ِ
Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
____________________________________________________________________
Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq pada hamba-hambaNya dalam menjalani
keutamaan pengabdian dan mencari kesempurnaan kebahagiaan.
Shalawat Salam semoga terhaturkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya
yang sinarannya senantiasa berbintang
Dengan di awali basmalah pengajian kitab Safiinatun Najaah dimulai sesuai petunjuk Nabi
Muhammad Shallallaahu 'Alaihi wa sallam dalam sabdanya :
“Setiap urusan yang baik yang tidak diawali dengan Bismillaahirrahmaanirrahim maka akan terputus
dari barokah”.
(HR Abu Daud dan dihasankan oleh Ibnu Shalah )
"Saat Malaikat Jibril datang kepadaku, yang pertama diberikannya kepadaku ialah Bismillaahir
rahmaanir rahiimi."
(Darulquthni dan Ibnu Umar r.a. )
Huruf ba (bi) adalah huruf jar yang memiliki ta’aluq (ikatan) pada kalimat sebelumnya yang dalam
basmalah ini ta’alluqnya di buang bila di tampakkan kira-kira berbunyi ABTADI-U "aku memulai",
Sehingga bismillah berarti "saya atau kami memulai dengan nama Allah". Dengan demikian kalimat
tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap. Atau dapat juga diartikan sebagai
perintah dari Allah (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintah),
"Mulailah dengan nama Allah!"
1
Huruf bi yang diterjemahkan dengan kata "dengan, bersama" itu dikaitkan dalam benak dengan kata
"kekuasaan dan pertolongan". Dengan demikian pengucap basmalah seakan-akan berkata, "dengan
kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, pekerjaan yang sedang saya lakukan ini dapat terlaksana"
Pengucapnya seharusnya sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, apa yang
sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya
tetapi pada saat yang sama-setelah menghayati arti basmalah ini, ia memiliki kekuatan dan rasa
percaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan dirinya dan bermohon bantuan Allah Yang
Maha Kuasa itu.
Dalam kitab tafsir Mariful Qur’an, Mufti Shafi Usmani RA memberikan analisa secara bahasa tentang
makna kata bismillah. Menurut beliau kata bismillah terdiri dari 3 suku kata ba, ism dan Allah. Kata
ba memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab :
1. Mengekspresikan kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki
jarak.
2. Mencari pertolongan dari seseorang atau sesuatu
3. Mencari berkah dari seseorang atau sesuatu
Sungguh luas bila seseorang mendalami sekedar arti BA' yang terdapat pada basmalah seperti apa
yang pernah di tuturkan oleh Sayyidina Ali Kw. yang dikutip dalam kitab I'aanath thoolibiin “Jika mau
aku akan membebani delapan puluh unta untuk memuat makna dari huruf ba dalam kalimat
basmalah.”
Seperti halnya pernyataan Imam Assyarbiiny dalam kitab Al-Iqnaa’, “Allah menurunkan sebanyak
seratus empat kitab kepada tujuh orang Nabi-Nya, dan seluruh kitab tersebut terkumpul dalam
empat kitab, yaitu al-Quran, Taurat, Injil dan Zabur. Dari keempat kitab tersebut terkumpul dalam
satu kitab yaitu al-Quran. Dan semua surat yang ada dalam al-Qur`an terkumpul dalam satu surat
yaitu al-Fatihah, dan seluruh ayat yang terdapat dalam al-Fatihah terkumpul dalam bismillahir
rahmanir rahim.
Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa semua yang terdapat dalam kalimat basmalah terkumpul
dalam huruf ba dan semua yang terdapat dalam huruf ba terkumpul dalam titiknya”.
