DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
Tutor:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2023
KELOMPOK PENYUSUN
Dosen Pembimbing
STEP I
KATA KUNCI
1. Laki - laki usia 27 tahun
2. Sulit memulai tidur
3. Pasien meminta dokter unruk merahasiakan penyakitnya
DIAGNOSA BANDING
1. Insomnia Primer
2. Insomnia Sekunder
3. Kecemasan
STEP II:
ANAMNESIS
1) RPS
a. Kapan pasien mulai keluhan nya? Tidak ada keterangan
b. Apa kegiatan yang Bapak Lakukan Sebelum tidur? Tidak ada kegiatan
Cuma sulit tidur lalu memejamkan mata sebelum tidur
c. Bagaimana kualitas tidur nya, sehari berapa jam? Tidak ada keterangan
d. Apakah sering terbagun malam hari dan untuk tidur kembali? Tidak ada
e. Terbangun dari tidur di pagi hari? Terbangun dari tidur di pagi hari
merasa lelah
f. Apa sering mengantuk di pagi hari? Tidak
g. Apa keluhan pasien ini mengganggu aktivitas sehari hari? Tidak
h. Apa ada faktor yang memperberat? Terkadang meminum 2 tablet ctm
untuk tidur
i. Apa pasien mengkonsumsi kafein sebelum tiidur? Tidak
j. Ada keluhan lain? Tidak ada
k. Pasien memliki kecemasan? Tidak ada
2. RPD
a. Apakah dahulu pernah mengalami hal yang sama? Tidak ada
b. Apakah bapak punya penyakit bawaan? Tidak ada
c. Apa pernah mengalami kecelakaan? Tidak ada riwayat trauma kepala
d. Apakah bapak mengkonsumsi obat tertentu? Ctm ketika sulit tidur
e. Apa pasien mengkonsumsi obat obat terlarang? Tidak menggunakan
napza
f. Dahulu ada riwayat pemeriksaan? Tidak
3. RPK
a. Apakah dari keluarga ada yang mengalami hal yang serupa? tidak
b. Apakah di keluarga ada yang memiliki penyakit hipertensi atau
diabetes? tidak
4. RSE
a. Apa pekerjaan pasien? Memiliki perusahaan digital online
b. Apa merokok? Tidak
c. Apa ada stress yang disebabkan oleh pekerjaan? Tidak
PEMERIKSAAN FISIK
- GCS: 456
- Keadaan umum: baik
- Vital sign
TD: 120/70 mmHg dan tidak ditemukan kelainan fisiklainnya
- Neurologi: -
- Antropometri: -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Semua pemeriksaan penunjang belum dilakukan
STEP III
Hipotesis Awal
Kemungkinan diagnosis awal pada skenario diatas adalah insomnia primer
karena insomnia primer tidak disebabkan oleh keluhan lain
STEP IV
TABEL TPL - PPL
TPL PPL
3. Saat terbangun pagi hari nerasa 2. Saat pagi hari merasa lelah dan lesu
letih dan lesu
5. Tidak ada kegiatan sebelum tidur 4. mencoba untuk tidur dengan cara
6. sebelum tidur hanya saja sulit memejamkan mata sebelum tidur
untuk tidur dan mencoba
memejamkan mata sebelum tidur
7. Pemeriksaan Fisik
- TD: 120/70
- Tidak ditemukan kelainan
fisik
- GCS: 456
8. Pemeriksaan Penunjang
- Belum dilakukan
pemeriksaan penunjang
STEP V
POMR
INITIAL PLANING
ASSESMENT
Pemeriksaan Terapi Monitoring Edukasi
Penunjang
- Irreguler sleep-wake
pattern -Non-24 hour
sleep-wake syndrome
- Altitude insomnia -
Faktor lingkungan Insomnia disebabkan oleh
- Gangguan tidur
karena kondisi lingkungan
akibat lingkungan atau faktor eksternal yang
- Insomnia karena alergi tidak kondusif dengan
makanan kondisi tidur.
