1) a) Pada dasarnya dalam pencarteran kapal menurut waktu, pihak pemilik (tercarter)
kapal mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal agar digunakan
pihak pencarter untuk keperluan pelayaran, dimana pencarter membayar suatu harga
tertentu yang dihitung menurut satuan waktu (Pasal 453 KUH). Adapun hak dan
kewajiban masing-masing pihak adalah antara lain:
2) Pada dasarnya hak retensi adalah hak untuk menahan barang selama upah atau biaya
dalam suatu perjanjian belum dibayarkan. Apabila, apabila kita melihat ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 493 KUHD, pendapat yang menyatakan bahwa pengangkut tidak
memiliki hak retensi adalah benar. Namun, Pasal 493 ternyata memberikan hak bagi
pengangkut untuk menuntut jaminan pembayaran yang oleh penerima harus dibayarkan
dalam urusan pengangkutannya atau untuk keperluan avarij. Menurut saya, tidak adanya hak
retensi dalam pengangkutan adalah tepat karena pada dasarnya pengangkut berkewajiban
untuk mengantarkan barang dengan selamat dari satu tempat ke tempat yang lain. Oleh
karena itu,, apabila ada hak retensi dalam perjanjian pengangkutan, maka hal tersebut akan
bertentangan dengan esensi perjanjian pengangkutan itu sendiri.
3) a) Dalam konteks ilustrasi yang digunakan, perlu kita catat bahwa ada dua perjanjian
pengangkutan, yaitu pengangkutan orang dan pengangkutan barang yang menggunakan moda
transportasi darat di jalan.
Dalam pengangkutan orang, ada dua subjek hukum yaitu penumpang (passanger) dan
pengangkut (carrier). Penumpang menurut Pasal 1 angka 22 UU No. 22 tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) adalah orang-perseorangan atau badan hukum
yang menggunakan jasa angkutan umum, dalam kasus ini penumpang adalah Dendy.
Sedangkan pengangkut menurut UU LLAJ adalah pengangkut adalah perusahaan angkutan
umum yang mendapat izin operasional dari pemerintah dan melakukan kegiatan
pengangkutan orang dan atau barang dengan memungut biaya (Pasal 1 angka 8 dan 10 UU
LLAJ), dalam kasus ini pengangkut adalah GrabCar. Sedangkan dalam perjanjian
pengangkutan barang, terdapat tiga pihak yaitu pengirim (consigner/shipper), pengangkut
(carrier), dan penerima (consignee). Pengangkut definisinya sama dengan yang saya jelaskan
dalam pengangkutan orang, hanya saja dalam kasus ini pengangkutnya adalah pihak
GrabFood. Pengirimnya adalah Dendy, karena ia yang berkewajiban membayar biaya
pengangkutan (Lihat Ketentuan Pasal 186 dan 187 UU LLAJ). Sedangkan penerimanya
adalah Angga yang tidak berkewajiban membayar biaya pengangkutan
b) Menurut ketentuan Pasal 192 ayat (1) UU LLAJ, dapat disimpulkan bahwa pihak GrabCar
dibebani tanggung jawab terhadap luka yang diderita Dendy. Namun, juga terdapat
pengecualian apabila pihak GrabCar dapat membuktikan bahwa kecelakaan terjadi karena
sebab yang tidak dapat dihindari/dicegah atau karena kesalahan penumpang. Dalam kasus ini,
fakta bahwa Dendy tidak memakai sabuk menurut saya bukan merupakan kesalahan yang
menyebabkan kecelakaan. Lebih lanjut, Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ juga menjamin hak
ganti rugi bagi Dendy sebagai penumpang apabila mengalami kerugian akibat kelalaian
pengemudi. Maka berdasarkan fakta yang ada di ilustrasi kasus, pihak yang bertanggung
jawab adalah pihak GrabCar sebagai pengangkut.
c) Dendy sebagai penumpang GrabCar berhak untuk menikmati jasa pengangkutan sesuai
dengan kesepakatan perjanjian pengangkutan (Pasal 186 UU LLAJ), menerima ganti rugi
apabila ada pembatalan pengangkutan (Pasal 187 UU LLAJ), dan menerima ganti rugi akibat
kerugian yang disebabkan kelalaian perusahaan pengangkutan (Pasal 188 UU LLAJ).
Sedangkan Dendy sebagai pengirim juga memiliki hak untuk menikmati jasa pengangkutan
barang berdasarkan Pasal-Pasal yang sama (Pasal 186-188 UU LLAJ)
d) Seperti yang telah saya jelaskan pada poin b di atas, pihak GrabCar dapat melepaskan diri
dari tanggung jawab atas kecelakaan yang dialami Dendy apabila dapat membuktikan bahwa
kecelakaan terjadi karena sebab yang tidak dapat dihindari/dicegah atau atas kesalahan
penumpang sendiri (Pasal 192 ayat (1) UU LLAJ). Berkaitan dengan ketentuan Pasal 234
ayat (1) UU LLAJ, juga terdapat beberapa pengecualian tanggung jawab berdasarkan Pasal
234 ayat (3) UU LLAJ yaitu adanya keadaan memaksa, terjadi akibat kesalahan penumpang
sendiri, atau akibat gerakan orang/hewan walaupun sudah ada tindakan pencegahan
(…………………)
Dante Deva Daniswara
1906361512