BUKUAJAR
ILMU KESEHATAN MATA
r
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta:
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rpl.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual
kepada umum suatu ciptaan a tau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 29 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
\. ~
BukuAjar
Ilmu
Kesehatan Mata
EDITOR
• Prof. Sjamsu Budiono, dr. Sp.M(K)
• Trisnowati Taib Saleh, dr. Sp.M(K)
• Moestidjab, dr. Sp.M(K)
• Eddyanto, dr. Sp.M(K)
Penerbit:
Airlangga University Press (AUP)
Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. (031) 5992246, 5992247 Fax. (031) 5992248
E-mail: aupsby@rad.net.id.; aup.unair@gmail.com
Buku ajar ilmu kesehatan mata/editor: Sjamsu Budiono ... [et al.].- Surabaya:
Airlangga University Press (AUP), 2013
xii, 303 hlm.: ilus.; 15,8 x 23 cm
ISBN 978-602-7924-18-5
617.7
13 14 15 16 17 / 9 8 7 6 5 4 3 2 1
1. REFRAKSI
• Prillia Tri Suryani, dr. Sp.M(K)
• Trisnowati Taib Saleh, dr. Sp.M(K)
• Christina Aritonang, dr. Sp.M
• Ria Sandi Daneska, dr. Sp.M
2. REKONSTRUKSI OKULOPLASTIK & ORBITA
• Prof. Rowena G. Hoesin, dr. Sp.M(K), MARS
• Harijo Wahjudi BS, dr. Sp.M(K)
• Ratna Doemilah, dr. Sp.M(K)
• Soetjipto, dr. Sp.M
3. GLAUKOMA
• Nurwasis, dr. Sp.M(K)
• Evelyn Komaratih, dr. Sp.M(K)
• Yulia Primitasari, dr. Sp.M
4. LENSA DAN KATARAK
• Prof. Sjamsu Budiono, dr. Sp.M(K)
• Djiwatmo, dr. Sp.M(K)
• Dicky Hermawan, dr. Sp.M
• Indri Wahyuni, dr. Sp.M
5. PENYAKIT MATA LUAR DAN KORNEA
• Eddyanto, dr. Sp.M(K)
• Prof. Wisnujono Soewono, dr. Sp.M(K)
• Prof. Sjamsu Budiono, dr. Sp.M(K)
• Ismi Zuhria, dr. Sp.M
• Randi Montana, dr. Sp.M
6. NEURO OFTALMOLOGI
• Gatot Suhartono, dr. Sp.M(K)
• Prof. Musbadiany Yogiantoro, dr. Sp.M(K)
• Lukisiari Agustini, dr. Sp.M
7. ORBITA ONKOLOGI MATA
• Hendrian Dwikoloso Soebagjo, dr. Sp.M
• Delfitri Lutfi, dr. Sp.M
8. PEDIATRIK OFTALMOLOGI DAN STRABISMUS
• Luki Indriaswati, dr. Sp.M(K)
• Reni Prastyani, dr. Sp.M
• Rozalina Loebis, dr. Sp.M
V
9. RETINA
• Moestidjab, dr. Sp.M(KVR)
• Wimbo Sasono, dr. Sp.M(KVR)
• M. Firmansjah, dr. Sp.M
• Sauli Ari Widjaja, dr. Sp.M
10. OFTALMOLOGI KOMUNITAS
• Moegiono M. Oetomo, dr. Sp.M(K)
vii
Pada kesempatan ini ingin kami sampaikan terima kasih serta
penghargaan setinggi-tingginya kepada para staf Departemen Ilmu Kesehatan
Mata FK Unair yang telah bersusah payah membuat penulisan dalam buku ini
bab per bab. Juga penghargaan dan terima kasih kepada: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga (FKUA); Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
Pendidikan Universitas Airlangga (LP3UA), serta Airlangga University
Press (AUP) yang telah mendorong, memberi kesempatan, membantu dan
memfasilitasi dalam penulisan dan pencetakan buku ini.
Demikian apa yang kami harapkan adalah kritik-kritik serta tegur sapa yang
membangun karena apa pun yang kami sampaikan, tentunya masih kurang
sempurna.
Editor.
PRAKATA................................................................................................... Vll
ORBITA...................................................................................... 50
Pendahuluan .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... . 50
Anatomi...................................................................................... 50
Retraksi Kelopak Mata............................................................. 52
Daftar Pustaka .. .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... . 53
SOAL-SOAL LATIHAN ........................................................... 54
ix
BAB3 GLAUKOMA............................................................................ 55
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut................................ 55
Glaukoma Kongenital ... .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... . 66
Glaukoma Sudut Terbuka Primer........................................... 71
Daftar Pustaka ........................................................................... 76
SOAL-SOAL LATIHAN ........................................................... 77
Daftar Isi xi
Sumbatan Vena Retina ............................................................. 262
Sumbatan Arteri Retina SentraL
(Central Retinal Artery Obstructio /CRAO)........................ 265
Retinopathy of Prematurity (ROP) ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... . 268
Central Serous Chorioretinopathy (CSC/CSCR) ....................... 271
Ringkasan .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... . 274
Daftar Pustaka .. .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... .. .. ... .. ... . 275
SOAL- SOAL LATIHAN ......................................................... 276
PENDAHULUAN
MIOPIA
Batasan
Miopia adalah suatu kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar yang masuk
ke dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan di suatu titik fokus
di depan retina. Miopia disebut juga dengan rabun jauh, nearsightedness atau
shortsightedness.
1
Etiologi dan Patofisiologi
Prevalensi miopia dipengaruhi beberapa faktor, yaitu usia, etnis, sosio ekonomi
keluarga, lama pendidikan, serta lama bekerja dalam jarak dekat (near work).
Terdapat beberapa hal yang mendasari terjadinya miopia:
1. Sumbu aksial atau diameter antero posterior bola mata yang lebih panjang
dari normal, disebut miopia aksial. Pada keadaan ini, kekuatan refraksi
mata normal, kurvatura kornea dan lensa normal dan posisi lensa juga
berada pada lokasi yang normal. Karena panjang bola mata lebih panjang
dari mata normal, maka sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di
depan retina.
2. Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar dari normal, disebut
miopia kurvatur. Pada keadaan ini, ukuran bola mata normal.
3. Perubahan posisi lensa. Jika lensa berubah posisi lebih ke depan maka
sinar yang masuk akan jatuh di satu titik di depan retina. Hal ini seringkali
terjadi pada keadaan pascaoperasi khususnya glaukoma.
4. Perubahan indeks bias refraksi. Keadaan ini biasanya didapatkan pada
penderita diabetes atau katarak.
Klasifikasi
Menurut derajatnya miopia terbagi atas miopia ringan, yaitu besar miopia S-
0.25 sampai dengan S-3.00 dioptri; miopia sedang, yaitu besar miopia S-3.25
sampai dengan S-6.00 dioptri; dan miopia tinggi, yaitu besar miopia S-6.25
atau lebih.
Menurut usia timbulnya miopia terbagi atas miopia kongenital, youth
onset, early adult onset dan late adult onset. Miopia kongenital adalah miopia yang
timbul sejak lahir dan menetap hingga masa anak-anak. Prevalensinya tidak
tinggi, tetapi derajat miopianya tinggi. Bentuk yang lebih umum adalah youth
onset, terjadi pada usia 5 tahun hingga usia remaja. Sekali didapatkan bentuk
youth onset myopia ini, biasanya akan terjadi progresivitas dari miopia yaitu
besarnya bertambah. Prevalensinya meningkat dari 2% pada usia 6 tahun
menjadi 20% pada usia 20 tahun. Early adult onse myopia, adalah miopia yang
mulai dijumpai pada usia dewasa hingga 40 tahun. Prevalensi miopia 25-30%
pada usia 40 tahun. Sedangkan late adult onset myopia dijumpai pada usia lebih
dari 40 tahun, lebih jarang daripada youth onset atau early adult onset.
Progresivitas Miopia
Sekali miopia terjadi pada masa anak-anak, akan terjadi progresivitas yang
akan melambat atau berhenti pada usia pertengahan atau akhir remaja.
Gejala Klinis
Pemeriksaan
Bab 1 - Refraksi 3
Penatalaksanaan
A B
Gambar 1.1 (A,B} suatu lensa sferis minus (concave) digunakan untuk koreksi miopia (sinar
sejajar dibiaskan didepan retina) (Wilson FM, 1996)
HIPERMETROPIA
Batasan
Bab 1 - Refraksi 5
4. Perubahan indeks bias refraksi
Keadaan ini biasanya didapatkan pada penderita usia tua di mana terjadi
kekeruhan dan perubahan konsistensi dari korteks dan nukleus lensa
sehingga indeks bias menjadi bertambah dan sinar yang masuk akan
dibiaskan di satu titik fokus di belakang retina. Namun, pada keadaan di
mana terjadi sklerotik nukleus yang umumnya terjadi di awal perkembangan
katarak, yang terjadi adalah sebaliknya perubahan ke arah lebih miopia.
Perubahan indeks bias ini juga dapat terjadi pada penderita dengan diabetes
mellitus yang dalam pengobatan. Sehingga tidak dianjurkan untuk
mengganti kacamata jika kadar gula darah belum terkontrol.
Klasifikasi
Gejala Klinis
Bab 1 - Refraksi 7
namun pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil tajam penglihatan
yang emetrop atau sedikit miopia. Pada pemeriksaan dengan sikloplegik
didapatkan hipermetropia.
5. Sensasi mata juling. Hal ini dapat terjadi pada penderita yang sudah
menderita esophoria sebelumnya. Akomodasi yang berlebihan akan diikuti
oleh konvergensi bola mata yang berlebihan juga sehingga esophoria yang
semula masih dapat dikompensasi menjadi manifes. Namun demikian,
jika kelainan hipermetropianya dikoreksi, keluhan ini akan hilang.
Pemeriksaan
Penatalaksanaan
C D
Gambar 1.2 C. Pada hipermetropia sinar sejajar dibiaskan di belakang retina D. suatu
lensa sferis positif (convex) digunakan untuk koreksi hipermetropia (Wilson FM,1996)
ASTIGMATISME
Batasan
Astigmatisme adalah kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar yang masuk
ke dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu
titik fokus. Pada keadaan ini pembiasan dari berbagai meridian tidak sama.
Bab 1 - Refraksi 9
Etiologi dan Patofisiologi
Klasifikasi
E F
Gambar 1.3 E. Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik. F. lensa
silindris atau sferosilindris untuk mengoreksi astigmatisme (Wilson FM,1996)
Gejala Klinis
Pada astigmatisme yang ringan, keluhan yang sering timbul adalah mata lelah
khususnya jika pasien melakukan satu pekerjaan terus menerus pada jarak
yang tetap; transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang hilang
dengan mengucek mata; nyeri kepala di daerah frontal. Astigmatisme against
the rule menimbulkan keluhan lebih berat dan koreksi terhadap astigmat jenis
ini lebih sukar untuk diterima oleh pasien.
Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan mata kabur; keluhan
asthenopia atau nyeri kepala jarang didapatkan tapi dapat timbul setelah
pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi; memiringkan kepala (tilting of
the head), umumnya pada astigmatisme oblik; memutar kepala (turning of the
head) biasanya pada astigmatisme yang tinggi; memicingkan mata seperti
pada miopia untuk mendapatkan efek pinhole, tetapi pada astigmat dilakukan
saat melihat jauh dan dekat; dan penderita astigmatisme sering mendekatkan
bahan bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan bayangan yang lebih
besar meskipun kabur.
Pemeriksaan
Penatalaksanaan
Bab 1 - Refraksi 11
reguler diberikan koreksi sesuai kelainan yang didapatkan yaitu silinder
negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis. Sedangkan
untuk astigmat ireguler, jika ringan dapat diberikan lensa kontak keras, dan
untuk yang berat dapat dilakukan keratoplasti.
PRESBIOPIA
Batasan
Presbiopia yang berarti "mata tua" berasal dari bahasa Yunani yang
menggambarkan kondisi refraksi yang berhubungan dengan usia tua, yang
kompleks lensa dan muskulus siliaris kehilangan fleksibilitasnya untuk
mempertahankan akomodasi sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
dekatnya. Jadi presbiopia adalah suatu kondisi normal yang berhubungan
dengan peningkatan usia dan hilangnya akomodasi secara gradual.
Klasifikasi
Gejala klinis
Gejala klinis presbiopia dimulai setelah usia 40 tahun, biasanya antara 40-45
tahun di mana tergantung pada kelainan refraksi sebelumnya, "depth offocus"
(ukuran pupil) , kebutuhan visus dari pasien dan variabel yang lain.
Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sebagai berikut.
1. Kabur melihat dekat
Pasien sering mengatakan "Lengan saya terlalu pendek" atau "Jlka
membaca saya harus menjauhkan bahan bacaan". Hal ini terjadi karena
penurunan akomodasi sehingga pasien tidak bisa mempertahankan
penglihatan dekatnya. Ada yang mengatakan dengan memberi lampu
yang terang, maka penglihatannya akan menjadi lebih baik karena
meningkatkan penyinaran terhadap retina dan pupil miosis sehingga
meningkatkan "depth offocus".
2. Kabur melihat jauh
Pasien presbiopia borderline akan mengeluh kabur melihat jauh walaupun
hanya sesaat yang terjadi setelah melakukan pekerjaan dekat. Hal ini ada
Koreksi Presbiopia
1. Tes subjektif
Tes subjektif merupakan tes yang sederhana dan paling sering digunakan.
Pasien diberi koreksi refraksi untuk jauhnya sampai tercapai visus 6/6,
kemudian diberikan kartu baca Jaeger dan pasien disuruh membaca pada
jarak 40 cm dan pelan-pelan ditambahkan lensa sferis positif terlemah
sampai pasien dapat membaca dengan baik dengan huruf terkecil. Tes
ini dilakukan monokuler atau binokuler, di mana dengan tes binokuler
akan didapatkan addisi yang lebih rendah. Bila dengan tes monokuler
didapatkan tajam penglihatan yang baik, sedangkan tes binokulernya
kabur kemungkinan terdapat eksoforia yang bila dikoreksi dengan lensa
Bab 1 - Refraksi 13
sferis positif akan bertambah derajat eksoforianya. Hal ini bisa dihilangkan
dengan pemberian kacamata dengan distansia pupilnya lebih kecil.
2. Penggunaan amplitudo akomodasi
Amplitudo akomodasi adalah perbedaan kekuatan refraksi tanpa
akomodasi atau dalam keadaan istirahat dengan akomodasi penuh.
Sebagai bahan pertimbangan adalah pemberian koreksi untuk melihat
dekat dengan memberikan addisi yang masih menyisakan setengah
dari amplitudo akomodasi untuk cadangan. Misalnya jarak baca
40 cm memberikan akomodasi 2,5 Dioptri. Seorang pasien yang memiliki
amplitudo akomodasi 2,0 Dioptri maka cadangan akomodasi pasien
tersebut 1,0 Dioptri (setengah dari 2,0 D). Total amplitude akomodasi
2,5 D dikurangi 1,0 D. Jadi 1,5 D adalah perkiraan pemberian lensa adisi
yang diperlukannya agar terasa lebih enak.
Penatalaksanaan
Presbiopia dapat dikoreksi dengan lensa sferis positif terlemah bisa dalam
bentuk berikut.
1. Kacamata
a. Kacamata monofokal.
b. Kacamata bifokal.
c. Kacamata trifokal.
d. Kacamata multifokal/Progressive addition lens (PAL).
2. Lensa kontak.
a. Lensa kontak single vision dengan kacamata presbiopia.
b. Lensa kontak monovision.
c. Lensa kontak bifocal.
d. Lensa kontak monovision modifikasi.
ANISOMETROPIA
Batasan
Patofisiologi
Bab 1 - Refraksi 15
lebih miopia. Pada keadaan ini penderita menggunakan setiap mata
untuk penglihatan yang berbeda. Untuk penglihatan jauh, penderita
menggunakan mata yang lebih hipermetropia dan untuk penglihatan
dekat penderita menggunakan mata yang lebih miopia. Keadaan ini lebih
nyaman untuk penderita karena tidak perlu berusaha untuk akomodasi
maupun konvergensi.
3. Penglihatan monokuler
Umumnya terjadi pada kasus anisometropia dengan perbedaan yang
besar atau tajam penglihatan pada satu mata tidak baik. Jika didapatkan
pada fase perkembangan, akan terjadi supresi pada mata dengan tajam
penglihatan yang lebih buruk yang akan mengarah pada terjadinya
ambliopia (ambliopia ex anopsia) dan strabismus.
Gejala Klinis
Penatalaksanaan
LENSA KONTAK
Batasan
Lensa kontak adalah lensa kecil yang diletakkan di kornea dan akan melekat
dengan baik karena adanya "tearfilm" yang menutup permukaan anterior
mata dan tekanan dari palpebra. Lensa kontak merupakan suatu alat medik
untuk koreksi kelainan refraksi atau ametropia seperti miopia, hipermetropia,
astigmatisme dan presbiopia yaitu penurunan secara gradual kemampuan
melihat dekat yang berhubungan dengan faktor usia dan akomodasi.
Konsep lensa kontak pertama kali diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci pada
tahun 1508 yang terus berkembang sampai saat ini.
Bab 1 - Refraksi 17
Gambar 1.4 Penempatan lensa
kontak pada permukaan kornea.
(Frans RP, 1993)
Indikasi pemakaian lensa kontak terdiri dari indikasi optik dan indikasi
medis.
lndikasi optik
Kontraindikasi
Pemakaian lensa kontak tidak dianjurkan pada keadaan berikut ini atau perlu
diobati dulu sebelum memakai lensa kontak yaitu: sindrom mata kering,
infeksi pada mata luar seperti konjungtivitis, keratitis, kelainan pada palpebra
seperti hordeolum, kalazion, ektropion, blefaritis, pada penyakit seperti
diabetes melitus atau pada kehamilan.
Tabel 1.3 Keuntungan dan kerugian lensa kontak rigid gas permeabel
Keuntungan Kerugian
Transmisi oksigennya sangat tinggi Dk/t tinggi
Lebih nyaman Permukaannya hidrofobik
Waktu adaptasinya pendek Mudah timbul deposit
Waktu pemakaiannya lama Mudahpecah
Dapat untuk koreksi astigmat tinggi Fitting dengan fluoresin
Bab 1 - Refraksi 19
Tabel 1.4 Keuntungan dan kerugian lensa kontak lunak
Keuntungan Kerugian
Adaptasi baik Visus kurang stabil
Sangat nyaman Insidensi infeksi sangat tinggi
Transmisi oksigennya tinggi Sangat mudah terbentuk deposit
Stabil Life spannya pendek
Dapat untuk pemakaian terputus Dapat menyerap zat toksik
Dapat sebagai lensa kontak terapi Tidak dapat untuk koreksi astigmat tinggi
Dapat untuk bayi Maitenancenya mahal
Air mata yang terletak di antara permukaan posterior lensa kontak dan
permukaan anterior dari kornea merupakan faktor penting dalam pemasangan
lensa kontak. Beberapa pemeriksaan air mata yang dapat dilakukan adalah tes
Schirmer, tes Break up time, tes Tear Thinning Time atau inspeksi Lacrimal lake.
K K K K
Reading Radius Reading Radius Reading Radius Reading Radius
(D) (mm) (D) (mm) (D) (mm) (D) (mm)
Bab 1 - Refraksi 21
Perawatan dan Pemeliharaan Lensa Kontak
Komplikasi
Penatalaksanaan
Bila terjadi komplikasi pada pemakaian lensa kontak yang terpenting adalah
melepas lensa kontak terlebih dahulu, sedangkan pengobatan tergantung
pada penyebabnya, kemudian dilanjutkan dengan fitting ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Bab 1 - Refraksi 23
5. Carlson N, 1996. In Refractive Management of Ametropia (ed Brookman KE).
Butterworth Heinemann Elsevier. USA: 45-71.
6. Franz RP, Bauman RE , 1993.Basic of Contact Lenses. Ciba Vision.
7. Gasson A, Morris J, 1992. The Contact Lens Manual, A practical fitting guide.
Butterworth Heinemann, London: 1-59.
8. Grosvenor T, 2007. Primary Care Optometry. 5th ed. Butterworth Heinemann
Elsevier. Missouri: 68-73.
9. Guillan M. 1994. Basic Contact Lens Fitting, In: Contact Lens Practice. M
Ruben M Guillan, Almond. London: 587-622.
10. Jessen W, 1994.Contact Lens Fitting. The IACLE Contact Lens Course.
Module 3, Johnson & Johnsons Vision.
11. Philips CI, 1984. Basic Clinical Ophthalmology. Churchill Livingstone.
Edinburgh: 40-2.
12. Riordan-Eva P, WhitcherJP, 2007. Vaughn & Asburry's General
Ophthalmology, l?th edition. The McGraw Hill Companies: 334-6.
13. Sloane AE, 1979.Manual of Refraction, 3rd ed. Little, Brown and Company.
Boston: 31-7, 39-59, 139-45, 197-224.
14. Stein HA, 1997. Contact Lenses Fundamentals and Clinical Use. SLACK. USA:
242-9.
15. Vaughn D et al, 1999. General Ophthalmology, 15th ed. Appleton & Lange, A
Simon & Schuster Company: 365-7.
16. Wilson FM, 1996. Practical Opthalmology, 4th ed, American Academy of
Ophthalmology. 65.
Lingkari salah satu jawaban yang paling benar pada tiap soal di bawah ini.
1. Untuk usia 50 tahun, berapa ukuran lensa addisi yang diperlukan:
a. +1.00 - +1.25
b. +1.50 - +1.75
c. +2.00 - +2.25
d. +2.50 - +3.00
e. +3.00 - +3.25
2. Jika terjadi komplikasi pada pemakaian lensa kontak, hal pertama yang
hams dilakukan adalah:
a. Melepas lensa kontak
b. Mengganti lensa kontak dengan yang baru
c. Diberikan tetes mata antibiotik
d. Diberikan tetes mata steroid
e. Diberikan tetes mata artificial tears
3. Anisometropia akan menyebabkan perbedaan ukuran bayangan di retina
antara kedua mata, yang disebut dengan:
a. Anopsia
b. Antimetropia
c. Aniseikonia
d. Ambliopia
e. Ametropia
4. Hipermetropia yang dapat dikoreksi sepenuhnya oleh kemampuan
akomodasi penderita disebut:
a. Hipermetropia total
b. Hipermetropia absolut
c. Hipermetropia laten
d. Hipermetropia fakultatif
e. Hipermetropia manifes
5. Koreksi hipermetropia dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian kacamata lensa cembung
b. Pemberian kacamata lensa cekung
c. Pemberian kacamata minus
d. Pemberian kacamata lensa konveks
e. Pemberian kacamata minus untuk penglihatan jauh dan kacamata
plus untuk penglihatan dekat
Bab 1 - Refraksi 25
Bab REKONSTRUKSI OKULOPLASTIK
2
&ORBITA
Rowena G Hoesin, Harijo Wahjudi BS,
Ratna Doemilah, Sutjipto
PENDAHULUAN
Untuk menegakkan diagnosis penyakit pada kelopak mata, diperlukan
pengetahuan tentang anatomi, topografi dan fungsi kelopak mata, selain itu
perlu juga data-data yang berasal dari anamnesis riwayat penyakit pasien,
tanda-tanda penyakit pada kedua kelopak mata yang didapat dari pemeriksaan
fisik oleh dokter, serta pemeriksaan khusus untuk kelopak mata, misalnya
pemeriksaan adanya kekenduran kelopak mata bawah (Horizontal Laxity),
pemeriksaan fungsi otot levator pada ptosis dan sebagainya. Setelah melakukan
27
anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan diagnosis kerja
yang tepat dan pasien dapat dirujuk ke spesialis yang berkompeten.
KELOPAK MATA
Anatomi kelopak mata dibagi menjadi 7 struktur lapisan, yaitu: 1) kulit dan
otot orbikularis, 2) lempeng tarsal/tarsus, 3) otot protraktor (otot levator
dan otot Muller), 4) septum orbita, 5) lemak orbita, 6) otot retraktor (otot
kapsulopalpebra dan otot tarsal inferior), 7) konjungtiva palpebra.
