Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Hasanuddin Hasyim

Disusun Oleh:
1. Nurhaslinda (2020203874234024)
2. Nabila Salsabila (2020203874234017)
3. Ramzi (2020203874234021)

HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................  i
DAFTAR ISI .....................................................................................................  ii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................  1


A. Latar Belakang ......................................................................................  1
B. Rumusan Masalah .................................................................................  2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................  2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................  3


A.  Pengertian Pancasila ..................................................................................  3
B.  Kedudukan dan Fungsi Pancasila bagi Negara Republik Indonesia ...........  3
1.      Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia ..............................................  3
2.      Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia .................................  4
3.      Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara ..........................................................  12
4.      Pancasila sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia ................  13

BAB III PENUTUP ..........................................................................................  14


A. Kesimpulan ....................................................................................................  14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................  15


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Pancasila merupakan warisan bangsa dari para pendahulu kita yang wajib
kita  jaga  dan  kita  terapkan  pada  kehidupan  bangsa  saat  ini.  Pancasila  yang
digali  dan  dirumuskan  para  pendiri  bangsa  adalah  sebuah  rasionalitas  kita
sebagai bangsa yang majemuk, multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan
multi ras yang tergambar dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika agar menjadi
bangsa yang bersatu, adil dan makmur.
Kedudukan  dan  fungsi  pancasila  sangat  penting  karena  segala  tingkah
laku  dan  tindakan  warga  negara  Indonesia  di  atur  oleh  Pancasila  sebagai
pemersatu  bangsa.  Sebagai  warga  Indonesia  kita  harus  paham  makna-makna
Pancasila,  fungsi-fungsi  Pancasila  dan  tindakan  yang  mencerminkan  nilai
Pancasila. Oleh karena itu, setiap warga negara sangat berperan penting dalam
pengamalan  Pancasila.  Dengan  kita  memperjuangkan  norma-norma  yang
terkandung,  bangsa  Indonesia  pasti  akan  menjadi  bangsa  yang  bersatu,
berdaulat,  adil  dan  makmur  sesuai  dengan  semboyan  Bhineka  Tunggal  Ika
walaupun  Indonesia  terdiri  dari  berbagai  macam  agama,  suku,adat  dan
budaya.
Dengan  kita  menganut  dari  makna  yang  terkandung  dalam  Pancasila
kehidupan  bangsa  Indonesia  akan  menjadi  bangsa  yang  bermoral  tinggi,
berkeadilan  dan  persatuan  bangsa  akan  terjaga.  Di  dalamnya  terdapat  isi 
dan arti  yaitu  unsur-unsur  pembentuk  Pancasila  berisi  tentang  pentunjuk
berperilaku sehari-hari dan juga mengatur dari hukum yang berlaku di negara
Indonesia.
Sebagai  warga  negara  yang  baik,  hendaknya  kita  lebih  mengenal 
dasar negara kita yaitu Pancasila secara lebih dalam dan menyeluruh, agar kita
dapat lebih menghargai dan menjunjung tinggi dasar negara kita tersebut.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan Pancasila?
2.      Apa  saja  kedudukan  dan  fungsi  Pancasila?

C.    TUJUAN PENULISAN


Secara umum, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui arti dan makna Pancasila.
2.      Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pancasila


Secara  etimologis,  Pancasila  berasal  dari  bahasa  sansekerta  yang  terdiri
dari kata Panca dan Syila, Panca artinya lima dan syila artinya  alas atau dasar.
Jadi Pancasila artinya lima dasar (aturan) yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Secara   terminologis,istilah Pancasila dipergunakan oleh Ir.Soekarno  yang
dicetuskan  dalam  pidatonya  didepan  sidang  BPUPKI (Dokuritsu Ziumbi
Tyoosakai) pada tanggal 1 Juni 1945.
Pancasila  adalah  dasar  Negara  Indonesia  yang  merupakan  identitas
Negara Indonesia dan tidak dimiliki oleh negara lain.