والحكمة في أن هللا سبحانه وتعالى جعل افتتاح البسملة بالباء دون غيرها من الحروف وأسقط األلف من اسم وجعل الباء في مكانها أن الباء
حرف شفوي تنفتح به الشفة ما ال تنفتح بغيره ولذلك كان أول انفتاح فم الذرة اإلنسانية في عهد ألست بربكم بالباء في جواب بلى
Hikmah Allah menjadikan permulaan BASMALAH dengan huruf BA bukan dengan huruf lainnya dan
2
menghilangkan huruf Alif pada kalimat ISMUN dan meletakkan huruf ba di tempatnya :
Huruf BA adalah huruf yang keluar dari bibir yang saat mengucapkannya bibir terbuka berbeda
dengan huruf bibir lainnya (Mim dan Wau) seperti halnya saat terbukanya bibir embrio janin manusia
kala kala dalam rahim ibunya saat mengikat janji dengan Allah "Bukankah aku Tuhanmu ? janin
tersebut menjawab dengan kalimat yang di awali dengan BA juga yaitu BALAA yang artinya, Ya
Engkaulah Tuhanku
(I'aanathu thoolibiin I/5)
أن الباء حرف شفوي تنفتح به الشفة ما ال تنفتح بغيره ولذلك كان أول انفتاح فم الذرة اإلنسانية في عهد ألست بربكم بالباء في جواب بلى وأنها
مكسورة أبدا
فلما كانت فيها الكسرة واالنكسار في الصورة والمعنى وجدت شرف العندية من هللا تعالى كما قال أنا عند المنكسرة قلوبهم بخالف األلف فإن
فيها ترفعا وتكبرا وتطاوال فلذلك أسقطت
Huruf Ba adalah huruf JAR yang senantiasa dibaca KASRAH (pecah, kalah) menunjukkan
keagungan Tuhan dan kebutuhan seorang hamba yang hatinya senantiasa diliputi rasa gelisah
(baca pecah) seperti dalam setiap munajat seorang hamba "Aku adalah hamba yang hatinya selalu
terpecah"
berbeda dengan alif yang menunjukkan arti tinggi, sombong, panjang, karenanya alif digugurkan
dalam lafadz BASMALAH
( ٌصحُفُ مُوسَ ى ) َفاِئدَ ة ُ صحُفُ إ ْبرَ اهِي َم ثَاَل ُثونَ َو ُ ث سِ ُّتونَ َو ٍ صحُفُ شِ ي ُ ير ِه قِي َل ْال ُك ُتبُ ْال ُم َن َّزلَ ُة مِنْ ال َّسمَا ِء إلَى ال ُّد ْنيَا مِاَئ ٌة َوَأرْ بَعَ ٌة ِ َِقا َل ال َّنسَ فِيُّ فِي َت ْفس
ٌ
آن َمجْ مُوعَ ˆة فِي ْ
ِ ْآن َومَعَ انِي ُك ِّل القُر ْ ٌ
ِ ْآن َمجْ مُوعَ ة فِي القُر ْ
ِ ْب يْ غَ ي ِْر القُر َأ ْ ْ
ِ الزبُو ُر َوالفُرْ َقانُ َومَعَ انِي ُك ِّل ال ُك ُت َّ جي ُل َو ِ َق ْب َل ال َّت ْورَ ا ِة عَ ْشرَ ةٌ َوال َّت ْورَ اةُ َواِإْل ْن
َاريُّ ِبي َكانَ مَا َكانَ َو ِبي َي ُكونُ مَا َي ُكونُ َزاد َ
ش ا ْيْال َفاتِحَ ِة َومَعَ انِي ْال َفاتِحَ ِة َمجْ مُوعَ ٌˆة فِي ْال َبسْ َملَ ِة َومَعَ انِي ْال َبسْ َملَ ِة َمجْ مُوعَ ٌˆة فِي بَاِئهَا َو َمعْ َناهَا َأ
ِ ِإْل
ِ َو ْالمُرَ ا ُد ِبهَا َأوَّ ُل ُن ْق َط ٍة َت ْن ِز ُل مِنْ ْال َقلَ ِم الَّتِي يُسْ َت َم ُّد ِم ْنهَا ْال َخ ُّط اَل ال ُّن ْق َط ُة الَّتِي َتحْ تَ ْالبَا ِء، ض ُه ْم َومَعَ انِي ْالبَا ِء فِي ُن ْق َط ِتهَا ا هـ َقا َل َش ْي ُخ َنا
ْخاَل ًفا لِ َمن ُ َْبع
اريُّ َأنَّ َذا َت ُه َتعَ الَى ُن ْق َط ُة ْالوُ جُو ِد ْالمُسْ َت َم ُّد ِم ْنهَا ُك ُّل م َْوجُو ٍد ا هـ َ
ش
ِ ِإْل ا َا
ه انَ ْع م و ه
ˆ
ُ م
َ َ َ َهَّ و تَ .
