Anda di halaman 1dari 27

HUKUM

PENGANGKUTAN
 Peranan pengangkutan dalam dunia
perdagangan bersifat mutlak, tanpa
pengangkutan perusahaan tidak
akan jalan
 Fungsi pengankutan adalah
memindahkan barang atau orang
dari suatu tempat ke tempat yang
lain dengan maksud meningkatkan
daya guna dan nilai
Pengangkutan
 Adalah perjanjian timbal balik antara
pengangkut dengan pengirim,
dimana pengangkut mengikatkan diri
u/ menyelenggarakan
pengangkutanbarang dan atau orang
dari suatu tempat ke tempat tertentu
dgn selamat, sedangkan pengirim
mengikatkan diri dengan membayar
uang angkutan
Lingkup Hukum Pengangkutan
1. Angkutan Darat
 Buku I Bab V pasal 90 – 98 KUHD
 UU No. 22 Tahun 2009 ttg Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan
2. Angkutan Udara
 UU No. 1 Tahun 2009 ttg Penerbangan
 PP No. 3 Tahun 2000 ttg Angkutan Udara
3. Angkutan Laut
 Buku II Bab V-VB tentang perjanjian
carter kapal, pengangkutan barang,
pengangkutan orang
 UU No. 17 Tahun 2008 ttg Pelayaran
 PP No. 82 Tahun 1999 ttg Angkutan
Diperairan
 Kep.Men No. 33 Tahun 2001 ttg
Penyelenggaraan Angkutan laut
Para Pihak Dalam
Pengangkutan

Pengirim Pengangkut
Penerima

Pengirim mengikatkan diri dengan


pengangkut u/ muatan yg
diserahkan kpdnya, selanjutnya
menyerahkan kpd org yg ditunjuk
sebagai penerima
Kedudukan Penerima
 Si penerima a/ si pengirim
CONTOH :
A sbg TKW yg sukses pulang ke INA
dari negeri Jiran slma bertahun-
tahun. A mengirimkan barang2 yg
penting ke INA/ melalui
perush.pengangkutan di Malaysia
atas nama A
 Si penerima adalah orang lain
CONTOH :
Importir A berada di Jakarta
mengadakan transaksi dengan
Eksportir B yang ada di USA, B
mengadakan perjanjian pengangkutan
dgn C U/ mengirim barang A smp
Jakarta brang diserahkan kpd A.
Penerima adalah pihak ketiga yg
berkepentingan spt yg dimaksud (1317
BW )
 Penerima mendapatkan haknya sejak
menerima barang kiriman itu (1317 BW)
 Penerima wajib membayar uang
angkutan kecuali diperjanjikan lain (491
KUHD )
 Penerima tidak boleh meminta barang
diserahkan di tempat selain dari tempat
tujuan (509 KUHD) kecuali telah ada
persetujuan dr pengirim dan pengangkut
(1338 BW)
Sifat perjanjian Pengangkutan
 Bersifat Konsensuil, perjanjian
pengangkutan tidak disyaratkan hrs
tertulis, cukup lisan, asal ada
persetujuan kehendak (konsensus)
 Pengangkut tidak mempunyai hak
retensi (493 KUHD). Tetapi
menggunakan pasal 94 KUHD via
Hakim jika penerima wan prestasi.
 Dalam hal “carter kapal” ada dokumen yg
disebut dgn “charterpartij”, “konosemen”
(tanda penerimaan barang yg harus
diberikan pengangkut kpd pengirim
barang)
 Dalam pengangkutan darat ada dokumen
yang disebut dengan “surat muatan”
 Tidak adanya dokumen tersebut tidak
membatalkan perjanjian pengangkutan
Perantara Pengangkutan
 Ekspeditur (pasal 86-90 KUHD)
a/ orang yang pekerjaannnya menyuruh
org lain u/ menyelenggarakan
pengangkutan barang2 dagangan.
 Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur
dan pengirim disebut perjanjian
ekspedisi
 Sedangkan perjanjian yang dibuat antara
ekspeditur , atas nama pengirim dg
pengangkut disebut perjanjian
pengangkutan
Sifat Perjanjian Ekspedisi
 Sifat perjanjian ekspedisi adalah
“pelayanan berkala” dan “pemberian
kuasa”
 Sifat hukum “pelayanan berkala” ada,
karena hubungan hukum antara
ekspeditur dan si pengirim tidak tetap,
hanya kadang kala saja
 Sifat hukum “pemberian kuasa” ada,
karena si pengirim telah memberikan
kuasa kpd ekspeditur untuk mencarikan
pengangkut yang baik
Kewajiban dan Hak Ekspeditur
1. Sebagai pemegang kuasa
Ekspeditur melakukan perbuatan hukum atas
nama pengirim. (psl 1792-1819 BW tentang
Pemberian Kuasa)
2. Sebagai Komisioner (berlaku ps.76 KUHD)
3. Sebagai penyimpan barang (berlaku ps. 1694
BW)
4. Sebagai penyelenggara urusan (berlaku 1354
BW)
5. Register dan surat muatan
6. Hak Retensi
Tugas dan Tanggung Jawab Ekspeditur