B.       Kedudukan dan Fungsi Pancasila


Terdapat berbagai macam pengertian kedudukan dan fungsi Pancasila yang
masing-masing harus dipahami sesuai dengan konteksnya.
Adapun beberapa kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai berikut:
1.      Pancasila sebagai Jati diri Bangsa Indonesia
Jati diri adalah suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas,
sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan
individu atau entitas yang lain.
Pancasila sebagai pembentuk karakter bangsa yang bersifat integralistik
bukan berasal dari luar tetapi dari budaya bangsa indonesia sendiri yang kemudian
terkristalisasi sebagai Ideologi Pancasila yang merupakan jatidiri bangsa yang
membedakan dengan bangsa lain.
Dengan memiliki Pancasila sebagai jatidiri bangsa dan menerapkan secara
konsisten, bangsa indonesia tidak akan mudah terombang-ambing oleh gejolak
yang menerpanya. Ia memiliki harga diri, dan kepercayaan diri, sehingga tidak
mudah tergiur oleh rayuan yang menyesatkan. Dari uraian tersebut jelas bahwa
jatidiri sangat diperlukan bagi bangsa dalam mencapai sukses dalam membawa
dirinya.
Yang dimaksud jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang
didalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip,
dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan statis,
ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan
dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya.
Pancasila menjadi jati diri bangsa Indonesia mengandung arti bahwa
Pancasila menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang tidak ditemukan pada bangsa
lain. Oleh karena itu bangsa Indonesia berkewajiban mempertahankan kemurnian
Pancasila ditengah gencarnya arus globalisasi. Selain itu, Pancasila tidak hanya
dijadikan pedoman bangsa, namun harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,
agar tetap tegak berdiri dalam wadah NKRI
2.      Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Pancasila merupakan ideologi bangsa dan negara Indonesia. Pada
pembahasan kali ini, kita akan berusaha mempelajari bagaimanakah peran
Pancasila sebagai ideologi bangsa serta negara yang dapat memunculkan suatu
interpretasi baru untuk tumbuh dan berkembang, membentuk peraturan intelektual
bagi kehidupan masyarakat Indonesia, dan masih banyak lagi peran Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai awalan, banyak yang
menyebutkan bahwa ideologi Pancasila dapat membuka jalan bagi lahirnya
interpretasi baru dan hal ini benar adanya.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa mereka yang melahirkan ideologi
ini dulu secara jujur mengakui keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka untuk
mampu memberikan pengertian dan analisa final yang dapat secara terus menerus.
Mereka tampaknya mengakui bahwa visi mereka tak mampu menjangkau
perkembangan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Dengan memberikan
peluang tersebut, berarti mereka memberikan kesempatan bagi generasi baru
untuk memperbaiki atau menyempurnakannya, karena ideologi dituntut harus
mempunyai fleksibilitas yaitu membuka dirinya untuk diinterpretasikan kembali
dari waktu ke waktu sesuai dengan proses perkembangan dan kemajuan
masyarakat.
Apa Itu Ideologi?
Secara etimologis, istilah ideologi berasal dari kata Yunani yaitu ‘idea’ yang
berarti pemikiran, gagasan dan konsep keyakinan serta ‘logos’ yang berarti
pengetahuan. Dengan demikian, konsep ideologi pada dasarnya adalah ilmu
pengetahuan tentang gagasan, konsep keyakinan atau pemikiran. Ideologi dapat
dibedakan menjadi dua jenis:
Pertama, ideologi doktriner. Ideologi ini bersifat ketat dan mengandung ajaran-
ajaran yang disusun secara jelas dan sistematis, serta diindoktrinasikan pada
komunitasnya dengan pengawasan ketat dalam rangka pelaksanaan ideologi dan
seringkali dimonopoli oleh rezim yang berkuasa. Dalam hal ini, berarti pemimpin
suatu negara memiliki kendali penuh dan kekuasaan dalam pelaksanaan negara
beserta ideologi yang dianut. Kedudukan pemimpin negara seolah berada di atas
kedudukan ideologi dan sistem pemerintahan akan bersifat otoriter.

