alami diproduksi dalam tubuh manusia normal oleh kelenjar pineal. Melalui
penyelidikan, sekresi melatonin meningkat sewaktu onset tidur dimulai dan
mulai menurun saat bangun tidur.
Antihistamin adalah bahan utama dalam obat tidur. dephenydramine
citrate, diphenhydramine hydrochloride, dan docylamine succinate adalah
tiga derivate yang telah mendapat persetujuan dari FDA.2 Efek samping
dari obat ini adalah pusing, lemas dan mengantuk di siang hari ditemukan
hampir pada 10-25% penderita yang mengkonsumsi obat ini.Efikasi dari
obat ini dalam penanganan insomnia belum dapat dipastikan dengan
signifikan karena penelitian keterkaitan anti-histamine dengan penanganan
insomnia belum menemukan bukti yang kuat.
Antidepresan dengan dosis rendah seperti trazodone, amitriptyline,
doxepine, dan mitrazapine sering digunakan pada penderita insomnia tanpa
gejala depresi. Bukti efektivitas penggunaan antidepresan pada penderita
insomnia sangat tidak mencukupi. Namun, obat ini bisa diberikan karena
tidak memberikan efek samping dan harga obat ini yang sangat murah.

B. Non Farmakologi
Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia tipe
primer maupun sekunder. Banyak peneliti menyarankan terapi tanpa
medikamentosa pada penderita insomnia karena tidak memberikan efek
samping dan juga memberi kebebasan kepada dokter dan penderita untuk
menerapkan terapi sesuai keadaan penderita.Terapi tipe ini sangat
memerlukan kepatuhan dan kerjasama penderita dalam mengikuti segala
nasehat yang diberikan oleh dokter.Terdapat beberapa pilihan yang bisa
diterapkan seperti di bawah ini

1) Stimulus Conrol
Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset tidur
dengan tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat dipercepat.
Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada penderita
insomnia dapat meningkat 30-40 menit. Metode ini sangat tergantung
kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri dalam menjalankan
metode ini, seperti :
● Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar
kelelahan atau tiba waktu tidur
● Hanya gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhubungan sexual.
untuk kegiatan seperti Membaca, menonton TV, membuat kerja itu
tidak boleh dilakukan di tempat tidur
● Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk
kembali jika penderita sudah merasakan ingin tidur kembali
● Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi
● Hindari tidur di siang hari
2) Sleep Restiction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur hanya
waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini dilakukan
dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan
kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur.Metode ini memerlukan
waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada penderita berbanding
metode lain, namun sangat susah untuk memastikan penderita patuh
terhadap instruksi yang diberikan. Protocol sleep restriction seperti di
bawah :
● Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan
melalui catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita
sekurang-kurangnya 2 minggu
● Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur
Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan menggunakan
rumus (jumlah jam tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
● Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%,
sebaliknya kurangi 15-20 menit jika < 80%, atau pertahankan
jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
● Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang
dilakukan
● Jangan tidur kurang dari 5 jam
● Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam
Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur
kurang dari 75%
3) Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan
lingkungan penderita dalam rangka meningkatkan kualitas tidur penderita
itu sendiri.
Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer.
Pada suatu studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk biasanya
mempunyai kebiasan sleep hygiene yang buruk. Penelitian lain menyatakan,
seseorang dengan sleep hygiene yang baik, bangun di pagi hari dalam
suasana yang lebih bersemangat dan ceria.Terkadang, penderita sering
memikirkan dan membawa masalah-masalah ditempat kerja, ekonomi,
hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur, sehingga mengganggu
tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan dilakukan
penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah ini:
● Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum
tidur
● Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang,
suhu ruangan yang terlalu dingin atau panas
● Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
● Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman dengan penderita
● Hindari makanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur
● Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu di
tempat tidur
● Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari
melakukan aktivitas yang berat sebelum tidur
4) Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk
mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan
akibat insomnia. Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak
tidur dan ketakutan yang berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit
tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka lebih sering tidur di siang hari dengan
tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak efisien di malam hari.
namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka. Pada studi
yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi onset tidur
sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat
bermanfaat pada penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai efektifitas
yang sama dengan pengobatan dengan medikamentosa.(Ghaddafi M,2022)