Bulu mata berfungsi sebagai pertahanan mata, Jumlah bulu mata di kelopak
atas lebih banyak daripada kelopak bawah. Akar bulu mata berada pada
(a) (b)
Gambar 2.1 Anatomi topografi kelopak mata. (a) Fissura palpebra, vertikal 10-12 mm,
horizontal 28-30 mm. (b) topografi kelopak mata (Bashour, 2010)
Lev.itor
- - aponel,rOSIS
- -- Mlillor muscl(l
Preseptal orb1cular1s
Gambar 2.2 Anatomi Kelopak mata
(Kanski, 2007)
Pergerakan mekanik kelopak mata dilakukan oleh otot levator palpebra untuk
membuka mata yang dipersarafi N III, untuk menutup mata dikerjakan oleh
otot orbikularis yang dipersarafi N VIL
Trikiasis
• Trikiasis adalah suatu kondisi abnormalitas bulu mata yang didapat, yaitu
kelainan arah bulu mata, yaitu bulu mata tumbuh mengarah ke dalam
bola mata, tetapi posisi tepi kelopak mata normal.
• Penyebab: Trikiasis terjadi karena adanya jaringan sikatrik pada tepi
kelopak (lid margin) dan konjungtiva sehingga merubah posisi dan
arah pertumbuhan bulu mata ke arah bola mata, hal ini karena adanya
inflamasi yang kronis misalnya blefaritis kronis, Herpes zoster ophthalmicus.
Komplikasinya akan terjadi erosi kornea dan akan memburuk akibat
proses berkedip, sehingga akan terjadi ulkus kornea dan bentukan
pannus.
• Tanda: bulu mata yang tumbuh ke arah bola mata
• Gejala: iritasi, mata berair, sensasi benda asing.
• Penatalaksanaan:
- Terapi sementara dengan epilasi (manual/elektroepilasi, Cryo) bulu
mata akan tumbuh ulang sekitar 4-6 minggu. Terapi permanen
umumnya dengan tindakan pembedahan.
Entropion
• Entropion adalah perubahan posisi tepi kelopak mata dan bulu mata
yang mengarah ke bola mata sehingga menggores kornea mata, bila
terus-menerus akan terjadi erosi dan akhirnya pada kasus yang kronis
menyebabkan ulkus kornea dan bentukan pannus
Ektropion
• Pada ektropion terjadi eversi kelopak mata atau tepi kelopak mata
mengarah keluar bola mata juga diikuti eversi pungtum sehingga terjadi
epifora akibat dari gangguan drainase air mata. Posisi eversi kelopak mata
akan menyebabkan konjungtiva terpapar sehingga menyebabkan mata
mudah teriritasi.
• Penyebab: relaksasi otot orbikularis okuli karena usia tua (Horizontal
laxity), kelumpuhan saraf fasialis, proses sikatrik pada kulit periorbita
daerah kelopak atas maupun kelopak bawah.
Ptosis
• Ptosis adalah kelainan posisi kelopak mata atas yang abnormal yaitu lebih
rendah dari normal atau adanya gangguan untuk mengangkat kelopak
mata, hal ini dapat disebabkan karena: 1) gangguan mekanik (edema/
tumor pada kelopak mata atas, disinsersi aponeurosis levator akibat
proses penuaan, adanya tarikan jaringan sikatrik di konjungtiva), 2) Faktor
miogenik (Miastenia gravis, distrofi muskuler, (oftalmoplegia eksternal),
3) Faktor neurologis (Parese N III, sindrom Horner (lesi saraf simpatis),
Sindrom Jaw winking Marcus Gunn, yaitu synkinesis antara NIii pada
otot levator dan cabang motorik N V pada otot pterigoid rahang, sehingga
ada gerakan eversi kelopak mata yang ptosis pada saat pasien membuka
mulut atau melakukan gerakan mengunyah atau sucking
• Ptosis merupakan kelainan kongenital maupun yang didapat misalnya
akibat trauma. Kelainan kongenital yang sering bersamaan dengan
kelainan ptosis adalah blefarofimosis sindroma, yaitu suatu kumpulan
penyakit yang terdiri atas ptosis, epikantus dan telekantus. Ptosis dapat
terjadi pada satu mata atau pada kedua mata (bilateral)
• Tanda dan gejala: adanya kelainan posisi kelopak mata atas lebih rendah
daripada normal, sering menimbulkan keluhan kosmetik, gangguan
penglihatan akibat visual axis tertutup kelopak
• Pemeriksaan Ptosis: posisi normal tepi kelopak mata 1-2 mm di bawah
limbus. Tes fungsi levator dilakukan dengan cara mengukur gerakan
maksimal kelopak mata dari posisi melihat/pandangan ke bawah menuju
gerakan melihat/pandangan ke atas (normalnya 15-18 mm) sambil
pemeriksa menekan pada alis (otot frontalis)
Epikantus
Lagophthalmos
Gambar 2.8 Pasien dengan Lagophthalmos mata kanan (paralisis NVII) dilakukan operasi
pemasangan implan emas pada tarsus
Hordeolum
Chalazion
Blepharitis
Blepharitis Anterior
Gejala utama adalah iritasi, terbakar, dan gatal-gatal dari tepi kelopak
mata. Mata "berbingkai merah, terdapat crustae atau "granulasi" menempel
ke bulu mata pada kelopak mata atas dan bawah. Pada tipe staphylococcal,
crustae kering, kelopak mata berwarna merah, daerah ulserasi kecil yang
ditemukan di sepanjang tepi kelopak mata, dan bulu mata cenderung rontok.
Pada jenis seboroik, crustae berminyak, ulserasi tidak terjadi, dan tepi kelopak
mata kurang merah. Pada tipe campuran, baik crustae kering dan berminyak
ada dan tepi kelopak mata berwarna merah dan dapat terjadi ulserasi. S.
Blepharitis Posterior
Trauma Tumpul
Gejala yang sering timbul pada trauma tumpul kelopak mata adalah
'ecchymosis' dan pembengkakan. Computed tompography, axial dan coronal
dilakukan untuk mengetahui adanya fraktur tulang-tulang orbita. Akibat
trauma tumpul yang sering adalah hematom palpebra.
Sering terjadi pada trauma tumpul palpebra dan dahi. Terdapat juga pada trauma
bola mata atau orbita, fraktur orbita maupun fraktur basis cranii (panda eyes)
Trauma Tembus
Laserasi palpebra superfisial atau partial thickness hanya mengenai kulit dan
otot orbikularis serta tidak mengenai tepi palpebra dapat diperbaiki secara
bedah dengan melakukan penjahitan kulit palpebra, sama seperti pada
laserasi kulit lainnya. Untuk menghindari terjadinya jaringan pamt yang
berlebihan maka penutupan Iuka hams mengikuti prosedur bedah plastik.
Meliputi debridement dari Iuka, menggunakan jahitan dengan jamm kaliber
kecil, eversi dari tepi Iuka dan sesegera mungkin mengangkat jahitan.
Pada keadaan jaringan lemak orbita tampak pada Iuka berarti septum
orbita robek. Apabila dicurigai ada benda asing, hams dilakukan pemeriksaan
dengan teliti dan diangkat sebelum laserasi palpebra diperbaiki dengan
cara melakukan irigasi yang banyak untuk membersihkan material yang
terkontaminasi dari Iuka. Adanya lemak orbita di Iuka palpebra superior
mempakan indikasi untuk mengeksplorasi levator.
Laserasi septum orbita tidak perlu dilakukan jahitan, sedangkan laserasi
pada otot levator atau aponeurosis hams dilakukan perbaikan dengan hati-
hati agar fungsi kelopak mata kembali normal.
Gambar 2.12 (A) Periocular haematoma and oedema; (B) periocular haematoma and
subconjunctival haemorrhage; (C) panda eyes (Kansky, 2011)
Gambaran Klinis
Pasien dengan satu kanalikulus yang berfungsi baik biasanya tidak mengeluh,
hanya 10% mengeluh epifora, 40% mengeluh epifora dan iritasi sehingga
dokter memperhatikan satu kanalikulus untuk diperbaiki fungsinya. Avulsi
jaringan sering didapatkan pada pemeriksaan sederhana, sedangkan untuk
mengetahui seluruh kerusakan hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan yang
sangat teliti. Misalnya dengan 'probing' pada kanalikulus dan irigasi.
Penatalaksanaan
Xantelasma
Xantelasma adalah kelainan yang umum dan sering terdapat pada permukaan
anterior palpebra, biasanya bilateral di dekat sudut medial mata. Lesi ini
tampak berupa plak berwarna kuning di dalam kulit palpebra dan paling
sering terlihat pada orang tua. Xantelasma merupakan endapan lipid di dalam
histiosit pada dermis palpebra. Walaupun biasa ditemukan pada penderita
hiperlipidemia herediter atau hiperlipidemia sekunder, kira-kira dua pertiga
pasien xantelasma memiliki kadar lipid serum normal.
Pengobatan diindikasikan demi alasan kosmetik. Lesi dapat dieksisi,
dikauter, atau di atasi dengan bedah laser. Rekurensi tidak jarang terjadi
setelah operasi pembuangan lesi.
PENDAHULUAN
ANATOMI FISIOLOGI
Embriologi
Volume terbesar cairan air mata diproduksi oleh kelenjar lakrimal terletak di
fossa lakrimalis di kuadran temporal superior orbita. Kelenjar ini berbentuk
almond dibagi dengan lateral horn aponeurosis levator menjadi lobus orbital yang
lebih besar dan lobus palpebral lebih kecil, masing-masing dengan sistem
saluran sendiri mengosongkan ke forniks temporal superior (gambar 2.).
Lobus palpebral kadang-kadang bisa dilihat dengan membalik kelopak mata
atas. Persarafan kelenjar utama adalah dari pontine lacrimalis nucleus melalui
nervus intermedius dan sepanjang jalur yang rumit dari divisi maksilaris
dari saraf trigeminal. Kelenjar lakrimalis aksesori, meski hanya sepersepuluh
massa kelenjar utama, memiliki peran penting. Kelenjar Krause dan Wolfring,
identik dalam struktur pada kelenjar lakrimal dengan saluran yang sedikit,
berada di konjungtiva terutama di forniks superior. Unicelluler goblet cell, juga
tersebar di seluruh konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi sebasea dan kelenjar Meibom dan Zeis dari lid margin berkontribusi
lipid untuk air mata. Kelenjar Moll dimodifikasi kelenjar keringat yang juga
menambah film air mata. Sekresi dari kelenjar lakrimal yang dipicu oleh
emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir deras di atas lid
margin(epiphora). Kelenjar aksesori dikenal sebagai "sekretor dasar," sekresinya
Gambar 2.16 Air mata diproduksi kelenjar lakrimal utama dan asesoris (1). Distribusi air
mata di atas permukaan bola mata didapatkan melalui gerakan kelopak mata (2). inset:
optical cross section dengan slit lamp. Aliran air mata ke hidung melalui drainase sistem
lacrimal (3) (Zide, 1985)
Ekskresi
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, kantung lakrimal, dan
saluran nasolakrimal. Dengan berkedip setiap kelopak mata mendekat mulai
lateral, mendistribusikan air mata secara merata di seluruh kornea, dan
mengalir ke sistem ekskresi pada aspek medial kelopak.
Ketika air mata membanjiri kantung konjungtiva, mereka memasuki
puncta secara parsial oleh daya tarik kapiler. Dengan penutupan kelopak mata,
otot orbicularis pretarsal sekitar ampula berkontraksi. Secara bersamaan,
kelopak mata ditarik menuju posterior lacrimal crest dan traksi ditempatkan
pada fasia sekitar kantung lakrimal, menyebabkan kanalikuli memendek
dan menciptakan tekanan negatif di dalam kantung lakrimal. Pemompaan
dinamis ini menarik air mata ke dalam kantung lakrimal, yang kemudian
melewati gravitasi dan elastisitas jaringan melalui saluran nasolakrimal ke
dalam meatus inferior hidung (Gambar 2.17)
l,Y'lnill'.;11
•2 -•$!Ill
:::.1'hlh.;ulu!::
~! •,:1 fHT
Trauma
Trauma pada mata dapat menyebabkan kerusakan saluran air mata. Trauma
pada kelopak mata daerah medial bisa menyebabkan kerusakan pada
kanalis lakrimalis. Kerusakan yang terjadi bisa menetap bila tidak dilakukan
penanganan yang baik dan waktu yang tepat (akan dibahas lebih lanjut
pada trauma kanalikuli lakrimalis). Fraktur pada daerah naso-orbita juga
bisa menyebabkan kerusakan pada sakus lakrimal maupun duktus naso
lakrimalis. Terapi awal dengan reposisi fraktur dan jaringan lunak dengan
intubasi silikon ke dalam saluran drainase saluran lakrimal. Jika epifora
menetap, maka dilakukan dacrycystorhinostomy.
lnfeksi
1. Dacryoadenitis
Peradangan akut pada kelenjar lakrimal jarang terjadi, paling sering
terlihat pada anak-anak sebagai komplikasi mumps, virus Epstein-
Barr, campak, atau influenza dan pada orang dewasa berkaitan dengan
gonore. Dacryoadenitis kronis bisa terjadi hasil dari infiltrasi limfositik
jinak, limfoma, leukemia, atau TB. Jika terdapat infeksi bakteri, diberikan
antibiotik sistemik. Jarang diperlukan pembedahan untuk drainase
infeksi.
2. Kanalikulitis
Kanalikulitis adalah infeksi kronis pada kanalikuli lakrimalis yang
disebabkan oleh Actinomyces israelii, Candida albicans, atau spesies aspergillus.
Lebih sering terjadi pada kanalikuli inferior, pada orang dewasa, dan
menyebabkan konjungtivitis purulen sekunder yang sering luput dari
diagnosis etiologi. Pasien mengeluh mata agak merah dan teriritasi
dengan sedikit sekret. Punctum biasanya meninggi, dan material dapat
dikeluarkan dari kanalikuli tersebut. Organisme ini dapat dilihat secara
mikroskopis pada sediaan langsung diambil dari kanalikuli tersebut.
Kuretase dari bahan nekrotik di kanalikuli, diikuti dengan irigasi,
biasanya efektif dalam mempertahankan patensi. Jika tidak diobati, akan
mengakibatkan stenosis kanalikuli. Kanalikulotomi kadang-kadang
diperlukan. Tingtur yodium dapat diberikan untuk kanalikuli setelah
kanalikulotomi. Umumnya bisa terjadi kekambuhan.
3. Dacryocystitis
Keradangan pada sakus lakrimal mempunyai berbagai penyebab. Yang
terbanyak karena obstruksi total duktus naso lakrimalis sehingga
menghambat drainase normal dari sakus lakrimalis ke hidung. Hambatan
drainase air mata dan stasis menyebabkan infeksi sekunder. Dacryocystitis
akut pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus
atau kadang Streptococus-hemolitik, sedangkan dacryocystitis kronis
disebabkan Streptococcus pneumoniae atau, yang lebih jarang, Candida albicans
Keluhan utama penderita adalah mata berair dan terdapat sekret. Dalam
keadaan akut, terjadi peradangan, bengkak, distensi sakus lakrimalis di
bawah tendon kantus medial, dan nyeri di daerah sakus lakrimalis. Sekret
purulen dapat dikeluarkan dari sakus. Dalam keadaan kronis, mata berair
biasanya merupakan satu-satunya tanda. Dacryocystitis akut biasanya
mempunyai respons terhadap antibiotik sistemik yang sesuai, dan yang
kronis dengan tetes antibiotik. Namun, menghilangkan obstruksi adalah
terapi utama, dengan dacryocystorhinostomy.
Neoplasma
Tumor primer sakus lakrimalis jarang terjadi dan secara klinis berupa massa
yang terletak di atas tendon kantus medial. Secara histologi, sekitar 45% dari
tumor sakus lakrimalis jinak dan 55% adalah ganas. Squamous cell papillomas
dan carcinomas adalah tumor yang paling banyak di sakus. Pengobatan tumor
jinak sakus lakrimalis biasanya membutuhkan sebuah dacryocystectomy.
Tumor ganas memerlukan dacryocystectomy dikombinasikan dengan rhinotomy
lateral, dilakukan oleh Dokter THT. Eksenterasi, termasuk pembersihan tulang
di daerah kantus medial, diperlukan jika tumor epitel ganas telah melibatkan
tulang dan jaringan lunak orbita. Radiasi berguna dalam mengobati lesi
limfomatous atau sebagai terapi paliatif pada lesi epitel luas.
PENDAHULUAN
ANATOMI
Rongga orbita berbentuk buah pir, di mana tangkainya merupakan kanal optik.
Bagian intraorbital dari saraf optik lebih panjang (25 mm) dari jarak antara
bagian belakang bola mata dan kanal optik (18 mm). Hal ini memungkinkan
bola mata maju (proptosis) tanpa berlebihan peregangan saraf berlebihan.
Atap orbita terdiri atas dua tulang: lesser wing sphenoid dan orbital plate
frontal. Dinding lateral juga terdiri atas dua tulang: greater wing sphenoid dan
zygoma. Lantai terdiri dari tiga tulang: zygoma, maksila atas dan palatina.
Bagian posteromedial dari maksila atas relatif lemah dan mungkin terlibat
dalam blowout fracture. Dinding medial terdiri atas empat tulang: maksila,
lacrimalis, ethmoid, dan sphenoid.
Fisura orbitalis superior merupakan celah yang menghubungkan
tengkorak dan orbita, antara greater dan lesser wing sphenoid, dilalui struktur
penting berikut: Bagian superior berisi saraf lakrimalis, frontal dan troklearis,
dan vena oftalmik superior. Bagian bawah berisi divisi superior dan inferior
dari saraf okulomotorius, saraf abducens dan saraf nasociliary dan serat simpatis
abduscens dari pleksus cavernosus. Peradangan pada fisura orbital superior
dan apeks (Tolosa-Hunt syndrome) dapat menyebabkan banyak tanda-tanda
termasuk oftalmoplegia dan obstruksi vena outflow.
Karena struktur tulang orbita kaku, setiap peningkatan isi orbital samping atau
di belakang bola mata akan berekspansi ke depan (proptosis), yang merupakan
ciri dari penyakit orbital. Massa mungkin berupa inflamasi, neoplastik, kista,
atau pembuluh darah. Proptosis tidak merugikan kecuali kelopak mata tidak
dapat menutupi kornea. Sejarah dan pemeriksaan memberikan petunjuk
banyak penyebab proptosis. Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa.
Ekspansi dalam muscle cone akan mendorong mata lurus ke depan
(proptosis aksial), sedangkan massa yang terjadi di luar muscle cone juga akan
menyebabkan ekspansi ke samping atau vertikal dunia menjauh dari massa
(proptosis nonaksial). Keterlibatan bilateral umumnya mengindikasikan
adanya penyakit sistemik, seperti penyakit Graves. Proptosis Pulsating
mungkin karena carotico-cavernosa fistula, arterial orbital vascular malformation,
atau transmisi pulsation otak karena tidak adanya atap orbital superior, seperti
dalam neurofibromatosis tipe 1. Proptosis yang meningkat waktu menunduk
ke depan atau dengan manuver Valsava adalah tanda venous orbital vascular
malformation (varises orbital) atau meningocele. Proptosis Intermittent mungkin
disebabkan mucocele sinus.
Retraksi kelopak mata yaitu apabila kelopak mata atas bergeser lebih ke atas
dan kelopak mata bawah bergeser lebih ke bawah sehingga sklera tampak
terbuka di antara limbus dan tepi kelopak mata. Retraksi kelopak mata sering
menyebabkan terjadinya lagophthalmos dan keratitis ekspos (exposure keratitis).
Efek dari kondisi ini sering menyebabkan terjadinya gangguan, mulai iritasi
hingga dekompensasi kornea.
Gambar 2.21 Kelopak mata pada thyroid-associated orbitopathy (TAO) . retraksi kelopak
mata kiri ringan; (BJ retraksi kelopak mata simetris bilateral sedang; (CJ retraksi kelopak mata
bilateral berat; (DJ lid lag kelopak mata kanan waktu melihat ke bawah (Kanski, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Pendahuluan
55
Definisi
Faktor Risiko
1. Usia
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut jarang terjadi pada usia kurang
dari 40 tahun. Prevalensi meningkat dengan usia dekade lebih dari
40 tahun. Insiden glaukoma akut sudut tertutup tertinggi pada usia
55-70 tahun. Peningkatan insiden dengan usia dapat dijelaskan karena
dengan bertambah usia ke dalaman dan volume bilik mata depan
berkurang, terjadi peningkatan ketebalan lensa yang dapat mendorong
lensa ke depan sehingga mengakibatkan peningkatan kontak
iridolentikuler
2. Gender
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut dikatakan 2-4 kali lebih sering
terjadi pada wanita dibanding pria. Beberapa studi menjelaskan bahwa
biometri pada wanita cenderung mempunyai segmen anterior lebih kecil
dan axial length lebih pendek dibanding pria.
3. Riwayat Keluarga
Insiden Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut meningkat pada first
degree relatives. Pada kulit putih prevalensi tersebut dilaporkan 1-12%,
sedangkan di China survey menunjukkan risiko 6 kali lebih besar pada
pasien dengan riwayat keluarga Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut.
4. Refraksi
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut lebih sering terjadi pada pasien
dengan hipermetropia terlepas dari golongan ras. Ke dalaman dan volume
bilik mata depan lebih kecil pada hipermetropia.
5. Biometri
Pasien dengan Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut mempunyai
segmen anterior yang kecil dan padat serta axial length pendek. Faktor
presdisposisi yang penting untuk terjadi sudut tertutup adalah bilik
Patofisiologi
Bab 3 - Glaukoma 57
Gambar 3.1 Mekanisme sudut tertutup. (a) blok pupil relatif; (b) iris bombe; (c) kontak
iridokorneal (Arthur Lim, 2002)
mata belakang lebih besar daripada bilik mata depan. Jika blok pupil ini
meningkat, iris akan lebih terdorong ke depan atau sering disebut iris bombans
(iris bombe). Hal ini diakibatkan iris perifer yang lebih tipis dibanding central
iris sentral terdorong ke depan menutup trabekular meschwork. Jika keadaan ini
terjadi mendadak dan berat, maka terjadi serangan akut yang disebut sudut
tertutup akut, bila penutupan sudut partial dan agak berat, maka akan timbul
sudut tertutup intermitten atau subakut dan bila terjadi gradual serta TIO
meningkat pelan, maka akan berkembang jadi sudut tertutup kronis. Pada
sudut tertutup akut bilik mata depan tertutup oleh aposisi iridokorneal dapat
reversibel, sedangkan sudut tertutup kronis penutupan bilik mata depan oleh
sinekia anterior perifer sehingga irreversibel.
Pada mata yang secara anatomi dapat berkembang menjadi Glaukoma
Sudut Tertutup Primer Akut, menurut Allingham (2005) mempunyai faktor-
faktor pencetus untuk terjadinya serangan akut, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor penyebab midriasis
a. Dim Illumination
Umumnya serangan blok pupil terjadi pada keadaan pasien di dalam
ruang gelap seperti di teater, restoran, dan lain-lain.
b. Stres emosional
Biasanya serangan akut terjadi pada keadaan stres emosional yang
berat. Hal ini dapat dikaitkan midriasis terjadi akibat rangsangan
saraf simpatik meskipun mekanisme yang sebenarnya belum dapat
dijelaskan.
c. Obat-obatan
Midriatikum dapat mencetuskan serangan akut glaukoma
sudut tetutup yang secara anatomi mempunyai risiko. Obat-obat
antikolinergik dan adrenergik mempunyai risiko untuk dapat
menimbulkan serangan akut.
2. Faktor penyebab miosis
Miotik terapi dapat juga mencetuskan serangan akut di mana bila
miosis terangsang dengan membaca atau cahaya terang. Mekanisme ini
memungkinkan terjadinya blok pupil relatif.
Gejala Klinis
Secara umum gejala klinik Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut terbagi
akut, intermiten atau subakut serta kronis. Serangan akut Glaukoma Sudut
Tertutup Primer Akut secara klinis oleh Salmon (2004) disebut juga sudut
tertutup akut kongestif. Sebagian besar serangan akut hanya terjadi pada satu
mata, sedangkan kurang dari 10% dapat menyerang kedua mata. Serangan
akut tersering pada usia 55-56 tahun dan dilaporkan tiga kali lebih sering
terjadi pada wanita.