3
Tuhfatul Habiib I/30-33
ومما يتعلق بالبسملة من المعاني الدقيقة ما قيل إن الباء بهاء هللا والسين سناء هللا والميم مجد هللا وقيل الباء بكاء التائبين والسين سهو الغافلين
والميم مغفرته للمذنبين
Dalam arti seberapapun besar dosa seorang hamba dan kealpaan dia asal dia bertaubat dan
menyesal dengan bersimpuh dan menangis dihadapanNya, ampunan Allah selalu terbuka.
هَّللا
ِ ِبسْ ِم ِ الرحمن الرَّ ح
ِيم
Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Madzhab Ahli Sunnah wal Jamaah cenderung memilih pendapat ini seperti pernyataan Imam
AlQurtubi “Allah Ta’aalaa senantiasa bersifatan dengan asma dan sifat baik sebelum atau sesudah
terciptanya makhluq bahkan setelah kemusnahan semua makhluk sekalipun tidak akan
mempengaruhi sedikitpun akan keberadaan Allah pada Asmaa dan sifat-sifatNya”,
Berbeda dengan pendapat yang menyatakan bahwa lafadz ISMI berasal dari kata WASMI yang
artinya adalah tanda, menurut mereka Allah hanyalah tanda yang di adakan setelah adanya
makhluk, sebelum terciptanya makhluk Allah tidak memiliki nama dan sifat begitu juga setelah
4
musnahnya semua makhluk, pendapat ini adalah pendapat Golongan Mu’tazilah, namun secara
keseluruhan dua pendapat ini sepakat bahwa ismi hanyalah kata yang bisa berbentuk mufrad
(tunggal) atau jamak dan berarti hanyalah hawadits (barang baru) berbeda dengan Dzat Allah sendiri
yang Azali
Menurut Imam Syamsuddin Muhammad bin Abil ‘Abbas Ahmad bin Hamzah Ibnu Syihabuddin Ar-
Ramli dalam kitab An-Nihaayah penamaan atas sesuatu (biasanya) di pengaruhi oleh 9 unsur :
1. Nama yang sesuai kenyataan melihat bentuknya secara keseluruhan (seperti orang yang di
kehendaki bisa berguna di kemudian hari di beri nama Irwan, Hehe)
2. Nama yang sesuai kenyataan melihat sebagian bentuk (seperti orang yang hobi memelihara
jenggot yang kemudian di beri nama MBAH JENGGOT)
3. Nama yang sesuai kenyataan melihat sifat bawaan aslinya (seperti orang yang terlahir dengan
warna kulit hitam di beri nama si BLACK)
4. Nama yang sesuai kenyataan melihat sifat tambahan (seperti orang yang sulit merapatkan kedua
bibirnya di beri nama NGOWOH)
5. Nama yang sesuai kenyataan melihat sifat negatifnya (seperti orang yang hobi nonton sepakbola
diberi nama GIBOL)
6. Nama yang sesuai kenyataan melihat sifat asli dan sifat tambahan (BLACK NGOWOH)
7. Nama yang sesuai kenyataan melihat asli dan sifat negative (BLACK GIBOL)
8. Nama yang sesuai kenyataan melihat tambahan dan sifat negatif (GINGGO = GIBOL NGOWOH)
9. Nama yang sesuai kenyataan melihat sifat asli, sifat tambahan dan sifat negatifnya (BAGINGGO =
BLACK GIBOL NGOWOH)
◆◆◆◆◆◆◆◆◆◆◆◆◆◆
Lam fiil SUMUWWI (yaitu wau) dibuang karena kebiasaan setiap kata yang diakhirnya huruf ilat (wau
dan ya') memang dibuang seperti kata YADUN yang asalnya YADAWUN kemudian sin nya disukun
dan ditangkan hamzah washol untuk membantu mengucapkan permulaan kata yang mati
(pelajaran I'lal,)
5
Terjadi perbedaan pendapat diantara Ulama tentang hukum membaca BASMALAH pada awal surat
BAROO-AH
(surat attaubah)
سورة براءة أي فلو أتى بها في: (ومن ثم حرمت الخ) عليه منع ظاهر وفي الجعبري ما يدل على خالفه فراجعه سم عبارة ع ش قوله م ر:قوله
تحرم في أولها: وقيل،أولها كان مكروها خالفا لحج حيث قال بالحرمة اه عبارة شيخنا فتكره البسملة في أولها وتسن في أثنائها كما قاله الرملي
وتكره في أثنائها كما قاله ابن حج
Menurut Imam ROMLI hukum membaca BASMALAH pada awal surat baraooah adalah MAKRUH
sedang menurut Imam Ibnu Hajar membaca basmalah diawal surat hukumnya haram, sedang di
tengah surat hukumnya makruh.....
