Anda di halaman 1dari 9

Tugas V Hukum Perbankan

Nama: Dante Deva Daniswara


NPM: 1906361512
Jawaban:
1) Produk-produk yang ditawarkan oleh bank tidak lepas dari pengaruh berbagai factor
yang berkembang dalam sistem perbankan itu sendiri, factor-faktor tersebut antara
lain:
A) Adanya perbedaan sistem perbankan yang diterapkan dalam industry perbankan,
sistem-sistem tersebut adalah sebagai berikut:
a. Specialized Banking
Dalam sistem ini, produk-produk yang ditawarkan oleh bank sifatnya terbatas dan
terspesialisasi pada beberapa bidang yang khusus. Maka, apabila sistem ini diterapkan
bank hanya memfokuskan kegiatannya pada kegiatan atau bidang tertentu yang
selaras/sejalan dengan tujuan pendiriannya, sebagai contoh pada lingkup pertanian,
perumahan, industri, dan lain sebagainya. Biasanya bank dalam sistem ini melayani
konsumen tertentu saja dan umumnya berkembang di area pedesaan (rural)
b. Universal Banking
Dalam sistem ini, pelayanan bank memiliki jangkauan yang jauh lebih luas apabila
dibandingkan dengan sistem specialized banking. Maka, produk yang ditawarkan
bank juga cakupannya lebih luas dan beragam. Bank yang ada dalam sistem ini dapat
menjangkau konsumen secara umum tanpa adanya Batasan spesifikasi tertentu.
B) Perkembangan teknologi informasi
Selain sistem, adanya inovasi dan perkembangan dalam bidang teknologi informasi
ternyata juga memberikan dampak yang cukup besar bagi produjk-produk yang ditwarkan
bank. Seiring dengan semakin meluasnya penggunaan internet di masyrakat, muncul berbagai
produk layanan baru dalam perbankan misalnya berupa mobile banking,onlinen banking, dan
berbagai bentuk financial technology lainnya.

2) Sesuai dengan ketentuan yang terkandung dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 (“UU Perbankan”), diatur dalam Pasal 6 huruf (n) UU Perbankan sebagai
berikut:
“Usaha Bank Umum meliputi melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh
bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”

Berkaitan dengan bunyi pasal tersebut, pada dasarnya bank memiliki kesempatan
yang luas untuk mengembangkan dan menawarkan berbagai jenis produk perbankan asalkan
memenuhi syarat kelaziman dan tidak dilarang dalam peraturan terkait yang berlaku.
Kegiatan yang lazim dilakukan oleh banbk meliputi kegiatan yang jelas-jelas diatur dan
diperbolehkan oleh UU Perbankan dalam Pasal 6 huruf (a) sampai huruf (m) dan kegiatan
yang tidak diatur secara spesifik dalam UU Perbankan, yang mana kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti memberikan bank
garansi, menawarkan jasa mobile/online banking, membantu administrasi usaha nasabah, dan
lain sebagainya. Kelaziman tersebut bermakna bahwa apabila suatu produk atau kegiatan
dilakukan secara sistematis dan dianggap sebagai praktik yang normal dalam dunia
perbankan, maka akan dianggap sebagai sesuatu yang lazim. Kelaziman juga mencakup
produk/kegiatan bank luar negeri yang diadopsi di Indonesia. Dalam menilai kelaziman
tersebut dapat didasarkan atas beberapa tolak ukur tertentu, sebagai berikut:
a. apabila suatu hal dilakukan oleh banyak orang/pelaku usaha;
b. dilakukan secara terus menerus; dan
c. dianggap suatu hal yang baik sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