Serangan tersebut biasanya mendadak ketika tekanan intraokuler
meningkat cepat (biasanya sekitar 45-75 mmHg), karena terjadi blok relatif
trabekular meshwork oleh iris dengan manifestasi klinik berupa:
• nyeri mata mendadak
• sakit kepala
• kabur
• melihat cahaya pelangi
• mual, muntah
Tanda Klinis
Bab 3 - Glaukoma 59
----i
...J
Gambar 3.3 Gambaran klinis Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut (Kanski, 2003)
Bab 3 - Glaukoma 61
Diagnosis Banding
Glaukoma Neovaskuler
Glaukoma Fakomorfik
Ectopia Lentis
Terapi Medikamentosa
Terapi Sistemik
Prosedur terpenting menurunkan TIO secepatnya dengan asetasolamid 500
mg dapat diberikan intravena. Biasanya dikombinasi dengan 500 mg oral.
Bila injeksi intravena tidak memungkinkan 1000 mg asetasolamid oral dapat
diberikan. Bila TIO lebih dari 60 mmhg sebaiknya dipertimbangkan pemberian
agen hiperosmotik, Yakni Glicerin oral dosis 1,0-1,5 g/kgBB, kadang mannitol
20% dengan dosis 1,0-1,5 g/kgBB intravena.
Topikal
Pada serangan akut ringan, obat kolinergik (pilocarpin 1-2%) 2-3 kali per
jam menyebabkan miosis yang dapat mendorong iris perifer menjauh dari
trabekular meschwork. Namun pada TIO yang cukup tinggi, miotik sering
tidak efektif karena tingginya TIO menyebabkan iskemia pada iris yang
mengakibatkan paralisis dari muskulus sfingter pupil sehingga efek mekanis
mendorong iris menjauh dari trabekular meschwork tidak terjadi dan diperburuk
oleh mekanisme lain dari pilocarpin yakni kontraksi muskulus siliaris yang
menurunkan jalur uveosklera.
Bab 3 - Glaukoma 63
Terapi Suportif
Pada serangan yang berat terapi suportif penting untuk mengurangi stres
pasien misalnya analgetik, antiemetik. Bila inflamasi iris cukup berat
diberikan steroid topikal.
Pendekatan terapi serangan akut Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut
menurut Salmon (2004) sesegera mungkin diberikan Asetasolamid 500 mg i.v.
dan dilanjutkan 500 mg oral, Pilocarpin 2% dua tetes pada kedua mata dan ~
bloker serta dexametason topikal. Analgetik dan antiemetik bila diperlukan
serta pasien dalam posisi supinasi selama satu jam. Setelah itu Pilocarpin
sebaiknya diulang setengah sampai satu jam. Setelah 30 menit bila TIO masih
di atas 35 mmHg diberikan oral gliserol 50% 1 g/kgBB atau mannitol 20% 1-2
g/KgBB intravena.
Terapi Laser
Sejak awal tahun 1980, Laser Iridotomi perifer (LPI) merupakan alternatif
pilihan yang aman dan efektif dibanding iridektomi melalui bedah insisi.
Sekarang Iridotomi Laser merupakan pilihan untuk semua bentuk glaukoma
sudut tertutup dengan blok pupil. Juga direkomendasikan untuk terapi
profilaksis pada mata yang mempunyai risiko terjadi blok pupil atau karena
serangan akut pada mata jiran. Tindakan ini berhasil pada sebagian besar
kasus dengan TIO yang sudah menurun dan edema kornea berkurang.
Bedah lnsisi
Iridektomi Perifer
Pembedahan iridektomi dilakukan hanya bila iridotomi laser paten tidak
tercapai. Situasi-situasi tertentu juga mengindikasikan untuk dilakukan
iridektomi secara bedah, yaitu kornea yang keruh, bilik mata depan datar dan
penderita kurang kooperatif.
Ekstraksi Lensa
Ekstraksi lensa saja dapat memperdalam bilik mata depan, memperluas sudut
filtrasi serta menurunkan TIO. Ekstraksi lensa sebaiknya dilakukan tiga
bulan setelah iridotomi laser karena mata sudah tenang, adesi iridokorneal
Trabekulektomi
Karena komplikasi durante dan pascatrabekulektomi, maka biasanya tidak
dilakukan pada keadaan akut, akan tetapi trabekulektomi dapat disarankan
bila serangan terjadi lebih dari 36 atau 72 jam. Pada pascaserangan akut
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut, trabekulektomi diindikasikan bila
sudah terdapat PAS lebih dari 70%, sedangkan apabila PAS yang terjadi masih
sekitar 50% iridektomi masih mungkin untuk dilakukan dan bila pascaepisode
akut dengan medikamentosa maksimal sudut masih tetap tertutup lebih dari
75% meskipun dengan gonioskopi indentasi dan atau TIO masih lebih 45
mmhg. Pada keadaan ini keberhasilan iridektomi perifer hanya 43%.
Pada mata Asian serangan akut kadang refrakter terhadap terapi
standar. Trabekulektomi biasanya dilakukan pada mata yang tidak respons
terhadap terapi medikamentosa atau mata yang berespons terhadap terapi
medikamentosa.
Bab 3 - Glaukoma 65
Mata Jiran
Pada mata jiran mempunyai predisposisi anatomi untuk terjadi blok pupil
dan berisiko untuk berkembang menjadi sudut tertutup akut. Serangan akut
pada mata yang terkena dapat meningkatkan efek simpatik pada mata jiran
untuk terjadi dilatasi pupil. Oleh karena itu iridotomi laser pada mata jiran
penting dilakukan setelah serangan akut. Iridektomi perifer diindikasikan
bila iridotomi laser tidak dapat dilakukan.
Mata jiran yang tidak diterapi 40-80% akan berkembang menjadi
serangan akut 5-10 tahun kemudian. Bahkan penelitian di Singapore Hospital
menunjukkan bahwa dua minggu setelah serangan akut Glaukoma Sudut
Tertutup Primer Akut, sekitar 27.3% mata jirannya terdapat neuropati optik
dan gangguan lapang pandangan. Dan pemberian pilocarpin jangka panjang
tidak efektif untuk mencegah kemungkinan serangan akut pada mata jiran.
Ringkasan
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut merupakan satu yang terpenting pada
kedaruratan mata karena bila tidak diterapi dapat mengakibatkan hilangnya
penglihatan permanen atau kebutaan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
mengenal gejal dan tanda klinis. Terapi medikamentosa intensif untuk
menurunkan TIO, sebaiknya dimulai sesegera mungkin karena tingginya TIO
akan merusak saraf optik lebih lanjut. Terapi definitif pada Glaukoma Sudut
Tertutup Primer Akut adalah iridektomi perifer, trabekulektomi, dan ekstraksi
lensa.
Definisi
Glaukoma kongenital primer terjadi pada 50% sampai 70% dari semua
kasus glaukoma kongenital dan terjadi lebih jarang dibandingkan glaukoma
sekunder pada dewasa sekitar 1 dari 10.000 kelahiran. Dari semua kasus
glaukoma pada anak-anak, 60% didiagnosis pada usia 6 bulan dan 80% dalam
1 tahun pertama kehidupan, di mana 65% adalah laki-laki. Keterlibatan kedua
belah mata terdapat pada 70% kasus.
Kasus glaukoma kongenital primer pada umumnya terjadi secara
sporadis, tetapi sekitar 10-40% berhubungan dengan keluarga (familial) atau
pada hubungan pertalian darah (consanguinity). Meskipun terdapat beberapa
kasus dengan pola pedigree yang menunjukkan pewarisan autosomal dominan,
pada kasus-kasus familial lebih banyak kasus yang dilaporkan dengan pola
pewarisan autosomal resesif dengan ekspresi dan faktor penetrans antara
40-100%, dan bersifat multifaktorial. Distribusi gender yang tidak sama, angka
kejadian dengan jumlah saudara dalam suatu keluarga yang terkena penyakit
(affected siblings) lebih rendah dari yang diperkirakan, dan pewarisan penyakit
ke generasi berikutnya dalam suatu keluarga menguatkan keyakinan bahwa
penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif.
Bab 3 - Glaukoma 67
Gambar 3.6 Gambaran sudut bilik mata depan. (A) Sudut bilik mata depan pada
perkembangan normal. (B) Sudut bilik mata depan pada glaukoma kongenital primer
(Cantorl, Fechtner, Michael A. Et. Al, 2011-2012)
Patogenesis
Penatalaksanaan
Bab 3 - Glaukoma 69
Terapi Medikamentosa
l. Carbonic Anhydrase Inhibitor (CAI)
Merupakan terapi first line dan obat yang paling efektif dan poten untuk
menurunkan tekanan intraokuler pada glaukoma kongenital primer.
Asetazolamid oral, dosis 10-15 mg/kgBB.
Asetazolamid oral aman digunakan untuk jangka waktu pendek dan
dapat menurunkan tekanan intraokuler 20-35%.
Efek samping: diare, penurunan nafsu makan, asidosis metabolik dan
gangguan tumbuh kembang anak bila digunakan jangka panjang.
2. Beta Blocker
Penurunan tekanan intra okuler sekitar 20-30%
- Timolol Maleat 0,25% tetes mata
Efek samping: bradikardia, bronkospasme dan apnea terutama pada
neonatus.
3. Adrenergik Agonis
Apraklonidin
Apraklonidin digunakan pada persiapan goniotomi untuk
mengurangi hifema intraoperasi dan terapi jangka pendek pada bayi
yang tidak toleran terhadap {3-blocker dan carbonic anhydrase inhibitor.
Terapi Pembedahan
1. Goniotomi
Goniotomi dilakukan insisi pada bagian dalam jaringan trabekuler.
Tindakan bertujuan untuk mengurangi efek kompresi uvea anterior pada
jaringan trabekuler, menghilangkan tahanan yang disebabkan kurang
berkembangnya jaringan trabekuler sehingga terjadi perbaikan aliran
keluar akuos dan penurunan tekanan intra okuler.
2. Trabekulotomi
Trabekulotomi dilakukan pada kasus dengan kekeruhan dan edema
kornea yang mempersulit visualisasi sudut dapat dialihkan menjadi
trabekulektomi bila kanal Schlemm tidak ditemukan.
3. Kombinasi trabekulotomi-trabekulektomi
Kombinasi trabekulotomi-trabekulotomi dilakukan terutama pada penderita
dengan riwayat kegagalan trabekulotomi sebelumnya dipertimbangkan
sebagai pilihan terapi awal pada keadaan di mana terdapat peningkatan
diameter kornea dan perubahan struktur bola mata secara signifikan saat
goniotomi dan trabekulotomi menjadi lebih sulit dilakukan.
4. Trabekulektomi
Indikasi trabekulektomi pada glaukoma kongenital primer adalah terdapat
peningkatan tekanan intraokuler yang persisten paska angle surgery.
Ringkasan
Definisi
Bab 3 - Glaukoma 71
GSTaP pada usia lebih dari 40 tahun adalah 1-2% dan meningkat menjadi
15-20% pada keluarga dengan riwayat glaukoma.
Faktor risiko penyebab terjadinya GSTaP antara lain adalah:
1. Tekanan Intra okuler (TIO)
2. Usia
3. Ras
4. Riwayat keluarga
5. Penyakit sistemik.
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman
trabekula (yang terletak di atas kanal Schlemm), dan taji sklera (sclera spur).
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Struktur ini
merupakan tepi membrane Descment dan terdiri atas suatu jaringan atau
pinggiran yang sempit tempat bagian dalam kornea bertemu dengan sklera,
dengan jari-jari kelengkungan yang berbeda. Dapat terlihat seperti sebuah
garis atau pembukitan berwarna putih dan berbatasan dengan bagian anterior
anyaman trabekula.
Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus
ciliare dan kanal Sclemm, tempat iris dan kanal Schlemm menempel. Kanal
Sclemm merupakan kapiler yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri
atas satu lapis sel, diameter nya 0,5 mm. Pada dinding sebelah dalam terdapat
lubang-lubang sebesar 2 U sehingga terdapat hubungan langsung antara
trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal Sclemm, keluar saluran kolektor 20-
30 buah yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera
dan vena siliaris anterior di badan siliar.
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor
akueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akueous
adalah suatu cairan jernih yang mengisi camera oculi anterior dan camera oculi
posterior. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya
memiliki variasi diurnal adalah 2,5 µL/menit. Tekanan osmotiknya lebih
tinggi dibandingkan plasma. Komposisi humor akueous serupa dengan
plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan
laktat yang lebih tinggi serta protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.
Cairan bilik mata (humor akueous) dibentuk oleh epitel tak berpigmen
corpus ciliare, masuk ke dalam bilik mata belakang (camera oculi posterior)
kemudian melaui pupil masuk ke bilik mata depan (camera oculi anterior),
ke sudut camera oculi anterior melalui trabekula ke kanal Sclemm, saluran
kolektor, kemudian masuk ke dalam pleksus vena di jaringan sklera dan
l ensa
Gambar 3.7 Aliran Akuos pada Glaukoma sudut terbuka (Cantorl, Fechtner, Michael A. Et.
Al, 2011-2012)
Gambar 3.8 Jaringan Trabekuler (Cantorl, Fechtner, Michael A. Et. Al, 2011-2012)
Gambar 3.9 Kanai Schlemm (Cantorl, Fechtner, Michael A. Et. Al, 2011 - 2012)
Bab 3 - Glaukoma 73
episklera juga ke dalam vena siliaris anterior di corpus ciliare. Saluran yang
mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan
subkonjuntiva yang dinamakan aqueos veins.
Patogenesis
Terdapat dua teori utama yang mendasari patogenesis glaukoma yaitu teori
mekanis (peningkatan TIO sebagai penyebab kerusakan Papil NII) dan teori
vaskuler (penurunan aliran/perfusi darah sebagai penyebab atrofi N II).
Peningkatan TIO yang didapatkan pada GSTaP merupakan akibat
penurunan outflow dari cairan aquous mata. Beberapa perubahan yang
diduga menyebabkan bertambahnya resistensi atau tahanan pada outflow
humor aquas, di antaranya adalah: penebalan lamella trabekular, penyempitan
ruang intertrabekuler, penyumbatan saluran pengumpul, kollaps canalis
schlemm, hilangnya sel-sel endotel, deposisi material ekstraseluler, penurunan
pembentukan vakuola dan gangguan pada mekanisme umpan balik
neurologis. Keadaan tersebut secara fisiologis terjadi pada proses penuaan
namun pada glaukoma proses tersebut terjadi lebih progresif.
Diagnosis
Terapi Medikamentosa
1. Prinsip dasar
Tentukan target TIO yang diharapkan
Terapi awal selalu dengan satu macam obat, dengan pilihan pertama beta
blocker atau prostaglandin analog.
2. Follow up setelah empat minggu
Apabila target TIO tercapai obat dapat diteruskan, apabila tidak tercapai
dapat diganti dengan obat yang lain atau ditambahkan dengan obat yang
lain. Masing obat jaraknya minimal lima menit untuk mendapatkan efek
maksimal dan menghindari efek washout.
3. Perimetry
Diulang setiap satu tahun apabila tidak terdapat progresivitas penyakit.
4. Gonioscopy
Diulang setiap satu tahun oleh karena sudut bilik mata depan semakin
sempit dengan berjalannya usia.
5. Penyebab kegagalan pengobatan
Target TIO yang tidak tepat
Non-compliance terjadi pada sebagian besar pasien
Laser Trabeculoplasty
Trabeculectomy
Indikasi:
1. Kegagalan terapi obat-obatan dan/atau laser trabeculoplasty.
2. Laser tidak dapat dilakukan oleh karena pasien yang tidak kooperatif atau
trabekulum tidak bisa dilihat dengan jelas (misalnya pada sudut sempit,
kekeruhan kornea).
3. Penyakit sudah pada stadium lanjut (advance) yang membutuhkan target
TIO yang sangat rendah.
Bab 3 - Glaukoma 75
Rehabilitasi
DAFTAR PUSTAKA
Lingkari salah satu jawaban yang paling benar pada tiap soal di bawah ini.
1. Apakah penyebab terbanyak peningkatan tekanan intraokuler pada
glaukoma sudut terbuka primer?
a. Blok pupil
b. Peningkatan produksi humor akuos
c. Penurunan outflow dari cairan aquous mata
d. Dorongan dari faktor lensa
e. Peningkatan tekanan vena episklera.
2. Pada mekanisme glaukoma sudut tertutup, yang bukan termasuk dalam
mekanisme posterior adalah:
a. Level anatomi iris adanya blok pupil
b. Level anatomi iris adanya tarikan yang menutup trabekular meshwork
c. Level anatomi lensa adanya subluksasi lensa
d. Level anatomi badan silier adanya plateau iris
e. Level anatomi posterior lensa adanya tekanan vitreous karena blok
silier.
3. Pada mekanisme glaukoma sudut tertutup, yang bukan termasuk dalam
mekanisme posterior adalah:
a. Level anatomi iris adanya tarikan yang menutup trabekular meshwork
b. Level anatomi lensa adanya subluksasi lensa
c. Level anatomi iris adanya blok pupil
d. Level anatomi badan silier adanya plateau iris
e. Level anatomi posterior lensa adanya tekanan vitreous karena blok
silier.
4. Di bawah ini yang termasuk obat yang menekan produksi humor aquos
adalah:
a. Latanoprost 0,005% topikal
b. Pilokarpin 2% topikal
c. Timolol 0,5% topikal
d. Travoprost 0,004% topikal
e. Bimatoprost 0,03% topikal
5. Semakin bertambahnya usia, semakin besar kemungkinan seseorang
menderita glaukoma sudut tertutup primer
SEBAB
Semakin bertambahnya usia seseorang, lensa mata akan semakin lebih
tebal, lebih ke depan dan lebih midriasis
Bab 3 - Glaukoma 77
Bab LENSA DAN KATARAK
4 Sjamsu Budiono, Djiwatmo, Dicky Hermawan,
Indri Wahyuni
PENDAHULUAN
79
tentang upaya-upaya pencegahan katarak dan pencegahan komplikasi yang
dapat terjadi akibat keterlambatan penatalaksanaan katarak.
Kelainan lensa tidak hanya katarak, terdapat kelainan lain berupa kondisi
afakia akibat pembedahan ataupun trauma juga memerlukan perhatian,
kondisi dislokasi lensa memerlukan panatalaksanaan tepat dan cepat. Supaya
tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dapat
tercapai.
ANATOMI LENSA
Letaklensa
Lensa termasuk dalam segmen anterior mata dan terletak di bagian tengah
bola mata dibatasi bagian depan oleh iris dan bagian belakang oleh vitreus.
Lensa dipertahankan posisinya oleh zonula Zinnii, yang terdiri dari serat-
serat halus kuat yang melekat pada korpus siliaris (Gambar 4.1.)
Struktur Lensa
Gambar 4.1 Potongan melintang lensa mata manusia, menunjukkan hubungan lensa
dengan struktur mata di sekitarnya, illustrasi oleh Ctristine Gralapp (Bobrow et al., 2011)
, ,., ,.
.,.. .. .--------
7. .,.,,
F ;:111·•1
--------
~ ~~ -~- '
Gambar4.3 Skematik potongan melintang lensa. Tanda panah menunjukkan arah migrasi
sel dari epitel ke korteks lensa (Bobrow et al., 2011)
saat yang sama, sel-sel kehilangan organel, termasuk inti sel, mitokondria, dan
ribosom sehingga metabolisme tergantung pada glikolisis untuk produksi
energi.
Bagian terluar pada lensa adalah korteks sedangkan bagian tengahnya
nukleus. Tidak ada perbedaan morfologi antara korteks dan nukleus kecuali
pada kondisi terdapat kelainan pada lensa mata (katarak) perbedaan antara
nukleus, epinukleus, dan korteks dapat terlihat. Perbedaan antara korteks dan
nukleus digunakan juga dalam menentukan tipe katarak (katarak nuklear,
katarak kortikal).
Lensa ini didukung oleh serat zonular yang berasal dari lamina basal
epitel nonpigmented dari pars plana dan pars plicata badan siliar. Serat
zonular ini masuk/ menempel pada kapsul lensa daerah ekuator, 1,5 mm ke
arah anterior dan 1,25 mm ke arah posterior. Serat zonular berdiameter 5-30
µm.
•-111 I
An1arlei~
polo
- 1 • ."'
Metabolisme Lensa
Sel epitel lensa akan terus membelah dan berkembang menjadi serat lensa,
menghasilkan pertumbuhan lensa yang terus-menerus. Sel-sel lensa dengan
tingkat metabolisme tertinggi berada di epitel dan korteks bagian luar. Sel-sel
superfisial memanfaatkan oksigen dan glukosa untuk pengangkutan aktif
elektrolit, karbohidrat, dan asam amino ke dalam lensa.
Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein, dan
jumlah ini mengalami sangat sedikit perubahan dengan proses penuaan.
Sekitar 5% dari volume lensa adalah air yang ditemukan di antara serat-serat
lensa dalam ruang ekstraseluler. Konsentrasi natrium dan kalium pada lensa
berbeda dengan konsentrasi pada humor akuos dan korpus vitreous.
Aspek yang paling penting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang
mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, yang berperan sangat penting
untuk menjaga transparansi lensa. Karena transparansi sangat tergantung pada
komponen struktural dan makromolekul lensa, gangguan dari hidrasi seluler
dapat dengan mudah menyebabkan kekeruhan. Beberapa penelitian menduga
bahwa gangguan keseimbangan elektrolit dan air tidak menimbulkan katarak
nuklear akan tetapi katarak kortikal, di mana kandungan air meningkat secara
signifikan.
Penghambatan Na+, K+-ATPase menyebabkan hilangnya keseimbangan
kation dan meningkatnya kadar air lensa. Apakah Na+, K+-ATPase ditekan
dalam pengembangan katarak kortikal? merupakan hal yang belum pasti,
beberapa penelitian menunjukkan berkurangnya kegiatan Na+, K+-ATPase,
sedangkan penelitian yang lain menunjukkan tidak ada perubahan. Namun
penelitian lain menyarankan bahwa permeabilitas pasif membran untuk
kation meningkat pada proses penuaan dan pembentukan katarak.
Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran sering
disebut sebagai sistem pump-leak lensa (Gambar 4.5.). Menurut teori pump-
leak, kalium dan molekul lain seperti asam amino secara aktif diangkut ke
dalam anterior lensa melalui epitelium anterior. Penemuan ini mendukung
hipotesis bahwa epitel adalah tempat utama untuk transport aktif dalam
lensa. Hal ini menghasilkan gradient yang berlawanan dari ion natrium
dan kalium di lensa, dengan konsentrasi ion kalium yang lebih tinggi pada
bagian depan lensa dan lebih rendah di bagian belakang lensa, berlawanan
dengan konsentrasi natrium. Homeostasis kalsium juga penting untuk lensa.
Hilangnya homeostasis kalsium dapat sangat mengganggu metabolisme lensa.
Peningkatan kadar kalsium dapat menyebabkan perubahan yang merusak,
termasuk depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein dengan berat
molekul yang tinggi, dan aktivasi protease yang merusak.
lnw.Md ...:.,l~ o-
t::' p""' P :s... ~="·....
D.J1wM-:l:!IC'IIV l!- - ---,,- 1!£.11111~11;,I
N.;;i'u-~p,:,rl ----> "~~hi::r•~~
_---}at H;0-.:1
F'Rs.!;1-.c Na'
H~.ul~
,:i1fl..,~n,
1,--aNI! acl-lio
c...·1. fk-H11 p
lnwiu<:I a,,·11=
.iml,-.~ acid ,::,um p:;-
P~S&i1,1~ - ,(----- - - , ~-)•
H::-CJ-"rt~::l;l-illvhr..!9 '
Akomodasi
KATARAK
Definisi
Patofisiologi
Kelainan Bawaan
Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam kandungan dan
kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan kekeruhan lensa
saat lahir. Pada umumnya kelainan tidak hanya pada lensa tetapi juga pada
bagian tubuh yang lain sehingga berupa suatu sindrom.