Hawasyi Assyarwaani wa al ‘ubaady II36
Bila terjadi pertanyaan apakah BASMALAH dengan susunan redaksi seperti yang kita nikmati
sekarang ini hanya tertentu diturunkan pada Nabi Muhammad SAW padahal konon setiap kitab-kitab
Allah yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad juga di awali dengan BASMALAH ?
Kitab2 yang diturunkan oleh Allah yang menggunakan bahasa arab hanyalah alquran,
sedang susunan basmalah adalah susunan bahasa arab yang sempurna, andai dalam kitab sebelum
alquran juga tertulis basmalah seperti apa yang diceritajan oleh alquran sendiri saat Nabi Sulaiman
AS menyurati Balqis dengan di awali basmalah, maka yang di maksud adalah pengertian terjemah
basmalahnya bukan susunan bahasa arabnya karena setiap Nabi diturunkan oleh allah disesuaikan
dengan bahasa kaumnya,
◆◆
Adapun kenapa hamzah/ alif dalam lafadz بسم هللاdihilangkan atau dibuang,
Sedangkan dalam kalimat yang lain seperti dalam lafadz با سم ربكdalam lafadz اقرا با سم ربكtidak ?
6
Alasannya adalah :
تنقص الف اسم في البسملة الكاملة بسم هللا الرحمن الرحيم وأما باسم اللهم فتبقى معها األلف
Alif nya lafadz ISMUN dalam Basmalah yang sempurna sedangkan alifnya lafadz ISMUN dalam
lafadz Bismikallahumma ditetapkan
(Qowa’idul Imla’ Hal 36)
Alasan dari pembuangan dalam Basmalah dan ditetapkan dalam lafadz lain ialah
وال تحذف األلف في لكثرة اإلستعمال وهي متداعية التخفف وحدفت األلف في الخط بسم هللا من بسم هللا الرحمن الرحيم مع انها الف الوصل
وإن كانت في لفظ اإلسم لقلة استعماله اقرأ باسم ربك من انها في لفظ اإلسم كما في بسم هللا
٥٨ مراح األرواح ص
Huruf Alif dalam tulisan ISMUN Dari ayat Bismillahirrohmaanirrohiin di buang disamping berupa
hamzah washol (Sambung)
Juga dikarnakan banyak Penggunaan /Pemberlakuannya
وإنما حرك الساكن بالكسر ألن الساكن إذا حرك حرك بالكسء فصار إسم ثم زيدت الباء في اوله لتدل على البقاء فصار باسم ثم حذفت الهمزة
طلبا للتخفيف فعوض مد الباء منها لكثرة استعماله انتهى
٣ المطلوب ص
Alasan huruf alif dalam Lafadz ismun dari ayat Basmalah ialah Karna Mencari keringanan susunan
dan mengganti membaca mad (Panjang) nya Ba’ dari pembuangan alif dikarnakan banyak
penggunaan / pemberlakuannya
(Al-Mathlub hal 3)
وهللا اعلم
◆◆◆
7
TERJEMAHAN KITAB SAFINAH AN-NAJAH
TERJEMAHAN KITAB SAFINAH AN-NAJAH
SAFINAH AN-NAJAH
KARANGAN SYAIKH SALIM BIN SAMIR HADROMI
MADZHAB SYAFI’I
BUBUKA
Bismillaahi :
ngawaitan abdi ngaos kana ieu kitab bari ngalap berkah kalawan nyeubat pirang-pirang jeuneungan
gusti alloh.
