Anda di halaman 1dari 33

HUKUM PENGANGKUTAN

Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik


mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena
perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai
dan meninggikan manfaat serta efisiensi
HUKUM PENGANGKUTAN
Keseluruhan peraturan-peraturan baik yang telah
dikodifikasi atau yang belum dikodifikasi yang
mengatur semua hal-hal yang berkaitan dengan
pengangkutan.
Perjanjian timbal balik antara Pengangkut dengan
Pengirim, dimana Pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau
orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan selamat,
sedangkan Pengirim mengikatkan diri untuk membayar
uang angkutan
Pengertian scr Normatif
Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari
satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan
di Ruang Lalu Lintas Jalan.(uu 22 tahun 2009 ttg lalu linta dan
angkutan jalan)
Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan
pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo,
dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar
udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
(uu 1 tahun 2009 ttg Penerbangan)
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau
memindahkan penumpang dan/atau barang dengan
menggunakan kapal.(uu 17 tahun 2008)
Sumber Hukum
Sumber hukum yang bersifat umum/General:
buku III KUHPerdata tentang perikatan
Sumber hukum yang khusus
(KUHD,UU,PP,KEP.MENTERI)
Sumber Hukum yang Khusus
1. Angkutan Darat
 Buku I Bab V pasal 90 – 98 KUHD
 UU No. 22 Tahun 2009 ttg Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan
2. Angkutan Udara
 UU No. 1 Tahun 2009 ttg Penerbangan
 PP No. 3 Tahun 2000 ttg Angkutan Udara
3. Angkutan Laut
 Buku II Bab V-VB tentang perjanjian carter kapal,
pengangkutan barang, pengangkutan orang
 UU No. 17 Tahun 2008 ttg Pelayaran
 PP No. 82 Tahun 1999 ttg Angkutan Diperairan
 Kep.Men No. 33 Tahun 2001 ttg Penyelenggaraan
Angkutan laut
Para Pihak Dalam Pengangkutan

Pengirim Pengangkut Penerima

Pengirim mengikatkan diri dengan pengangkut u/


muatan yg diserahkan kpdnya, selanjutnya
menyerahkan kpd org yg ditunjuk sebagai penerima
Pengirim
Pihak yang membuat perjanjian pengangkutan
dengan pihak pengangkut untuk
menyelenggarakan pengangkutan dengan selamat,
sesuai dengan perjanjian
PENGANGKUT

Seseorang /
Mereka /
Badan Menyelenggar Memikul beban
Bertanggung
Usaha / akan resiko tentang
jawab terhadap
semua kerugian
Pihak Yang Pengangkutan keselamatan
yang diderita
Memiliki barang-barang
Baran Dan yang diangkut.
dalam
Wewenang Atau Jasa pengangkutan.
Mengadakan
Perjanjian
Penerima
Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan
terhadap diterimanya barang kiriman.Si penerima disini
mungkin si pengirim yang telah mengadakan perjanjian
pengangkutan dengan pengangkut, mungkin juga pihak
ketiga yang tidak ikut di dalam perjanjian.
Pihak Ketiga -> Pasal 1317 (1) BW :
Kedudukan Penerima
Si penerima a/ si pengirim
CONTOH :
A sbg TKW yg sukses pulang ke INA dari negeri Jiran
slma bertahun-tahun. A mengirimkan barang2 yg
penting ke INA/ melalui perush.pengangkutan di
Malaysia atas nama A
Si penerima adalah orang lain
CONTOH :
Importir A berada di Jakarta mengadakan transaksi
dengan Eksportir B yang ada di USA, B mengadakan
perjanjian pengangkutan dgn C U/ mengirim barang A
smp Jakarta brang diserahkan kpd A.
Penerima adalah pihak ketiga yg berkepentingan spt
yg dimaksud (1317 BW )
Penerima mendapatkan haknya sejak menerima
barang kiriman itu (1317 BW)
Penerima wajib membayar uang angkutan kecuali
diperjanjikan lain (491 KUHD )
Penerima tidak boleh meminta barang diserahkan di
tempat selain dari tempat tujuan (509 KUHD) kecuali
telah ada persetujuan dr pengirim dan pengangkut
(1338 BW)
Sifat perjanjian Pengangkutan
Bersifat Konsensuil, perjanjian pengangkutan tidak
disyaratkan hrs tertulis, cukup lisan, asal ada
persetujuan kehendak (konsensus)
Pengangkut tidak mempunyai hak retensi (493
KUHD). Tetapi menggunakan pasal 94 KUHD via
Hakim jika penerima wan prestasi.
Dalam hal “carter kapal” ada dokumen yg disebut
dgn “charterpartij”, “konosemen” (tanda
penerimaan barang yg harus diberikan
pengangkut kpd pengirim barang)
Dalam pengangkutan darat ada dokumen yang
disebut dengan “surat muatan”
Tidak adanya dokumen tersebut tidak
membatalkan perjanjian pengangkutan
Perantara Pengangkutan
 Ekspeditur (pasal 86-90 KUHD)
a/ orang yang pekerjaannnya menyuruh org lain
u/ menyelenggarakan pengangkutan barang2
dagangan.
 Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan
pengirim disebut perjanjian ekspedisi
 Sedangkan perjanjian yang dibuat antara
ekspeditur , atas nama pengirim dg pengangkut
disebut perjanjian pengangkutan
Sifat Perjanjian Ekspedisi
Sifat perjanjian ekspedisi adalah “pelayanan
berkala” dan “pemberian kuasa”
Sifat hukum “pelayanan berkala” ada, karena
hubungan hukum antara ekspeditur dan si
pengirim tidak tetap, hanya kadang kala saja
Sifat hukum “pemberian kuasa” ada, karena si
pengirim telah memberikan kuasa kpd ekspeditur
untuk mencarikan pengangkut yang baik
Kewajiban dan Hak Ekspeditur
1. Sebagai pemegang kuasa
Ekspeditur melakukan perbuatan hukum atas nama
pengirim. (psl 1792-1819 BW tentang Pemberian Kuasa)
2. Sebagai Komisioner (berlaku ps.76 KUHD)
3. Sebagai penyimpan barang (berlaku ps. 1694 BW)
4. Sebagai penyelenggara urusan (berlaku 1354 BW)
5. Register dan surat muatan
6. Hak Retensi
Tugas dan Tanggung Jawab Ekspeditur
Mencarikan pengangkut yang baik bagi si pengirim
Menyelenggarakan pengiriman selekas-lekasnya dgn
rapi pada barang-barang yg telah diterimanya
Menjamin keselamatan barang
Batas Tanggungjawab Ekspeditur
TJ Ekspeditur berhenti pada saat barang2
pengirim telah diterima pengangkut (ps.88
KUHD)
Kerugian-kerugian setelahnya, harus dibuktikan
terlebih dahulu kesalahan atau kelalaian
ekspeditur
Ekspeditur juga harus bertanggungjawab atas
ekspeditur antara, yang jasany dipergunakan
(ps.89KUHD)
Hubungan Penerima dg Perjanjian Ekspedisi
Jika penerima menerima barang muatan, atau dia
menolak untuk menerimanya, karena ada
kerusakan atau kekurangan, maka dia tidak hanya
berhubungan dgn perjanjian pengangkutan saja
tetapi juga dgn perjanjian ekspedisi
Dengan penyerahan barang2 oleh ekspeditur
kepada penerima, maka beralihlah hak milik atas
barang tersebut
Hak ekspeditur terhadap pengangkut
Bagaimana jika Pengangkut melakukan PMH?
Jika ekspeditur melakukan perjanjian
pengangkutan atas nama pengirim, maka
pengirim langsung dapat menuntut pengangkut
Tetapi jika ekspeditur melakukan perjanjian atas
namanya sendiri, maka hanya ekspeditur yang
berhak menuntut ganti rugi
Pengusaha Transpor
Orang bertindak sbg pengusaha transpor jika dia
menerima barang-barang tertentu u/ diangkut dg
uang angkutan tertentu, tanpa mengikatkan diri u/
melakukan pengangkutan sendiri
Perbuatan pengusaha tranpor adalah pelayanan
berkala dan pemberian kuasa
Prinsip tanggung jawab Hukum
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur
kesalahan ( Fault Liability / Liability Based On
Fault)
2. Prinsip Praduga u/ Selalu Bertanggung Jawab
(Presumtion Of Liability Prinsiple)
3. Prinsip praduga u/ tdk selalu bertanggung jawab
(Presumtion of Non Liability Principle)
4. Prinsip tanggung jawab Mutlak (Strict Liability)
5. Prinsip dengan pembatasan (Limitation Of Liability
Principle)
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
( Fault Liability / Liability Based On Fault)