Selain itu, perlu diperhatikan bahwa indikator kelaziman tersebut tidak boleh
bertentangan dengan larangan-larangan yang jelas diatur dalam UU Perbankan Praktik
perbankan di Indonesia dapat dikatakan lazim untuk dilakukan apabila tidak melanggar
ketentuan kegiatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU
Perbankan, Bank Umum dilarang untuk:
a. melakukan penyertaan modal, kecuali pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta
lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dan/atau kegiatan penyertaan modal
sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya,
dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (“BI”);
b. melakukan usaha perasuransian; dan
c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha yang dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7
UU Perbankan.
3) Pada dasarnya produk Safe Deposit Box dan custodian yang banyak ditawarkan oleh
bank menggunakan konsep perjanjian penitipan, dimananasabah secara sukarela
menitipkan harta bendanya kepada bank. Dalam pelaksanaan produk ini, bank tidak
mempunyai hak kepemilikan atas harta-harta tersebut. Selain itu, apabila nasabah
ingin menikmati produk/jasa ini, maka baik Safe Deposit Box dengan Kustodian,
keduanya menggunakan yang sebelumnya sudah disediakan oleh bank, yaitu
perjanjian baku atau perjanjian standar dimana nasabah atau penyewa hanya perlu
untuk menandatangani perjanjian yang disediakan oleh bank tersebut. 1 Lebih lanjut,
perbedaan penitipan barang pada sewa menyewa Safe Deposit Box dengan Kustodian
meliputi:2
a. Ruang lingkup kegiatan kustodian memiliki jangkauan yang lebih luas apabila
dibandingkan dengan ruang lingkup produk Safe Deposit Box, hal ini mengingat Safe
Deposit Box hanya bersifat sebagau perjanjian penyimpanan saja;
b. Kegiatan penyimpanan dalam Safe Deposit Box dan Kustodian memiliki perbedaan
dari segi objek dan subjek dalam perjanjian, terutama dari pihak bank dan harta yang
disimpan;
c. Aspek hukum yang menonjol dalam Safe Deposit Box adalah aspek hukum
perjanjian, terutama perjanjian sewa menyewa. Asas ini mengandung makna bahwa
penyewa bertanggung jawab atas risiko kerusakan atau hilangnya kotak, termasuk
kunci Safe Deposit Box beserta dengan isinya, yang mana hal ini sangat berbeda
dengan prinsip Kustodian; dan
d. Sewa menyewa pada Safe Deposit Box merupakan simpanan tertutup, dimana nasabah
secara hukum bertindak sebagai penyewa tempat yang bertanggung jawab atas
keberadaan barang yang disimpan di dalam Safe Deposit Box tersebut. Di sisi lain,
penitipan pada Kustodian merupakan simpanan terbuka, dimana nasabah menitipkan
harta kekayaannya pada bank sebagaimana asas penitipan pada umumnya yang mana
tanggung jawab tersebut berada pada pihak bank. Selain itu, semua hak yang akan
timbul, termasuk adanya pembagian dividen, Rapat Umum Pemegang Obligasi, dan
hak-hak lain akan diwakili dan dikuasai oleh nasabah terkait kepada bank.

1
Cheryl Rosdiana, “Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box pada PT. Bank Internasional
Indonesia Tbk,” Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 70.
2
Ibid., hlm. 70-71.
4) Berdasarkan ketentuan yang ada dalam Uniform Customs and Practice for
Documentary Credits 600 (“UCP 600”), Letter of Credit (“L/C”) dapat didefinisikan
sebagai berikutt:

“honour to pay at sight if the credit is available by sight payment, to incur a deffered
payment undertaking and pay at maturity if the credit is available by deffered
payment, or to accept a bill of exchange drawn by the beneficiary and pay at maturity
if the credit is available.”

Melalui definisi tersebut, L/C pada dasarnya adalah janji dari suatu bank penerbit
untuk melakukan pembayaran atau untuk memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan
pembayaran kepada penerima setelah penerima menyerahkan dokumen yang sesuai dengan
prasyraat yang telah ditentukan. Dengan kata lain, L/C juga dapat dikatakan sebagai janji
untuk dilakukannya pembayaran, atau untuk menanggung janji pembayaran yang
ditangguhkan dan membayar pada saat jatuh tempo atau mengaksep bill of exchange yang
ditarik oleh beneficiary dan membayar pada saat jatuh tempo. Dalam regulasi perbankan di
Indonesia , Peraturan Bank Indonesia No. 5/11/PBI/2003 tentang Pembayaran Transaksi
Impor juga mengatur L/C sebagai janji untuk melakukan pembayaran dari bank penerbit
kepada penerima jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai
dengan persyaratan L/C.
Lebih lanjut, dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis L/C yang diklasifikasikan
berdasarkan penggunaannya, berdasarkan sifatnya, berdasarkan jangka waktu
pembayarannya, serta berdasarkan pihak yang membuka L/C tersebut, sebagai berikut:
1. Berdasarkan penggunaannya
Berdasarkan penggunaannya, L/C terdiri atas:
a. Commercial L/C
L/C ini seringkali ditemukan dalam kegiatan ekspor impor dalam perdanganan
internasional. Pembayarannya seringkali melalui wesel eksportir/penjual
b. Performance L/C
L/C ini diterbitkan bank dalam hal suatu pihak membutuhkan adanya jaminan
dalam lalu lintas perdagangan internasional.
2. Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya, L/C terdiri atas:
a. Revocable L/C
Revocable L/C memungkinkan terjadinya pembatalan secara sepihak oleh bank
penerbit tanpa adanya campur tangan dari penerima terlebih dahulu.
b. Irrevocable L/C
Irrevocable L/C merupakan L/C yang dibuka oleh pihak bank devisa untuk
eksportir yang mana diri untuk melunasi wesel yang d bank penerbit memiliki
kewajiban mutlak untuk melunasi wesel yang ditarik dalam jangka waktu
berlakunya L/C tersebut. Selain itu, L/C tidak dapat dibatalkan kecuali apabila
atas persetujuan dari pihak eksportir
c. Irrevocable Confirm L/C
Irrevocable Confirm L/C merupakan L/C yang mendapatkan konfirmasi dari suatu
bank, serta bank tersebut membarikan jaminan untuk membayar kewajiban
opening bank apabila kondisi bank dalam wanprestasi.
d. Revolving L/C
Revolving L/C merupakan L/C yang berlaku seterusnya berulang kali secara
otomatis L/C direalisasikan.
e. Transferable L/C
Transferable L/C merupakan L/C yang memberikan hak kepada eksportir untuk
memindahtangankan atau menguasakan haknya atas L/C tersebut kepada pihak-
pihak lain. Transferable L/C dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu L/C at sight
dan usance L/C.
f. Back-to-back L/C
Back-to-back L/C merupakan L/C yang dibuka atas permintaan applicant dengan
jaminan L/C lainnya yang serupa, yang mana applicant tersebut sebagai
beneficiary. L/C jenis ini sering disebut sebagai transaksi L/C anak dimana bentuk
kredit importir kepada eksportir, namun eksportir tidak sanggup memenuhi
permintaan karena berbagai faktor, sehingga L/C ini dapat dipindahtangankan
oleh eksportir pertama kepada produsen lainnya.