(anu sifat na gusti Alloh)
Arrohmaani : anu maparinan nikmat ageung alloh di dunya ka mukmin jeung ka kafir.
(tur anu sifat na gusti Alloh)
Arrohiimi : anu maparinan nikmat alit alloh di akhirat ka mukmin wungkul.
8
FASHLUN : ARI IEU ETA HIJI FASAL
Arkaanul Islaami: ari pirang-pirang rukun islam (eta).
Khomsatun :aya lima.
Syahaadatu An Laa Ilaaha: kahiji nyaksikeun yen saeunya-eunya na teu aya pangeran anu wajib di
ibadahan.
Illallaahu: anging ka gusti Alloh.
Wa Annna Muhammadan Rosuulullaahi: sareung nyaksikeun yen saeunya-eunya na kanjeng nabi
Muhammad eta utusan Alloh.
Wa Iqoomushsholaati: jeung ka dua na ngadeugkeun sholat.
Wa Iitaauzzakaati: jeung ka tilu na nyumponan zakat.
Wa Shoumu Romadhoona: jeung ka opat na puasa di bulan romadhon.
Wa Hijjul Baiti: jeung ka lima na munggah haji ka baetulloh.
Man: ka jalma.
Istithoo’a:anu kawasa.
Ilaihi: kana mumnggah haji (naon).
Sabiilan: di jalan na.
Ari rukun islam eta aya lima na # pek arapalkeun tong poho salilana.
Rukun nu ka hiji maca syahadat na # rukun nu kadua ngadeugkeun sholat na.
Rukun nu ka tilu nyumponan zakat na # rukun nu ka opat puasa romadhon na.
Rukun nu ka lima munggah haji na # sinareung umroh ka baetulloh na.
Pikeun jalma nu kawasa di jalan na # tah ieu teh sakabeh rukun islam na.
kitab safinah
Tentang Penulis & Ringkasan Isi Kitab
Penulis kitab Safinah adalah seorang ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin
Abdullah bin Sa'ad bin SumairAl-Hadhrami.
9
Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain itu, beliau adalah
seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud
kepada dunia, bahkan belia juga seorang politikus dan pengamat militer negaranegara Islam.
Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal
sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu keagamaan.
Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim memulai pendidikannya dengan bidang Al-
Qur'an di bawah pengawasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh
Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan
belajarnya dalam bidang Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih basil yang baik dan prestasi yang
tinggi.
Beliau juga mempelajari bidangbidang lainnya seperti Beliau juga mempelajari bidangbidang lainnya
seperti halnya ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer
Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang sangat terkemuka pada abad ke-
13 H di daerah Hadhramaut, Yaman.
Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu
keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya).
Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sangatlah besar manfaatnya.
Di setiap kampung, kota dan negara hampir semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkan-
nya, baik secara individu maupun kolektif.
Di berbagai negara, kitab ini dapat diperoleh dengan mudah di berbagai lembaga pendidikan.
Karena baik para santri maupun para ulama sangatlah gemar mempelajarinya dengan teliti dan
seksama.Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya:Kitab ini mencakup pokok-pokok agama
secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasardasar syari'at, kemudian bab bersuci,
bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya.
Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang
untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki kemauan tinggi akan mampu
menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat.
◆RUKUN ISLAM◆
10
Wa Iitaauzzakaati ,
Wa Shoumu Romadhoona,
Wa Hijjul Baiti Man Istathoo’a Ilaihi Sabiilan
Apakah persaksian tersebut harus diikrarkan atau dilafadzkan melalui lisan dan diyakini dengan hati?
Atau persaksian itu cukup diyakini dengan hati, tanpa dilafadzkan dengan lisan? Para ulama tauhid
berbeda pendapat.