Seorang br dimintakan pertanggung jawaban secara


hukum jk ada unsur kesalahan
Prinsip umum yg berlaku pada h.pidana & H.Perdata
Pasal 1365,pasal 1366 dan pasal 1367
Prinsip Praduga u/ Selalu Bertanggung Jawab (Presumtion Of
Liability Prinsiple)

 Tergugat selalu dianggap T.J smp ia dpat


membuktikan ia tdk bersalah
 Dalam h.pengangkutan udara pernah diatur dlm
ordonansi pengangkutan udara.
 4 variasi doktrin ini adalah :
a. Pengangkut dapat membebaskan diri dari
tanggung jawab kalau ia dapat membuktikan
bhw kerugian di timbulkan oleh hal-hal diluar
kekuasaan
b. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung
jawab jika ia dapat membuktikan, dia mengambil suatu
tindakan yang diperlukan u/ menghindari timbulnya
kerugian.
c. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung
jawab jika dia dapat membuktikan kerugian yang timbul
bukan karena kesalahannya.
d. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian yang
ditimbulkan oleh kesalahan / kelalaian penumpang atau
karena kualitas / mutu barang yang di angkut tidak baik.
Prinsip praduga u/ tdk selalu bertanggung jawab (Presumtion of
Non Liability Principle)

Tergugat selalu dianggap tdk bertanggungjawab smp


ia benar-benar bersalah dibawah putusan pengadilan
Misalnya kehilangan / kerusakan bagasi kabin /bagasi
tangan yg dibawa oleh penumpang a/ tanggung jawab
penumpang bukan pengangkut
Prinsip tanggung jawab Mutlak (Strict Liability)

Pelaku usaha hrs bertanggung jawab secara


langsung tanpa mensyaratkan unsur kesalahan
tetapi pada krugian yg ditimbulkan (liablity based
on risk) (strict liabilty pd common law system)
Hrs ada unsur kesalahan,tetapi krn u/
membuktikan terlalu sulit maka pelaku usaha
langsung mengganti kerugian (Strict liability pd
civil law system
Prinsip dengan pembatasan (Limitation Of Liability Principle)

Adanya klausula eksonerasi dalam perjanjian standar


yg dibuatnya
Misalnya : cuci cetak film ditentukan bila film yg akan
dicuci atau dicetak hilang/rusak maka konsumen akan
dibatasi ganti rigu sebesar 10 x harga 1 rol film baru

Anda mungkin juga menyukai