Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN BELAJAR MANDIRI

BLOK NEUROPSIKIATRI

“INSOMNIA”

RAIHAN SYIFA MAHARANI

1818011034

KELOMPOK TUTOR 14

PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
Skenario

INSOMNIA

Tn. Dani, 34 tahun, sudah menikah dan berprofesi sebagai seorang pengacara di
biro hukum yang cukup terkenal di suatu kota. Datang ke dokter dengan keluhan
tidak bisa tidur dengan nyenyak sejak 3 bulan yang lalu. Tn. Dani kesulitan untuk
memulai tidur dan sehari-hari berusaha untuk tidur pada pukul 11 tetapi baru
terlelap pada pukul 2 dini hari. Tn. Dani tidak memiliki masalah kesehatan dan tidak
mengonsumsi obat untuk waktu yang lama serta tidak meminum alkohol.

Pemeriksaan fisik :

 TTV
a. TD : 110/70 (normal)
b. Nadi : 80x / menit (normal)
c. Respirasi : 20x / menit (normal)
d. Suhu : 36,5oC (normal)
e. Sisa lainnya dbn termasuk status neurologi

 Status Mental
a. Kesadaran :compos mentis
b. Sikap :kooperatif
c. Perilaku dan aktifitas psikomotor :gelisah namun masih dapat
diarahkan
d. Pembicaraan :spontan, lancar, volume
cukup, artikulasi jelas, kuantitas dan kualitas cukup baik
e. Mood / afek / keserasian :cemas / luas / serasi
f. Persepsi :tidak ada gangguan persepsi
g. Pikiran :proses pikir koheren
h. Isi pikir :preokupasi gangguan tidur
i. Tilikan :derajat 4
j. Penilaian terhadap realita (RTA) :tidak terganggu

Dokter melakukan diagnose psikiatri multiaksial.


Learning Objective
1. Apa saja jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

untuk membantu penegakan diagnosis insomnia?


2. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien insomnia?

3. Bagaimana penjelasan mengenai kriteria diagnosis klinis


insomnia?
4. Bagaimana tatalaksana dari diagnosis pasien?

5. Apa saja langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk

menghindari gangguan insomnia?


Apa saja jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk membantu penegakan diagnosis insomnia?

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu dari penegakan


diagnosis insomnia antara lain :

1. Pemeriksaan polisomnografi
Polisomnografi mengacu pada proses sistematis yang digunakan untuk
mendapatkan hasil parameter fisiologis selama tidur. Polisomnografi (PSG)
adalah prosedur yang menggunakan elektroensefalogram, elektro-
okulogram, elektromiogram, elektrokardiogram, dan oksimetri nadi, serta
aliran udara dan upaya pernapasan, untuk mengevaluasi penyebab yang
mendasari gangguan tidur.Hal-hal yang dapat diukur dan ditentukan dengan
menggunakan polisomnografi antara lain :
a. Identifikasi tahap tidur.
b. Pemantauan fungsi kardiopulmoner.
c. Memantau gerakan tubuh saat tidur.

Hasil pemeriksaan polisomnografi pada pasien insomnia primer adalah


sebagai berikut :

a. Peningkatan latensi tidur


b. Penurunan total waktu tidur
c. Penurunan jumlah tidur NREM stadium 3
d. Peningkatan waktu terjaga setelah onset tidur
2. Sleep wake diaries
Sleep wake diaries merupakan pencatatan waktu tidur yang dilakukan
selama 1-2 minggu untuk menegakkan pola tidur, variasi pada jam tidur dan
gangguan tidur dari hari ke hari. Hal-hal yang dicatat pada form sleep wake
diaries antara lain : onset tidur/waktu mulai tidur, durasi tidur, waktu
bangun, kejadian terbangun di malam hari. Form sleep wake diaries juga
mencakup catatan mengenai asupan kafein, olahraga, dan suasana hati
pasien, yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi hubungan dengan
tidur.
3. Aktigrafi
Aktigrafi merupakan metode objektif untuk mengevaluasi pola tidur dan
beraktivitas dengan menggunakan peralatan yang sensitive terhadap
gerakan yang digunakan pada pergelangan tangan yang tidak dominan.

Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien insomnia?