Pendapat pertama,
Seseorang yang meyakini dan menanamkan keimanan di dalam hati tanpa mengikrarkan dengan
lisannya serta dalam kondisi normal, yaitu lisannya dapat berkata dan melafadzkan kata-kata, maka
orang tersebut tetap tidak bisa dikatakan orang Islam alias masih kafir. Sedangkan urusan dia
dihadapan Allah adalah hak perogratif yang tidak bisa dihukumi.
11
Pendapat kedua tersebut didukung oleh Imam al-Ghazali, Ibnu Rusydi dan Ibnu ‘Arafah.
Sebagaimana Ibnu Rusydi mengatakan bahwa “Karen Islamnya seseorang yang tertanam di dalam
hati adalah keislaman yang hakiki.
Jika ia mati sebelum sempat mengucapkan syahadat sebagai persaksiannya, maka ia termasuk mati
dalam keadaan mukmin”.
Pendapat ketiga
yang diungkapan oleh kebanyakan ulama salaf, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam as-Syafi’i
menyakini bahwa orang tersebut di hadapan Allah belum dikatakan orang mukmin.
Sebab pengucapan dan persaksian dengan ikrar lisan adalah sebagian dari iman atau rukum iman,
atau salah satu syarat sahnya iman di dalam hati.
Sementara jika seseorang yang lidahnya tidak memungkinkan mengucapkan atau mengikrarkan
seperti karena bisu (gebu) atau karena mendadak mati,
maka ulama telah bersepakan bahwa orang tersebut tidak diwajibkan atau gugur kewajiban untuk
melafadzkan dan mengikrarkan persaksian syahadat dengan lisan.
Kedua,
menjalankan shalat. Yang dimaksudkan adalah shalat lima waktu, dzuhur, asar, maghrib, isya dan
subuh. Shalat selain dari yang lima waktu adalah sunnah.
Keempat,
mengerjakan puasa di bulan Ramadlan.
Ada tiga tingkatan puasa,
pertama, puasa orang awam, yaitu mengosongkan perut dari makan dan minum dan mencegah
kelamin;
kedua, puasa orang khusus, yaitu selain yang dikerjakan orang awam, juga mencegah seluruh
anggauta badan dari pekerjaan dosa;
ketiga, puasanya orang yang elite (khawash al-khawash),
yaitu dengan memalingkan hati dari aktivitas yang rendah dan mengekang hatinya dari selain Allah.
Kelima, naik haji bagi yang mampu secara finansial berupa ketersediaan sangu/bekal untuk dirinya
maupun nafkah untuk keluarganya.
◆◆RUKUN IMAN◆◆
Arkaanul Iimaani Sittatun : An Tu’mina Billaahi , Wa Malaaikatihii , Wa Kutubihii , Wa Rusulihii ,
Walyaumil Aakhiri , Wabilqodari Khoyrihi Wasyarrihi Minalaahi
12
Ta’aalaa .
Jumlahnya tak terhitung, bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa malaikat ada 24.523 malaikat,
dan malaikat yang wajib diketahui ada sepuluh, yaitu Jibril, Mikail, Israfil, ‘Izrail, Munkar, Nakir,
Ridlwan, Malik, Raqib, ‘Athid, Rumah. Dan di antara malaikat yang paling utama adalah Jibril yang
bertugas membawa wahyu Tuhan.
13
Meyakini adanya hari akhir dengan segala kejadian yang ada di dalamnya yaitu hasyr (digiring dan
dikumpulkannya makhluk) di makhsyar, adanya hisab (kalkulasi amal), balasan amal (jaza’), surga
dan neraka.
●MAKNA SYAHADAT
Makna Syahadat Tauhid
Tidak ada Tuhan yang berhak, layak, dan pantas untuk disembah dan ditaati perintah dan dijauhi
larangan-Nya kecuali Allah.
Sedangkan perempuan yang sudah mengeluarkan darah haidl biasanya keluar pada umur 9 tahun
sudah termasuk perempuan dewasa yang sudah aqil baligh dan mukallaf.
Darah haidl adalah darah yang keluar dari vagina perempuan pada usia 9 tahun ke atas, dalam
kondisi sehat, tidak dengan sebab sakit,
dan tidak dengan sebab melahirkan.