Proses Penuaan
Seiring dengan bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami pertambahan
berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan daya akomodasi. Setiap
pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris, nukleus
lensa akan mengalami kompresi dan pengerasan (nuclear sclerosis). Modifikasi
D r
II
Gambar 4.6 Perubahan warna lensa manusia dari usia 6 bulan (A), 8 tahun (B), 12 tahun
(C), 25 tahun (D), 47 tahun (E), 60 tahun (F), 70 tahun (G), 82 tahun (H) dan 91 tahun (I). Katarak
nuklear brown pada pasien 70 tahun (J), katarak kortikal pada 68 tahun (K), dan katarak
campuran kortikal dan nuklear pada 74 tahun (L) (Lerman, 1987; Bobrow et al., 2011)
Penyakit Sistemik
Trauma
Stadium Katarak
1. Katarak Insipien
Kekeruhan lensa tahap awal dengan visus yang relatif masih baik
2. Katarak Imatur
Kekeruhan lensa mulai terjadi dapat terlihat oleh bantuan senter, terlihat
iris shadow, visus > 1/60.
3. Katarak Matur
Kekeruhan lensa terjadi menyeluruh, dapat terlihat dengan bantuan
senter, tidak terlihat iris shadow, visus 1/300 atau Light Perception positif
4. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur terjadi ketika massa lensa mengalami kebocoran
melalui kapsul lensa, sehingga kapsul menjadi berkerut dan menyusut.
Gejala-gejala Katarak
Kabur
Penderita pada umumnya datang saat kekeruhan lensa terjadi pada kedua
mata meski derajat katarak kedua mata berbeda. Kekaburan yang dirasa
bersifat perlahan dan penderita merasa melihat melalui kaca yang buram.
Pada tahap awal kekeruhan lensa penderita dapat melihat bentuk akan tetapi
tidak dapat melihat detil.
Katarak nuklear biasanya menyebabkan penurunan lebih besar untuk
penglihatan jarak jauh daripada penglihatan dekat. Pada tahap awal,
pertambahan kekerasan nukleus lensa menyebabkan peningkatan indeks bias
lensa dan dengan demikian menyebabkan terjadinya myopic shift (lentikular
miopia). Di mata hiperopia, myopic shift memungkinkan sebaliknya di mana
individu presbiopia dapat membaca tanpa kacamata, suatu kondisi yang
disebut sebagai second sight. Kadang-kadang, perubahan mendadak indeks
bias antara nuklear sklerosis dan korteks lensa dapat menyebabkan monokuler
diplopia.
Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi sering asimetris. Pengaruh pada
fungsi visual sangat bervariasi, tergantung dari lokasi kekeruhan dengan
sumbu visual. Gejala umum katarak kortikal adalah silau dari sumber cahaya
yang terfokus, seperti lampu depan mobil. Diplopia monokuler juga bisa
terjadi. Kortikal katarak sangat bervariasi dalam tingkat perkembangannya,
beberapa kekeruhan kortikal tetap tidak berubah untuk periode lama,
sedangkan pada orang lain dapat bertambah dengan cepat.
Katarak subkapsular posterior sering mengeluh penglihatan semakin
kabur dalam kondisi pencahayaan terang karena diameter pupil miosis ketika
dirangsang oleh lampu terang, akomodasi, atau obat miotikum. Penurunan
Silau
Penatalaksanaan Katarak
Pembedahan lntrakapsular
Dalam waktu relatif singkat, materi benang yang halus, mikroskop operasi
binokuler, dan teknik sterilisasi modern meningkatkan keberhasilan
pembedahan dan menurunkan jumlah serta derajat keparahan dari
komplikasi. Untuk pertama kalinya dilaporkan oleh Joaquin Barraquer (1957)
suatu bahan kimia yang berfungsi melisiskan serat zonular dengan suatu
enzim a-chymotrypsin, dan dengan bantuan forceps kapsul lensa tradisional
dan erysiphake telah memberikan cara untuk ekstraksi lensa dengan cryoprobe.
Cryoprobe adalah a hollow metal-tipped yang didinginkan oleh nitrous oxide
terkompresi yang kemudian ditempelkan pada permukaan lensa. Pada saat
Gambar 4.12 Ekstraksi Katarak lntrakapsular (ICCE) dengan cryo (Bobrow et al., 2012)
Fakoemulsifikasi
Sebelum tahun 1949, hasil operasi katarak adalah mata afakia, dan pasien
setelah operasi memakai kacamata hyperopia tinggi yang berat dan
menyebabkan pembesaran dari obyek dan distorsi ke samping (kecuali pada
pasien dengan myopia tinggi). Lensa kontak sklera dan kornea digunakan bila
tersedia dan memungkinkan.
Perkembangan implantasi IOL modern mulai pada tahun 1949. Harold
Ridley, seorang dokter mata dari Inggris, mengamati bahwa fragmen PMMA
dari kaca kokpit pesawat ditoleransi dengan baik di segmen anterior mata
pilot yang terluka saat perang dunia II. Ia mengimplantasi lensa berbentuk
cakram PMMA ke dalam ruang posterior seorang wanita 45 tahun setelah ia
melakukan sebuah ECCE.
Lensa Ridley mengkoreksi penglihatan afakia, tetapi karena tingginya
insiden komplikasi pascaoperasi seperti glaukoma, uveitis, dan dislokasi
menyebabkan dia meninggalkan desain lensanya. Meskipun frustasi dalam
upayanya, Ridley menunjukkan kejelian dalam 3 bidang penting. Pertama,
ia membangun original lensa PMMA dalam desain cembung ganda. Kedua,
Gambar 4.13 Tipe IOL untuk ekstraksi katarak intrakapsuler (Bobrow eta/., 2012)
Gambar 4.14 Anterior chamber IOL tipe awal (Bobrow eta/., 2012)
kornea. Karena estimasi tersebut sering tidak tepat bahkan dengan instrumen
modern, komplikasi sering muncul. Lensa yang terlalu besar dan IOL dengan
loop tertutup menyebabkan distorsi pupil dan memberikan kontribusi untuk
terjadinya sindroma uveitis-glaukoma-hifema. ACIOL yang terlalu pendek
akan berputar, desentrasi, dan kontak dengan endotelium kornea.
Komplikasi yang berhubungan dengan ACIOL yang kaku memacu
pengembangan ACIOL flexible-loop. Tambahan inovasi berupa lengan
pendukung yang terbuka dengan empat titik fiksasi (Gambar 4.15), modifikasi
ini telah memungkinkan ACIOL untuk tetap menjadi pilihan pengobatan
untuk kasus dengan kantong kapsuler yang tidak utuh atau untuk sekunder
implanJOL.
Sebagai hasil dari konversi ke ECCE modern, desain IOL diubah untuk
memungkinkan penempatan di ruang posterior dengan dukungan dari kapsul
lensa. ACIOL sebagian besar menjadi back-up ketika kantong kapsul lensa tidak
ada/tidak utuh atau ketika ada kondisi yang menghalangi pemasangan PCIOL.
Geometri optik IOL telah berkembang dari desain plano-cembung
(piano-convex) ke desain yang lebih baru cembung-ganda (biconvex). Banyak
perubahan dalam bentuk desain permukaan dan tepi posterior IOL yang
ditujukan untuk mengurangi kekeruhan yang terjadi pada kapsul lensa
posterior dan untuk memfasilitasi laser kapsulotomi. Modifikasi lensa lainnya
termasuk penggabungan UV-absorbing chromophores ke materi dari IOL untuk
melindungi retina dari radiasi ultraviolet. Lensa dengan penggunaan khusus,
l
seperti yang dirancang khusus untuk jahitan fiksasi di sulkus siliaris, juga
dikembangkan. Lensa ini dibuat dengan menempatkan semacam mata ikan
di dalam kurva dari haptics untuk mefasilitasi penempatan jahitan. Jenis lain
dari penggunaan IOL khusus termasuk lensa yang didesain dengan opaque
flanges yang ditujukan untuk mengurangi silau dalam kondisi klinis seperti
aniridia dan iris coloboma.
Mazzocco mengembangkan Joldable IOL dengan desain plate-style yang
masih digunakan untuk koreksi astigmatisme pada saat operasi katarak dan
memengaruhi desain phakic refractive IOL. Kemudian segera menyusul versi
Joldable IOL dari Shearing-style lens (Gambar 4.16). Keuntungan yang sudah
nyata dari desain lensa Joldable adalah dapat diimplantasi melalui sayatan kecil.
Ketersediaan lensa untuk Iuka sayatan kecil adalah faktor yang mempengaruhi
sebagian besar ahli bedah ECCE untuk berpindah ke teknik fakoemulsifikasi.
Meskipun berbagai macam bahan IOL telah dievaluasi, sebagian besar lensa
Joldable saat ini diproduksi dari bahan silikon atau akrilik.
Meskipun baik silikon atau akrilik cocok untuk kebanyakan pasien, telah
dilaporkan terjadi masalah dengan IOL silikon pada pasien yang menjalani
vitrektomi dengan injeksi minyak silikon. Ketika melakukan operasi katarak
pada pasien yang cenderung memerlukan operasi vitreoretinal dimasa
yang akan datang (seperti pasien dengan miopia tinggi, ablasio retina, atau
retinopati proliferatif), bahan IOL yang dipilih sebaiknya selain silikon.
AFAKIA
Definisi
Dalam keadaan normal bayangan yang masuk ke dalam mata akan melalui
lensa sedang pada afakia bayangan yang masuk ke dalam mata tidak melalui
lensa. Afakia terjadi pada keadaan dislokasi lensa yang berat (subluksasi
atau luksasi lensa ke posterior) dan pada pascaoperasi katarak baik ekstraksi
katarak intrakapsular maupun ekstraksi katarak ekstrakapsular.
Gambaran Klinis
1. Visus menurun
Bilik mata depan menjadi dalam karena iris kehilangan lensa sebagai
penyangga di bagian belakang sehingga permukaan iris (iris plane) akan
bergeser ke belakang sehingga bilik mata depan menjadi dalam.
3. lridodonesis
Penatalaksanaan Afakia
1. Kacamata afakia
2. Lensa kontak
DISLOKASI LENSA
Definisi
Dislokasi lensa atau disebut juga ectopia lentis adalah keadaan di mana lensa
kristalina bergeser atau berubah posisinya dari kedudukan normal akibat
lepas atau ruptur Zonula Zinnii sebagai pemegangnya.
Patofisiologi
Etiologi
1. Trauma Okuli:
Trauma okuli tumpul merupakan penyebab tersering timbulnya dislokasi
lensa secara aquired (didapat)
2. Kelainan Kongenital
Terbanyak didapat pada:
Sindrom Marfan
- Homosisterinuria
Di samping itu juga ditemukan pada:
Sindrom Weil-Marchesari
- Anomali Reiger
- Defisiensi Sulfit Oksidase
- Penyakit Crouzon, dll
3. Sekunder akibat kelainan lain yang terkait:
- Katarak matur atau hipermatur
- Miopia tinggi
Sindroma Marfan
Homosisteinuria
Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul tergantung berat ringannya dislokasi lensa; terutama
pada Sindrom Marfan sering berkaitan dengan Myopia Axial Ablasio Retina.
1. Diplopia Monokuler
Diplopia atau penglihatan ganda ini timbul akibat sinar dari obyek yang
dilihat akan mencapai retina melalui 2 media, yaitu: lensa yang utuh dan
celah antara lensa dan pupil.
2. Afakia
Afakia terjadi apabila seluruh zonula zinnii lepas sehingga lensa jatuh
ke dalam vitreus. Tanda-tanda Afakia: visus menurun, bilik mata depan
dalam, iridodonesis dan kemungkinan terdapat vitreus di bilik mata
depan.
3. Visus menurun
Subluksasi lensa dan Afakia menyebabkan visus menurun. Subluksasi
menyebabkan daya akomodasi menurun, lensa yang lepas sebagian akan
menjadi lebih cembung sehingga terjadi myopia.
Bila luksasi lensa terjadi ke arah anterior sehingga seluruh lensa jatuh ke
dalam bilik mata depan maka di samping visus yang menurun. Mata menjadi
merah disertai nyeri hebat akibat timbulnya glaukoma sekunder.
Penyulit
Luksasi lensa anterior menyebabkan lensa jatuh ke bilik mata depan dengan
akibat lensa akan menempel dan merusak endotel kornea sehingga humor
akuos akan menerobos stroma dan epitel kornea, menimbulkan edema kornea
dan keratopati bulosa. Apabila bula di epitel ini pecah menyebabkan rasa
nyeri di samping kemungkinan timbul penyulit lain keratitis sampai dengan
ulkus kornea apabila ada invasi bakteri, virus atau jamur.
Di samping itu lensa akan menempel di permukaan iris sehingga timbul
sumbatan pada pupil (pupillary block). Adanya lensa di bilik mata depan juga
mengganggu aliran humor akuos akibat tertutupnya trabecular meshwork,
Pupillary block dan gangguan aliran humor akuos ini akan menyebabkan
tekanan bola mata meningkat (glaukoma).
1. Kacamata
Kacamata diberikan sesuai dengan anomali refraksi yang ditemukan.
Pada anak-anak pemberian kacamata ini sangat penting untuk mencegah
amblyopia
2. Operasi
Pada kasus subluksasi maka operasi dikerjakan apabila diplopia sulit
diatasi dengan pemberian kacamata. Dianjurkan melakukan operasi
ekstraksi lensa diikuti pemasangan JOL (Intra Ocular Lens Implant).
Pada penderita Afakia dilakukan pemasangan insersi IOL dengan teknik
fiksasi sklera (JOL dipasang di segmen posterior di belakang pupil) atau
insersi IOL di bilik mata depan.
Operasi intrakapsuler dikerjakan pada luksasi anterior dengan tujuan
mengatasi glaukoma sekunder dan mencegah kerusakan endotel kornea
lebih lanjut.
Luksasi lensa posterior, yaitu lensa jatuh ke dalam vitreus akan
menimbulkan kerusakan retina di samping jangka panjang lensa akan
mengalami degenerasi dan menyebabkan glaukoma fakolitik atau uveitis
fakotoksik. Lensa diekstraksi dengan cara vitrektomi.
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
107
SEJARAH, PENGERTIAN DAN TUJUAN PEMBELAJARAN ILMU PENYAKIT-
PENYAKIT KORNEA
Para ahli mata telah mempelajari histologi dan biokimia mata, yang sehat
atau sakit sehingga pada saat ini, dapat dipahami bagaimana terjadinya daya
tahan mata terhadap berbagai penyakit.
KONJUNGTIVA
j.
Gambar 5.1 Anatomi mata manusia (Vaughan D, 1999)
Fisiologi
Konjungtivitis
Gambaran klinis:
• injeksi konjungtiva dan reaksi papil pada tarsus
• Sekret awalnya cair seperti virus, kemudian menjadi mukopurulen
• Erosi kornea bentuk pungtat banyak terjadi.
Penatalaksanaan:
• Kira-kira 60% kasus membaik dalam lima hari tanpa terapi
• Antibiotika sering diberikan untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah reinfeksi.
Penatalaksanaan:
• Rawat inap bila kornea terkena
• Topikal gentamicin, bacitracin, ciprofloxacin tiap jam
• Sistemik ceftriaxone 1 g I.m. (pasien rawat jalan), 2 kali 1 g i.v. selama 3
hari untuk pasien rawat inap
• Irigasi normal salin pada sakus konjungtiva pada kasus berat untuk
menghilangkan sel-sel radang dan debris.
Adenovirus
Adenovirus (ADV) merupakan non-enveloped virus dengan double-stranded
DNA.
• Epidemic keratoconjunctivitis (EKC): Terutama disebabkan oleh serotip 8,
19, dan 37. Transmisi biasanya melalui kontak tangan ke mata, instrumen
medis, kolam renang, atau kontak seksual.
Gejala: mata merah, berair, fotofobia, ngeres unilateral , mata kontralateral
terkena 1-2 hari kemudian tetapi tidak begitu parah. Keratitis terjadi pada
80%kasus.
Gambaran klinis: edema kelopak mata, limfadenopti preaurikuler,
konjungtivitis folikuler.
Pada infeksi parah dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva, kemosis,
pseudo membran/membran. Keratitis pada hari ke 7-10 (mulai keratitis
epitel pungtat superfisial, fokal dan subepitel infiltrat, dan infiltrat pada
stroma anterior setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan).
• Pharyngoconjunctival fever (PCV)
Terutama terjadi karena serotip 3, 7, 11. Penyebaran melalui infeksi saluran
napas atas. Keratitis terjadi pada 30% kasus.
Penatalaksanaan: simtomatis dengan air mata buatan dan kompres dingin
sampai terjadi resolusi dalam tiga minggu. Topikal steroid diberikan pada
konjungtivitis dengan membran juga untuk menekan inflamasi pada
kornea.
Konjungtivitis Chlamydia
Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis adalah bakteri obligat intraseluler yang menyebabkan
beberapa sindrom konjungtivitis, yaitu trakoma serta konjungtivitis pada
dewasa dan neonatus sesuai dengan serotipnya (trakoma: serotip A-C,
konjungtivitis pada dewasa dan neonatus: serotip D, K)
Trakoma
Trakoma adalah konjungtivitis kronis yang disebabkan oleh serotip A, B, dan
C yang terjadi pada komunitas dengan lingkungan sanitasi yang buruk.
Gejala: mata merah, ngeres, lakrimasi, dan sekret mukopurulen.
Gambaran klinis: konjungtivitis folikuler pada tarsus superior, dapat terjadi
pula pada fornik superior dan inferior, tarsus inferior, plika semilunaris, dan
limbus. Pada fase akut folikel dapat tertutupi oleh hipertrofi papiler dan sel-sel
Penatalaksanaan:
Topikal Tetrasiklin 1% 2x sehari selama 2 bulan
Oral Tetrasiklin 1,5-2,0 g sehari dalam dosis terbagi selama 3 minggu
Erythromycin direkomendasikan bila secara klinis resisten terhadap
Tetrasiklin.
Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis vernal yaitu konjungtivitis bilateral, rekuren, predominan pada
anak laki-laki (5-10 tahun). Alergen spesifik sulit diidentifikasi, tetapi biasanya
menunjukkan manifestasi alergi terhadap serbuk sari rumput-rumputan.
Kekambuhan yang parah sering terjadi pada musim semi, panas, gugur. Pada
iklim tropis hampir selalu ada sepanjang tahun.
Gejala: Gatal, spasme palpebra, fotofobia, kabur, sekret mukoid.
Gambaran klinis: Secara klinis terdapat dua bentuk konjungtivitis vernal,
yaitu palpebral dan limbal. Pada palpebral keradangan terutama pada
konjungtiva palpebra dengan hipertrofi papiler dominan pada palpebra
superior daripada inferior, hiperemi konjungtiva dan kemosis. Pada kasus
yang parah, giant papil atau 'cobblestone' pada tarsus superior. Tipe limba
predominan pada ras Asia dan kulit hitam, limbus menebal, injeksi vaskuler.
Hipertrofi pada limbus yang terdiri dari degenerasi sel eosinofil dan epitel
disebut "Horner-Trantas dots".
Komplikasi yang terjadi pada kornea berupa erosi epitel pungtat di
daerah superior dan sentral sering terlihat, panus, ulkus epitel dengan bentuk
oval dengan kekeruhan stroma pada daerah superior.
Penatalaksanaan:
Kasus ringan dengan topikal vasokonstriktor-antihistamin dan kompres
dingin. Untuk kasus sedang-berat topikal sodium cromolyn, ketorolac 0,5%,
lodoxamide 0,1% dan kortikosteroid topikal dapat diberikan. Pasien dan
keluarga hams diberi informasi bahaya penggunaan topikal kortikosteroid
yang lama.
Phlyctenulosis
Konjungtivitis phlyctenular adalah reaksi hipersensitif lambat akibat respons
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basilus tuberkel, stafilokokus,
Candida albican, Haemophilus aegypticus, dan Chlamydia trachomatis. Phlycten
konjungtiva mulai dengan ukuran kecil (diameter 1-3mm), nodul putih-pink
dan dikelilingi daerah hiperemi. Sering terdapat pada limbus, tetapi juga pada
kornea, konjungtiva bulbi, dan jarang pada tarsus. Konjungtivitis phlycten
sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bakteri akut, dan Kekurangan
gizi. Penatalaksanaan, yaitu terapi terhadap penyakit dasar. Steroid topikal
digunakan untuk mengontrol gejala akut dan mencegah sikatrik kornea.
Pterigeum
Pterigeum adalah jaringan konjungtiva dan fibrovaskuler berbentuk segitiga
yang menginvasi kornea. Terjadinya berhubungan kuat dengan paparan sinar
UV selain faktor-faktor kekeringan, keradangan, angin, debu, serta bahan-
bahan iritan lain. Perubahan patologi yang terjadi adalah degenerasi elastoid
dan jaringan fibrovaskuler subepitel. Pada kornea menunjukkan destruksi
lapisan Boman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskuler. Pterigeum hampir
selalu didahului pinguekula. Deposit pigmen besi (Stocker's line) terlihat pada
bagian kepala pterigeum.
Astigmat reguler dan ireguler terjadi sesuai dengan ukuran pterigeum.
Penatalaksanaan: eksisi bila mengganggu tajam penglihatan atau bila sering
terjadi iritasi yang dilanjutkan dengan simple closure, flap konjungtiva, atau
graft konjungtiva.
Perdarahan Subkonjungtiva
Perdarahan di bawah konjungtiva sering mencemaskan penderita. Sering
terjadi tanpa riwayat trauma sebelumnya. Jika sebelumnya terjadi trauma,
kemungkinan kerusakan jaringan di bawahnya harus disingkirkan. Kadang-
kadang dari anamnesis terdapat batuk, muntah, atau rangsangan Valsava
manuver lainnya. Sebagian besar penderita diyakinkan bahwa hal tersebut
tidak seburuk yang terlihat,tak ada terapi khusus, perdarahan diserap dalam 7-
12 hari. Namun pada penderita perdarahan subkonjungtiva spontan berulang
dapat berhubungan dengan hipertensi tidak terkontrol, diabetesmelitus, atau
"bleeding diathesis".
Pendahuluan
Cornea
us
~
C - ~
.J ----:::;..> - - - - -<~: --- t
~
"
-
--, -- ' -
C 2- J ' ', ;
2. Membran Bowman:
Membran bowman adalah suatu membran a-seluler, jernih dan dianggap
sebagai modifikasi dari stroma. Membran ini mulai terlihat pada usia 4
bulan (100 mm)
3. Stroma kornea:
Stroma kornea terdiri atas selaput kolagen yang tersusun rapi, diameter
serabut satu mikro meter, terletak di antara proteoglikan dan sel keratosit.
Stroma kornea adalah bagian paling tebal (90% dari tebal seluruh kornea).
Pada janin, stroma mulai terlihat bersamaan dengan Bowman, tetapi
berasal dari krista neural (neural crest).
4. Membran Descemet:
Membran descement adalah suatu membran jernih, elastis dan merupakan
suatu membran basal dari endotelium. Descemet sangat sulit ditembus
oleh mikroorganisme. Descemet mulai terlihat pada janin 13 minggu (75
mm) dan berasal dari krista neural.
5. Endotelium:
Endotelium adalah selapis sel yang tidak mempunyai daya regenerasi
sehingga jika mengalami kerusakan (misalnya pada waktu operasi mata
atau tekanan intraokuler tinggi) dapat menimbulkan kekeruhan yang
berat dan permanen.
Fisiologi Kornea
Epitelium kornea adalah barier yang sangat tahan terhadap sejumlah besar
infeksi mikro organisme, kecuali jika sudah terdapat lesi sebelumnya. Lesi
yang ringan misalnya oleh karena tangan penderita (di kucek-kucek) atau oleh
karena tergores benda asing (disebut erosi kornea) dapat menimbulkan akibat
lebih lanjut yaitu:
1. radang kornea (keratitis),
2. ulkus kornea (= radang kornea disertai adanya delen/hilangnya sebagian
jaringan kornea)
3. abses kornea
4. jaringan parut kornea.
1. Nyeri
2. Foto fobia (takut sinar, silau) oleh karena nyeri. Di samping itu, jika iris
mengalami radang akan berkontraksi oleh datangnya sinar.
3. Blefarospasme (refleks menutup mata).
4. Epifora, yaitu air mata yang berlebihan (= nerocoh).
PEMERIKSAAN
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Fl.atCBrn
•~1 "i1 r.o~J~'lt-11'-'II"~
T•;.tw·a
I o-..~;,:'f
<lli .
.