- Gangguan tidur akibat
efek toksin
B. Patogenesis
Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang
diproduksi oleh kelenjar di pineal otak yang berfungsi untuk membantu
merasa rileks , saat gelap kadar melatonin akan mulai meningkat dan
menyampaikan pesan ke tubuh untuk tertidur, melatonin merupakan
hormone katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh,
ketokolamin yang dilepaskan dari neuron neuron Reticular Activating
System akan menghasilkan hormon norepineprin yang akan merangsang
otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Adanya lesi pada pusat
pengatur tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan keadaan
siaga tidur. Pada orang dalam keadaan stress atau cemas, kadar hormon
ini akan meningkat dalam darah yang akan meransang sistem saraf
simpatik sehingga seseorang akan terus terjaga atau terbangun (Guyton,
2014).
2. pemeriksaan tambahan
A. Farmakologi
Meresepkan obat-obatan untuk penderita dengan insomnia harus
berdasarkan tingkat keparahan gejala di siang hari, dan sering diberikan
pada penderita dengan insomnia jangka pendek supaya tidak berlanjut pada
insomnia kronis. Terdapat beberapa pertimbangan dalam memberikan
pengobatan insomnia :
1) memiliki efek samping yang minimal
2) mempunyai onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai tidur
3) lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari.
obat tidur hanya digunakan dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 2-4
minggu.Secara dasarnya, penanganan dengan obat-obatan bisa
diklasifikasikan menjadi : benzodiazepine, non-benzodiazepine dan
miscellaneous sleep promoting agent
1) Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine telah lama digunakan dalam menangani
penderita insomnia karena lebih aman dibandingkan barbiturate pada era
1980-an. Namun akhir-akhir ini, obat golongan ini sudah mulai ditinggalkan
karena sering menyebab ketergantungan, efek toleran dan menimbulkan
gejala withdrawal pada kebanyakan penderita yang
menggunakannya.Selain itu, munculnya obat baru yang lebih aman yang
sekarang menjadi pilihan berbanding golongan ini. Kerja obat ini adalah
pada resepor γ-aminobutyric acid (GABA) post- synaptic, dimana obat ini
meningkatkan efek GABA (menghambat neurotransmitter di CNS) yang
memberi efek sedasi, mengantuk, dan melemaskan otot. Beberapa contoh
obat dari golongan ini adalah : triazolam,temazepam,dan lorazepam.
Efek samping dari obat golongan ini harus diperhatikan dengan
teliti. Efek samping yang paling sering adalah, merasa pusing, hipotensi dan
juga distress respirasi.Oleh sebab itu,obat ini harus diberikan secara hati-
hati pada penderita yang masalah respirasi kronis seperti penyakit paru
obstrutif kronis (PPOK).
Dari hasil penelitian, obat ini sering dikaitkan dengan fraktur akibat
jatuh pada penderita dengan usia lanjut dengan pemberian obat dengan kerja
yang lama maupun kerja singkat.
2) Non-benzodiazepine
Golongan non-benzodiazepine mempunyai efektifitas yang mirip
dengan benzodiazepine, tetapi mempunyai efek samping yang lebih ringan.
Efek samping seperti distress pernafasan, amnesia, hipotensi ortostatik dan
jatuh lebih jarang ditemukan pada penelitian-penelitian yang telah
dilakukan.
B. Non Farmakologi
Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia tipe
primer maupun sekunder. Banyak peneliti menyarankan terapi tanpa
medikamentosa pada penderita insomnia karena tidak memberikan efek
samping dan juga memberi kebebasan kepada dokter dan penderita untuk
menerapkan terapi sesuai keadaan penderita.Terapi tipe ini sangat
memerlukan kepatuhan dan kerjasama penderita dalam mengikuti segala
nasehat yang diberikan oleh dokter.Terdapat beberapa pilihan yang bisa
diterapkan seperti di bawah ini
1) Stimulus Conrol
Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset tidur
dengan tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat dipercepat.
Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada penderita
insomnia dapat meningkat 30-40 menit. Metode ini sangat tergantung
kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri dalam menjalankan
metode ini, seperti :
● Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar
kelelahan atau tiba waktu tidur
● Hanya gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhubungan sexual.
untuk kegiatan seperti Membaca, menonton TV, membuat kerja itu
tidak boleh dilakukan di tempat tidur
● Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk
kembali jika penderita sudah merasakan ingin tidur kembali
● Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi
● Hindari tidur di siang hari
2) Sleep Restiction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur hanya
waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini dilakukan
dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan
kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur.Metode ini memerlukan
waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada penderita berbanding
metode lain, namun sangat susah untuk memastikan penderita patuh
terhadap instruksi yang diberikan. Protocol sleep restriction seperti di
bawah :
● Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan
melalui catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita
sekurang-kurangnya 2 minggu
● Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur
Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan menggunakan
rumus (jumlah jam tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
● Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%,
sebaliknya kurangi 15-20 menit jika < 80%, atau pertahankan
jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
● Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang
dilakukan
● Jangan tidur kurang dari 5 jam
● Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam
Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur
kurang dari 75%
3) Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan
lingkungan penderita dalam rangka meningkatkan kualitas tidur penderita
itu sendiri.
Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer.
Pada suatu studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk biasanya
mempunyai kebiasan sleep hygiene yang buruk. Penelitian lain menyatakan,
seseorang dengan sleep hygiene yang baik, bangun di pagi hari dalam
suasana yang lebih bersemangat dan ceria.Terkadang, penderita sering
memikirkan dan membawa masalah-masalah ditempat kerja, ekonomi,
hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur, sehingga mengganggu
tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan dilakukan
penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah ini:
● Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum
tidur
● Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang,
suhu ruangan yang terlalu dingin atau panas
● Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
● Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman dengan penderita
● Hindari makanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur
● Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu di
tempat tidur
● Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari
melakukan aktivitas yang berat sebelum tidur
4) Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk
mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan
akibat insomnia. Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak
tidur dan ketakutan yang berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit
tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka lebih sering tidur di siang hari dengan
tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak efisien di malam hari.
namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka. Pada studi
yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi onset tidur
sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat
bermanfaat pada penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai efektifitas
yang sama dengan pengobatan dengan medikamentosa.(Ghaddafi M,2022)
Pencegahan
Insomnia dapat dicegah dengan cara menghidari faktor penyebab
insomnia meliputi Lebih lanjut menurut(Putu Arysta and I Gusti Ayu Indah,
2013)garis besar ada beberapa faktor yang menyebabkan
insomnia:Stress,depresi,kelainan-kelainan kronis,efeksamping
pengobatan,pola makan yang buruk, Kafein,nikotin,dan alkohol, kafein
dan nikotin adalah zat stimulant dan alkohol dapat mengacaukan pola
tidur,kurang berolahraga juga bisa menjadi faktor sulit tidur yang
signifikan.(Afriyani,R et all,2022)
Prinsip Autonomy
Cakupan Pasal:
(1) Seorangdokter wajib merahasiakan apa yang dia ketahui tentang pasien
yang ia peroleh dari diri pasien tersebut dari suatu hubungan dokter - pasien
sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan tentang diagnosis
dan /atau pengobatan yang terkait diagnosis pasien kepada pihak ketiga atau
kepada masyarakat luas tanpa persetujuan pasien.
(3) Seorang dokter tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk
merugikan pasien, keluarga atau kerabat dekatnya dengan membukanya
kepada pihak ketiga atau yang tidak berkaitan.
(4) Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau
dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi dengan
mitra bestari atau organisasi profesinya terhadap pilihan keputusan etis yang
akan diambilnya.
(5) Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan implikasi sosial-
ekonomi-budaya dan legal terkait dengan pembukaan rahasia pasiennya
yang diduga/mengalami gangguan jiwa,penyakit infeksi menular seksual
dan penyakit lain yang menimbulkan stigmatisasi masyarakat
(6) Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan hukum dan
kemasyarakatan wajib menyampaikan hasil pemeriksaaan kepada pihak
berwewenang yang memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-
undangan.