Komplikasi dari insomnia dapat mempengaruhi fungsi otak yang tepat. Pada waktu
tidur, otak bekerja secara aktif untuk melatih semua sel saraf dengan mengirimkan
sinyal aktivitas listrik melalui semua sel saraf. Pada pasien insomnia, otak tidak
mendapatkan jumlah tidur yang cukup. Hal ini menyebabkan terganggunya serta
tidak optimalnya kerja fungsi otak untuk menyimpan atau mengambil informasi
serta kemampuan untuk mentoleransi situasi stress. Bukti penelitian juga
menyampaikan bahwa kekurangan waktu tidur dapat menyebabkan kenaikan dari
berat badan dan terjadinya obesitas.

Bagaimana penjelasan mengenai kriteria diagnosis klinis


insomnia?

Kriteria diagnostic dari gangguan insomnia yang dijelaskan oleh DSM-V yaitu :

A. Adanya keluhan utama mengenai ketidakpuasan pada kuantitas dan kualitas


tidur, terkait dengan satu (atau lebih) gejala berikut :
1. Kesulitan untuk memulai tidur (pada anak-anak, manifestasi yang
muncul berupa terjadinya kesulitan untuk tidur tanpa adanya intervensi
/ upaya dari orang tua atau pengasuh)
2. Kesulitan mempertahankan tidur, ditandai dengan seringnya pasien
terbangun atau terdapat kesulitan untuk tidur kembali setelah bangun
(pada anak-anak, hal ini dapat bermanifestasi sebagai kesulitan
kembali tidur tanpa intervensi pengasuh)
3. Terbangun pada pagi hari dengan ketidakmampuan untuk kembali
tidur
B. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, pendidikan, akademik, perilaku,
atau fungsi penting lainnya
C. Kesulitan untuk tidur setidaknya terjadi sebanyak 3 kali dalam seminggu
D. Kesulitan untuk tidur telah muncul selama 3 bulan
E. Kesulitan tidur terjadi meskipun terdapat waktu/kesempatan yang cukup
untuk tidur.
F. Insomnia tidak terjadi secara eksklusif atau tersendiri. Insomnia dapat
terjadi pada gangguan tidur-bangun lainnya seperti : narkolepsi, gangguan
tidur terkait pernapasan, gangguan tidur-bangun ritme sirkadian,
parasomnia.
G. Insomnia tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, dalam masa pengobatan).
H. Gangguan mental dan kondisi medis yang ada tidak cukup menjelaskan
keluhan utama insomnia.

Tentukan apabila :

 Episodic : Gejala berlangsung setidaknya 1 bulan tetapi kurang dari 3


bulan.
 Persistent : Gejala berlangsung selama 3 bulan atau lebih.
 Recurrent : Dua (atau lebih) episode dalam waktu 1 tahun.

Catatan : insomnia akut dan jangka pendek (yaitu, gejala yang berlangsung
kurang dari 3 bulan tetapi memenuhi semua kriteria yang berkaitan dengan
frekuensi, intensitas, kesusahan, dan/atau gangguan) harus dikodekan
sebagai gangguan insomnia tertentu lainnya.

Sementara untuk kriteria diagnostic gangguan insomnia menurut ICSD-3


mencakup keseluruhan dari poin-poin sebagai berikut :

A. Berdasarkan laporan pasien secara langsung atau hasil observasi


pendamping pasien, didapat 1 atau lebih keadaan sebagai berikut :
 Kesulitan untuk memulai tidur
 Kesulitan untuk mempertahankan tidur
 Bangun lebih awal dari yang diinginkan
 Adanya penolakan untuk tidur pada jadwal yang sesuai
 Kesulitan untuk tidur tanpa diberikan intervensi dari pendamping
B. Berdasarkan laporan pasien secara langsung atau hasil observasi
pendamping pasien terkait dengan kesulitan tidur di malam hari berupa :
 Kelelahan / malaise
 Gangguan konsentrasi, atensi, dan daya ingat / memori
 Gangguan interaksi sosial
 Mudah tersinggung / iritabel
 Timbul rasa kantuk pada siang hari
 Gangguan tingkah laku (hiperaktif, impulsif, agresif)
 Kehilangan motivasi
 Cenderung melakukan suatu kesalahan
 Memiliki rasa ketidakpuasan mengenai tidurnya
C. keluhan tidur / bangun yang dilaporkan tidak dapat dijelaskan semata-mata
pada kesempatan dan keadaan yang tidak memadai.
D. Gangguan tidur dan gejala siang hari terkait terjadi setidaknya 3x dalam
seminggu.
E. Gangguan tidur dan gejala siang hari terkait telah terjadi sekurang-
kurangnya 3 bulan
F. Kesulitan tidur/bangun tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan tidur
lainnya
Bagaimana tatalaksana dari diagnosis pasien?