Kedua, ideologi pragmatis. Ideologi ini bersifat tidak ketat dan mengandung
ajaran-ajaran yang tidak disusun secara rinci, tidak diindoktrinasikan, serta tidak
memiliki pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya (Emile Durkheim dalam
George Simpson, New York, Free Press, 1964.54).

Dalam pengertian lain, Alfian mendefinisikan ideologi sebagai akumulasi nilai-


nilai yang dianggap baik dan benar tentang tujuan yang ingin dicapai masyarakat,
sekaligus menjadi pedoman dan cita-cita pengatur perilaku masyarakat dalam
berbagai kehidupan. Karenanya, ideologi berfungsi menjadi tujuan dan cita-cita
bersama masyarakat, serta menjadi pedoman dan alat ukur perilaku dalam
hubungannya dengan kebijakan negara serta sebagai pemersatu masyarakat karena
menjadi prosedur penyelesaian konflik yang muncul dalam masyarakat tersebut.
Implikasi logis Pancasila sebagai Ideologi
Sejak dirumuskannya Pancasila sebagai ideologi bangsa, secara eksplisit maupun
implisit Pancasila mengandung konsekuensi logis bagi seluruh organ-organ dan
masyarakat yang hidup tumbuh berkembang dalam Negara Indonesia merdeka
untuk menyandarkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat atas
dasar Pancasila. Ideologi Pancasila juga memberikan sandaran bagi lalu lintas
kehidupan umat manusia di Indonesia.
Suatu ideologi yang dibuat harus berorientasi pada kehidupan masyarakat,
mengapa? Hal ini dikarenakan dalam setiap proses pergaulan, apalagi dalam
terminologi bangsa yang plural dan heterogen seperti Indonesia haruslah
dibutuhkan suatu ‘aturan main’ yang tentunya disepakati bersama untuk
memberikan arahan agar setiap konflik pluralitas dan heterogenitas yang mungkin
muncul akan dapat terminimalisir, serta bagaimana nilai-nilai dalam ideologi
tersebut mengkonstruk struktur sosial yang mempunyai visi kebangsaan yang
sama meski berawal dari keragaman (kepentingan). Namun demikian, bukan
berarti kehidupan masyarakat semata-mata merupakan manifestasi ideologi.
Sebab, selalu saja dialektika yang berkesinambungan antara ideologi dengan
kenyataan kehidupan masyarakatnya akan menentukan kualitas dari ideologi
tersebut.
Relasi Ideologi dengan Realitas Sosial
Setelah berbicara panjang lebar dan mengenali suatu ideologi, lantas apakah
korelasi logis antara sebuah ideologi (dalam hal ini adalah Pancasila) dengan
kenyataan kehidupan masyarakat? Sebuah ideologi bukanlah sesuatu yang berdiri
sendiri dan lepas dari kenyataan hidup masyarakat, namun ideologi adalah sebuah
produk atau hasil dari kebudayaan masyarakat. Dan karenanya, dalam artian
tertentu merupakan manifestasi sosial dari keinginan luhur masyarakat. Artinya,
perumusan suatu ideologi Pancasila seharusnya dimaknai dari adanya keinginan
untuk mewujudkan suatu struktur dan konstruk masyarakat yang diidealisasikan
sesuai dengan keadaannya.
Pada hakikatnya sebuah ideologi tidak lain merupakan sebuah refleksi
manusia atas kemampuannya dalam mengadakan distansi terhadap dunia
kehidupannya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa antara ideologi dan
kenyataan hidup masyarakat terjadi sebuah hubungan dialektis yang menimbulkan
kelangsungan pengaruh hubungan timbal balik yang terwujud dalam sebuah
interaksi. Dengan demikian, ideologi mencerminkan cara berpikir dan bertata
kehidupan masyarakat serta membentuk masyarakat menuju cita-cita yang telah
diharapkan bersama sehingga ideologi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai
pengetahuan teoritis saja, namun lebih merupakan sesuatu yang dihayati menjadi
sebuah keyakinan.
Adakah Kritik Terhadap Pancasila Sebagai Sebuah Ideologi?
Dalam perjalanannya, Pancasila memang kerap kali mendapatkan kritik dari
masyarakat dengan melayangkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperdebatkan
‘keabsahan’ Pancasila sebagai sebuah ideologi Indonesia. Seperti munculnya
gagasan diberlakukannya federalisme dalam sistem kenegaraan Indonesia,
fenomena munculnya kembali partai-partai politik, organisasi massa dan
organisasi kepemudaan yang memakai asas di luar Pancasila dalam menjalankan
aktivitas administrasi dan organisasinya. Berbagai bentuk penyelewengan atas
Pancasila tidak harus dimaknai sebagai sebuah alasan untuk menggantikan
ideologi suatu negara. Penyelewengan adalah bukti ketidakseriusan pengelola
negara dalam menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itulah
sebabnya, agar berbagai penyelewengan atas Pancasila dapat diminimalisir, maka
sudah saatnya Pancasila didudukkan kembali menjadi ideologi terbuka yang harus
terus menerus disempurnakan sehingga pada akhirnya selalu ‘up to date’ untuk
menjawab persoalan yang timbul di negara Indonesia.
Kekuatan Pancasila sebagai sebuah Ideologi
Kekuatan ideologi Pancasila dapat diukur dari tiga dimensi yang saling berkaitan,
saling mengisi dan saling memperkuat. Ketiga dimensi tersebut adalah:
(1)   Dimensi Realitas, dimana sebuah ideologi mengandung makna bahwa nilai-nilai
dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup
dalam masyarakatnya.
(2)   Dimensi Idealitas, dimana suatu ideologi harus mengandung cita-cita yang ingin
dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Melalui idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi, suatu
masyarakat akan mampu mengetahui ke mana mereka ingin membangun
kehidupan bersama.
(3)   Dimensi Fleksibilitas, dimana sebuah ideologi harus memiliki keluwesan yang
memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran baru yang
relevan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam
nilai-nilai dasarnya.
Berdasar pada ketiga dimensi tersebut, Pancasila jelas memenuhi standar
realitas, idealitas dan fleksibilitas, karena dinamika internal yang terkandung
dalam sifatnya sebagai ideologi terbuka. Secara ideal-konseptual, Pancasila adalah
ideologi yang kuat, tangguh, kenyal dan bermutu tinggi. Dinamika internal yang
terkandung dalam suatu ideologi biasanya mempermantap, mempermapan dan
memperkuat relevansi ideologi tersebut dalam masyarakatnya.
Namun hal tersebut tetap bergantung pada kehadiran beberapa faktor di
dalamnya yaitu: kualitas nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut;
persepsi, sikap, dan tingkah laku masyarakat terhadapnya; kemampuan
masyarakat dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan
terhadap ideologinya; serta menyangkut seberapa jauh nilai-nilai yang terkandung
di dalam ideologi tersebut membudaya dan diamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan berbagai dimensinya.
Perjalanan Pancasila Sebagai Ideologi dari Masa ke Masa
Berawal dari sidang pleno BPUPKI pertama yang diadakan pada tanggal 28 Mei
1945 hingga 1 Juni 1945. Ketika itu, dr. Radjiman Widyodiningrat dalam pidato
pembukaannya selaku ketua BPUPKI mengajukan pertanyaan kepada seluruh
anggota sidang mengenai dasar negara apa yang akan dibentuk untuk Indonesia.
Pertanyaan ini menjadi persoalan paling dominan sepanjang 29 Mei-1 Juni 1945
dan memunculkan sejumlah pembicara yang mengajukan gagasan mereka
mengenai dasar filosofis Indonesia.
Pada tanggal 1 Juni 1945, secara eksplisit Ir. Soekarno mengemukakan
gagasannya mengenai dasar negara Indonesia dalam pidatonya yang berjudul
“Lahirnya Pancasila”. Menurut Drs. Mohammad Hatta, pidato tersebut bersifat
kompromis dan dapat meneduhkan pertentangan tajam antara pendapat yang
mempertahankan Negara Islam dan mereka yang menghendaki dasar negara
sekuler. Perdebatan tersebut pada akhirnya dimenangkan kelompok yang
menginginkan Islam sebagai dasar negara, terbukti dengan dikeluarkannya
Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, ternyata beberapa rumusan
Piagam Jakarta diganti dan menimbulkan kekecewaan umat Islam terhadap
pemerintahan Soekarno dan Mohammad Hatta dan terus berkembang hingga masa
pemerintahan Soeharto, sampai-sampai Carol Gluck mengatakan bahwa Indonesia
adalah negara yang terlalu banyak meributkan masalah ideologi dibandingkan
negara-negara lain. Melihat pada perkembangan perumusan Pancasia sejak 1 Juni
sampai 18 Agustus 1945, dapat diketahui bahwa Pancasila mengalami
perkembangan fungsi. Pada tanggal 1 dan 22 Juni, Pancasila yang dirumuskan
Panitia Sembilan dan disepakati oleh Sidang Pleno BPUPKI merupakan modus
kompromi antara kelompok yang memperjuangkan dasar negara nasionalisme dan
kelompok yang memperjuangkan dasar negara Islam. Akan tetapi, pada tanggal
18 Agustus 1945 Pancasila yang dirumuskan kembali oleh PPKI berkembang
menjadi kompromi antara kaum nasionalis, Islam dan Kristen-Katolik dalam
hidup bernegara.
Pada era Orde Lama, dinamika perdebatan ideologi paling sering
dibicarakan oleh kebanyakan orang. Tampak ketika akhir tahun 1950-an,
Pancasila sudah bukan lagi merupakan kompromi atau titik temu bagi semua
ideologi. Dikarenakan Pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata ideologis
untuk melegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara atas Islam yang
kemudian pada rentang tahun 1948-1962 terjadi pemberontakan Darul Islam
terhadap pemerintah pusat. Setelah pemberontakan berhasil ditumpas, atas
desakan AH Nasution, selaku Pangkostrad dan kepala staf AD, pada 5 Juli 1959
Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali pada UUD 1945
sebagai satu-satunya konstitusi legal Republik Indonesia dan pemerintahannya
dinamai dengan Demokrasi Terpimpin.
Pada masa Demokrasi Terpimpin pun ternyata tidak semulus yang
diharapkan. Periode labil ini justru telah membubarkan partai Islam terbesar,
Masyumi, karena dianggap ikut andil dalam pemberontakan regional berideologi
Islam. Bahkan, Soekarno membatasi kekuasaan partai politik yang ada serta
mengusulkan agar rakyat menolak partai-partai politik karena mereka menentang
konsep musyawarah dan mufakat yang terkandung dalam Pancasila. Soekarno
juga menganjurkan sebuah konsep yang dikenal dengan NASAKOM yang berarti
persatuan antara nasionalisme, agama dan komunisme. Kepentingan politis dan
ideologis yang saling bertentangan menimbulkan struktur politik yang sangat labil
sampai pada akhirnya melahirkan peristiwa G 30S/PKI yang berakhir pada
runtuhnya kekuasaan Orde Lama.
Selanjutnya pada masa Orde Baru, Soeharto berusaha meyakinkan bahwa
rezim baru adalah pewaris sah dan konstitusional dari presiden pertama. Soeharto
mengambil Pancasila sebagai dasar negara dan ini merupakan cara yang paling
tepat untuk melegitimasi kekuasaannya. Berbagai bentuk perdebatan ternyata
tidak semakin membuat stabilitas negara berjalan dengan baik, tetapi justru
struktur politik labil yang semakin mengedepan dikarenakan Soeharto seringkali
mengulang pernyataan tegas bahwa perjuangan Orde Baru hanyalah untuk
melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen, yang berarti bahwa tidak
boleh ada yang menafsirkan resmi tentang Pancasila kecuali dari pemerintah yang
berkuasa.
Pada masa reformasi (setelah rezim Soeharto runtuh), seolah menandai
adanya jaman baru bagi perkembangan perpolitikan nasional sebagai anti-tesis
dari Orde Baru yang dianggap menindas dengan konfrimitas ideologinya. Pada
era ini timbul keingingan untuk membentuk masyarakat sipil yang demokratis dan
berkeadilan sosial tanpa kooptasi penuh dari negara. Lepas kendalinya masyarakat
seolah menjadi fenomena awal dari tragedi besar dan konflik berkepanjangan.
Tampaknya era ini mengulang problem perdebatan ideologi yang terjadi pada
masa Orde Lama, Orde Baru, yang berakhir dengan instabilitas politik dan
perekonomian secara mendasar. Berbagai bentuk interpretasi monolitik selama ini
cenderung mengaburkan dan menguburkan makna substansial Pancasila dan
berakibat pada Pancasila yang menjadi sebuah mitos, selalu dipahami secara
politis-ideologis untuk kepentingan kekuasaan serta nilai-nilai dasar Pancasila
menjadi nilai yang distopia, bukan sekedar utopia.
Seperti Apakah Reaktualisasi Ideologi Pancasila?
Pancasila jika akan dihidupkan secara serius, maka setidaknya dapat menjadi etos
yang mendorong dari belakang atau menarik dari depan akan perlunya aktualisasi
maksimal setiap elemen bangsa. Hal tersebut bisas saja terwujud karena Pancasila
itu sendiri memuat lima prinsip dasar di dalamnya, yaitu: Kesatuan/Persatuan,
kebebasan, persamaan, kepribadian dan prestasi. Kelima prinsip inilah yang
merupakan dasar paling sesuai bagi pembangunan sebuah masyarakat, bangsa dan
personal-personal di dalamnya.
Menata sebuah negara itu membutuhkan suatu konsensus bersama sebagai
alat lalu lintas kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa konsensus tersebut,
masyarakat akan memberlakukan hidup bebas tanpa menghiraukan aturan main
yang telah disepakati. Ketika Pancasila telah disepakati bersama sebagai sebuah
konsensus, maka Pancasila berperan sebagai payung hukum dan tata nilai prinsipil
dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Dan sebagai ideologi yang dikenal oleh masyarakat internasional, Pancasila
juga mengalami tantangan-tantangan dari pihak luar/asing. Hal ini akan
menentukan apakah Pancasila mampu bertahan sebagai ideologi atau berakhir
seperti dalam perkiraan David P. Apter dalam pemikirannya “The End of
Idiology”. Pancasila merupakan hasil galian dari nilai-nilai sejarah bangsa
Indonesia sendiri dan berwujud lima butir mutiara kehidupan berbangsa dan
bernegara, yaitu religius monotheis, humanis universal, nasionalis patriotis yang
berkesatuan dalam keberagaman, demokrasi dalam musyawarah mufakat dan
yang berkeadilan sosial.
Dengan demikian Pancasila bukanlah imitasi dari ideologi negara lain,
tetapi mencerminkan nilai amanat penderitaan rakyat dan kejayaan leluhur
bangsa. Keampuhan Pancasila sebagai ideologi tergantung pada kesadaran,
pemahaman dan pengamalan para pendukungnya. Pancasila selayaknya tetap
bertahan sebagai ideologi terbuka yang tidak bersifat doktriner ketat. Nilai
dasarnya tetap dipertahankan, namun nilai praktisnya harus bersifat fleksibel.
Ketahanan ideologi Pancasila harus menjadi bagian misi bangsa Indonesia dengan
keterbukaannya tersebut.
Pada akhirnya, semoga seluruh bangsa dan negara Indonesia serta Pancasila
sebagai ideologinya akan tetap bertahan dan tidak goyah meskipun dihantam
badai globalisasi dan modernisme. Sebagai generasi penerus, marilah kita
menjaga Indonesia dan Pancasila agar saling berdampingan dan tetap utuh hingga
anak cucu kita nantinya sebagai penerus kelangsungan negara ini.

3.      Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara


Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat
atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische Grondslag) dari negara, ideologi
negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar
nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain
Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan
sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara
Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta
pemerintahan negara.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu
adalah sumber dari segala sumber hukum yang antara lain sumber hukum formal,
undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan
hukum.

4.      Pancasila sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia


Bagi bangsa Indonesia adanya kesatuan asas kerokhanian, kesatuan
pandangan hidup, kesatuan ideologi adalah sangat penting dan bersifat sentral,
karena suatu bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui ke arah mana
tujuan bangsa itu ingin dicapai maka bangsa itu harus memiliki satu pandangan
hidup, ideologi maupun satu asas kerokhanian.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang dengan
sendirinya memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula.
Namun demikian bahwa perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang
memang senantiasa ada pada setiap manusia (suku bangsa) sebagai makhluk
pribadi, dan dalam masalah ini bersifat biasa. Namun demikian dengan adanya
kesatuan asas kerokhanian yang kita miliki, maka perbedaan itu harus dibina ke
arah suatu kerjasama dalam memperoleh kebahagiaan bersama. Maka disinilah
letak fungsi dan kedudukan asas kerokhanian Pancasila sebagai asas persatuan,
kesatuan dan asas kerjasama bangsa Indonesia. Dalam masalah ini maka
membina, membangkitkan, memperkuat dan mengembangkan persatuan dalam
suatu pertalian kebangsaan menjadi sangat penting artinya, sehingga persatuan
dan kesatuan tidak hanya bersifat statis namun harus bersifat dinamis. Perbedaan-
perbedaan itu tidaklah mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,
karena memiliki daya penarik ke arah kerjasama yang saling dapat diketemukan
dalam suatu perpaduan dan sintesa yang memperkaya masyarakat sebagai suatu
bangsa.
Pancasila sebagai dasar filsafat hidup bangsa sekaligus berfungsi sebagai
pemersatu bangsa Indonesia, yang dalam penghayatan Pancasila merupakan
penghayatan material, kemudian diwujudkan dalam pengamalan subjektif Pancas
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pancasila adalah dasar filsafat dan pandangan hidup negara Republik
Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sila-sila Pancasila pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan.
Pancasila memiliki kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia
dalam menata, mengatur, serta menyelesaikan masalah-masalah sosial,
kebangsaan dan kenegaraan termasuk juga masalah hukum. Sebagai dasar filsafat,
maka Pancasila merupakan sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang dengan
sendirinya memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula.
Namun demikian bahwa perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang
memang senantiasa ada pada setiap manusia (suku bangsa) sebagai makhluk
pribadi, dan dalam masalah ini bersifat biasa. Namun demikian dengan adanya
kesatuan asas kerokhanian yang kita miliki, maka perbedaan itu harus dibina ke
arah suatu kerjasama dalam memperoleh kebahagiaan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20121106212218AA6bcNq
http://muringkay.blogspot.com/2012/10/pancasila-sebagai-jati-diri-bangsa.html
http://klaussurinka.blogspot.com/2010/05/pancasila-sebagai-ideologi-bangsa-
dan.html
http://dotcom-internet.blogspot.com/2012/02/alasannya-bangsa-indonesia-
mengangkat.html
http://sucirahmawati13.blogspot.com/2014/09/makalah-sila-sila-pancasila.html

Anda mungkin juga menyukai