Gambar 5.17 Pola pewarnaan pungtata pada permukaan okuler (American Academy of
Ophthalmology, 2011-2012. Section 8: External Disease and Cornea, pp 18)
Gambar 5.18 Kokus gram positif pada hapusan kornea (American Academy of
Ophthalmology, 2011-2012. Section 8: External Disease and Cornea, pp 133)
Laboratorium
Ulkus marginalis:
1. merupakan komplikasi dari konjungtivitis bakterial
2. berupa reaksi terhadap antigen produk bakteri
3. ulkus akan sembuh sendiri setelah 7-10 hari
Ulkus Mooren:
1. penyebab belum diketahui, diduga penyakit auto imun
2. tidak membaik dengan antibiotika atau steroid
3. terapi:
• imunosupresif sistemik
• reseksi konjungtiva atau keratoplasti lameler memberikan hasil yang
baik pada beberapa kasus.
Ulkus kornea perifer oleh sebab lain:
Kerato konjungtivitis fliktenulosa: terjadi hiper sensitif terhadap basil TBC
Defisiensi vitamin A
Keratitis neurotrofik:
• karena gangguan pada saraf Trigeminus dan menyebabkan hilangnya
refleks mengedip
Gambar 2.22 Ulkus Mooren yang berat (American Academy of Ophthalmology, 2011-
2012. Section 8: External Disease and Cornea, pp 215)
3. Pengambilan komea donor tidak lebih dari 6 jam sejak donor meninggal.
4. Komea di cangkok pada resipien tidak lebih dari 24-48 jam.
5. atau komea donor disimpan terlebih dulu pada medium tertentu.
6. Indikasi keratoplasti:
• indikasi optik: makula/lekoma komea di tengah-tengah
• indikasi terapeutik: HSK
• indikasi kosmetik: lekoma komea disertai ambliopia.
7. Jenis keratoplasti:
• keratoplasti tembus (= full thickness)
• keratoplasti lameler (= partial thickness).
RINGKASAN
Pemahaman yang baik pada komea sehat dan kornea yang sakit, menemukan
gejala penyakit komea, melakukan pemeriksaan pada komea yang sakit,
melakukan penatalaksanaan serta melakukan rehabilitasi penyakit komea
yang tidak dapat dipertahankan, yaitu dengan melakukan tindakan
keratoplasti akan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Pendahuluan
Uvea berasal dari bahasa Latin, "uva" yang berarti "anggur". Traktus uvea
adalah struktur yang terletak di bagian tengah mata, berpigmen dan
merupakan struktur vaskular terpenting pada bola mata, yang terdiri atas:
1. Iris
2. Badan silier
3. Koroid.
Traktus uvea melekat pada sklera di tiga tempat yaitu : scleral spur, tempat
keluarnya vena vorteks dan pada saraf optikus.
Iris
Iris adalah ekstensi paling anterior dari traktus uvea yang terdiri atas pembuluh
darah, jaringan otot dan jaringan ikat. Di samping itu juga mengandung sel-
sel melanosit dan sel-sel pigmen yang bertanggung jawab untuk warna iris
yang khas. Iris memiliki lubang bulat di pusat, yang disebut pupil.
Mobilitas iris memungkinkan untuk merubah ukuran pupil. Pada
saat midriasis, iris membentuk lipatan-lipatan, sedangkan selama miosis,
permukaannya relatif datar. Iris memilki fungsi mengatur jumlah cahaya yang
masuk ke dalam mata sebagai akibat dari kemampuannya mengubah ukuran
pupil melalui aktivitas otot dilatator pupil dan sfingter pupil. Kontraksi otot
dilatator pupil menyebabkan terjadinya midriasis, sedangkan kontraksi otot
sfingter pupil menyebabkan terjadinya miosis. Ukuran pupil pada prinsipnya
ditentukan oleh keseimbangan antara kontraksi akibat aktivitas parasimpatik
ditransmisikan melalui saraf kranial ketiga dan dilatasi akibat aktivitas
simpatik dari kedua otot tersebut.
Otot dilatator pupil memiliki dua inervasi yaitu simpatik dan
parasimpatik. Kontraksi otot dilatator pupil akibat respons dari stimulus
Pigment layer 1
:, Ins
Conjunctiva
Sphincter ;
muse~~ j
Scleral spur -
Zonular fibers
-------
Pars plana
Ciliary process
f,a
'(l
Ora serrata r1¼{J/.'.,
0 ii
Ciliary epithelium
(' 'I'·;~
Gambar 5.26 Anatomi iris, badan silier dan struktur di sekitarnya (Riordan-Eva P, 2008)
Koroid
Koroid adalah bagian posterior dari traktus uvea yang terletak antara retina
dan sklera dengan ketebalan kurang lebih 0,25 mm. Koroid berada di antara
Bruch 's membrane di bagian dalam dan sklera di bagian luar. Ruang suprakoroid
berada di antara koroid dan sklera. Di bagian posterior, koroid melekat dengan
tepi dari saraf optikus, dibagian anterior menyatu dengan badan silier. Koroid
terdiri atas tiga lapisan pembuluh darah koroid, yaitu :
Choriocapillaris, merupakan lapisan yang paling dalam
Larger
choroidal - - -
vessels
Suprachoroid
Pembuluh darah yang lebih dalam berada di dalam koroid dengan lumen
yang lebih lebar. Bagian dalam dari pembuluh darah koroid disebut sebagai
choriocapillaris. Perfusi choroid berasal dari arteri siliaris posterior panjang dan
pendek serta dari arteri perforating siliaris anterior sedangkan pengaliran
darah vena melalui vena vorteks. Aliran darah yang melalui koroid sangat
tinggi apabila dibandingkan dengan jaringan yang lain.
UVEITIS
Pendahuluan
Pengertian
Uveitis adalah inflamasi atau keradangan pada traktus uvea. Saat ini istilah
uveitis digunakan juga untuk menggambarkan berbagai macam inflamasi
intraokuler yang mengenai tractus uvea (iris, badan silier dan koroid) serta
retina dan pembuluh darah retina.
Banyak aspek dari riwayat kesehatan pasien yang dapat membantu menegakkan
diagnosis dan mengklasifikasikan uveitis di samping berdasarkan gejala klinis
yang ada. Penggalian riwayat penyakit yang baik, lengkap dan sistematis juga
sangat membantu mencari causa atau etiologi uveitis.
Uveitis adalah penyakit yang kompleks dan dapat berkaitan dengan
penyakit sistemik. Walaupun inflamasi yang terjadi adalah intraokuli dan
hanya mengenai mata saja, namun hal tersebut dapat juga berkaitan dengan
kondisi sitemiknya. Inflamasi okuler yang terjadi sering tidak berhubungan
dengan aktivitas inflamasi di tempat lain di dalam tubuh, namun demikian
sangat penting bagi klinisi untuk melakukan penggalian semua riwayat
penyakit secara menyeluruh.
Hal-hal tersebut di bawah ini adalah penting untuk membantu
menegakkan diagnosis uveitis dan mencari etiologinya
a. Umur
b. Ras
c. Lokasi geografi
d. Riwayat penyakit mata sebelumnya
e. Riwayat kesehatan sebelumnya
f. Higiene dan kebiasaan makan
g. Riwayat seksual
h. Riwayat penggunaan obat golongan NAPZA
1. Hewan peliharaan.
Patofisiologi Uveitis
Sistem lmunoregulator
Uveitis Anterior
Pendahuluan
Uveitis anterior adalah inflamasi pada traktus uvea, bilik mata depan
merupakan tempat utama terjadinya inflamasi. Di samping itu, juga disertai
dengan inflamasi pada iris dan badan silier serta struktur di sekitarnya yang
meliputi kornea dan sklera. Adapun penyakitnya meliputi:
Iritis : inflamasi mengenai bilik mata depan dan iris
- Iridocyclitis : inflamasi mengenai iris dan badan silier
- Anterior cyclitis : inflamasi mengenai badan silier bagian anterior
Keratouveitis : inflamasi mengenai traktus uvea dan kornea.
Sclerouveitis : inflamasi mengenai traktus uvea dan sklera.
Keluhan
Penggalian terhadap semua keluhan harus dilakukan dengan cermat dan
sistematis untuk menghindari hal-hal penting terlewatkan.
Mata merah, sebagai akibat adanya hiperemi perikornea (injeksi silier)
oleh karena adanya inflamasi di daerah iris dan atau badan silier.
Nyeri, sebagai akibat inflamasi akut pada daerah iris pada iritis akut atau
dari glaukoma sekunder. Di samping itu, nyeri yang berkaitan dengan
spasme silier pada iritis biasanya referred pain akibat dari inervasi saraf
Trigeminus.
Fotofobia atau takut melihat cahaya. Adanya cahaya akan merangsang
spasme dari iris dan badan silier yang sedang dalam keadaan inflamasi.
Hal ini menyebabkan bertambah nyeri, sehingga penderita berusaha
menghindarinya.
Epifora atau mengeluarkan air mata berlebihan, sebagai akibat inflamasi
yang mengenai perifer kornea, iris dan badan silier.
Penglihatan menurun, sebagai akibat adanya kekeruhan pada aksis
visual akibat penumpukan sel-sel inflamasi, fibrin dan protein di bilik
mata depan (BMD) serta adanya keratic precipitates (KPs) di endotel kornea.
Pada kasus berat, pupil dapat tertutup oleh fibrin yang disebut oklusio
pupil sehingga terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
Gambar 5.28 Tanda uveitis anterior . (a) lnjeksi silier/perikornea, (b) Pupil miosis, (c) Sel
radang menempel pada endotel kornea, (d) Hipopion pada uveitis akibat inflamasi yang
hebat (Kanski, 2007)
Uveitis anterior kronik lebih jarang apabila dibandingkan dengan tipe akut.
Biasanya ditandai dengan keradangan yang menetap yang mudah kambuh
dalam waktu kurang dari 3 bulan sesudah penghentian pengobatan. Inflamasi
yang terjadi dapat granulomatous atau non-granulomatous dan lebih sering
terjadi secara bilateral simultan.
Keluhan
Pada umumnya tampak lebih tenang dibandingkan dengan uveitis akut.
Banyak penderita tidak mempunyai keluhan sampai dengan penyakitnya
terus berkembang, dan mulai mengeluh penglihatannya menurun, akibat
timbul berbagai komplikasi seperti calcific-band keratopathy, katarak atau cystoid
macular edema (CME).
Tanda-tanda Klinis
Mata kemerahan. Pada umumnya mata tidak terlalu merah atau kadang-
kadang sedikit kemerahan (pink) selama periode kekambuhan akibat
proses inflamasi.
Flare dan Sel di BMD. Pada uveitis kronis, flare lebih tampak jelas
dibandingkan sel pada mata dengan proses inflamasi yang lama.
Sedangkan sel didapatkan dalam gradasi yang bervariasi, namun proses
inflamasi yang lama ini sering tidak dirasakan oleh penderita.
1. Midriatikum
Obat-obatan midriatikum yang tersedia saat ini adalah sebagai berikut
a. Jangka waktu efek terapinya pendek (short-acting):
Tropicamide 0,5% dan 1%: durasi 6 jam
Cyclopentolate 0,5% dan 1%: durasi 24 jam
- Phenylephrine 2,5% dan 10%: durasi 3 jam
b. Jangka waktu efek terapinya panjang (long-acting):
- Homatropine 2%: durasi lebih dari 2 hari
- Atropine 1%: merupakan cycloplegic dan midriatikum yang paling kuat,
dengan durasi lebih dari 2 minggu.
2. Kortikosteroid
Sampai saat ini, kortikosteroid masih merupakan terapi utama uveitis
anterior. Mengingat efek samping yang dapat ditimbulkan, maka pemberian
kortikosteroid harus berdasarkan indikasi yaitu:
Pengobatan inflamasi yang masih aktif
Mencegah atau mengobati komplikasi seperti cystoid macular edema (CME)
Menurunkan atau mencegah infiltrasi ke koroid, retina dan saraf optik.
a. Antimetabolites
Obat-obatan yang termasuk golongan antimetabolit adalah sebagai
berikut.
1) Azathioprine
Azathioprine merupakan analog nekleosida purin, yang bekerja
dengan cara mengganggu replikasi DNA dan transkripsi RNA
(mengganggu metabolisme purin)
Regimen: Dosis awal 1 mg/kg/hari (tablet 50 mg) diberikan
sekali sehari atau dalam dosis terbagi. Setelah 1-2 minggu, dosis
dapat ditingkatkan dua kali. Dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid. Pemberian azathioprine dihentikan apabila
penyakit inaktif dalam waktu 1 tahun.
Efek samping: Supresi sumsum tulang, gangguan gastrointestinal
dan hepatotoksik. Apabila terjadi efek samping, pemberian dapat
dihentikan.
Uveitis lntermediet
Pendahuluan
Epidemiologi
Angka kejadian uveitis intermediet sekitar 15% dari semua kasus uveitis.
Walaupun kasus uveitis pada anak jarang, namun sekitar 20% dari kasus
uveitis pada anak-anak merupakan uveitis intermediet. Dari semua uveitis
intermediet, sekitar 80-90% adalah pars planitis. Pada umumnya berkaitan
dengan penyakit sistemik, namun dapat terjadi secara idiopatik. Apabila
Pengertian
Gejala Klinis
Keluhan
Pada umumnya keluhan yang dirasakan pada awalnya unilateral, namun
lama-kelamaan menjadi bilateral. Walaupun bilateral, sering memiliki derajat
keparahan yang berbeda antara mata kiri dan kanan.
Foaters. Penderita mengeluh melihat bentukan seperti bintik-bintik hitam
kecil atau sedang yang melayang-layang pada area penglihatannya saat
matanya digerakkan. Hal ini disebabkan oleh adanya inflamasi yang
terjadi di vitreus, retina dan koroid.
Penglihatan kabur. Ada awal terjadinya penyakit, terjadi penurunan
tajam penglihatan menjadi sekitar 20/40, sebagai akibat adanya vitritis
sedang dan cystoid macular edema (CME). Apabila inflamasi tidak segera
ditangani dengan baik, akan terjadi penurunan penglihatan yang berat
mulai 1/300 bahkan sampai tinggal persepsi cahaya. Hal ini dapat
disebabkan oleh CME kronis, glaukoma, inflamasi di retina dan retinal
detachment. Pada kasus penurunan penglihatan berat yang terjadi secara
mendadak, biasanya diakibatkan oleh perdarahan korpus vitreus.
Mata merah, nyeri dan fotofobia dapat terjadi, namun jarang. Gejala akut
seperti ini, biasanya terjadi pada penyakit tertentu yaitu multipel sklerosis,
sarkoidosis dan Lyme disease.
Tanda Klinis
Karena sebagian besar uveitis intermediet adalah pars planitis, maka tanda-
tanda yang paling banyak adalah tanda-tanda pars planitis.
Korpus vitreus
Sel-sel radang di vitreus (vitreous cells)
Vitreous Snowballs, yaitu kumpulan sel-sel radang yang mengumpul
di vitreus yang berwarna putih kekuningan. Biasanya berada di bagian
inferior vitreus.
Segmen posterior
Periflebitis dibagian perifer dan perivascular sheafing.
Snowbanking, yang ditandai dengan fibro-vascular plaque berwarna abu-
abu keputihan di pars plana atau ora serata, terutama terdapat dibagian
inferior.
Neovaskularisasi dapat terjadi pada snowbank atau papil saraf optik.
Edema papil kadang-kadang ditemukan, terutama pada pasien muda.
Penatalaksanaan
Oleh karena uveitis intermediet adalah penyakit sering berkaitan dengan
penyakit sistemik, maka tahap pertama penanganan penyakit ini adalah
menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit infeksi (misal: Lyme disease)
atau keganasan (misal: intraocular lymphoma). Tahap kedua adalah menentukan
pengobatan yang diperlukan. Sebelum memberikan pengobatan, harus
diperiksa secara cermat dan dievaluasi secara sistematis. Kadang-kadang
uveitis intermediet dengan visus yang baik masih belum memerlukan
pengobatan, namun harus tetap dievaluasi perjalanan penyakitnya, apakah
membaik, tetap atau justru memburuk. Penganan uveitis intermediet adalah
dengan menggunakan obat-obatan (terapi medikamentosa) dan terapi
pembedahan.
2. Terapi pembedahan
a. Vitrektomi
Sangat baik untuk mengatasi CME. Indikasi lainnya adalah tractional retinal
detachment, kekeruhan vitreus yang berat, perdarahan korpus vitreus yang
tidak diserap dan membran epiretina.
b. Cryotherapy
Saat ini jarang digunakan. Biasanya digunakan pada eksudatif retinal
detachment yang berkaitan dengan telangangiac tactic dan vasoprolifertif
tumor
3. Fotokoagulasi
Dilakukan pada retina perifer dan bermanfaat juga digunakan pada mata
dengan neovaskularisasi pada vitreus.
Uveitis Posterior
Pendahuluan
Uveitis posterior meliputi retinitis, koroiditis dan vascular retinitis. Banyak lesi
yang berasal primer di retina atau koroid, namun sering mengenai keduanya
(retinokoroiditis dan korioretinitis).
Gejala Klinis
Keluhan
Keluhan yang timbul bervariasi sesuai dengan lokasi dari fokus inflamasinya
dan ada atau tidaknya vitritis.
Penglihatan menurun tanpa disertai rasa nyeri, sebagai akibat efek primer
uveitis seperti retinitis dan atau koroiditis yang langsung memengaruhi
fungsi makula, atau komplikasi dari inflamasinya berupa CME, epiretinal
membrane, retinal ischemia, retinal atrophy dan choroidal neovascularization.
Kekeruhan pada media refraksi juga dapat mnyebabkan kabur, seperti
terbentuknya katarak dan debris di vitreus. Keluhan kabur juga dapat
disebabkan oleh kelainan refraksi, yaitu mata berubah menjadi miopia
atau hipermetropia akibat edema makula, hipotoni atau perubahan posisi
lensa.
Floaters, yaitu seperti melihat sesuatu di penglihatan seperti bintik-bintik
hitam. Hal ini akibat adanya lesi di perifer.
Scotomata, yaitu gangguan penglihatan sentral (bulatan hitam/gelap di
sentral) sebagai akibat lesi yang mengenai makula.
Photopsia, yaitu melihat kilatan cahaya akibat lesi di retina.
Metamorphosia, yaitu melihat benda yang bentuknya bergelombang
sehingga berbeda dengan bentuk aslinya sebagai akibat lesi yang berada
dimakula.
Nyctalopia, yaitu berkurangnya kemampuan melihat pada tempat dengan
cahaya yang kurang, misalnya pada malam hari atau tempat yang redup,
namun masih baik apabila cahaya cukup, misalnya pada siang hari.
Tanda-tanda Klinis
Tanda klinis pada uveitis posterior harus dilihat di korpus vitreus dan segmen
posterior atau fundus okuli menggunakan oftalmoskop mulai dari sentral
sampai perifer. Sebaiknya menggunakan indirect ophthalmoscopy atau indirect
slitlamp biomicroscopy. Karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu: image
yang dihasilkan berupa 3 dimensi, dapat mencoscope
Retinitis, dapat terjadi fokal (soliter) atau multifokal berupa suatu lesi
di retina. Lesi aktif ditandai dengan kekeruhan/infiltrat di retina yang
berwarna keputihan dengan batas tidak jelas akibat adanya edema di
sekeliling lesi tersebut. Setelah membaik, batas lesi menjadi jelas.
Koroiditis, dapat fokal, multifokal atau geografis. Koroiditis aktif ditandai
dengan adanya lesi berupa infiltrat atau nodul yang bulat berwarna
kekuningan di fundus okuli.
Vaskulitis, dapat terjadi primer atau sekunder akibat retinitis. Ditandai
dengan adanya inflamatory sheating dari arteri dan vena. Pada umumnya
lebih sering terkena pada vena (periphlebitis), namun kadang-kadang dapat
mengenai arteri (periarteritis).
Retinal detachment, baik eksudatif, tractional maupun rhegmatogenous.
Penatalaksanaan
1. Midriatikum
Pemberian midriatikum masih diperlukan terutama untuk uveitis posterior
yang kronis yang sudah menyebar ke segmen anterior. Selain berfungsi untuk
mengurangi nyeri dan mencegah sinekia posteior, juga sangat diperlukan
untuk evaluasi segmen posterior. Dapat diberikan long-acting mydriaticum:
atropin 1%.
Komplikasi Uveitis
Katarak
Mata dengan uveitis kronis dan rekuren, dapat terkena katarak sebagai
akibat dari inflamasinya itu sendiri maupun akibat pengobatan dengan
kortikosteroid. Proses inflamasi dan pemberian kortikosteroid dalam jangka
panjang akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme lensa pada
tingkat molekuler dan seluler sehingga lensa mengalami kekeruhan. Biasanya
diawali dengan kekeruhan dibagian posterior lensa (posterior sub capsular).
Glaukoma
Uveitic ocular hypertension sering terjadi dan harus dibedakan dengan uveitic
glaucoma yang sangat dikenal merupakan salah satu komplikasi uveitis.
Dikatakan ocular hypertension apabila TIO meningkat lebih dari 10 mmHg di
atas normal tanpa disertai kerusakan glaucomatous optic nerve. Uveitic glaucoma
adalah peningkatan TIO sebagai akibat dari kehilangan neuroretinal rim yang
progresif dan atau perkembangan defek glaucomatous field.
Peningkatan TIO pada mata dengan uveitis dapat terjadi secara akut, kronis
atau rekuren. Adanya inflamasi yang lama pada badan silier menyebabkan
TIO menjadi tinggi melebihi normal atau rendah secara fluktuatif. Banyak
perubahan morfologi, seluler dan biokimiawi yang terjadi pada dengan uveitis
yang menyebabkan uveitic glaucoma dan ocular hypertension.
Hypotony
DAFTAR PUSTAKA
Lingkari salah satu jawaban yang paling benar pada tiap soal di bawah ini.
1. Struktur-struktur di bawah ini yang semuanya termasuk traktus uvea
adalah:
a. Kornea, sklera dan kunjungtiva
b. Lensa, iris dan koroid
c. Iris, badan silier dan koroid
d. Iris, badan silier dan retina
e. Koroid, korpus vitreus dan retina.
2. Gejala klinis uveitis anterior akut adalah:
a. Mata merah, fotofobia, kabur, flare dan sel di BMD, pupil midriasis
b. Mata merah, nyeri, kabur, flare dan sel di BMD, pupil miosis
c. Mata merah, epifora, sinekia posterior, pupil midriasis, BMD jernih,
d. Mata merah, fotofobia, epifora, infiltrat di kornea, BMD jernih
e. Mata merah, nyeri, TIO tinggi, BMD jernih, pupil midriasis.
3. Penatalaksanaan uveitis anterior adalah:
a. Antibiotika topikal dan sistemik
b. Midriatikum dan kortikosteroid topikal
c. NSAID sistemik dan antibiotika sistemik
d. Vasokonstriktor topikal dan artificial tears
e. Antibiotika topikal dan vasokonstriktor topikal.
4. Yang merupakan komplikasi uveitis adalah:
a. Katarak dan keratitis
b. Katarak dan konjungtivitis
c. Glaukoma dan katarak
d. Glaukoma dan skleritis
e. Dry eye syndrome dan keratitis.
5. Sel pada konjungtivitis yang membentuk lapisan air mata bersama aquos
dan lipid adalah:
a. Sel epitel kolumnar d. Sel unipoten
b. Sel keratosit e. Sel multipoten.
c. Sel goblet
6. Gambaran klinis keradangan konjungtivitis yang dapat dibedakan untuk
membuat diagnosis banding antara lain:
a. Sekret d. Udem stroma
b. Hematom palpebra e. Hiperemi.
c. Udem epitel
PENDAHULUAN
169
~ -+-'--- - - Nasal retina
- - -- Temporal retina
J F--L,'----;:;;;:.i- - Optic nerve
l halamus -+--H,-L\---'--
Pineal glanrr.----'r\-...,__ _ .,
Parietal lobe
Geniculo-
calcarina
radiation
PAPILEDEMA
Batasan
Pembengkakan tanpa peradangan dari papil saraf optik yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial. Menurut Vaughan, papil edema adalah
pembengkakan papil saraf optik atau diskus optik sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial baik oleh karena proses inflamasi maupun non inflamasi
yang berhubungan dengan penyakit-penyakit intrakranial, orbita atau
penyakit sistemik.