3. Berdasarkan waktu pembayaran


Berdasarkan waktu pembayarannya, L/C memberikan hak kepada eksportir
penerimanya untuk mencairkan sebagian dana L/C tersebut sebagai uang panjar,
dengan penyerahan kuitansi biasa dan surat pernyataan untuk memenuhi janji.

4. Berdasarkan pihak yang membuka


Berdasarkan pihak yang membukanya, L/C terdiri atas:
a. Bankers L/C
Bankers L/C diasosiasikan sebagai bank penerbit yang menerbitkan L/C atas
permintaan eksportir.
b. Merchants L/C
Merchants L/C dibuka oleh importir untuk eksportir dan memberikan hak kepada
eksportir penerima L/C untuk menarik wesel yang diterbitkan bank pembuka.

Ternyata dalam praktik penggunaan produk L/C, terdapat kasus yang melibatkan L/C dengan
modus L/C fiktifatau abal-abal, salah satunya adalah sebagaimana yang terjadi pada kasus
L/C Fiktif BNI. Kasus L/C fiktif tersebut terjadi pada jangka waktu antara Oktober 2002
hingga Juli 2003, bermula pada saat Bank BNI memberikan pinjaman sejumlah 136 juta
dollar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group yang merupakan perusahaan milik
Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu, yang nilainya setara dengan Rp. 1,7 triliun
rupiah apabila dikurskan ke dalam rupiah pada waktu itu. Bank BNI menyetujui jaminan L/C
dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., serta The
Wall Street Banking Corp, yang mana keempat bank tersebut bukan merupakan bank
korespondensi dari BNI. Pada Juni 2003, pihak Bank BNI curiga dengan transaksi keuangan
PT Gramarindo Group tersebut dan mulai melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa
PT Gramarindo Group yang dimiliki oleh Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu itu
ternyata sama sekali tidak pernah melakukan kegiatan di bidang ekspor-impor Akibat
tindakan tersebut, Bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp1,7 triliun akibat L/C fiktif
tersebut.
5) Dalam ketentuan UU No. 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis
Sistem Keuangan, (“UU 9/2016”) LPS memiliki beberapa cara untuk mengatasi terjadinya
krisis perbankan. Kewenangan utama LPS adalah berkaitan dengan permasalahan solvabilitas
dan restrukturiasi perbankan apabila terjadi krisis. Menurut Pasal 22 UU 9/2016, penanganan
masalah solvabilitas dapat dilakukan oleh LPS dengan cara mengalihkan sebagai atau seluruh
asset bank sistemik kepada bank penerima, bank perantara, atau LPS. Berkaitan dengan
pengalihan ini, LPS berwenang menilai asset mana sajakah yang dapat dialihkan dan
melakukan pembayaran kepada bank penerima atau bank perantara atas selisih kurang yang
ada. Mekanisme ini sering kita kenal dengan istilah purchase and assumption
Daftar Pustaka

1. Muhamad Djumhana, 2012, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung.
2. Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam Agus Putra, 2016, Pengantar Hukum Perbankan
Indonesia, Refika Aditama, Bandung.
3. Soepriyo Andhibroto. Letter of Credit dalam Teori dan Praktek. Semarang: Dahara
Prie. 1992.
Surat Pernyataan
Saya yang membuat surat pernyataan :
Nama : Dante Deva Daniswara
NPM : 1906361512
Menyatakan, adalah benar tulisan yang saya sampaikan untuk tugas hukum perbankan
merupakan tulisan saya sendiri, memenuhi persyaratan anti Plagiarism dan dapat
dipertanggung jawabkan apabila terdapat kesamaan tulisan dengan tulisan orang lain.

(…………………)
Dante Deva

Anda mungkin juga menyukai