Pencegahan
Insomnia dapat dicegah dengan cara menghidari faktor penyebab
insomnia meliputi Lebih lanjut menurut(Putu Arysta and I Gusti Ayu Indah,
2013)garis besar ada beberapa faktor yang menyebabkan
insomnia:Stress,depresi,kelainan-kelainan kronis,efeksamping
pengobatan,pola makan yang buruk, Kafein,nikotin,dan alkohol, kafein
dan nikotin adalah zat stimulant dan alkohol dapat mengacaukan pola
tidur,kurang berolahraga juga bisa menjadi faktor sulit tidur yang
signifikan.(Afriyani,R et all,2022)

9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Kode Etik Kerahasiaan Pasien


Prinsip-prinsip Etika Kedokteran
Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial
dalam kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat
moral (normatif) yang berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun
sikap kritis reflektif (das sein), yang bersumber pada 4 kaidah dasar moral
(kaidah dasar bioetika-KDB) beserta kaidah turunannya. Kaidah dasar
moral bersama dengan teori etika dan sistematika etika yang memuat nilai-
nilai dasar etika merupakan landasan etika profesi luhur kedokteran. Dalam
profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination),
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan
yang ditujukan ke kebaikan pasien;
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan
yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum
non nocere” atau “above all do no harm”,
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive justice)
(Suryadi, 2009).

Prinsip Autonomy

Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang berarti


sendiri dan ”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan atau hukum.
Awalnya otonomi dikaitkan dengan suatu wilayah dengan peraturan sendiri
atau pemerintahan sendiri atau hukum sendiri. Namun kemudian, otonomi
juga digunakan pada suatu kondisi individu yang maknanya bermacam-
macam seperti memerintah sendiri, hak untuk bebas, pilihan pribadi,
kebebasan berkeinginan dan menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi
individu adalah aturan pribadi atau perseorangan dari diri sendiri yang
bebas, baik bebas dari campur tangan orang lain maupun dari keterbatasan
yang dapat menghalangi pilihan yang benar, seperti karena pemahaman
yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya adalah seseorang
yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu
bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya. Terdapat berbagai pendapat
tentang penerapan prinsip otonomi. Meskipun demikian, secara umum ada
beberapa cara menerapkan prinsip otonomi, khususnya dalam praktek
kedokteran. Cara-cara tersebut antara lain:
1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)
2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)
3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential
information)
4. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien (obtain
consent for interventions with patients)
5. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask, help
others make important decision)

Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi


pasien. (Suryadi, 2009). Selain itu , seorang dokter wajib menghormati
martabat dan hak manusia, terutama hak untuk menentukan nasibnya
sendiri. Pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sesuai dengan keinginannya sendiri. Autonomy pasien harus
dihormati secara etik, dan di sebagain besar negara dihormati secara legal.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat
berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau
menolak tindakan medis. Melalui informed consent, pasien menyetujui
suatu tindakan medis secara tertulis. Informed consent menyaratkan bahwa
pasien harus terlebih dahulu menerima dan memahami informasi yang
akurat tentang kondisi mereka, jenis tindakan medik yang diusulkan, resiko,
dan juga manfaat dari tindakan medis tersebut. Dokter wajib menjaga
kerahasiaan dari seorang pasien itu sendiri karena sudah tertuang di dalam
panduan kode etik kedokteran Indonesia,yang tertulis "KEWAJIBAN
DOKTER TERHADAP PASIEN : Pasal 16 Setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien,bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia". Penjelasan dari
pasal tersebut adalah