Patofisiologi
Etiologi
Gejala Klinis
Tekanan intracranial tidak tergantung berat badan atau tinggi badan, sedikit
lebih tinggi apabila seseorang batuk, bersin, mengejan dan menahan napas.
Gejala yang ditemui pada pasien dengan papil edema berupa visus yang
normal kecuali pada stadium lanjut, sefalgia, nausea, vomit, defek lapang
pandangan. Defek lapang pandangan berupa pelebaran bintik buta. Selain
pembesaran bintik buta, apabila papiledema terus berlangsung dan memberat
dapat terjadi berbagai bentuk kelainan lapang pandang misalnya skotoma
arkuata, nasal step, konstriksi, sisa temporal dan bahkan kebutaan total.
Pemeriksaan visus sangat diperlukan, penderita papil edema fase awal dan
fase sempurna biasanya tidak didapatkan gejala visual.
Pemeriksaan papil edema dengan funduskopi harus dilakukan secara
teliti dengan melihat tanda-tanda atau perubahan yang terjadi. Tanda-tanda
atau perubahan yang terjadi pada pemeriksaan funduskopi berupa:
1. Hiperemi papil
2. Batas papil kabur
3. Peningkatan ketinggian papil
4. Perubahan serabur saraf peripapiler, dapat terjadi edema
5. Pelipatan retina dan koroid, yang dikenal dengan sebutan Paton's line
6. Kongesti vena dan pembuluh darah peripapiler, pembuluh darah
peripapiler terlihat berkelok-kelok dan ukuran lebih besar disebut
turtoisity
7. Perdarahan papiler dan peripapiler
8. Eksudat serabut saraf
9. Hilangnya denyutan vena spontan.
Gambar 6.2 a. Papil edema awal. b. Perkembangan lengkap. c. Kronis. d. Atrofi (Glaser,
1979)
lebih hebat pada bagian nasal dari pada bagian temporal. Kehilangan lapang
pandangan terjadi pelan dan progresif. Kehilangan lapang pandangan yang
mendadak biasanya disebabkan oleh karena iskemia karena oklusi arteriole
pada prelaminar diskus. Papil edema menyebabkan penglihatan kabur karena
bintik butanya membesar, edema atau lipatan pada retina. Kekaburan ini
biasanya reversibel.
Pemeriksaan laboratorium bukan untuk menegakkan diagnosis papil
edem a tetapi untuk mencari tanda-tanda penyebab bisa berupa infeksi,
metabolik dan inflamasi. Pemeriksaan darah tergantung penyebab yang
dicurigai, bisa berupa pemeriksaan gula darah, jumlah sel darah merah,
angiotensin-converting enzym atau tes serologis sifilis.
CT-scan dan MRI otak dengan kontras sebaiknya dilakukan untuk
mengidentifikasi masa pada sistem saraf pusat, perdarahan, hidrosefalus,
trombosis sinus cavernosus. MR venografi dilakukan bila diduga adanya
gumpalan pada vena dan MR angiografi dipertimbangkan jika terdapat
malformasi pada arter-vena dura menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.
Apabila dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil seperti yang telah disebut
di atas, maka kemungkinan diagnosa yang dapat terjadi adalah : Pseudopapil
edema, Neurutis optik/Papilitis, Hipertensi retinopati maligna, Oklusi vena
retina sentralis, dan Optik Neuropati Iskemik
Penatalaksanaan
PAPIL ATROFI
Pendahuluan
Papil atrofi bukanlah suatu penyakit, tapi merupakan bentuk kecacatan yang
diakibatkan kerusakan permanen dari sel-sel ganglion dan akson-akson saraf
optik. Papil atrofi merupakan tanda klinis yang penting dari penyakit saraf
optik yang lanjut, baik primer maupun sekunder.
Papil atrofi selalu menyebabkan ganguan penglihatan. Gangguan
penglihatan akibat papil atrofipada umumnya ireversibel.
Batasan
Papil atrofi adalah degenerasi saraf optik yang tampak sebagai papil saraf
optik yang berwarna lebih pucat daripada normal.
Pucatnya papil saraf optik tidak selalu menandakan adanya papil atrofi
karena warna papil saraf optik bervariasi pada individu normal. Papil atrofi
dipastikan bila didapatkan kepucatan papil saraf optik yang disertai oleh
gangguan tajam penglihatan dan lapang pandangan.
Patofisiologi
Papil atrofi terjadi karena adanya kerusakan akson saraf optik yang akan
menimbulkan degenerasi saraf akson saraf optik dan terjadi atrofi pada saraf
Etiologi papil atrofi meliputi gangguan lokal dan sistemik, di mana yang
tersering disebabkan oleh beberapa kondisi antara lain :
1. Trauma
2. Kompresi
3. Iskemia
4. Paska inflamasi
5. Toksin
6. Malnurisi
7. Metabolik
8. Penyakit degeneratif
9. Herediter.
Pembagian
Gambar 6.3 (a) Papi I Atropi Primer (b) Papil Atropi Sekunder (Kanski, 2011)
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Pendahuluan
Batasan
Pembagian
Gambar 6.5 Neuritis Retrobulber: A. Foto papil pada neuritis optik retrobulber,
menunjukkan penampakan normal. B. Skotoma sentral tampak pada perimetri statik
otomatis. C. Tl-weighted axial MRI scan orbita dengan teknik supresi lemak dan pemberian
gadolinium, menunjukkan peningkatan pada saraf optik intraorbital kanan (panah). D.
Tl-weighted axial MRI scan pada otak, menunjukkan hiperintensitas white matter multipel
(panah) konsisten dengan demielinasi (Kline, 2011)
Gejala Klinis
- Idiopatik
- Multipel Sklerosis
- Inflamasi intraokuler
- Inflamasi granulomatous
- Inflamasi contiguous
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari neuritis optik antara lain : Iskemik Optik Neuropati,
Pepil edema, Hipertensi berat, Tumor orbita yang menekan saraf optik, Proses
desak ruang (Space Occupying Process), Neuropati optikleber, Toksik atau
Metabolik Optik Neuropati
Anamnesis sangat diperlukan pada pasien dengan neuritis optik. Papilitis dan
neuritis retrobulbar mempunyai persamaan dan perbedaan tanda dan gejala
yaitu berupa penurunan visus yang agak mendadak, pengurangan persepsi
warna, pengurangan kecerahan cahaya, defek pupil aferen relatif (bila terjadi
unilateral dan bilateral simetris), defek lapang pandangan terutama berupa
skotoma sentral atau sekosentral tetapi pada papilitis defek lebih luas.
Pada pemeriksan oftalmoskopis, papilitis didapatkan adanya hiperemi
dan edema ringan pada papil, sedangkan pada neuritis retrobulbar papil
dalam batas normal, sehingga sering dikatakan "the doctor sees nothing and the
patient sees nothing"
Penatalaksanaan
Batasan
Patofisiologi
Pembagian
I. Berdasarkan mekanisme
1. Trauma saraf optik langsung
2. Trauma saraf optik tidak langsung
II. Berdasarkan antomi
1. Trauma papil saraf optik (avulsi)
2. Trauma saraf optik anterior
3. Trauma saraf optik posterior
Gejala Klinis
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk traumatik optik neuropati antara lain adalah: Oklusi
Arteri Retina Sentral, Oklusi Vena Retina Sentral, Anterior Iskemik Optik
Neuropati (AION), Neuritis Optik, Papil Edema, Neuropati Optik Leber, dan
Neuropati Optik Nutrisional
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
- Bila tidak ada fraktur atau hematom pada kanal optik dianjurkan
hanya medikamentosa segera setelah trauma.
Seharusnya dimulai sebelum 8 jam setelah trauma.
- Dosis kortikosteroid: dosis awal methylprednisolon 30 mg/kgBB (i.v.),
kemudian diikuti 5 mg/kgBB/hari selama 48-72 jam dan apabila tidak
ada perbaikan steroid dihentikan. Bila ada perbaikan, pengobatan
dilanjutkan selama 4-5 hari dan dilanjutkan dengan prednison secara
oral untuk penurunan dosis secara cepat selama 2 minggu.
2. Pembedahan
1. Dekompresi Kanal Optik
o masih kontroversial
o dianjurkan pada keadaan:
1. Tidak ada perbaikan dengan atau tanpa kortikosteroid selama
24-48jam.
2. Ada perbaikan dengan kortikosteroid tetapi mengalami
penurunan bila dosis diturunkan.
3. Ada perdarahan atau fragmen tulang yang mengenai saraf
optik.
2. Dekompresi Orbita
Ditujukan pada kasus perdarahan orbita yang menimbulkan kompresi
pada saraf optik yaitu dengan kantotomi lateral dan kantolisis.
Pendahuluan
Batasan
Gejala Klinis
Etiologi
Tobacco/alcohol abuse
Malnutrisi berat,dengan defisiensi thiamin
Anemia pernisiosa
Toksik obat-obatan
Differential Diagnosis
Penatalaksanaan
Pendahuluan
Batasan
Pembagian
1. Arteritik (AAION),
berhubungan dengan temporal giant cell arteritis
2. Non Arteritik (NAION)
- Visus menurun
Tidaknyeri
Dimulai pada satu mata tapi bisa dua mata
Defek pupil afferent
Edeme papil segmental yang pucat
- Flame shaped hemorrhages
Penglihatan warna menurun
Defek lapang pandangan: altitudinal atau sentral
Gambar 6.7 Defek Lapangan Pandang pada Non-Arteritik Anterior lschaemic Optic
Neuropathy (Walsh and Hoyt's Clinical Neuro-Ophthalmology Ed. 4, 1982)
Tabel 6.1 Perbedaan arteritik dan non arteritik iskemik optik neuropati
Karakteristik Arteritik Non Arteritik
Umur Rerata 70 Tahun Rerata 60 Tahun
Jenis Kelamin Wanita > Pria Pria = Wanita
Gejala Penyerta Sakit kepala, yeri kulit kepala, >20/200 pada 60% kasus
laudikasio, hilang penglihatan
sementara < 20/200 pada 60%
kasus
Disk Bengkak pucatpada umumnya Pucat atau hiperemi Cup
Cup normal kecil
Laju Endap Darah Rerata 70 mm/jam Rerata 20--40 mm/jam
FFA Disc delay dan choroid Disc delay
delay
Perjalanan Ilmiah Jarang membaik 16--42,7% membaik
Mata jiran 54-95% Mata jiran 12-19%
Pengobatan Steroid sistemik Tidak ada yang terbukti
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
1. Arteritik
• Methylprednisolon intravena 1 g/hari untuk 3-5 hari pertama
• Prednison oral sampai 100 mg/hari di tappering selama 3-12 bulan
tergantung pada respons.
• Tappering harus pelan-pelan dan hati-hati, karena dapat terjadi
rekurensi sekitar 7%.
2. Non Arteritik
• Nonprogresif: observasi
• Progresif: dekompresi selubung saraf optik mungkin dipertimbangkan.
1. Collum, Chang: The Wills Eye Manual, Office and Emergency Rooms.
Diagnosis and Treatment of Eye Disease 5th ed, 2008, pp. 252-54.
2. Kanski J, Clinical Ophthalmology 7i=h edition, 2011, pp. 405-406.
3. Kline et al, Basic and Clinical Science Course: Neuro- Ophtamology,
American Academy of Ophtamology, 2011-2012.
4. Miller Stephen J.H: Parson's Disease of the Eye, 7i=h ed, Longman group
Ltd, New York, 1984, pp. 225-26,349.
5. Grant T. Liu, Nicholas C. Volpe, Stephen L. Galetta: Neuro-Ophtalmology
Diagnosis and Management, W.B. Sounders Company, 2010.
6. Pavan Langston D: Manual of Diagnosis and therapy, 5th ed, Lippincot
Williams and Wilkins, 2002, pp. 365-97.
7. Philips C.L: Basic Clinical Ophtalmology, 1st ed, Churchill Livingstone,
Medical Division of Longman Group UK, ELBS. ed, 1986, p 142.
8. Vaughn D: General Ophtalmology 17th ed, Lange Medical Publication,
California, 2008.
9. Glasser, Joel S: Neuroophthalmology, Lange Medical Publication,
California, 1979.
Lingkari salah satu jawaban yang paling benar pada tiap soal di bawah ini.
1. Pada neuritis optik, kecuali gangguan visus dan penglihatan warna juga
terjadi gangguan persepsi dalam dan gejala uhthoff. Yang disebut gejala
uhthoff adalah:
a. Obskurasi penglihatan saat suhu tubuh meningkat
b. Gangguan persepsi warna saat suhu tubuh meningkat
c. Gangguan penglihatan 3 dimensi saat suhu tubuh meningkat
d. Timbulnya posfen saat suhu tubuh meningkat
e. Rasa sakit saat mata digerakkan.
2. Pemeriksaan lapang pandangan pada neuritis optik retrobulbar yang
paling sering menunjukkan cacat pada lapang pandangan:
a. Sentral
b. Altitudinal
c. Sektoral
d. Hemianopik
e. Depresi umum
3. Berapakah tekanan normal cairan serebrospinal:
a. 50-100 mmHzO
b. 100-250 mmH2O
c. 250-350 mmH2O
d. 350-400 mmH2O
e. 400-450 mmH2O
4. Penyakit demielimisasi yang paling sering terjadi yang berhubungan
dengan neuritis optik adalah:
a. Neuromyelitis optik
b. Sklerosis multipel
c. Penyakit Schieder
d. Penyakit Devic
e. Easefalitis para-aksialis
5. Saat memeriksa pupil yang perlu mendapat perhatian adalah:
1. Menanyakan obat tetes mata yang mempengaruhi lebar pupil
2. Operasi-operasi mata yang menyebabkan perubahan pupil
3. Kemungkinan pajanan bahan-bahan pestisida yang dapat
mempengaruhi pupil
4. Penyakit-penyakit mata yang merubah ukuran pupil
a. 1, 2, 3 b. 1,3 c. 2, 4 d. 4 e. semua
ORBITAMATA
Pendahuluan
191
Pemeriksaan Visus
Pada pemeriksaan ini dicari apakah terjadi penurunan visus yang tidak dapat
dikoreksi pada mata yang sakit.
Pemeriksaan Orbita
Pemeriksaan yang bisa dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
Pada inspeksi diperhatikan adanya proptosis dengan menggunakan
alat Hertel exophthalmometry atau apalagi tidak mempunyai bisa dengan
menggunakan penggaris dari kantus lateral ke ujung kornea dengan posisi
pararel. Normalnya penonjolan bola mata didapatkan tidak lebih dari 20
cm. Pemeriksaan gerakan bola mata dilakukan untuk mencari hambatan
parsial/total dan arah hambatan gerak. Juga diperhatikan keadaan jaringan di
sekitarnya seperti adanya tanda-tanda inflamasi.
Pada palpasi, dicari teraba/tidaknya tumor pada daerah orbita pasien.
Pada beberapa kasus dilakukan auskultasi untuk mencari ada tidaknya bruit
untuk menyingkirkan diagnosis banding terutama bila didapatkan adanya
riwayat trauma.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan hormon tiroid pada kecurigaan Thyroid Associated Orbitopathy
(TAO). Pada kasus proptosis yang dicurigai disebabkan oleh inflamasi yang
non spesifik, dapat dilakukan pemeriksaan mencari adanya vaskulitis karena
penyakit autoimun.
Batasan
Epidemiologi
Etiologi
Gambaran Klinis
Gambaran Ophthalmopathy
Pada derajat penyakit ringan, pasien datang dengan retraksi kelopak mata
yang merupakan tanda kelainan mata yang paling sering ditemui. Proptosis
(bola mata menonjol) juga merupakan kelainan mata yang sering ditemui,
dapat terjadi unilateral ataupun bilateral.
Tanda spesifik lain yang bisa ditemui:
1. Tanda dari Von Graefe's: palpebra tidak dapat menutup sempurna pada
saat penderita melirik ke bawah
2. Tanda dari Kocher's: bola mata tetap terlihat saat penderita melirik ke atas
3. Tanda dari Dalrymple's: lebarnya jarak fissura palpebra saat melihat ke
depan
Tanda yang tidak spesifik dari kelainan ini meliputi iritasi, mata kering,
fotofobia, keluar air mata (tearing), dan penglihatan kabur. Nyeri kadang
dirasakan seperti ada tekanan di dalam bola mata. Edema periorbita karena
inflamasi dapat juga ditemui.
Pada derajat penyakit sedang, tanda dan gejala menetap dan bertambah
termasuk myopathy. Inflamasi dan edema otot-otot ekstra okuler menyebabkan
hambatan gerakan mata. Otot rektus inferior yang paling sering terkena dan
pasien menderita diplopia vertikal saat melirik ke atas dan hambatan melirik
ke atas karena fibrosis pada otot. Dapat juga terjadi peningkatan tekanan
bola mata. Otot rektus medial yang sering terkena kedua, tapi kelainan ini
mengenai otot biasanya bersifat asimetrik.
Pada derajat yang berat, dapat terjadi eksophthalmos progresif, restriktif
myopathy yang menyebabkan hambatan gerakan bola mata, dan optic
neuropathy yang menyebabkan penurunan visus yang pada derajat berat bisa
menyebabkan kebutaan. Optic neuropathy diakibatkan penekanan nervus
optikus di daerah apeks orbita karena pembesaran otot-otot ekstra okuli.
Selain itu juga karena peningkatan volume orbita dan lemak orbita sehingga
terjadi regangan nervus optikus. Pasien dapat mengalami penurunan visus,
lapang pandangan, afferent pupillary defect, dan penurunan penglihatan warna.
Ini merupakan kasus darurat dan membutuhkan pembedahan segera untuk
mencegah kebutaan permanen.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Visus
Pada pemeriksaan ini dicari apakah terjadi penurunan visus yang tidak dapat
dikoreksi pada mata yang sakit.
Pemeriksaan Orbita
Pemeriksaan Oftalmologi
DIAGNOSIS
TAO didiagnosis secara klinis berdasarkan tanda dan gejala yang muncul pada
mata. Namun, tes pemeriksaan penunjang laboratorium yang positif untuk
Diagnosis Banding
Selulitis orbita dan selulitis preseptal. Pada selulitis orbita, onset proptosis
lebih cepat dan pada pasien terdapat tanda-tanda infeksi yang lain seperti
panas dan lekositosis. Pada neuroimaging, sinus paranasalis terdapat gambaran
opasiifikasi.
Fistula carotid-kavernosa. Pada pasien didapatkan bruit dan dilatasi vena
episklera yang meluas ke arah limbus.
Pseudotumor orbita (sindrom inflamasi orbita). Didapatkan seringkali
lebih nyeri dibandingkan TAO dan lebih cepat progresif. Lebih sering tampak
ptosis dibandingkan retaksi palpebra.
Tata Laksana
Batasan
Epidemiologi
Pseudotumor orbita terjadi pada 6% pasien dengan kelainan orbita. Tidak ada
predileksi ras dan jenis kelamin. Pasien paling sering berusia 4-80 tahun.
Seringkali unilateral tapi bisa juga bilateral.
Patofisiologi
Gambaran Klinis
Gejala klinis tergantung jaringan yang terkena. Gejala paling sering adalah
nyeri dalam dan tumpul di daerah orbita. Proptosis, hambatan otot ekstraokuler
Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Tata Laksana
SELULITIS ORBITA
Batasan
Etiologi
Gambaran Klinis
Selulitis preseptal adalah gejala awal yang paling sering ditemui. Selulitis
preseptal perlu dibedakan dengan selulitis orbita. Keduanya menyebabkan
keluhan nyeri dan edema pada kelopak mata. Namun, pada selulitis orbita
didapatkan keluhan dan gambaran yang berat. Dapat juga disertai badan
demam. Pada selulitis orbita bisa didapatkan proptosis, hambatan gerakan
bola mata, kemosis konjungtiva, hingga penurunan tajam penglihatan. Tanda
optik neuropati yaitu defek pupil relatif (RAPD) bisa ditemui pada kasus berat.
Dapat terjadi perluasan ke sinus kavernosus yang menyebabkan gangguan
nervus kranialis II-VI bilateral, disertai edema berat dan demam septik. Erosi
pada tulang-tulang orbita dapat menyebabkan abses otak dan meningitis.
Pemeriksaan
penderita dewasa. Bila terdapat pus atau debris dari daerah selulitis, dilakukan
kultur untuk mencari organisme penyebab dan terapi antibiotika yang sensitif
terhadap organisme tersebut.
CT scan atau MRI bermanfaat untuk membedakan antara keterlibatan
pre dan paska septum orbita serta mengidentifikasi dan menentukan lokasi
abses orbita dan benda asing. Foto sinar-X polos hanya dapat mengidentifikasi
adanya sinusitis.
Diagnosis Banding
Pada anak-anak, beberapa penyakit orbita berkembang secepat selulitis.
Rabdomisoarkoma, pseudotumor, dan Thyroid Associated Orbitopathy dapat
menyerupai selulitis orbita.
Tata Laksana
Terapi harus dimulai segera sebelum organisme penyebabnya diidentifikasi.
Pada kecurigaan selulitis orbita terutama yang mengancam tajam penglihatan
sebaiknya segera dirujuk ke dokter spesialis mata atau fasilitas kesehatan
PENDAHULUAN
ETIOLOGI
RETINOBLASTOMA
Definisi
Epidemiologi
Patologi
Tumor ganas dari jaringan embrional retina, dapat terjadi di setiap lokasi
di lapisan nuklear retina, kabanyakan di setengah bagian posterior. Tumor
ini mempunyai sifat maligna, kongenital dan herediter. Tumor tumbuh bisa
satu mata (Unilateral) atau dua mata (Bilateral). Tumor dapat tumbuh ke arah
dalam vitreus (endofitik) atau tumbuh keluar ke arah subretina (eksofitik).
Tumor umumnya soliter juga dapat multipel lesi dengan area nekrosis yang
luas dan adanya klasifikasi menggantikan bagian retina. Sebagian besar
tumor hiperkromatis kecil, tampak aktif motosis sering memperlihatkan
proses apoptosis. Sel tumor dapat tak berdiferensiasi derajat diferensiasi
secara khas membentuk formasi rosette ada 3 tipe, yakni Flexner-Wintersteiner
rosette, Homer-Wright rosette, dan Fourettes.
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Diagnosis Banding
• Katarak kongenital
• Retinopathy of prematurity
• Ablasio retina
• Persistent hyperplastic primary vitreus
• Penyakit Coat's
Klasifikasi Stadium
Terapi
Definisi
Karsinoma sel basal biasanya mengenai orang tua walaupun dapat juga
ditemukan pada semua umur, merupakan kanker kulit tersering, diperkirakan
setiap tahunnya ditemukan 500.000 kasus baru di seluruh dunia. Insiden pada
laki-laki lebih tinggi dari pada wanita 4:1, penderita kulit putih lebih sering
daripada kulit gelap (90% diderita Caucasia), dan daerah yang paling sering
terkena adalah kelopak mata bawah.
Patologi
Ditemukan sel-sel tumor yang menyerupai sel basal epitel, sel-sel nukleusnya
tidak mempunyai nukleoli tampak berkelompok, tumor mempunyai gambaran
berseragam dan bersifat basofilik.
Manifestasi Klinis
Basal sel karsinoma tumbuh lambat, jarang mengenai jaringan yang lebih
dalam karena terdapat fasia yang bertindak sebagai barier. Pada keadaan yang
sangat lanjut dapat berkembang sampai orbita, sinus-sinus paranasalis, rongga
hidung, dan rongga tengkorak. Penderita tidak merasa nyeri walaupun tumor
telah mengadakan destruksi yang luas di orbita. Epifora dapat terjadi apabila
Gambar 7.5 Gambaran karsinoma sel basal di kantus lateral mata kanan (Zeynel A.
Karcioglu, 2005)
Diagnosis
Tidak terdapat gambaran khas pada karsinoma sel basal ini, tetapi pada
umumnya tampak sebagai tumor dengan pembesaran ke arah mendatar
tepi yang agak meninggi serta berlilin. Di tengahnya sering berbentuk ulkus
dengan tepi bernodul yang disebut ulkus roden. Diagnosis pasti dengan
pemeriksaan patologi.
Diagnosis Banding
• Nevus
• Fibrous papule
• Sebaceous hyperplasia
• Amelanotic melanoma
• Seborrheic keratosis
• Neoplasma adneksa
Terapi
Definisi
Manifestasi Klinis
Karsinoma sel skuamosa mata dapat terjadi pada palpebra dan konjungtiva.
