1.1. Kasus
Seorang pasien dengan inisial S (66 tahun), masuk ke rumah sakit pada
tanggal 15 Februari2018dengan keluhan:
Pusing berputar (+), nyeri leher belakang
Riwayat trauma kepala (+)
Mual (+), Muntah (-)
C. Patofisiologi
Seluruh sistem vestibuler memiliki potensi kerusakan yang dikarenakan
trauma tumpul pada daerah kepala dan leher. Studi radiologis dan postmortem
yang menunjukan mekanisme patofisiologi yang mendasari cedera vestibular
masih belum jelas.
BPPV (Benign paroxysmal positional vertigo)
1. antikolinergik/parasimpatolitik
2. antihistamin
3. penenang minor dan mayor
4. simpatomimetik
5. vasodilator
Pengobatan vertigo :
a. Terapi kausal : merupakan pengobatan terbaik yaitu sesuai dengan etiologi
2) Fisioterapi
Bertujuan untuk mempercepat tumbuhnya mekanisme kompensasi/
adaptasi atau habituasi sistem vestibuler yang mengalami gangguan tersebut.
Tatalaksana untuk masing-masing vertigo berdasarkan penyebabnya yaitu:
Kebiasaan sikap postural dan posisi yang salah dan berkepanjangan dapat
menyebabkan nyeri pada leher, misalnya kebiasaan tidur menggunakan bantal
yang terlalu tinggi, menggerakkan leher secara spontan.
– Penyakit degeneratif
C. Patologi
Patologi sindroma nyeri servikal disini dengan tanpa adanya kondisi
traumatik seperti fraktur, dislokasi maupun subluksasi bisa disebabkan karena
spondilosiscervical. Hal ini merupakan suatu keadaan yang menimbulkan kaku
kuduk (neck stiffness) atau rasa nyeri, yang timbul akibat kapsul sendi yang
mengandung serabut saraf sangat sensitif terhadap peregangan dan distorsi, selain
itu ligamentum dan tendon di leher sensitif juga terhadap regangan dan torsi oleh
gerakan yang keras atau overuse leher atau bagian atas punggung, juga osteofit
dapat menekan akar saraf atau medulla spinalis karena foramen intervertebrale
menyempit akibat membesarnya osteofit paravetebral dan facet joint. Bila ukuran
lubang foramen perlahan-lahan mengecil, hanya butuh strain cervical yang ringan
saja sudah dapat membangkitkan gejala radikuler berupa nyeri atau rasa
kesemutan, yang menjalar dari lateral leher, turun menuju bahu, lengan dan
pergelangan tangan. Tergantung akar saraf mana yang mengalami kompresi.
D. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada kasus sindroma nyeri servikal meliputi:
Adanya nyeri pada daerah leher yang bersifat terus- menerus.
Nyeri tersebut berupa nyeri tekan pada otot-otot sekitar leher, scapula, dan
pundak seperti m. sternocleidomastoideus, m. levator scapulae, m.
ekstensor leher, m. upper trapezius, m. rhomboideus major, dan m.
rhomboideus minor. Nyeri gerak pada gerakan leher yang meliputi gerak
fleksi, ekstensi, rotasi kanan, rotasi kiri, lateral fleksi kanan, dan lateral
fleksi kiri baik gerak pasif maupun aktif.
Spasme otot
Adanya spasme otot-otot leher, scapula, dan pundak pada
sternocleidomastoideus, m. levator scapulae, m. ekstensor leher, m. upper
trapezius, m. rhomboideus major, dan m. rhomboideus minor.
Keterbatasan gerak
Adanya keterbatasan gerak pada leher yang meliputi gerak fleksi, ekstensi,
rotasi kanan, rotasi kiri, lateral fleksi kanan, dan lateral fleksi kiri baik
gerak aktif maupun pasif.
Gangguan postural
Gangguan postural sebaga i gerakan kompensasi untuk menghindari rasa
nyeri, misalnya bahu menjadi asimetris atau tidak tegak.
E. Penatalaksanaan
1. Bila penyebabnya adalah akibat dari trauma whiplast, maka dengan
istirahat akan menjadi baik kembali.
2. Bila oleh karena spondilitis, maka dapat dilakukan rehabilitasi medik.
a. Fisioterapi
Program rehabilitasi medik antara lain fisioterapi dan pemasangan
alat bantu seperti cervical collar dan traksi.
b. Farmakologi
Fase akut: Obat penghilang nyeri/ relaksan otot : contohnya Eperison,
Golongan salisilat atau NSAID, jika nyeri hebat analgetik.
Contoh obat: Ibuprofen, Naproksen, Fenoprofen, Vit. B1, B6, B12.
1.2.3 Hipertensi
A. Pengertian
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal
atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan
JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika
tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih
(Chobaniam, 2003). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
B. Patofisiologi
Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding
arteri dalammillimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya
diukur, tekanan darahsistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD).
