UAS Epidemologi 2021 - 140610180045 - Bela Gustinar
UAS Epidemologi 2021 - 140610180045 - Bela Gustinar
Abstrak
Gizi buruk merupakan suatu kondisi kekurangan gizi pada tingkatan yang sudah berat, dimana status
gizinya berada jauh di bawah standar. Banyak hal yang melatarbelakangi kejadian gizi buruk, meliputi
kurangnya ketersediaan pangan dan penyakit infeksi, pola asuh yang tidak memadai serta masih
rendahnya akses pada kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan pola asuh yang tidak
memadai serta masih rendahnya akses pada kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Tercatat sekitar sepertiga dari populasi balita yang ada di negara-negara berkembang mengalami
masalah gizi buruk. Berdasarkan hasil uji Indeks Moran menunjukkan adanya efek dependensi spasial.
Uji Lagrange Multiplier depedensi spasial terjadi pada LMSARMA sehingga Spatial Autoregressive
Moving Average (SARMA) adalah model yang paling cocok digunakan dalam pemodelan. Jumlah
Posyandu (X1) merupakan variabel yang berprengaruh secara signifikan terhadap angka kasus Balita
Gizi Buruk di Kota Bandung.
Berdasarkan Tabel 1, Jumlah Balita Gizi Buruk terendah ada di lima kecamatan sebanyak 12
dan tertinggi di Cicwndo sebanyak 326 dengan rata-rata sebesar 43,2. Kemudian untuk jumlah
posyandu terendah di Bandung Wetan sebanyak 26 dan tertinggi di Batununggal sebanyak 110 dengan
rata-rata 66,1. Kemudian untuk Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah terendah di Gedebage sebesar
1 dan tertinggi di Buahbatu sebesar 154 dengan rata-rata 29,63. Kemudian untuk kepadatan
penduduk terendah di Gedebage sebesar 39 dan tertinggi di Bojongloa Kaler sebesar 392 dengan rata-
rata 154,5.
Berdasarkan tabel 2, diperoleh regresi linear berganda melalui pendekatan OLS dan dengan
taraf signifikansi sebesar 10% terdapat satu variabel independen yang signifikan yaitu jumlah
posyandu (X1). Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
Dengan 𝑤𝑖𝑗 adalah pembobot queen contiguity dan 𝜀𝑗 adalah galat spasial dari tetangga kecamatan
ke-i.
Kesimpulan
Dari hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan dari data angka kasusu Balita Gizi Buruk di Kota
Bandung pada tahun 2018 hanya variable jumlah Posyandu yang berpengaruh signifikan terhadap
model. Kemudian terdapat keterkaitan spasial karakteristik antar wilayah sehingga model dengan
memasukkan efek spasial akan lebih baik sehingga digunakan pendekatan model regresi spasial.
Sehingga didapatkan bahwa Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) merupakan model yang
terbaik dan diperoleh model sebagai berikut:
𝑛 𝑛
Koefisien 𝜆 menunjukkan adanya hubungan Angka Kasus Balita Gizi Buruk pada suatu wilayah dengan
wilayah lainnya yang berdekatan. Jika variabel jumlah posyandu (𝑋1) bertambah satu satuan dengan
asumsi factor lain dianggap konstan, maka akan meningkatkan angka kasus Balita Gizi Buruk (𝑦̂𝑖 )
sebesar 1,34116.
DAFTAR PUSTAKA
jaya, I Gede Nyoman Mindra. dkk. (2019). Spatial Disease Modeling of Diarrhae in the City of Bandung,
Indonesia. Sumedang : Departemen Statistika Universitas Padjadjaran.
Revildy, Windy David. dkk. (2018). PEMODELAN SPATIAL ERROR MODEL (SEM) ANGKA PREVALENSI
BALITA PENDEK (STUNTING) DI INDONESIA TAHUN 2018: Departemen Statistika Universitas
Padjadjaran
Retno Ambarwati dkk.2017. Pemodelan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Balita Gizi Buruk di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 dengan Pendekatan Spatial Autoregressive Model (SAR). Jakarta:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.