PENGANGKUTAN
PENGERTIAN PENGANGKUTAN :
“Sebuah kegiatan/aktivitas tentang : Pemuatan kedalam alat
pengangkutan, Pemindahan dari tempat asal ketempat tujuan
dengan alat pengangkutan, dan Penurunan/Pembongkaran dari
alat Pengangkutan, baik terhadap orang (penumpang) maupun
barang”.
Oleh karenanya dalam mendukung kelancaran rangkaian
kegiatan dalam pengangkutan (sebagai proses) inilah yang akan
berhubungan dengan ilmu hukum. Sebab proses
kegiatan/aktivitas dalam pengangkutan secara tidak langsung
merupakan “Sistem Hukum”, sebab di dalamnya mempunyai
unsur-unsur :
1. Adanya Subyek (Pelaku);
2. Adanya Obyek (Benda/Alat);
3. Adanya Peristiwa;
4. Adanya Hubungan;
PENGERTIAN HUKUM PENGANGKUTAN :
“Keseluruhan Aturan Hukum yang mengatur tentang
Pengangkutan, aturan hukum tersebut meliputi : Ketentuan
Per-UU-an, Perjanjian dan/atau Kebiasaan yang mengatur
berbagai Proses Pengangkutan (Angkutan Darat, Laut &
Udara)”.
Ketika berbicara Aturan Hukum, didalamnya pasti terdiri
dari: “Asas, Teori & Praktek” Hukum dalam proses
pengangkutan.
Azas Hukum adalah :
Obyek kajian berupa landasan filosofi (fundamental) yang
menjadi dasar ketentuan mengenai pengangkutan, guna
menyatakan sebuah Kebenaran, Keadilan dan Kepatutan
yang dapat diterima oleh semua pihak. (Rulles of Law)
Teori Hukum adalah :
Obyek kajian berupa kaidah atau norma yang berlaku,
yang dirumuskan dalam Undang-Undang, Perjanjian
dan Kebiasaan, dalam menyatakan bagaimana para
pihak itu SEHARUSNYA berbuat (Normative Law).
TUJUAN PENGANGKUTAN :
Mengangkut sesuatu (orang/barang) dari tempat asal ketempat
tujuan dengan SELAMAT dan meningkatkan nilai guna, baik
bagi Penumpang (orang) maupun Barang yang diangkutnya.
TIBA DI TEMPAT TUJUAN :
Proses pemindahan dari tempat asal ke tempat tujuan
dengan SELAMAT, berlangsungnya tanpa hambatan dan
kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan.
DENGAN SELAMAT :
Bagi Penumpang (Orang) harus dalam keadaan sehat,
tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit
atau meninggal dunia. Bagi Barang maka selamat artinya
barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan,
kehilangan, kekurangan dan kemusnahan.
PERJANJIAN PENGANGKUTAN :
Adalah Persetujuan dengan mana Pengangkut mengikatkan
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang
(orang) dan/atau barang dari tempat asal ke tempat tujuan
tertentu dengan SELAMAT, dan pihak Penumpang (orang)
dan/atau Pengirim Barang mengikatkan diri untuk membayar
biaya angkutannya.
Perjanjian pengangkutan ini selalu TIDAK TERTULIS
diadakan secara LESAN, namun HARUS didukung oleh
DOKUMEN Pengangkutan, yang membuktikan bahwa
perjanjian pengangkutan tersebut sudah terjadi.
Terjadinya perjanjian pengangkutan biasanya didahului oleh
serangkaian perbuatan penawaran oleh pihak pengangkut dan
penerimaan yang dilakukan oleh pihak penumpang/pengirim
secara TIMBAL-BALIK.
Serangkaian perbuatan tersebut juga tidak ada pengaturan
secara rinci dalam UU maupun dalam Perjanjiannya,
melainkan hanya di dasarkan pada “Pernyataan
Kehendak/Konsensus” yang tertera di dalam
Pasal 1320 BW. Jadi serangkaian perbuatan untuk
mencapai persetujuan kehendak mengenai pengangkutan
hanya terwujud melalui “KEBIASAAN” yang hidup di
dalam masyarakat.
Dengan demikian di dalam UU Pengangkutan, telah
ditentukan bahwa Pengangkutan baru diselenggarakan
setelah biaya angkutan tersebut dibayar terlebih dahulu.
Namun disamping ketentuan UU, juga berlaku
“KEBIASAAN” yang berlaku dan berkembang di
masyarakat dimana biaya angkutan dapat dibayar
kemudian.
Perjanjian Pengangkutan sangat erat hubungannya dengan proses
Tanggung Jawab Pengangkut. Hal ini berarti bahwa tanggung
jawab pengangkut mulai berjalan sejak Penumpang (orang)
dan/atau Barang di muat kedalam alat angkutan sampai dengan
penumpang (orang) dan/atau barang itu diturunkan dari alat
angkutan di tempat tujuan yang telah disepakati bersama.
Tanggung Jawab Pengangkut ini juga diberi batasan-batasan oleh
UU, dimana dalam UU telah ditentukan bahwa Pengangkut
HARUS Bertanggung Jawab terhadap segala kerugian yang
timbul akibat KESALAHAN/KELALAIAN dalam mengangkut,
kecuali terhadap hal-hal sebagai berikut :
1. Keadaan Memaksa (Force Majeur);
2. Cacat baik pada Penumpang (orang) atau Barang itu sendiri;
3. Kesalahan/Kelalaian Penumpang atau Pengirim Barang;
Pembebasan tanggung jawab GANTI RUGI dan Lain-lain dari pihak
Pengangkut yang ditentukan oleh UU maupun dalam Perjanjian, disebut
“EKSONERASI”
TERJADINYA PENGANGKUTAN :
Terjadinya pengangkutan perlu diadakan perjanjian
pengangkutan terlebih dahulu yang dibuktikan dengan
Dokumen Pengangkutan (Tiket/Karcis/Bagasi/
Konosemen dll).
Setelah proses perjanjian, maka pihak Pengangkut mempunyai
Kewajiban Mengangkut Orang/Barang, sedangkan untuk
Penumpang/Pengirim Barang mempunyai Kewajiban
Membayar Biaya Pengangkutannya.
Dengan demikian Pihak Pengangkut Bertanggung Jawab atas
3 (tiga) hal, yaitu :
1. Kematian dan/atau Lukanya Penumpang yang diangkut;
2. Musnah, Hilang atau Rusaknya Barang yang diangkut;
3. Keterlambatan angkutan Penumpang dan/atau Barang,
apabila terbukti bahwa keterlambatan tersebut merupakan
kesalahan dari pihak Pengangkut;
Setiap Perusahaan Pengangkutan WAJIB mengasuransikan
tanggung jawabnya sesuai yang diatur dalam UU, termasuk
juga mengasuransikan alat angkutnya.
PRINSIP-PRINSIP
TANGGUNG JAWAB
DALAM HUKUM PENGANGKUTAN :