Anda di halaman 1dari 1

HUKUM MENGADZANI

BAYI BARU LAHIR


MENURUT EMPAT MAZHAB

Di antara tradisi yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam Indonesia,


dalam rangka menyambut kehadiran jabang bayi, adalah mengumandangkan
adzan pada telinga kanannya, dan iqamat pada telinga kirinya. Kebiasaan ini
bertujuan agar hal pertama yang didengar oleh bayi adalah kalimat tauhid, di
samping agar sang jabang bayi terhindar dari berbagai pengaruh dan godaan
setan.

Meskipun demikian, sebagian umat Islam tidak melakukan tradisi


tersebut, dengan alasan tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai
dalil disyariatkannya adzan pada telinga bayi. Lalu, bagaimanakah pendapat
para ulama mazhab soal hukum mengadzani telinga bayi ?

Para ulama bersepakat bahwa mengumandangkan adzan sebelum


melaksanakan shalat itu disyariatkan. Hanya saja, mereka berbeda pendapat
jika adzan tersebut ditujukan untuk selain shalat, seperti adzan untuk bayi
yang baru saja dilahirkan.

Pertama, mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, ulama


mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menegaskan, mengadzani bayi
hukumnya sunnah. Syekh Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi menuturkan :

‫ فَيُ ْندَبُ لِ ْل َموْ لُوْ ِد‬،‫صاَل ِة‬


َّ ‫ض ِع الَّتِي يُ ْندَبُ لَهَا اَأْل َذانُ فِي َغي ِْر ال‬ ْ ‫َم‬
ِ ‫ فِي ْال َم َوا‬: ٌ‫طلَب‬

“Pembahasan tentang tempat-tempat yang disunnahkan mengumandangkan


adzan untuk selain (tujuan) shalat, maka disunnahkan mengadzani telinga
bayi” (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Ala Ad-Durril
Mukhtar, juz 1, h. 415).

Anda mungkin juga menyukai