Dapat ditemui di daerah tepi kelopak mata atas dan kelopak mata bawah,
insidensnya dibandingkan daerah limbus lebih sedikit. Tampak sebagai
suatu pertumbuhan tumor eksofitik, berbenjol-benjol, berwarna kemerahan,
dan mudah berdarah terutama pada tumor stadium lanjut. Karsinoma sel
skuamosa konjungtiva tampak sebagai massa berukuran kecil, berwarna putih
kasar, berbenjol-benjol, tampak kusam di bagian limbus. Meskipun tumor
ini bersifat lokal invasif, tidak jarang ditemukan meluas ke arah intraokuler,
orbita, kelenjar getah bening, bahkan metastasis jauh.
Gambar 7.6 Pasien karsinoma sel skuamousa konjungtiva (Zeynel A. Karcioglu, 2005)
• Melanoma maligna
• Keratoacanthoma
• Atypical fibroxanthoma
• Pseudoepitheliomatous hiperplasia
• Leiomyosarcoma
Terapi
MELANOMA MALIGNA
Definisi
Epidemiologi
Insiden melanoma maligna sering mengenai ras kulit putih, sekitar 92,5%
dibandingkan orang kulit hitam. Dapat mengenai semua tempat di kulit,
sekitar 90% dan sisanya mengenai mukosa termasuk konjungtiva. Melanoma
Manifestasi Klinis
Tampak gambaran tahi lalat atau nevus yang mengalami perubahan warna
kulit lebih gelap dari sebelumnya, perubahan ukuran lesi, peninggian lesi,
kecenderungan membesar (progresif), terasa gatal, berdarah dan disertai
borok. Pada amelanotik melanoma lesi tidak berwarna. Pada melanoma
konjungtiva terdapat 2 tipe yakni melanoma noduler yang terlihat sebagai
lesi menonjol dapat berasal dari Primary Acquired Melanosit (PAM) dan nevus
konjungtiva atau de novo.
Diagnosis Banding
• Seborrheic keratosis
• Atypical nevi
• Aquired melanocytic nevus
• Solar lentigo
• Karsinoma sel basal tipe berpigmen
Terapi
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Albert OM, Polans A, 2003. Ocular Oncology. New York: Marcel Dekker
Inc
2. American Academy of Ophthalmology, 2006. Orbit, Eyelids, and Lacrimal
System. BCSC Section 7 2006-2007. San Francisco: American Academy of
Ophthalmology.
3. Ehlers JP, 2008. The Wills Eye Manual : office and emergency room diagnosis
and treatment of eye disease. 5th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
4. Edsel Ing, 2012. Thyroid Associated Orbitopathy, taken from emedicine.
medscape.com
5. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak G, 2006. Panduan Manajemen Klinis
PERDAMI. Jakarta: PP Perdami.
6. Gordon LK, 2006. Orbital inflammatory disease: a diagnostic and therapeutic
challenge Nature Publishing Group Eye (2006) 20, 1196-1206 taken from
www.nature.com/eye
7. Hong ES, Allen RC, 2010. Orbital Cellulitis in a Child. EyeRounds.org.
January 12, 2010; Available from: http://www.EyeRounds.org/cases/103-
Pediatric-Orbital-Celulitis.htm.
8. Kanski J.J., 2003. Clinical Ophthalmology, a Systematic Approach, 5th edition.
Philadelphia: Butterworth Heinemann.
9. Khurana AK, 2010. Comprehensive Ophthalmology, 4th edition. New Delhi:
New Age Publisher.
10. Prijanto, Hendrian D. Soebagjo, 2006. Pedoman diagnosis dan terapi edisi
III, RSUD Dr. Soetomo. p. 65-69.
11. Nila.F. Moeloek, Rossalyn Sandra, Tetty A. Usman, 2000 .Continuing
Ophthalmological Education 2000, Understanding Adnexal Tumor Its
Recontruction and Oculoplastic Surgery, Department of Ophthalmology,
Faculty of Medecine, Unoversity of Indonesia, p. 1-19.
Otot ekstraokuler terdiri atas empat otot rektus, dua otot oblikus dan otot levator
palpebra superior. Nervus kranialis VI (abdusen) menginervasi otot rektus
lateralis, nervus kranialis IV (troklearis) menginervasi otot oblikus superior,
sedangkan nervus kranialis III (okulomotorius) memberikan persarafan pada
otot levator palpebra superior, rektus superior, rektus medialis, rektus inferior,
dan otot oblikus inferior (Datta, 2004; Wright, 2006; Raab et al., 2011).
·11,1•;...-1,-.
· 1f1•f :1 . il)l.11_;",
rn.,·~•-:-1,:-
Gambar 8.1 Penampang lateral otot ekstraokuler mata kiri (Wright, 2006)
221
11•; 1•, )f ;1 -~ ;:1 ♦ •lH,11·
~ <if )·lf I-,, - r"1, 1•~•-• _-,
Gambar 8.2 Penampang frontal otot ekstraokuler mata kiri (Wright, 2006)
Otot rektus horisontalis terdiri atas otot rektus medialis dan rektus lateralis,
yang keduanya berasal dari anulus Zinnii. Otot rektus medialis diinervasi
oleh nervus okulomotorius ramus inferior dan divaskulerisasi oleh arteri arteri
oftalmika cabang muskularis medialis. Aksi otot rektus medialis pada posisi
primer adalah adduksi, yaitu gerakan bola mata ke arah nasal atau rotasi ke
dalam (Datta, 2004; Wright, 2006).
Otot rektus lateralis diinervasi oleh nervus abdusen serta divaskularisasi
oleh arteri oftalmika cabang muskularis lateralis dan arteri lakrimalis. Aksi
otot rektus lateralis pada posisi primer adalah abduksi yaitu, gerakan bola
mata ke arah temporal atau rotasi ke luar (Datta, 2004; Wright, 2006) .
....--.....
MR
Otot rektus vertikalis terdiri dari otot rektus superior dan rektus inferior. Otot
rektus superior diinervasi oleh nervus okulomotorius ramus superior dan
divaskularisasi oleh arteri oftalmika cabang muskularis lateralis. Pada posisi
primer, otot rektus superior membentuk sudut 23° ke arah lateral sumbu
penglihatan, serta memiliki aksi primer elevasi, aksi sekunder intorsi atau
insikloduksi, dan aksi tersier adduksi (Datta, 2004; Wright, 2006).
OtotOblikus
Otot oblikus superior diinervasi oleh nervus troklearis dan divaskularisasi
oleh arteri oftalmika cabang muskularis lateralis. Pada posisi primer, otot
oblikus superior membentuk sudut 51-54° dari sumbu penglihatan, serta
memiliki aksi primer intorsi atau insikloduksi, aksi sekunder depresi, dan
aksi tersier abduksi (Wright, 2006).
Posisigaze
Terdapat berbagai terminologi yang berkaitan dengan posisi gaze. Posisi primer
adalah posisi bola mata saat terfiksasi lurus ke depan dengan kepala tegak.
MR MR LR
so IR•SO IR •SO so IR
□ Pnmatypc1111tion
Aksi otot ekstraokuler pada posisi primer dapat disimpulkan sebagai berikut:
Semua otot rektus adalah abduktor kecuali rektus lateralis, semua otot oblikus
adalah abduktor, semua otot superior adalah intortor, dan semua otot inferior
adalah ekstortor (Datta, 2004).
Tabel8.1 Aksi otot ekstraokuler pada posisi primer (Raab et al., 2011)
Muscle* Primary Secondary Tertiary
Medial rectus Adduction
Lateral rectus Abduction
Interior rectus Depression Ektorsion Adduction
Superior rectus Elevation Intorsion Adduction
Interior oblique Extorsion Elevation Abduction
Superior oblique Intorsion Depression Abduction
SR 10
fltxJuct 8"
·~
Sl1~:-r;11!,11:t-:,r1
Pergerakan bola mata binokuler terdiri atas versi dan vergen. Versi adalah
gerakan konjugasi kedua mata secara simultan pada arah yang sama,
antara lain: dekstroversi, levoversi, elevasi, depresi, dekstrosikloversi dan
levosikloversi (Kanski, 2007).
Yoke muscles atau sinergis kontralateral digunakan untuk menggambarkan
dua otot pada dua mata berbeda yang berpasangan dan menjadi penggerak
utama setiap bola mata pada posisi kardinal. Setiap otot ekstraokuler
mempunyai yoke muscle pada mata jirannya. Hukum Hering menyatakan
bahwa inervasi sepadan dan simultan akan mengalir ke yoke muscles pada
arah gaze yang diinginkan (Datta, 2004; Wright, 2006; Kanski, 2007; Raab et al.,
2011).
E uon
De trov~n
yclov Sl<>n
V rslon
°' .....
Con e<O
._
'
.....
Divergence
Ver ences
HH
/ ~ ,IC:
,~~''·:
Gambar 8.13 Posisi kardinal dan yoke muscles (Raab et al., 2011)
Gambar 8.14 Hukum Hering tentang inervasi sepadan pada yoke muscles (Kanski, 2007)
Vergen adalah gerakan kedua bola mata secara simultan pada arah yang
berlawanan. Konvergen ialah gerakan adduksi secara simultan, dapat terjadi
secara volunteer ataupun merupakan refleks. Divergen gerakan bola mata ke
arah luar dari posisi konvergen. (Datta, 2004; Wright, 2006)
AMBLIOPIA
Definisi
Bayi baru lahir hanya dapat membedakan gelap dan terang, tajam penglihatan
akan mengalami perkembangan dan mencapai normal setelah usia lima tahun.
Tajam penglihatan berkembang cepat hingga usia tiga tahun sehingga rentang
usia tersebut dikatakan merupakan periode kritis dalam perkembangan
penglihatan. Ambliopia terjadi karena dua hal yaitu rangsangan pada fovea
yang tidak adekuat terutama pada periode kritis serta adanya interaksi
binokuler abnormal dalam bentuk kompetisi atau inhibisi. Kedua hal ini
menyebabkan perbedaan bayangan yang sampai di korteks visual sehingga
terjadi penurunan tajam penglihatan
Klasifikasi
Ambliopia Strabismus
Ambliopia Anisometropia
Sbabh.:iinlc
.Alnbll'f-qpia
Gambar 8.16 Bayangan kabur pada retina serta mekanisme kompetisi mengakibatkan
ambliopia anisometropia (Noorden GK von, 1994)
Ambliopia Ametropia
Anomali refraksi yang besar dan kurang lebih berimbang pada kedua mata
(miopia >6 D, hipermetropia >5 D, astigmatisma >2.00 D) mengakibatkan
kaburnya bayangan yang jatuh pada kedua retina sehingga apabila terjadi
pada usia dini dapat mengakibatkan ambliopia pada kedua mata
a
..........
Unwntelod
Mgll
H~pennetropill
00
Gambar 8.17 Bayangan kabur pada retina mengakibatkan ambliopia isometropia
(Noorden GKvon, 1994)
A 0 B
Gambar 8.18 Bayangan kabur pada retina disertai mekanisme kompetisi mengakibatkan
ambliopia deprivasi unilateral (A) Bayangan kabur pada retina mengakibatkan ambliopia
deprivasi bilateral (B) (Noorden GK von, 1994)
Ambliopia deprivasi
Ambliopia deprivasi terjadi apabila terdapat hambatan pada aksis visual yang
menyebabkan kaburnya bayangan pada retina. Penyebab tersering adalah
katarak kongenital. Apabila hambatan terjadi pada satu mata maka akan
terjadi pula mekanisme kompetisi di korteks visual sehingga terjadi ambliopia
deprivasi unilateral. Ambliopia deprivasi merupakan ambliopia yang paling
jarang terjadi namun paling berat dan sulit ditangani.
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat kelahiran, pemakaian kaca mata dalam keluarga, juling dalam
keluarga
Tajam Penglihatan
yang ditempatkan di depan mata dengan tajam penglihatan lebih baik dan
sebaliknya akan tetap tenang bila okluder ditempatkan di depan mata dengan
tajam penglihatan kurang baik.
Usia ~ 3 tahun
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan menggunakan gambar,
E chart atau Snellen chart. Disebut ambliopia apabila tajam penglihatan
kurang dari atau sama dengan 6/12 atau apabila didapatkan perbedaan tajam
penglihatan kedua mata dua baris atau lebih (Gambar 8.20)
,,11
3
~-v~
'I'
~
•'
~,.>~, 41
.:-~
E ~
wm
w A
DO
HB
~;:: ~ 3WE PHT
m 3 m V LN
~ o<:.¼' 3W3E DAOF
=
~I~--,
3 m Ernw 00 EGNDH 00
~I ~~ iOD mwm3E OS OD FZBDE OS
OS-__ rn UJ E Pass o;:-ccr Pass
OS
''" al ... 3 111
Fail
i F°'
Gambar 8.20 Pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan gambar, E chart dan Snellen
chart. Ambliopia apabila tajam penglihatan:,; 6/12 atau perbedaan tajam penglihatan kedua
mata;::: 2 baris (Noorden GK von, 1994)
Penatalaksanaan
Ambliopia Strabismus
Penatalaksanaan ambliopia strabismus dengan kecenderungan fiksasi pada
satu mata
Usia :<::: 1 tahun:
1. Oklusi mata fiksasi (mata dengan tajam penglihatan lebih baik) selama 3
hari
2. Oklusi mata deviasi (mata dengan tajam penglihatan kurang baik) selama
1 hari
3. Oklusi dilanjutkan dengan pola yang sama sampai terjadi fiksasi yang
bergantian pada kedua mata
4. Kontrol setiap 1 minggu.
Usia > 1 tahun:
1. Koreksi anomali refraksi
2. Oklusi mata fiksasi 2-6 jam perhari selama 2-3 bulan atau sampai terjadi
pola fiksasi bergantian pada kedua mata
3. Dilakukan koreksi strabismus sesuai indikasi
4. Oklusi maintenance 1-2 jam per hari sampai usia 7-8 tahun.
Ambliopia ametropia
Ambliopia deprivasi
Penghentian Oklusi
Prognosis
PEMERIKSAAN STRABISMUS
Epicanthus
Riwayat penyakit penting untuk digali lebih jauh karena dengan riwayat
yang baik akan mudah diperoleh diagnosis yang tepat. Yang terpenting
adalah menanyakan apa keluhan utama yang membawa pasien datang ke
dokter. Karena seringkali apa yang diharapkan pasien berbeda dengan apa
yang dimaksud oleh dokter. Penatalaksanaan yang memuaskan bagi dokter
terkadang tidak dirasakan sama oleh pasien atau orang tua pasien.
Riwayat penyakit yang tersering dikeluhkan pasien strabismus adalah
mata yang berdeviasi Quling). Namun pasien dengan deviasia kecil, seringkali
mengeluh diplopia (penglihatan double) atau keluhan astenopia (mata lelah),
sedangkan pada pasien Duane mengeluhkan kelainan pada kelopak mata bila
melirik ke samping.
Pada pasien yang mengeluh mata juling, perlu ditanyakan kapan juling
mulai timbul (umur berapa), bagaimana arah deviasinya, apakah deviasinya
hanya terjadi satu mata atau bergantian. Deviasinya yang timbul konstan atau
terus menerus. Apakah besar deviasinya tetap atau bervariasi. Apakah ada
saat-saat deviasi menjadi lebih nyata. Apakah deviasi berbeda pada arah yang
berbeda.
Gambar 8.22 Pada mata normal di mana penglihatan binokuler tercapai, fovea mata
kanan korespon terhadap fovea mata kiri. Sedangkan pada strabismus, fovea mata berfiksasi
tidak korespon dengan fovea mata yang berdeviasi. (Cybersight ORBIS Telemedicine)
beberapa tes stereopsis yang ada, antara lain yang popular adalah tes Titmus
(fly, hewan, atau lingkaran), tes Lang dan tes dua pensil (two pencils test).
Tajam penglihatan hams diperiksa pada pasien strabismus. Namun yang
perlu diperhatikan apakah pasien kooperatif atau tidak. Pada pasien yang tidak
kooperatif, seperti bayi atau keterbelakangan mental, dapat diperiksa apakah
terdapat penglihatan sentral, menetap dan bisa mempertahankan fiksasi.
Apakah bisa mengikuti objek yang bergerak. Apakah anak menolak atau tidak
bila salah satunya ditutup. Hal ini dapat menjadi petunjuk adanya amblyopia.
Pada pasien yang kooperatif tentukan tajam penglihatan jauh maupun dekat.
Pemeriksaan tajam penglihatan penting karena strabismus menjadi salah satu
penyebab amblyopia. Tajam penglihatan binocular diperiksa, temtama pada
pasien dengan nistagmus. Menghadapi pasien strabismus, baik kooperatif
maupun tidak hams diperiksa refraksi obyektifnya menggunakan sikloplegik
yang adekuat. Pemeriksaan ini sangat penting temtama untuk pasien
hypermetropia yang mengalami esodeviasi.
Evaluasi sensoris perlu dilakukan pada pasien strabismus, yaitu
pemeriksaan retina koresponden. Pada mata normal, fovea retina satu mata
korespon terhadap fovea mata sebelahnya, disebut sebagai retinal correspondence.
Pada pasien dengan strabismus, fovea mata yang berfiksasi tidak
korespon dengan fovea mata yang berdeviasi, akibatnya penglihatan binokuler
tidak mungkin lagi terbentuk. Untuk menghindari keluhan diplopia, di mana
retina korespon pada pasien strabismus tidak terbentuk maka ada mekanisme
adaptasi sensoris. Adaptasi sensoris tersebut berbeda tergantung umur saat
terjadi misalignment.
Adaptasi sensoris bisa bempa supresi dan anomaly retina korespon
(anomalous retinal correspondence). Supresi mempakan peniadaan bayangan
Gambar 8.23 Pemeriksaan duksi pada mata kiri. Pada adduksi mata kiri tampak adanya
hambatan, namun setelah diperiksa duksi (aktif) ternyata tidak didapatkan defisit muskulus
rektus medial (Cybersight ORBIS Telemedicine)
2. Versi
Versi merupakan pergerakan kedua mata yang menggambarkan
pergerakan otot-otot yang berpasangan. Pemeriksaan pergerakan mata
harus dilakukan pada setiap pasien strabismus. pemeriksaan 9 arah
posisi.
Gambar 8.25 Pergerakan 9 arah posisi (9 gaze positions) (Cybersight ORBIS Telemedicine)
3. Konvergensi
Vergensi adalah pergerakan binocular yang dilakukan pada arah yang
sama (horizontal maupun vertical) namun pada sisi yang berlawanan.
Vergensi yang terpenting dan hams diperiksa pada penderita strabismus
adalah konvergensi.
4. Amplitudo fusi
Kemampuan amplitudo fusi ini diperlukan untuk mengontrol deviasi
intermiten. Amplitudo fusi ini diperiksa menggunakan prisma bar dengan
fiksasi pada target akomodasi jarak dekat maupun jauh. Vergensi pada
jarak jauh yang normal adalah sebesar 20 PD pada konvergensi, 6-8 PD
pada divergen, 3-4 PD pada vergensi vertikal. Vergensi pada jarak dekat
meningkat 6-10 PD pada konvergen maupun divergen.
5. Saccadic Velocity
Observasi saccadic velocity penting dilakukan untuk membedakan otot
yang lemah dari otot yang normal yang mengalami underaksi akibat
If OS saccade to right
Rapid but limited = MR is intact
Left Gaze
restriction LR (or elsewhere)
Gambar 8.27 Saccadic velocity diperiksa untuk membedakan otot yang parese dengan
otot normal yang mengalami restriksi mekanik (Cybersight ORBIS Telemedicine)
Gambar 8.29 Pendekatan penegakan diagnosis berbeda pada penderita kooperatif dan
non kooperatif (Cybersight ORBIS Telemedicine)
Gambar 8.30 Tes Bruckner dapat memberikan informasi ada tidaknya misalignment
(Cybersight ORBIS Telemedicine)
Gambar 8.31 Tes Hirschberg digunakan untuk mengukur deviasi pada pasien strabismus
(Cybersight ORBIS Telemedicine)
Gambar 8.33 Tes cover pada pasien strabismus (Cybersight ORBIS Telemedicine)
DAFTAR PUSTAKA
1. Datta H, 2004. Strabismus. 1st edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers Ltd. pp 1-14, 31-55, 90- 94.
2. Kanski JJ, 2007. Clinical ophthalmology, a systematic approach. 6th edition.
Philadelphia : Butterworth Heinemann Elsevier Ltd. pp 735-783.
3. Lang GK, 2006. Ophthalmology : A pocket textbook atlas.2 nd edition.
Stutgart, Newyork: Thieme. pp 471-493.
4. Raab E, Aaby A, Bloom J< Edmond J, Lueder G, Olitsky S, Phillips P,
Wiggins R, 2011. Anatomy of the Extraocular Muscle and Their Fascia and
Motor Physiology. In Basic Clinical Science Course. American Academy of
Ophthalmology, p 13-27.
5. Wright KW, 2006. Handbook of pediatric strabismus and amblyopia. Los
Angeles : Springer. pp 24, 138, 284-322.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course,
Section 6. Pediatric Ophthalmology and Strabismus, San Francisco,
Singapore: LEO; 2011.
7. Wright KW. Color Atlas of Strabismus Surgery Strategies and Techniques,
2nd ed. California: Wright Publishing; 2000.
8. Noorden GK von. Strabismus: A Decision Making Approach. St Louis:
Mosby-Year Book; 1994.
9. Orbis. Strabismus minute. Cyber-sight Orbis. 2012. Available from: http://
www.telemedicine.orbis.org
10. Helveston E. The Evaluation of Patients with Strabismus. Cybersight ORBIS
Telemedicine.
Lingkari salah satu jawaban yang paling benar pada tiap soal di bawah ini.
1. Yang mendapat persarafan dan N. IV (trokleans)
a. Otot rektus superior
b. Otot rektus inferior
c. Otot rektus lateral
d. Otot oblikus superior
e. Otot oblikus inferior
2. Yang merupakan Yoke muscles pada gerakan ke kanan atas:
a. Otot rektus superior kanan dan otot oblikus inferor kiri
b. Otot rektus superior kanan dan otot oblikus superior kanan
c. Otot oblikus superior kanan dan otot rektus inferior kiri
d. Otot oblikus superior kanan dan otot oblikus superior kiri
e. Otot rektus superior kanan dan otot rektus inferior kanan
3. Ambliopia yang disebabkan oleh anomaly refraksi yang besar dan
berimbang pada kedua mata:
a. Ambliopia deprivasi
b. Ambliopia ametropia
c. Ambliopia anisometropia
d. Ambliopia strabismus
e. Ambliopia refraktif
4. Pengukuran besarnya deviasi strabismus, dapat dilakukan dengan:
a. Cover test
b. Cover uncover test
c. Kirmsky test
d. Version test
e. Duction test
5. Gerakan bola mata diperiksa dengan :
a. Hirschberg test
b. Kirmsky test
c. Version test
d. Worth four dot test
e. Cover uncover test
PENDAHULUAN
249
ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA
retina melalui papil saraf optik menuju ke korteks oksipital. Makula yang
sebagian besar selnya adalah sel kerucut, bertanggung jawab untuk tajam
penglihatan terbaik sentral dan untuk penglihatan warna (penglihatan
fotopik). Bagian retina perifer, sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam hari (penglihatan
skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang
avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi
kimia yang mencetuskan proses penglihatan.
RETINOPATI HIPERTENSI
Batasan
Patofisiologi
Manifestasi fundus mata yang terjadi, berawal dari disfungsi endotel yang
berlangsung lama dan berlanjut menjadi sklerotik vaskuler. Gambaran fundus
yang dilihat merupakan kumpulan variabel saat itu ,antara lain tingginya
tekanan sistolik, lamanya hipertensi, usia saat hipertensi terjadi dan keadaan
metaboliknya (Ocular Blood Flow, 1996).
Gejala Klinis
Gambar 9.3 Retinopati Hipertensi didapatkan cotton wool spots (panah hitam) (Regillo C.,
2011)
Diagnosis
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Gambaran fund us mata akibat hipertensi pada stadium awal sulit dikenali,
tetapi pada stadium lanjut seperti ditemukannya edema papil saraf optik
merupakan indikasi untuk segera dirujuk kepada ahli kardio vaskuler.
Mengatasi penyebab primer hipertensi adalah paling tepat.