Cakupan Pasal:
(1) Seorangdokter wajib merahasiakan apa yang dia ketahui tentang pasien
yang ia peroleh dari diri pasien tersebut dari suatu hubungan dokter - pasien
sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan tentang diagnosis
dan /atau pengobatan yang terkait diagnosis pasien kepada pihak ketiga atau
kepada masyarakat luas tanpa persetujuan pasien.
(3) Seorang dokter tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk
merugikan pasien, keluarga atau kerabat dekatnya dengan membukanya
kepada pihak ketiga atau yang tidak berkaitan.
(4) Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau
dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi dengan
mitra bestari atau organisasi profesinya terhadap pilihan keputusan etis yang
akan diambilnya.
(5) Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan implikasi sosial-
ekonomi-budaya dan legal terkait dengan pembukaan rahasia pasiennya
yang diduga/mengalami gangguan jiwa,penyakit infeksi menular seksual
dan penyakit lain yang menimbulkan stigmatisasi masyarakat
(6) Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan hukum dan
kemasyarakatan wajib menyampaikan hasil pemeriksaaan kepada pihak
berwewenang yang memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-
undangan.
(7) Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang pasien untuk
kepentingan pengobatan pasien tersebut, perintah undang-undang,
permintaan pengadilan, untuk melindungi keselamatan dan kehidupan
masyarakat setelah berkonsultasi dengan organisasi
profesi,sepengetahuan/ijin pasien dan dalam dugaan perkara hukum pihak
pasien telah secara sukarela menjelaskan sendiri diagnosis/pengobatan
penyakitnya di media massa/elektronik/internet.
(8) Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka rahasia jabatan dokter
dapat membawa konsekuensi etik, disiplin dan hukum. Selain itu
menyimpan kerahasiaan pasien juga tertuang pada sumpah dokter , "Saya
akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian
saya" (IDI ,2012)

10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Aspek Keislaman Pada Kasus Diatas


Sunnah Rasulullah sebelum tidur
Ilmu kedokteran telah banyak mengungkapkan manfaat dari metode Al-
Qur’an sebagai pengobatan kuratif. Di dalam kitab suci Al-Qur’an surat QS.
Ar-Ra’d, menyatakan Al-Qur’an diturunkan sebagai penyembuh dan
petunjuk bagi orang-oarang yang beriman DzYaitu orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.dz (QS.
Ar-Ra’d, 13:28). Tidur merupakan kegiatan saat tubuh kita mulai
beristirahat dengan tenang. Ada beberapa sunnah dari Rasulullah SAW
mengenai tidur itu sendiri.

1.Mengambil Wudhu
Mengutip dari buku yang bertajuk Sunnah Rasulullah Sehari-hari karya
Syaikh Abdullah bin Hamoud Al Furaih, berwudhu merupakan salah satu
amalan sunnah yang dicontohkan Rasul sebelum tidur. Hal ini didasarkan
dari hadits Al Bara bin Azib, Rasulullah SAW bersabda:

‫ﻋﻠَﻰ ِﺷِﻘَّﻚ اﻷ َْﯾَﻤﻦ‬ ْ ‫ ﺛ ُﱠﻢ ا‬، ‫ﺼﻼَِة‬


َ ‫ﺿ‬
َ ‫ﻄِﺠْﻊ‬ ُ ‫ﺿﺄ ْ ُو‬
‫ﺿﻮَءَك ِﻟﻠ ﱠ‬ ‫ﻀَﺠﻌََﻚ ﻓَﺘ ََﻮ ﱠ‬ َ ‫ِِإذَا أ َﺗ َْﯿ‬
ْ ‫ﺖ َﻣ‬

Artinya: "Jika engkau hendak mendatangi tempat tidurmu, hendaklah


engkau berwudhu seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi
kanan badanmu," (HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710).

2.Mengibas Kasur Sebelum Tidur di Atasnya

Bagi orang yang hendak tidur, disunnahkan untuk mengibas kasur dengan
bagian dalam sarungnya tiga kali dan membaca basmalah. Hal ini
berdasarkan pada hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Jika
salah seorang di antara kamu hendak mendatangi tempat tidurnya,
hendaknya ia mengibas kasurnya dengan bagian dalam sarungnya, karena
ia tidak mengetahui apa yang ada padanya, kemudian mengucapkan:

‫ﺖ َﺟْﻨِﺒﻰ‬
ُ ‫ﺿْﻌ‬
َ ‫ِﺑﺎْﺳِﻤَﻚ َرِﺑّﻰ َو‬

Artinya: "Dengan nama-Mu Wahai Tuhanku, aku baringkan punggungku,"


(HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710).