(7) Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang pasien untuk
kepentingan pengobatan pasien tersebut, perintah undang-undang,
permintaan pengadilan, untuk melindungi keselamatan dan kehidupan
masyarakat setelah berkonsultasi dengan organisasi
profesi,sepengetahuan/ijin pasien dan dalam dugaan perkara hukum pihak
pasien telah secara sukarela menjelaskan sendiri diagnosis/pengobatan
penyakitnya di media massa/elektronik/internet.
(8) Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka rahasia jabatan dokter
dapat membawa konsekuensi etik, disiplin dan hukum. Selain itu
menyimpan kerahasiaan pasien juga tertuang pada sumpah dokter , "Saya
akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian
saya" (IDI ,2012)
1.Mengambil Wudhu
Mengutip dari buku yang bertajuk Sunnah Rasulullah Sehari-hari karya
Syaikh Abdullah bin Hamoud Al Furaih, berwudhu merupakan salah satu
amalan sunnah yang dicontohkan Rasul sebelum tidur. Hal ini didasarkan
dari hadits Al Bara bin Azib, Rasulullah SAW bersabda:
Bagi orang yang hendak tidur, disunnahkan untuk mengibas kasur dengan
bagian dalam sarungnya tiga kali dan membaca basmalah. Hal ini
berdasarkan pada hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Jika
salah seorang di antara kamu hendak mendatangi tempat tidurnya,
hendaknya ia mengibas kasurnya dengan bagian dalam sarungnya, karena
ia tidak mengetahui apa yang ada padanya, kemudian mengucapkan:
ﺖ َﺟْﻨِﺒﻰ
ُ ﺿْﻌ
َ ِﺑﺎْﺳِﻤَﻚ َرِﺑّﻰ َو
ﻆ ُ ِإذَا أ ََرادَ أ َْن ﯾَﻨَﺎَم ﻗَﺎَل » ِﺑﺎْﺳِﻤَﻚ اﻟﻠﱠُﮭﱠﻢ أ َُﻣﻮ- ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- ﻰ
َ َ َوِإذَا اْﺳﺘ َْﯿﻘ. « ت َوأ َْﺣﯿَﺎ َﻛﺎَن اﻟﻨﱠِﺒ ﱡ
ُ َوِإﻟَْﯿِﮫ اﻟﻨﱡ، ِ اﻟﱠِﺬى أ َْﺣﯿَﺎﻧَﺎ ﺑَْﻌﺪَ َﻣﺎ أ ََﻣﺎﺗ َﻨَﺎº» ُِﻣْﻦ َﻣﻨَﺎِﻣِﮫ ﻗَﺎَل » اْﻟَﺤْﻤﺪُ ِ ﱠ
ﺸﻮر
Artinya: "Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat
Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta'ala dan syetan
tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi," (HR. Bukhari).
َ ﺸﺎِء َواْﻟَﺤِﺪﯾ
ﺚ ﺑَْﻌﺪََھﺎ َ َﻛﺎَن ﯾَْﻜَﺮهُ اﻟﻨﱠْﻮَم ﻗَْﺒَﻞ اْﻟِﻌ- ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- ِÆ ُ أ َﱠن َر
ﺳﻮَل ﱠ
Terapi murottal Al-Qur’an dengan tempo yang lambat serta harmonis dapat
menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami
(serotonin). Mekanisme ini dapat memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak jantung,
denyut nadi dan aktivitas gelombang otak dan dapat meningkatkan perasaan
rileks atau nyaman, mengalihkan perhatian dari rasa takut atau kecemasan,
meningkatkan kualitas tidur.Melakukan dzikir mengeluarkan hormon beta
endorphin yang membuat pelakunya menjadi rileks dan mendapatkan
kebahagiaan, selain itu melakukan kegiatan sunnah Rosul sebelum tidur
dapat meningkatkan kualitas tidur. Melakukan penerapan sunnah Rosul
sebelum tidur, dapat memberikan efek positif bagi tubuh. Saat
mengamalkan kegiatan sunnah Rosul Muhammad SAW, maka yang
mengamalkannya akan mendapatkan banyak manfaat selain dari pahala
yaitu tidur menjadi lebih optimal (Putri el at ,2018).
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis didapatkan Seorang laki-laki 27 tahun datang ke
dokter dengan keluhan sulit memulai tidur. Sebeleum tidur pasien harus minum 2
tablet CTM, Paginya lelah dan lesu. Mempunyai usaha digital online swasta (usaha
besar), Tidak ada trauma kepala, tidak memiliki riwayat penggunaan NAPZA.
Pasien meminta dokter untuk merahasiakan penyakitnya. Sehingga dapat
disimpulkan pasien mengalami insomnia primer.
MIND MAPPING
DAFTAR PUSTAKA
Putri , Diyanah Syolihan Rinjani, Sri , Nabawiyati Nurul Makiyah, dan Dewi
Puspita. 2018. Penerapan Sunnah Rosul Sebelum Tidur Meningkatkan
Kualitas Tidur Pasien Kanker Payudara, Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol. 18 , No. 2, Hal. 62-63.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta :
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Islamiyah WR. Panduan Tatalaksana Gangguan Tidur. Jakarta:Sagung Seto;
2018: 8-9
Suryadi , Taufik. 2009. PRINSIP-PRINSIP ETIKA DAN HUKUM DALAM
PROFESI KEDOKTERAN. Tim Bioetika dan Humaniora FK Unsyiah
Banda Aceh : Pertemuan Nasional V JBHKI dan Workshop III Pendidikan
Bioetika dan Medikolegal di Medan
Philips BA, Collop NA, Drake C, Consens F, Vgontazas AN, Weaver TE. Sleep
disorder and medical condition in women, Journal of women health. 2008;
17(7):1191-9.
LeBlanc M, Merette C, Savard J, Ivers H, Baillargeon L, Morin CM. Incidence
and risk factor for insomnia in a population-based sample. Sleep. 2009;
32(8):1027-37
Ghaddafi,M(2022).Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi atau Non-
Farmakologi.E-Jurnal Medika Udayana.Vol 11 No.8
Guyton A.C, dan Hall, J.E.,(2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 12.
Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier.
Afriyani,R et all(2022).Edukasi Pencegahan Insomnia Berulang pada Guru
Sekolah Dasar 21 Gelumbang.Khidmah.ikestmp.ac.id.Vol.4 No.2
Buysse DJ. Chronic Insomnia. Am J Psychiatry. 2008; 165(6): 678-686
Buysse DJ, et al. Insomnia. The Journal of Lifelong Learning In Psychiatry . 2005;
3(4): 568-584.
Mai E, Buysse DJ. Insomnia: Prevalence, Impact, Pathogenesis,
DifferentialDiagnosisi, and Evaluation. The Journal of Lifelong Learning
In Psychiatry. 2009; 7(4): 491-498
Fernandez-Mendoza, J., & Vgontzas, A. N. (2013). Insomnia and its impact on
physical and mental health. Current psychiatry reports, 15, 1-8.
Sekartini R. Tidur pengaruhi tumbuh kembang anak [Internet]. 2011;Available
from: http://tumbuhkembang.net/tag/perkembangan-anak/ page/10/
Jus’at I, Jauhari A. Review antropometri secara nasional dan internasional. In:
Kumpulan makalah diskusi pakar bidang gizi tentang ASI, makanan
pendamping ASI, antropometri, dan BBLR. Cipanas: 2000.
Snell E, Adam E, Duncan J. Sleep and the body mass index and overweight status
of children and adolescents. Child Development 2007;78:309–23.
Seegers V, Petit D, Falissard B, Vitaro F, Tremblay RE, Montplaisir J, et al. Short
sleep duration and body mass index: a prospective longitudinal study in
preadolescence. American journal of epidemiology [Internet] 2011 [cited
2013 Aug 18];173:621–9. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/21303806