Informasi akut maupun kronisitas akan bermanfaat menentukan tindakan
atau pengobatan yang sesuai.
Retinopati Hipertensi tidak memerlukan pengobatan khusus bidang mata,
kecuali komplikasi berupa oklusi vaskular memerlukan foto angiografi
fluoresin dan laser, pemberian anti VEGF perlu dipertimbangkan bila
terjadi edema makula.
Batasan
Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui. Framingham Eye Study menunjukkan
bahwa risiko meningkatnya usia akan menambah angka kejadian AMD,
sebesar 6,4% penderita pada usia 65-74 tahun dan pada usia di atas 75 tahun
meningkat menjadi 19,7% (Regillo C., 2011).
Faktor risiko yang lain adalah riwayat keluarga, perokok, hiperopia,
warna iris yang terang, hipertensi, hiperkolesterol, gender dan penyakit
kardiovaskuler.
Patofisiologi
Gambar 9.4 AMD dry type ( tipe noneksudatif) (Reg ii lo C., 2011)
Gejala Klinis
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaaan fundus okuli dengan cara pemberian tetes mata untuk dilatasi
pupil menggunakan obat:
Tropicamide 0,5%, 1%, ditetesi 1-2 kali ditunggu 30 menit
Phenylephrine 10%
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan dan pencegahan yang tepat untuk AMD. Kontrol secara
periodik dengan pemeriksaan Amsler Grid untuk mendeteksi pada AMD
stadium awal, dan pemeriksaan OCT sangat bermanfaat untuk mendeteksi
secara dini karena merupakan pemeriksaan yang noninvasif.
Untuk pengobatan AMD tipe eksudatif, juga tidak bisa menghasilkan
visus yang baik. Laser foto koagulasi untuk neovaskulerisasi yang jauh
dari fovea dan stadium dini masih bisa dilakukan, sedangkan untuk
neovaskulerisasi khoroidal subfoveal, injeksi anti VEGF intravitreal
memberikan respons yang menjanjikan.
RETINOPATI DIABETIK
Batasan
Patofisiologi
a b
Gambar 9.5 Retinopati diabetik tipe proliferatif (a) dan tipe nonproliferatif (b) (Regillo C.,
2011)
Gejala Klinis
Pemeriksaan Klinis
Penatalaksanaan
Diagnosis Banding
Prognosis
ABLAT/O RETINA
(RETINAL DETACHMENT)
Batasan
Separasi dari lapisan sensoris retina dari lapisan epitel pigmen retina (RPE)
yang disebabkan oleh akumulasi cairan subretina.
Klasifikasi
Gambar 9.6 Ablasi retina dengan horseshoe retinal tear (Regillo C., 2011)
Gejala awal:
o Fotopsia
o Floaters
Gangguan lapang pandangan; seringkali berbentuk seperti tirai
Menurunnya tajam penglihatan bila sudah mengenai makula.
Gambaran Klinis
Retina yang lepas memberikan gambaran retina yang konveks, warna lebih
pucat, konfigurasi pembuluh darah retina yang berkelok-kelok serta retina
bergoyang, jika mata bergerak.
Pemeriksaan
A. Syarat pemeriksaan
- Dilatasi pupil dengan jalan pemberian tetes mata Tropicamide 0,5%
dan/ atau Phenylephrine 10%.
B. Jenis pemeriksaan
1. Oftalmoskopi direk
2. Oftalmoskopi indirek binokuler
3. Slit lamp biomicroscopy dengan bantuan lensa-lensa a.l:
a. Lensa kontak Goldmann 3 mirror
b. Lensa Hruby
c. Lensa + 78 D, + 80 D atau + 90 D
C. Tujuan pemeriksaan:
a. Menentukan lokasi & luasnya retina yang lepas.
b. Mencari dan menentukan lokasi yang tepat dari semua break retina.
Diagnosis Banding
a. Degenerative Retinoschisis
b. Choroidal Detachment
Batasan
Sumbatan vena retinal seringkali timbul pada penderita yang berusia di atas
65 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada semua usia. Berdasarkan Beaver Dam
Eye Study, prevalensi sumbatan vena retina cabang (BRVO = branch retinal
vein obstruction) adalah 0,6%, adapun prevalensi sumbatan vena retina sentral
(CRVO = central retinal vein obstruction) adalah sebesar 0,1%. Keterlibatan
bilateral terjadi sekitar 10% dari kasus, lebih umum bila diikuti adanya
penyakit sistemik yang mendasari. Tidak dikenal adanya pola herediter pada
kelainan ini.
Patofisiologi
Diagnosis Banding
Evaluasi Diagnostik
Penatalaksanaan
Prognosis
Batasan
Patofisiologi
• Emboli
• Hipertensif arterial nekrosis
• Dissecting aneurisma pada arteri retina sentral
• Inflamasi (giant cell arteritis)
• Vasospasme
• Plak atherosklerotik
Tanda Klinis
Diagnosis Banding
Evaluasi Diagnostik
Penatalaksanaan
Saat ini belum didapatkan terapi yang terbukti dapat memulihkan tajam
penglihatan secara konsisten. Namun, pemijatan bola mata dan parasentesa
bilik mata depan dapat dilakukan walaupun hanya memberikan keuntungan
yang minimal. Terapi dengan menggunakan obat fibrinolitik masih dalam
penelitian. Walaupun terapi yang ada tidak begitu menjanjikan, tetapi
evaluasi sistemik merupakan hal penting yang harus dilakukan, karena
penderita memiliki kemungkinan terjadi kematian yang tinggi akibat kelainan
pembuluh darah jantung.
Prognosis
Batasan
Patofisiologi
Gambar 9.9 A. ROP stadium 2; B. ROP stadium 3; C. ROP stadium S; D. ROP Plus disease
(Regillo C., 2011)
Diagnosis Banding
Batasan
Patofisiologi
Gejala Klinis
CSC banyak terjadi pada laki-laki sehat berusia antara 25-55 tahun.
Sebagian besar asimtomatis, kecuali makula sentral terkena. Pada penderita
simtomatis akan mengeluhkan penglihatan kabur mendadak dan buram/
redup, mikropsia (objek terlihat lebih kecil dari aslinya dibanding mata yang
sehat), metamorpopsia (distorsi objek yang dilihat), skotoma parasentral,
atau penurunan penglihatan warna (diskromatopsia). Pada umumnya, visus
bervariasi dari 20/20 sampai 20/200, tapi pada kebanyakan penderita, visus
lebih baik dari 20/30. Penurunan penglihatan tersebut dapat dikoreksi dengan
koreksi hipermetropia.
Gambar9.10 Leakage di daerah makula pada CSCR (a) dan Gambaran OCT (b), didapatkan
akumulasi cairan subretina (Regillo C., 2011)
Diagnosis Banding
Prognosis visus pada CSC umumnya baik, kecuali pada kasus yang kronis
dan rekuren. Sebagian besar kasus CSC, cairan subretina akan mengalami
resorbsi spontan dalam waktu 3-4 bulan, diikuti dengan perbaikan visus
yang dalam perjalanannya bisa membaik hingga waktu 1 tahun. Sering
masih didapatkan metamorpopsia ringan, skotoma, abnormalitas sensitivitas
kontras dan defisit penglihatan warna ringan yang menetap. Beberapa kasus
mengalami penurunan visus yang menetap dan sekitar 40-50% mengalami
rekurensi.
Remisi cepat dari CSC dapat terjadi dalam beberapa minggu saja
bila dilakukan laser fotokoagulasi pada titik kebocoran fluoresin. Jika titik
kebocoran berada terlalu dekat dengan fovea sentral untuk dilakukan laser
fotokoagulasi, dapat dilakukan dengan verteporfin ocular photodynamic therapy
(PDT). Bila berkembang suatu neovaskularisasi dapat dilakukan injeksi anti-
VEGF intravitreal.
277
OFTALMOLOGI KOMUNITAS
Menurut Sirlan (2010), Oftalmologi Komunitas termasuk sub Spesialisasi.
Visinya dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Tujuan akhir adalah setiap orang memperoleh kualitas hidup yang tinggi
melalui indera penglihatan.
Oftalmologi Komunitas melaksanakan tindakan pelayanan kesehatan
mata untuk mengatasi gangguan fungsi penglihatan dan kebutaan dengan
benar, yaitu dengan cara penemuan kasus, promosi dan penyuluhan kesehatan
mata, perawatan kesehatan mata, manajemen risiko, kreatif dan rehabilitatif
dan skrining awal tingkat masyarakat oleh kader kesehatan (Sirlan, 2010).
Oftalmologi Komunitas sangat menekankan upaya promotif dan
preventif walaupun upaya kuratif dan rehabilitatif juga dilaksanakan.
Puskesmas
Adalah pusat pembangunan kesehatan berfungsi untuk mengembangkan
dan membina kesehatan masyarakat.
Selain Puskesmas induk yang ada di Kecamatan, ada Puskesmas
pembantu yang ada di desa-desa. Puskesmas perawatan dan Puskesmas
keliling (Pusling) yang menggunakan mobil ambulance atau perahu motor.
Apa yang harus dilakukan oleh dokter kepada Puskesmas ?
1. Membina "Team Work".
2. Penemuan kasus katarak dan non katarak.
3. Merujuk penderita.
4. Merawat penderita post-op (RS atau di Puskesmas).
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
6. Konsultasi dengan almamater.
Tujuan P.E.C
l" llllllll
:V1eningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
Peningkatan :
Tujuan - kesadaran
PEC
Khusus
- kebutaan n1enurun
- refraksi meningkat
Gambar 10.1 Tujuan PEC (Puskesmas Murakurak) (Buku ajar I I. K. Mata Masyarakat,
Moegiono 1996)
DASAR-DASAR EPIDEMIOLOGI
Definisi
Manfaat Epidemiologi
Ma alah
- Kesehatan masyarakat
- Sosial
Epidemiologi
Masalah Sosial
Pengertian Riset
Riset berasal dari bahasa inggris "research". Menurut The Advanced Learner's
Dictionary of Current English, riset adalah penyelidikan atau pencarian yang
seksama, terutama untuk memperoleh faktor baru dalam cabang ilmu
pengetahuan.
Menurut Fallin, Tripodi dan Meyer riset adalah usaha yang sistematik
untuk maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan
pengetahuan yang dapat disampaikan (dikomunikasikan) dan diuji
(diverifikasi) oleh seseorang peneliti lain.
Ciri-ciri Riset
Cara-cara Sistematik
1. Persiapan.
2. Pelaksanaan.
3. Pelaporan.
Dis kriptif
Observas ional
Primer lnfe re ns ial/ Analitik
Penelitia n Eks pe rime ntal
Sekund e r
Gambar 10.3 Skema Penelitian (CMS Dep. Pendidikan dan Kebudayaan Dasar-dasar
Metodologi Riset llmu Kedokteran, 1981)
Ciri-ciri:
Mulai dengan menyusun "Study Protocol" semua diadakan dari awal sampai
akhir. Secara jelas ditetapkan di dalamnya untuk kemudian dianut peneliti
dalam pelaksanaan.
Isi proposal:
1. Menyatakan dan merumuskan masalahnya, tujuan dan hipotesis penelitian.
2. Menentukan populasi.
3. Menentukan rencana penelitian.
4. Menentukan rencana pengamatan: sasaran, alat, lamanya, lokasi,
pengamat dan metode.
5. Memilih metodologi analisis data yang serasi: diskritif maupun analitik.
6. Menyusun laporan.
1. Persiapan
a. Berbenah diri dan melakukan persiapan mental, membaca jurnal
secara berkala.
b. Bertanya kepada peneliti yang berpengalaman.
c. Menghadiri acara-acara ilmiah.
Ingat bahwa penelitian per definisi adalah salah satu cara/sarana manusia
dalam usahanya dalam mencari kebenaran.
2. Mencari masalah yang ada
Timbulnya suatu masalah akibat adanya dorongan keinginan tahu yang
besar.
Contoh:
a. Apa sebenarnya yang terjadi?
b. Apa yang melatarbelakangi gejala yang ditemuinya?
Prinsip: menjawab pertanyaan 4 W.
(what? Where? Why? Who?)
Komponen Penelitian
1. Teori
2. Masalah
3. Rancangan/desain
4. Hipotesis
5. Data
6. Fasilitas
Z Kebebasan ilmiah
1. Judul penelitian
2. Pendahuluan
3. Latar belakang
4. Tinjauan pustaka termasuk kerangka teoritis dan kerangka konsepsional
5. Tujuan penelitian
6. Hipotesis
Z Metodologi penelitian
8. Jadwal pelaksanaan
9. Personalia dan organisasi
10. Fasilitas
11. Anggaran
12. Lampiran
Definisi
Kebutaan apabila koreksi (refraksi) terbaik, tajam penglihatan (visus) :-: ; 3/6
atau lapang pandangan (visual field) :-:; 10°.
Contoh:
1. Dapat dicegah, dapat disembuhkan
a. Seroftalmia
b. Trakoma
c. Trauma
d. Gonoblenore
2. Dapat dicegah, tidak dapat disembuhkan
a. Glaukoma
b. Buta warna
ad. a. yang dapat dicegah adalah kebutaannya. Kalau sudah buta
tidak dapat diobati.
ad. b. dengan konsultasi perkawinan buta warna dapat dicegah.
Karena penyakit ini adalah kelainan genetik maka tidak dapat
disembuhkan.
3. Tidak dapat dicegah, dapat disembuhkan
a. Anomali refraksi
b. Katarak
c. Distrofi kornea
4. Tidak dapat dicegah, tidak dapat disembuhkan
a. Retinitis pigmentosa
b. Koloboma saraf optik
1. Katarak: 0.78 %
2. Glaukoma: 0.20 %
3. Anomali refraksi: 0.14 %
4. Kelainan retina: 0.13 %
5. Kelainan kornea: 0.10 %
6. Lain-lain: 0.15 %
a. Kelainan bawaan
b. Penyakit defisiensi
c. Trauma
d. Tumor
Puskesmas dengan program P.E.C, diarahkan untuk:
1. Menurunkan angka kesakitan mata.
2. Penanggulangan gangguan fungsi penglihatan dan kebutaan disingkat
PGPK.
KEDARURATAN MATA
Definisi
Klasifikasi
Kegiatan:
1. Penyuluhan.
2. Penyantunan mata.
3. Menyelenggarakan bank mata, yaitu:
a. Pengadaan, pemeriksaan, penyimpanan dan mengatur alokasi kornea
untuk resipien.
b. Mendapatkan resipien dan menentukan urutannya.
4. Mengusahakan dana untuk biaya semua kegiatan.
Saat ini ada kurang lebih 3,75 juta orang yang menderita kebutaan (tuna
netra). Sebagian dari kebutaan biasa dipulihkan kembali penglihatannya
melalui operasi dan cangkok kornea (keratoplasti). Tetapi bagaimana dengan
tunanetra yang tak dapat dipulihkan penglihatannya? terutama anak-anak
usia sekolah.
Upaya rehabilitasi sosial harus diawali dengan kesadaran masyarakat
dalam menanggapi masalah kebutaan dan masalah pribadi para tunanetra
meskipun penglihatannya tidak dapat dipulihkan lagi. Misal: glaukoma
absolute, neuropati toksik. Pada hakikatnya, tuna netra itu punya harkat dan
martabat yang sama dengan sesamanya yang bermata awas (normal). Kita
harus menghormatinya dengan sepenuh hati.
1. Tongkat putih
2. Alat bantu yang dapat diraba atau didengar. Misal: jam, kalkulator.
3. Huruf Braille
4. Alat tulis, kertas tulis, mesin tulis, komputer dan "printer" serba Braille.
5. Terbaru Al Qur'an Braille
6. Komputer bicara dengan "keyboard" huruf Braille
Z Alat bantu "low vision"
8. Meja yang sesuai dengan penerangan
9. Kartu bermain
HURUF BRAILLE
Merupakan kode yang terdiri atas 6 titik yang menonjol. Keenam titik-titik itu
dapat dibaca dengan merabanya dengan ujung jari.
Huruf Braille diciptakan oleh Louis Braille, seorang tunanetra, pada saat
itu ia berusia 15 tahun. Pada tahun 1824 ia mulai mengembangkannya. Pada
tahun 1829 mempublikasikan sistemnya itu.
Dasar Sistem
"Sel" yang terdiri atas 6 titik. Dari satu sel itu terdapat 63 kemungkinan
kombinasi titik-titik yang disusun menjadi huruf, tanda baca dan angka-
angka. Bahkan dengan mengombinasikan 2 atau 3 sel didapat kemungkinan
yang lebih banyak lagi.
Pada perkembangannya dapat dialihsalinkan ke dalam huruf Braille.
Misal: Notasi musik, tanda-tanda matematika dan huruf Al-Qur'an. Dan
untuk mempersingkat penulisan dan pembacaan, telah dikembangkan pula
steno (tulisan singkat).
1. Pendidikan jasmani
2. Kerajinan tangan
3. Kesenian
4. Kerohanian
5. Kurikulum sesuai pemerintah
Kerja sama YPAB dengan Unair telah dirintis sejak 26 Januari 1980.
Motto: Yakin pasti akan berhasil.
Logo: Dua tangan menengadah ke atas langit ingin menggapai puncak
gunung yang tinggi.
PENCEGAHAN KEBUTAAN
Upaya kesehatan yang paling murah dan yang paling tinggi angka
keberhasilannya (Half dan Mahler).
Cara
1. Merubah perilaku sehat mata.
2. Periksa mata bila ada keluhan mata walaupun hanya sedikit.
Penatalaksanaan Kebutaan
1. Yang masih dapat di terapi dengan jalan operasi adalah katarak dan
kekeruhan kornea.
2. Pencegahan kebutaan dengan terapi medikamentosa maupun operasi/
laser.
Misal: glaukoma, ulkus kornea dan retinopati diabetika non proliferatif
(NPDR).
25% 75%
Gambar 10.4 Bagan perkiraan global penglihatan terbatas (WHO low vision olderly,
1996)
Gambar 10.5 Pemeriksaan mata (Buku ajar 1 I. K Mata Masyarakat, Moegiono 1996)
Alatbantu
1. Alat pembiasan: mikroskop, lampu, kaca pembesar.
2. Sistem optik: teleskop (binokuler dan monokuler).
Hampir semua alat bantu dalam bentuk genggam atau kacamata.
Macam-macam alat bantu:
1. Teleskop
a. Teleskop untuk melihat jauh ("klip on", genggam, kacamata)
b. Teleskop melihat dekat ("reading cap", lingkaran penuh, setengah
lingkaran)
2. Loupe ("klip on"/"head borne")
3. Mikroskop
4. Lensa pembesar
5. Memperbesar bayangan dengan proyeksi (CCTV)
6. Alat pengatur pencahayaan
7. Lain-lain (lensa kontak, kacamata hemianopsia, alat memasak, menjahit)
Prognosis:
1. Baik:
a. Degenerasi retina selain retinitis pigmentosa.
b. Miopia.
c. Retinopati diabetika.
2. Buruk:
Retinitis pigmentosa
Sifat: progresif lambat
1. Glaukoma:
a. Meningkatkan kontras dengan mengatur pencahayaan.
b. Merubah cara membaca jika lapang pandangan menyempit.
c. CCTV.
2. Degenerasi makula (AMD):
a. Meningkatkan pencahayaan dan lensa pembesar, kacamata dengan
plus besar, teleskop untuk lihat TV, CCTV.
b. Merubah teknik membaca.
3. Retinitis pigmentosa:
a. Meningkatkan pencahayaan dan kontras.
b. Merubah teknik membaca.
c. CCTV.
1. "Genetic/marriage conseling".
2. Periksa mata berkala.
Maksudnya, pada tahun 2020 nanti seluruh dunia telah bebas dari kebutaan.
Pernyataan ini dikeluarkan oleh WHO. Angka kebutaan global ada 38 juta,
sedangkan penglihatan terbatas jumlahnya ada 110 juta. Hanya 60 % kebutaan
yang dapat diobati (treatable) dan 20-30% dapat dicegah (preventable). Dari 38
juta yang buta, 23 juta (60 %) bertempat tinggal di Asia.
Untuk lebih jelasnya program "Vision 2020 Right to Sight'' secara garis
besarnya sebagai berikut. Dilaksanakan di seluruh negara antara tahun 2000-
2020. Berupa rencana 5 tahunan disebut "Global Initiative for the Elimination of
Avoidable Blindness", yaitu:
1. Penanggulangan penyakit mata spesifik (katarak, trauma, onkosersiasis,
anomali refraksi, penglihatan terbatas, kebutaan pada anak-anak).
2. Pengembangan sumber daya manusia.
3. Peningkatan infrastruktur (misal: benang. IOL alat-alat operasi).
Latar Belakang
Sejarah
"Vision 2020 Right to Sight" tidak begitu saja lahir. Melalui proses yang panjang.
Kemudian baru dicanangkan ke seluruh dunia.
Dimulai dengan rapat kerja I (workshop) di Utsunomiya, Jepang,
27 September-1 Oktober.
Tujuan: pelatihan MLEP (Mid Level Eye Personal)
Khusus: di negara sedang berkembang.
MLEP adalah orang yang menjembatani antara masyarakat dan spesialis.
Contoh: optometrist, refraksionis-optisien, perawat mahir mata, asisten
oftalmik, asisten medik, perawat rehabilitasi.
Orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak, dapat mengikuti dan mengawasi
perkembangan afektif (emosi motorik dan kesehatan mereka). Seorang guru,
terutama guru olahraga dan kesehatan biasanya merangkap menjadi petugas
UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Di UKS dilakukan pemeriksaan kesehatan
mata dengan kartu Snellen.
Bila tajam penglihatan kurang dari 6;10, murid dirujuk ke Puskesmas.
Bila guru yang sedang mengajar di kelas, melihat sikap murid yang aneh,
misal: sering memicing-micingkan mata, harus waspada.
Bila guru melihat muridnya ada yang menderita mata merah maka sikap guru
adalah periksa mata di UKS, kemudian dirujuk ke Puskesmas, diberi libur
sekolah agar tidak menjadi sumber penularan.
Restranas
Singkatan dari rencana strategi nasional. Konsultan WHO, dr. Konyama MPH,
Ph.D mengatakan "Planning without action is poor. Planning without evaluation is
worst".
Pada tahun 2002, pemerintah melalui Kemenkes di Bogor mengadakan
sosialisasi Restranas. Sejak tahun 1984, P.E.C yang diintegrasikan ke dalam
kegiatan pokok Puskesmas.
RasioSDM
A. Visi
B. Misi
PENUTUP
Dalam era globalisasi ini peran dari mata semakin penting mengapa demikian?
Perlu di ingat bahwa 83% informasi melalui mata. Mata sebagai salah satu
panca indera sekaligus menjadi jendela hati dan penyakit. Dari masalah kita
mengetahui penyakit apa yang sedang di derita. Mata adalah satu-satu nya
organ tubuh yang dapat di lihat secara langsung system pembuluh darah dan
sarafnya.
Kemajuan informasi dan teknologi (IT) terutama bidang ilmu kedokteran
sangatlah cepat. Itu hanya dapat diikuti apabila mata dalam keadaan sehat.
Untuk menjadi mata sehat tidak terlalu sulit. Erat hubungannya dengan
perilaku seseorang atau masyarakat. Oleh karena itu, Oftalmologi Komunitas
akan membantu masyarakat agar mempunyai mata yang sehat melalui upaya
kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Mata untuk menjadi sehat perlu pengembangan IT yang memadai.
Dengan IT yang canggih akan memudahkan untuk bekerja dan memperoleh
hasil yang baik. Sekarang siapa yang menguasai IT, berarti dapat menguasai
dunia sebagai contoh pemasaran laptop, android, HP, tablet, computer, mesin
fakoemulsifikasi, dan IOL (lensa tanam).
Semoga harapan ini tidak sia-sia. Tidak mungkin pekerjaan yang sangat
berat ini dibebankan pada salah satu saja. Jadi harus dipikirkan dan di
laksanakan bersama.
Motto: "Bersama Kita Bisa!". Peribahasa mengatakan "Ringan sama di jinjing
berat sama di pikul''.
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I: REFRAKSI
1. b
2. a
3. C
4. C
5. a
4. a
5. e
6. d
7. a
5. C
301
BAB VI: NEURO OFTALMOLOGI
1. a
2. a
3. b
4. b
5. e
5. C