Hal yang pasien alami sesuai dengan scenario adalah insomnia yang merupakan
suatu symptom. Terapi yang dapat diberikan dapat terbagi menjadi terapi
farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dari insomnia bersifat
simptomatik, terapi ini diberikan kepada pasien setelah menentukan tingkat
keparahan dari keluhan yang dialami pasien pada siang hari. Terapi farmakologi
juga diberikan untuk pasien dengan insomnia akut agar terhindar dari terjadinya
insomnia kronik. Berikut beberapa pertimbangan yang dpikirkan dalam pemberian
terapi farmakologi pada insomnia :
 Memiliki efek samping yang minimal
 mempunyai onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai tidur
 lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari

pemberian terapi farmakologi untuk insomnia tidak diperbolehkan secara terus-


menerus yaitu hanya pada kisaran waktu 2-4 minggu. Beberapa klasifikasi obat
untuk terapi insomnia antara lain :

1. Benzodiazepine
Kerja dari Benzodiazepine adalah berikatan pada reseptor γ-aminobutyric acid
(GABA) post- synaptic, dimana obat ini meningkatkan efek GABA
(menghambat neurotransmitter di CNS) yang memberi efek sedasi,
mengantuk, dan melemaskan otot contoh obat dari golongan Benzodiazepine
:
a. Triazolam
b. Temazepam
c. Lorazepam

Efek samping yang ditimbulkan : merasa pusing, tekanan darah rendah


(hipotensi), dan distress respirasi sehingga perlu diperhatikan pemberiannya
pada pasien PPOK.

Golongan obat Benzodiazepine sudah mulai ditinggalkan karena :

 Sering menyebab ketergantungan


 Munculnya efek toleran
 Menimbulkan gejala withdrawal
2. Non-Benzodiazepine
Memiliki tingkat efektifitas yang sebanding dengan Benzodiazepine namun
dengan efek samping yang lebih ringan. Beberapa derivate dari golongan non-
benzodiazepine antara lain :
a. Zolpidem = digunakan untuk pengobatan jangka pendek. Mekanisme
kerjanya dengan berikatan pada reseptor selektif α-1 subunit
GABAAreseptor tanpa efek samping seperti yang ditimbulkan oleh
golongan obat Benzodiazepine.
Keunggulan : dapat mempercepat onset tidur dan meningkatkan
jumlah waktu tidur serta mengurangi frekuensi terjadinya interupsi
sewaktu tidur tanpa menimbulkan efek rebound dan ketergantungan
pada penderita.

b. Zaleplon = derivat pyrazolopyrimidine. Mekanisme kerja obat ini


sama dengan mekanisme dari Zolpide yaitu berikatan pada reseptor
selektif α-1 subunit GABAAreseptor. Dijelaskan pada suatu penelitian
bahwa Zaleplon memiliki keefektifan yang sangat mirip dengan
Zolpidem namun dengan tingkatan yang lebih tinggi. Zaleplon sering
menjadi pilihan utama untuk pasien dengan umur produktif karena
tidak mengganggu kegiatan sehari-hari.
3. Miscellaneous sleep promoting agent
Obat-obat dari golongan ini dikatakan mampu mempersingkat onset tidur dan
mengurangi frekuensi terbangun saat siklus tidur. Contoh obat dari golongan
ini antara lain :
a. Melatonin = menstimulasi tidur dengan menekan signal bangun tidur
pada suprakiasmatik pada hipotamalamus. Melatonin tersedia dalam
bentuk sintetik maupun natural. Melatonin secara alami diproduksi
dalam tubuh manusia normal oleh kelenjar pineal. Sesuai dengan hasil
penelitian, pemberian melatonin dengan dosis berlebih / megadose
(300mg/hari) dapat menghambat fungsi dari ovarium sehingga
penggunaan melatonin dihindari untuk ibu hamil dan menyusui.
b. Antihistamin = bahan utama dalam obat tidur. Dephenydramine
citrate, Diphenhydramine hydrochloride, dan Docylamine succinate
adalah tiga derivate yang telah mendapat persetujuan dari FDA. Efek
samping dari obat ini berupa pusing, lemas dan mengantuk di siang
hari.
c. Antidepresan dengan dosis rendah seperti Trazodone, Amitriptyline,
Doxepine, dan Mirtazapine.