3. Membaca Doa Sebelum Tidur


Sebagaimana dalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah, ia
berkata:

‫ﻆ‬ ُ ‫ ِإذَا أ ََرادَ أ َْن ﯾَﻨَﺎَم ﻗَﺎَل » ِﺑﺎْﺳِﻤَﻚ اﻟﻠﱠُﮭﱠﻢ أ َُﻣﻮ‬- ‫ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬
َ َ‫ َوِإذَا اْﺳﺘ َْﯿﻘ‬. « ‫ت َوأ َْﺣﯿَﺎ‬ ‫َﻛﺎَن اﻟﻨﱠِﺒ ﱡ‬
ُ ‫ َوِإﻟَْﯿِﮫ اﻟﻨﱡ‬، ‫ِ اﻟﱠِﺬى أ َْﺣﯿَﺎﻧَﺎ ﺑَْﻌﺪَ َﻣﺎ أ ََﻣﺎﺗ َﻨَﺎ‬º‫» ُِﻣْﻦ َﻣﻨَﺎِﻣِﮫ ﻗَﺎَل » اْﻟَﺤْﻤﺪُ ِ ﱠ‬
‫ﺸﻮر‬

Artinya: "Apabila nabi shallallahu 'alaihi wasallam hendak tidur, beliau


mengucapkan doa: 'Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-
Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).' Dan apabila bangun tidur, Beliau
mengucapkan: "Alhamdulillahilladzii ahyaana ba'da maa amatana wailaihi
nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah
mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali)." (HR. Bukhari no.
6324).

4. Membaca Ayat Kursi Sebelum Tidur


Keutamaan membaca ayat kursi sebelum tidur yakni, Allah melindungi kita
dari gangguan setan hingga pagi harinya. Hal ini sesuai dengan hadits yang
diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW membenarkan perkataan
berikut ini:
ٌ ‫ِ َﺣﺎِﻓ‬Æ
‫ َوﻻَ ﯾَْﻘَﺮﺑَُﻚ‬، ‫ﻆ‬ ‫ﻋﻠَْﯿَﻚ ِﻣَﻦ ﱠ‬ ّ ِ ‫ﺖ ِإﻟَﻰ ِﻓَﺮاِﺷَﻚ ﻓَﺎْﻗَﺮأْ آﯾَﺔَ اْﻟُﻜْﺮِﺳ‬
َ ‫ﻰ ﻟَْﻦ ﯾََﺰاَل‬ َ ‫ﻓَﺬََﻛَﺮ اْﻟَﺤِﺪﯾ‬
َ ‫ﺚ ﻓَﻘَﺎَل ِإذَا أ ََوْﯾ‬
‫ﺼﺒِﺢ‬ َ ‫ﺷْﯿ‬
ْ ُ ‫ﻄﺎٌن َﺣﺘ ﱠﻰ ﺗ‬ َ َ

Artinya: "Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat
Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta'ala dan syetan
tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi," (HR. Bukhari).

5. Membaca Surat Pendek Sebelum Tidur


Dari Aisyah RA berkata:

ُ َ ‫ُ أ ََﺣﺪٌ ( َو ) ﻗُْﻞ أ‬Æ


ُ ‫ﻋﻮ ذ‬ ‫ﺚ ِﻓﯿِﮭَﻤﺎ ﻓَﻘََﺮأ َ ِﻓﯿِﮭَﻤﺎ ) ﻗُْﻞ ُھَﻮ ﱠ‬
َ َ‫َﻛﺎَن ِإذَا أ ََوى ِإﻟَﻰ ِﻓَﺮاِﺷِﮫ ُﻛﱠﻞ ﻟَْﯿﻠٍَﺔ َﺟَﻤَﻊ َﻛﻔﱠْﯿِﮫ ﺛ ُﱠﻢ ﻧَﻔ‬
‫ﻋﻠَﻰ َرأِْﺳِﮫ‬
َ ‫ﺴِﺪِه ﯾَْﺒﺪَأ ُ ِﺑِﮭَﻤﺎ‬
َ ‫ع ِﻣْﻦ َﺟ‬ َ َ ‫ﺴُﺢ ِﺑِﮭَﻤﺎ َﻣﺎ اْﺳﺘ‬
َ ‫ﻄﺎ‬ َ ‫ب اﻟﻨﱠﺎِس ( ﺛ ُﱠﻢ ﯾَْﻤ‬
ِ ّ ‫ﻋﻮذُ ِﺑَﺮ‬ ِ َ‫ب اْﻟﻔَﻠ‬
ُ َ ‫ﻖ ( َو ) ﻗُْﻞ أ‬ ِ ّ ‫ِﺑَﺮ‬
‫ث َﻣﱠﺮات‬ َ ‫ٍَوَوْﺟِﮭِﮫ َوَﻣﺎ أ َْﻗﺒََﻞ ِﻣْﻦ َﺟ‬
َ َ‫ﺴِﺪِه ﯾَْﻔﻌَُﻞ ذَِﻟَﻚ ﺛ َﻼ‬

Artinya: "Rasulullah SAW apabila hendak beranjak ketempat tidurnya


setiap malam, Beliau menyatukan kedua telapak tangannya lalu meniupkan
keduanya dan membacakan keduanya surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas.
Kemudian beliau mengusap dengan keduanya bagian mana saja
semampunya. Beliau memulainya dari atas kepala dan wajahnya serta
bagian belakang dari badannya. Beliau melakukan perkara itu tiga kali."
(HR. Muslim).

6. Menyegerakan Tidur Setelah Sholat Isya

Diriwayatkan dari Abi Barzah, ia berkata:

َ ‫ﺸﺎِء َواْﻟَﺤِﺪﯾ‬
‫ﺚ ﺑَْﻌﺪََھﺎ‬ َ ‫ َﻛﺎَن ﯾَْﻜَﺮهُ اﻟﻨﱠْﻮَم ﻗَْﺒَﻞ اْﻟِﻌ‬- ‫ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬- ِÆ ُ ‫أ َﱠن َر‬
‫ﺳﻮَل ﱠ‬

Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membenci tidur sebelum


shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya." (HR. Bukhari).
Untuk lebih lengkapnya kegiatan-kegiatan yang disunnahkan Rasulullah
SAW sebelum tidur meliputi kegiatan sebelum tidur terdiri dari mencuci
tangan dengan sabun, menyikat gigi, berwudhu masing-masing 1 kali,
membersihkan tempat tidur sambil membaca membaca Basmallah sebanyak
3 kali. Kegiatan berikutnya duduk di samping tempat tidur membaca
Basmallah dilanjutkan mendengarkan murottal Al-Qur’an surat Al-Ihlas,
Al-Falaq, An-Nas dan ayat kursi masing-masing 3 kali putaran selama 8
menit 50 detik. Setelah selesai mendengarkan Murottal Al-Qur’an
meniupkan ke tangan kemudian diusapakan ke seruruh tubuh sebanyak 3
kali kemudian membaca Alhamdulillah.Kegiatan selanjutnya melakukkan
dzikir yang terdiri dari Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar masing-
masing sebayak 33 kali dengan menggunakan tasbih. Selanjutnya mengatur
posisi tidur miring kanan, membaca do’a sebelum tidur, melapaskan
Astaghfirullaahal’azihiimi sampai dengan tertidur.