 Mencarikan pengangkut yang baik


bagi si pengirim
 Menyelenggarakan pengiriman
selekas-lekasnya dgn rapi pada
barang-barang yg telah diterimanya
 Menjamin keselamatan barang
Batas Tanggungjawab Ekspeditur
 TJ Ekspeditur berhenti pada saat barang2
pengirim telah diterima pengangkut (ps.88
KUHD)
 Kerugian-kerugian setelahnya, harus
dibuktikan terlebih dahulu kesalahan atau
kelalaian ekspeditur
 Ekspeditur juga harus bertanggungjawab
atas ekspeditur antara, yang jasany
dipergunakan (ps.89KUHD)
Hubungan Penerima dg Perjanjian
Ekspedisi
 Jika penerima menerima barang muatan,
atau dia menolak untuk menerimanya,
karena ada kerusakan atau kekurangan,
maka dia tidak hanya berhubungan dgn
perjanjian pengangkutan saja tetapi juga
dgn perjanjian ekspedisi
 Dengan penyerahan barang2 oleh
ekspeditur kepada penerima, maka
beralihlah hak milik atas barang tersebut
Hak ekspeditur terhadap
pengangkut
 Bagaimana jika Pengangkut melakukan
PMH?
 Jika ekspeditur melakukan perjanjian
pengangkutan atas nama pengirim, maka
pengirim langsung dapat menuntut
pengangkut
 Tetapi jika ekspeditur melakukan
perjanjian atas namanya sendiri, maka
hanya ekspeditur yang berhak menuntut
ganti rugi
Pengusaha Transpor
 Orang bertindak sbg pengusaha
transpor jika dia menerima barang-
barang tertentu u/ diangkut dg uang
angkutan tertentu, tanpa
mengikatkan diri u/ melakukan
pengangkutan sendiri
 Perbuatan pengusaha tranpor adalah
pelayanan berkala dan pemberian
kuasa
Prinsip tanggung jawab Hukum
1. Prinsip tanggung jawab
berdasarkan unsur kesalahan
( Fault Liability / Liability Based On
Fault)
2. Prinsip Praduga u/ Selalu
Bertanggung Jawab (Presumtion Of
Liability Prinsiple)
3. Prinsip praduga u/ tdk selalu
bertanggung jawab (Presumtion of
Non Liability Principle)
4. Prinsip tanggung jawab Mutlak
(Strict Liability)
5. Prinsip dengan pembatasan
(Limitation Of Liability Principle)
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur
kesalahan ( Fault Liability / Liability Based On
Fault)

 Seorang br dimintakan pertanggung


jawaban secara hukum jk ada unsur
kesalahan
 Prinsip umum yg berlaku pada
h.pidana & H.Perdata
 Pasal 1365,pasal 1366 dan pasal
1367
Prinsip Praduga u/ Selalu Bertanggung Jawab
(Presumtion Of Liability Prinsiple)

 Tergugat selalu dianggap T.J smp ia dpat


membuktikan ia tdk bersalah
 Dalam h.pengangkutan udara pernah
diatur dlm ordonansi pengangkutan
udara.
 4 variasi doktrin ini adalah :
a. Pengangkut dapat membebaskan diri
dari tanggung jawab kalau ia dapat
membuktikan bhw kerugian di timbulkan
oleh hal-hal diluar kekuasaan
b. Pengangkut dapat membebaskan diri dari
tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, dia
mengambil suatu tindakan yang diperlukan u/
menghindari timbulnya kerugian.
c. Pengangkut dapat membebaskan diri dari
tanggung jawab jika dia dapat membuktikan
kerugian yang timbul bukan karena
kesalahannya.
d. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika
kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahan /
kelalaian penumpang atau karena kualitas /
mutu barang yang di angkut tidak baik.
Prinsip praduga u/ tdk selalu bertanggung jawab
(Presumtion of Non Liability Principle)

 Tergugat selalu dianggap tdk


bertanggungjawab smp ia benar-
benar bersalah dibawah putusan
pengadilan
 Misalnya kehilangan / kerusakan
bagasi kabin /bagasi tangan yg
dibawa oleh penumpang a/ tanggung
jawab penumpang bukan
pengangkut
Prinsip tanggung jawab Mutlak (Strict
Liability)
 Pelaku usaha hrs bertanggung jawab
secara langsung tanpa mensyaratkan
unsur kesalahan tetapi pada krugian yg
ditimbulkan (liablity based on risk) (strict
liabilty pd common law system)
 Hrs ada unsur kesalahan,tetapi krn u/
membuktikan terlalu sulit maka pelaku
usaha langsung mengganti kerugian
(Strict liability pd civil law system
Prinsip dengan pembatasan
(Limitation Of Liability Principle)
 Adanya klausula eksonerasi dalam
perjanjian standar yg dibuatnya
 Misalnya : cuci cetak film ditentukan
bila film yg akan dicuci atau dicetak
hilang/rusak maka konsumen akan
dibatasi ganti rigu sebesar 10 x
harga 1 rol film baru

Anda mungkin juga menyukai