Untuk terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan pada pasien dengan insomnia
antara lain :
1. Sleep Restriction : Penderita menggunakan tempat tidur hanya pada waktu
tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas tidur penderita. Hal ini dilakukan dengan sebab berada
di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan kualitas tidur terganggu dan
terbangun saat tidur.

Protocol sleep restriction :


a. Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan
melalui catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita
sekurang-kurangnya 2 minggu. Batasi jam tidur pasien berdasarkan
perhitungan jumlah waktu tidur. Estimasi tidur yang efisien setiap
minggu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
(jumlah jam tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
b. Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%,
sebaliknya kurangi 15-20 menit jika < 80%, atau pertahankan jumlah
jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
c. Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan
melalui catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita
sekurang-kurangnya 2 minggu. Batasi jam tidur pasien berdasarkan
perhitungan jumlah waktu tidur. Estimasi tidur yang efisien setiap
minggu dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (jumlah jam
tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
d. Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang
dilakukan
e. Jangan tidur kurang dari 5 jam
f. Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak lebih dari 1 jam
g. Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi
tidur kurang dari 75%
2. Cognitive-behavioral therapy (CBT)
Treatment dengan menggunakan kombinasi teknik perilaku dan kognitif untuk
mengatasi perilaku tidur disfungsional, mispersepsi, dan pikiran yang
menyimpang dan mengganggu tentang tidur. Yang termasuk didalam teknik
behavior yaitu berupa universal sleep hygiene, stimulus control therapy, sleep
restriction therapy, relaxation therapies, dan biofeedback.
dokter membantu pasiennya untuk mengganti interpretasi yang irasional
terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistic atau
membantu pengendalian reaksi emosional yang terganggu, seperti kecemasan
dan depresi dengan mengajarkan mereka cara yang lebih efektif untuk
menginterpretasikan pengalaman mereka.
3. Sleep Hygiene
Pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur dengan
perubahan perilaku. Dijelaskan bahwa gaya hidup pasien mempengaruhi
kualitas tidurnya. Hal-hal yang mencakup dari sleep hygiene antara lain :
menjaga jam tidur dan gairah secara teratur, menghindari kafein berlebihan,
tidak makan makanan berat sebelum tidur, dan berolahraga yang cukup. Sleep
hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer. Terdapat
beberapa hal yang perlu dihindari dan dilakukan penderita untuk menerapkan
sleep hygiene yang baik, antara lain :
 Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum
tidur
 Meminimalisir suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang, suhu
ruangan yang terlalu dingin atau panas
 Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
 Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman
 Hindari makan makanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur
 Hindari membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu di
tempat tidur
 Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari melakukan
aktivitas yang berat sebelum tidur
4. Relaxation therapy
Relaxation therapy meliputi relaksasi otot progresif, latihan pernafasan dalam
serta meditasi. Relaksasi otot progresif melatih pasien untuk mengenali dan
mengendalikan ketegangan dengan melakukan serangkaian latihan, pada
latihan perrnafasan dalam maka pasien diminta untuk menghirup dan
menghembuskan nafas dalam perlahan – lahan.

Apa saja langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk


menghindari gangguan insomnia?

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk terhindar dari gangguan tidur insomnia
adalah dengan :

 membuat jadwal tidur


 membiasakan tidur tepat waktu
 minum susu
 mengurangi kafein
 meningkatkan ketenangan
DAFTAR PUSTAKA

Driver H, Gottschalk R, Hussain M, Morin CM, Shapiro C, & Zyl LV. 2012.
Insomnia in Adults and Children. Ontario, Canada: Joli Joco Publications Inc.

Rizqiea NS, Hartati E. Pengalaman Mahasiswa yang Mengalami Insomnia Selama


Mengerjakan Tugas Akhir. Nursing Studies. (1)1.2012 : 231-236.

Rundo JV, Downey R 3rd. Polysomnography. Handb Clin Neurol. 2019;160:381-


392. doi: 10.1016/B978-0-444-64032-1.00025-4. PMID: 31277862.

Sadock BJ, Sadock VA. 2014. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 11 th Edition. Lippincott Wiliams &
Wilkins. USA: A Wolter Kluwer Company.

Anda mungkin juga menyukai