Terapi murottal Al-Qur’an dengan tempo yang lambat serta harmonis dapat
menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami
(serotonin). Mekanisme ini dapat memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak jantung,
denyut nadi dan aktivitas gelombang otak dan dapat meningkatkan perasaan
rileks atau nyaman, mengalihkan perhatian dari rasa takut atau kecemasan,
meningkatkan kualitas tidur.Melakukan dzikir mengeluarkan hormon beta
endorphin yang membuat pelakunya menjadi rileks dan mendapatkan
kebahagiaan, selain itu melakukan kegiatan sunnah Rosul sebelum tidur
dapat meningkatkan kualitas tidur. Melakukan penerapan sunnah Rosul
sebelum tidur, dapat memberikan efek positif bagi tubuh. Saat
mengamalkan kegiatan sunnah Rosul Muhammad SAW, maka yang
mengamalkannya akan mendapatkan banyak manfaat selain dari pahala
yaitu tidur menjadi lebih optimal (Putri el at ,2018).
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis didapatkan Seorang laki-laki 27 tahun datang ke
dokter dengan keluhan sulit memulai tidur. Sebeleum tidur pasien harus minum 2
tablet CTM, Paginya lelah dan lesu. Mempunyai usaha digital online swasta (usaha
besar), Tidak ada trauma kepala, tidak memiliki riwayat penggunaan NAPZA.
Pasien meminta dokter untuk merahasiakan penyakitnya. Sehingga dapat
disimpulkan pasien mengalami insomnia primer.
MIND MAPPING
DAFTAR PUSTAKA
Putri , Diyanah Syolihan Rinjani, Sri , Nabawiyati Nurul Makiyah, dan Dewi
Puspita. 2018. Penerapan Sunnah Rosul Sebelum Tidur Meningkatkan
Kualitas Tidur Pasien Kanker Payudara, Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol. 18 , No. 2, Hal. 62-63.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta :
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Islamiyah WR. Panduan Tatalaksana Gangguan Tidur. Jakarta:Sagung Seto;
2018: 8-9
Suryadi , Taufik. 2009. PRINSIP-PRINSIP ETIKA DAN HUKUM DALAM
PROFESI KEDOKTERAN. Tim Bioetika dan Humaniora FK Unsyiah
Banda Aceh : Pertemuan Nasional V JBHKI dan Workshop III Pendidikan
Bioetika dan Medikolegal di Medan
Philips BA, Collop NA, Drake C, Consens F, Vgontazas AN, Weaver TE. Sleep
disorder and medical condition in women, Journal of women health. 2008;
17(7):1191-9.
LeBlanc M, Merette C, Savard J, Ivers H, Baillargeon L, Morin CM. Incidence
and risk factor for insomnia in a population-based sample. Sleep. 2009;
32(8):1027-37
Ghaddafi,M(2022).Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi atau Non-
Farmakologi.E-Jurnal Medika Udayana.Vol 11 No.8
Guyton A.C, dan Hall, J.E.,(2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 12.
Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier.
Afriyani,R et all(2022).Edukasi Pencegahan Insomnia Berulang pada Guru
Sekolah Dasar 21 Gelumbang.Khidmah.ikestmp.ac.id.Vol.4 No.2
Buysse DJ. Chronic Insomnia. Am J Psychiatry. 2008; 165(6): 678-686
Buysse DJ, et al. Insomnia. The Journal of Lifelong Learning In Psychiatry . 2005;
3(4): 568-584.
Mai E, Buysse DJ. Insomnia: Prevalence, Impact, Pathogenesis,
DifferentialDiagnosisi, and Evaluation. The Journal of Lifelong Learning
In Psychiatry. 2009; 7(4): 491-498
Fernandez-Mendoza, J., & Vgontzas, A. N. (2013). Insomnia and its impact on
physical and mental health. Current psychiatry reports, 15, 1-8.
Sekartini R. Tidur pengaruhi tumbuh kembang anak [Internet]. 2011;Available
from: http://tumbuhkembang.net/tag/perkembangan-anak/ page/10/
Jus’at I, Jauhari A. Review antropometri secara nasional dan internasional. In:
Kumpulan makalah diskusi pakar bidang gizi tentang ASI, makanan
pendamping ASI, antropometri, dan BBLR. Cipanas: 2000.
Snell E, Adam E, Duncan J. Sleep and the body mass index and overweight status
of children and adolescents. Child Development 2007;78:309–23.
Seegers V, Petit D, Falissard B, Vitaro F, Tremblay RE, Montplaisir J, et al. Short
sleep duration and body mass index: a prospective longitudinal study in
preadolescence. American journal of epidemiology [Internet] 2011 [cited
2013 Aug 18];173:621–9. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/21303806

G.A Dian Puspitha Candra.2013. Diagnosis And Management Chronic Insomnia.


SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai