Di antara tradisi yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam Indonesia,
dalam rangka menyambut kehadiran jabang bayi, adalah mengumandangkan adzan pada telinga kanannya, dan iqamat pada telinga kirinya. Kebiasaan ini bertujuan agar hal pertama yang didengar oleh bayi adalah kalimat tauhid, di samping agar sang jabang bayi terhindar dari berbagai pengaruh dan godaan setan.
Meskipun demikian, sebagian umat Islam tidak melakukan tradisi
tersebut, dengan alasan tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai dalil disyariatkannya adzan pada telinga bayi. Lalu, bagaimanakah pendapat para ulama mazhab soal hukum mengadzani telinga bayi ?
Para ulama bersepakat bahwa mengumandangkan adzan sebelum
melaksanakan shalat itu disyariatkan. Hanya saja, mereka berbeda pendapat jika adzan tersebut ditujukan untuk selain shalat, seperti adzan untuk bayi yang baru saja dilahirkan.
Pertama, mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, ulama
mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menegaskan, mengadzani bayi hukumnya sunnah. Syekh Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi menuturkan :
“Pembahasan tentang tempat-tempat yang disunnahkan mengumandangkan
adzan untuk selain (tujuan) shalat, maka disunnahkan mengadzani telinga bayi” (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Ala Ad-Durril Mukhtar, juz 1, h. 415).