TDS diperoleh selamakontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah
kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.Banyak faktor yang mengontrol
tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya
hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah:
Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau
variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons
terhadap stress psikososial dll
Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
Asupan natrium (garam) berlebihan
Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan
meningkatnyaproduksi angiotensin II dan aldosteron
Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan
peptidenatriuretik
Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang
mempengaruhitonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan
padapembuluh darah kecil di ginjal
Diabetes mellitus
Resistensi insulin
Obesitas
Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut
jantung,karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
Berubahnya transpor ion dalam sel
C. Etiologi
Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol.
Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang
khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebabhipertensi sekunder;
endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunderdapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secarapotensial
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial
merupakan95% dari seluruh kasus hipertensi.Beberapa mekanisme yang
mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi initelah diidentifikasi,
namun belum satupun teori yang tegas menyatakanpatogenesis hipertensi
primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalamsuatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegangperanan penting
pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukangambaran
bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenikmempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristikgenetik
dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, danangiotensinogen.
Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah
(lihattabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal
kronis ataupenyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling
sering. Obat-obattertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi ataumemperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Obat-obat ini dapatdilihat pada tabel 1. Apabila penyebab
sekunder dapat diidentifikasi, maka denganmenghentikan obat yang
bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisikomorbid yang
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder.
D. Klasifikasi tekanan darah
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih
kunjungan klinis2 (Tabel 2). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan
darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori
penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung
meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat
(stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.
E. Komplikasi hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri danmempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organtubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensiadalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transientischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal,dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan
mortalitas danmorbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut
StudFramingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko
yangbermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan
gagaljantung.
F. Gejala Klinis
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah
mempunyai faktor resiko tambahan (lihat tabel 3), tetapi kebanyakan asimptomatik.
G. Diagnosis
Evaluasi hipertensi
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
1. Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskularatau
penyakit penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosissehingga
dapat memberi petunjuk dalam pengobatan (Tabel 1)
2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi
Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakitkardiovaskular
Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit
dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, danprosedur
diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar,
pemeriksaanfunduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan (kg)
dibagidengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal,
danbruit arteri femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap
jantungdan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal,
massaintra abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah
untukmelihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegahtekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penangananhipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi
harus melakukanperubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat
menurunkan tekanan darahdapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan
rekomendasi dari JNC VII. Disampingmenurunkan tekanan darah pada
pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gayahidup juga dapat
mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi padapasien-pasien
dengan tekanan darah prehipertensi.Modifikasi gaya hidup yang penting
yang terlihat menurunkan tekanan darahadalah mengurangi berat badan
untuk individu yang obes atau gemuk;mengadopsi pola makan DASH
(Dietary Approach to Stop Hypertension) yangkaya akan kalium dan
kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; danmengkonsumsi alkohol
sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolantekanan darah cukup
baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangigaram dan berat
badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.Program diet
yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan beratbadan
secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertaipembatasan
pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan kepasien,
dan dorongan moril.Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien
supaya pasien mengertirasionalitas intervensi diet .
a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding
orangdengan berat badan ideal. Lebih dari 60 % pasien dengan
hipertensi adalah gemuk (overweight)
b. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg)
dapatmenurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
c. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang
jugaprekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang
dapatberlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke
penyakitkardiovaskular.
d. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh
dapatmenurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
e. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap
garam,kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah
sistolik denganpembatasan natrium.
2. Terapi farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat
enzimkonversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin
(ARB), danantagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama
(tabel 5). Obat-obatini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk
mengobati mayoritaspasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obatini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya
diuretik dan antagonis kalsium)mempunyai subkelas dimana perbedaan yang
bermakna dari studi terlihat dalammekanisme kerja, penggunaan klinis atau
efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa2 sentral, penghambat adrenergik,
dan vasodilator digunakan sebagai obatalternatif pada pasien-pasien tertentu
disamping obat utama.Evidence-based medicine adalah pengobatan yang
didasarkan atas bukti terbaikyang ada dalam mengambil keputusan saat
memilih obat secara sadar, jelas, danbijak terhadap masing-masing pasien
dan/atau penyakit. Praktek evidence-baseduntuk hipertensi termasuk
memilih obat tertentu berdasarkan data yangmenunjukkan penurunan
mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau kerusakantarget organ akibat
hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadarmenurunkan tekanan
darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalamseleksi obat
hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obatyang
paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi
angiotensin(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta,
dan antagoniskalsium (CCB).
Terapi Kombinasi
Rasional kombinasi obat antihipertensi:
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai efek aditif
2. Mempunyai efek sinergisme
3. Mempunyai sifat saling mengisi
4. Penurunan efek samping masing-masing obat
5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan
pasien(adherence)
56
17. Cailliet, R, 1991; Neck and Arm Pain; Third edition, F.Philadelphia.
Hal 45-47, 75-76
57