Anda di halaman 1dari 5

Tambahan LO

1. Mahasiswa dapat menjelaskan cara penyebaran bakteri M tuberculosa dari paru


menyebar s.d. ke kulit, berapa lama waktu yang dibutuhkan, dan gold standard
pemeriksaan untuk penyakit TB ekstra pulmonal
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan
paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.Kompleks primer
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu inkubasi TB biasanya 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Masa inkubasi TB disebut waktu yang dibutuhkan kuman TB hingga
terbentuk kompleks primer secara lengkap. Pada saat terbentuknya kompleks primer
inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi
baik,begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer membentuk fibrosis setelah
mengalami nekrosis perkijuan atau enkapsulasi. Selama masa inkubasi, sebelum
terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB ekstrapulmonal mengenai tulang dan sendri dalam 1 tahun
atau 2-3 tahun kemudian. Mengnai ginjal setelah terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer

2. Mahasiswa dapat menjelaskan kriteria diagnosis TB MDR untuk TB ekstra paru dan
perbedaan treatment TB non MDR dengan TB MDR untuk TB ekstra paru.
Diagnosis dan pengobatan MDR-TB yang berhasil didasarkan pada tes
sensitivitas obat (DST) yang cepat dan tepat, yang memberikan bukti untuk memilih
obat yang efektif. Diagnosis TB Resistan obat, TBC MDR dan TBC XDR dilakukan
dengan menggunakan tes cepat dengan metode PCR (Xpert MTB/RIF), pemeriksaan
biakan serta uji kepekaan kuman terhadap obat TBC (Drugs Sensitivity Test/DST).
WHO menyarankan rejimen MDR-TB dengan setidaknya lima obat TB yang efektif,
termasuk pirazinamid dan empat obat TB lini kedua. Obat-obatan yang termasuk
dalam rejimen adalah fluoroquinolone, agen suntik, ethionamide atau prothionamide,
pyrazinamide, dan baik cycloserine atau paraaminosalisilat kasus TB (non mdr) yang
diverifikasi secara budaya resisten terhadap setidaknya satu obat lini pertama,
kombinasi empat kali lipat dengan isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z) dan
etambutol (E) direkomendasikan. Setelah "fase awal" 2 bulan yang mendahului
munculnya hasil resistensi, pasien dengan strain yang sepenuhnya sensitif kemudian
diobati dengan H dan R selama 4 bulan berikutnya pada fase kontinuitas berikutnya
3. Mahasiswa dapat menjelaskan apa dan bagaimana pemeriksaan untuk melihat adanya
resistensi obat pada bakteri M tuberculosa extra pulmoner
Pemeriksaa Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan M. tuberculosis dilakukan dengan
metode standar yang tersedia di Indonesia yaitu metode konvensional dan metode tes
cepat (rapid test).
a. Metode konvensional
- Menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/LJ) atau media cair
- (MGIT).
- Digunakan untuk uji kepekaan terhadap OAT lini pertama dan OAT lini kedua
- Tes cepat (rapid test).
- Menggunakan Xpert MTB/RIF atau lebih dikenal dengan GeneXpert.
b. Merupakan tes aplikasi asam nukleat secara otomatis sebagai sarana deteksi
TB dan uji kepekaan untuk rifampisin.
c. Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 2 jam.
d. Digunakan untuk uji kepekaan terhadap Rifampisin
- Menggunakan Line probe assay (LPA):
e. Dikenal sebagai Hain test/Genotype MTB DR plus
f. Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu kurang lebih 24 - 48 jam,
tergantung ketersediaan sarana dan sumber daya yang ada.
g. Digunakan untuk uji kepekaan terhadap Rifampisin dan Isoniasid
4. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme cara penularan secara kontak langsung
(kulit ke kulit) sampai dengan timbulnya lesi pada infeksi Mycobacterium
tuberculosis
Kuman TB yang terhirup akan masuk kedalam alveoli paru-paru dan
mengembangkan lesi kecil yang dinamakan sebagai fokus primer (fokus Ghon).
Selanjutnya infeksi menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional.
Penyebaran ini mengakibatkan inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang akan membentuk kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuk
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Pada saat
terbentuknya kompleks primer, maka TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberkulin positif. Namun, pada 95% kasus, kompleks primer dapat sembuh secara
spontan dalam 1 – 2 bulan melalui pembentukan jaringan fibrotik atau perkapuran.
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru.
Kompleks primer dapat mengalami komplikasi akibat fokus di paru yaitu akan
terjadi pneumonitis yang mengalir ke bronkus dengan meninggalkan suatu kaverna.
Setelah itu akan terjadi hiperinflasi didalam lobus medialis akibat pembesaran
kelenjar di hilus dan pratakea (sindrom Brock), dapat pula menimbulkan TB
endobronkial akibat erosi dinding bronkus. Lesi dari pneumonitis dan hiperinflasi
dikatakan sebagai lesi segmental atau konsolidasi kolap.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat pula
terjadi penyebaran pada limfogen dan hematogen. Saat penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Selain itu, dapat terjadi penyebaran hematogen
secara langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh, sehingga menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Kuman TB dapat mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread) yang kemudian akan
bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, yaitu paling sering di apeks
paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ
lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. TB luar paru dapat terjadi sekitar
25 – 35% dari kasus TB Paru anak.
Bentuk penyebaran hematogen lain yaitu penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada penyebaran ini,
kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut untuk
menyebabkan lesi diseminata.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana cara edukasi (meyakinkan kepada pasien)
bahwa suatu penyakit tersebut bukan disebabkan oleh guna-guna, santet, dan lain
sebagainya.
- Cara penyampaian pada saat mengedukasi sangat berpengaruh dalam pemahaman
yang dapat ditangkap oleh pasien dan keluarganya, dalam hal ini yang sangat penting
adalah cara komunikasi yang efektif. Pengalaman dan ilmu yang dimiliki dokter
membuat pasien dan keluarga semakin yakin dan mampu mengikuti terapi yang
diberikan dokter. Kesembuhan pasien juga tidak hanya bergantung kepada terapi
yang diberikan banyak factor yang mempengaruhi diantaranya faktor internal pasien
itu sendiri dan juga factor eksternal meliputi keluarga dan lingkungan sekitar.
- Penyuluhan atau pendidikan kesehatan dapat meningkatkan nilai rata-rata
pengetahuan dari sebelum dan sesudah penyuluhan. Peningkatan pengetahuan
tersebut akan diikuti juga peningkatan nilai rata-rata persepsi yang selanjutnya dapat
mempengaruhi perilaku deteksi dini penyakit TB jika terus dilakukan follow-up
perubahan perilaku minimal S3 bulan setelah intervensi melalui penyuluhan
(Widyastuti, Agoes and Argadiredja, 2018).

Anda mungkin juga menyukai