Warna darah haidl adalah hitam pekat dan panas.
Sebab jika darah tersebut keluar dengan sebab sakit maka bukan lagi darah haidl melainkan darah
istihadhal;
14
sedangkan jika dengan sebab melahirkan maka dinamakan darah nifas.
SYARAT ISTINJA
Syuruuthul Istinjaai Bilhajari Tsamaaniyatun :
An Yakuuna Bitsalaatsati Ahjaarin ,
Wa An Yunqiya Al-Mahalla ,
Wa An Laa Yajiffa An-Najisu,
Walaa Yantaqila ,
Walaa Yathroa ‘Alaihi Aakhoru ,
Walaa Yujaawiza Shofhatahu Wahasyafatahu ,
Walaa Yushiibahu Maaun , Wa An Laa Takuuna Al-Ahjaaru Thoohirotan
Ada dua alat atau benda yang dapat digunakan untuk bersuci,
yaitu air dan batu.
Masing-masing memiliki syarat-syaratnya sendiri agar dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci.
Di fasal (bab) ini telah diulas 8 syarat bersuci dengan menggunakan batu.
Kita boleh bersuci hanya dengan menggunakan air yang telah memenuhi syarat untuk
menghilangkan najis atau kotoran.
Namun, yang lebih utama adalah menggunakan air dan batu sekaligus dalam mensucikan najis.
Caranya adalah pertama-tama dengan menggunakan batu agar dapat menghilangkan kotoran atau
najisnya,
dan kemudan langkah kedua disusul dengan menggunakan air agar dapat menghilangkan sisa-sisa
kotoran yang masih ada atau masih menempel di badan.
Namun sejatinya, jika hendak memilih salah satu dari air dan batu, maka yang lebih utama untuk
bersuci adalah dengan menggunakan air. Meski dengan menggunakan batu juga boleh asalkan
yang sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan tersebut.
★★★★★★★★
15
FARDHU WUDHU
Penjelasan :
Fardlu Wudlu ada Enam
Pertama, niat.
Definisi niat menurut kebahasaan adalah menyengaja (qashdu),
dan menurut istilah niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan mengejakannya.
Sebab, jika pekerjaannya diakhirkan maka dinamakan ‘azam (cita-cita), jadi bukan niat lagi.
Tempatnya niat adalah di hati.
Berarti jika niat dalam konteks wudlu,
maka niat dihadirkan dalam hati ketika mengerjakan pekerjaan bembasuh wajah sebagai pekerjaan
pertama dalam wudlu.
16
dibasuh.
Kelima, membasuh kedua kaki bersama kedua mata kakinya. Maksudnya segala sesuatu yang ada
pada kaki, seperti rambut, kutil, kuku, dll maka wajib dibasuh
Keenam, tartib.
Artinya mendahulukan anggauta yang harus didahulukan dan mengakhirkan anggauta yang harus
didahulukan.
Tidak boleh mendahulukan anggatua yang semestinya dibasuh pada runutan akhir, dan
mengakhirkan anggota yang semestinya dibasuh pertama.
Namun,
jika ada seseorang yang sedang mandi dengan menceburkan dan mekasukkan tubuhnya secara
keseluruhan di sebuah lautan, danau atau sungai yang bersih, dengan niat berwudlu maka sah dan
tartibnya dikira-kirakan saja.
Penjelasan :
Pengertian Niat dan Tartib
Definisi niat menurut kebahasaan adalah menyengaja (qashdu), dan menurut istilah niat adalah
menyengaja sesuatu bersamaan dengan mengejakannya.
17
Sebab, jika pekerjaannya diakhirkan maka dinamakan ‘azam (cita-cita), jadi bukan niat lagi.
Tempatnya niat adalah di hati.
Berarti jika niat dalam konteks wudlu, maka niat dihadirkan dalam hati ketika mengerjakan pekerjaan
bembasuh wajah sebagai pekerjaan pertama dalam wudlu.
Tartib artinya mendahulukan anggota yang harus didahulukan dan mengakhirkan anggauta yang
harus didahulukan.
Tidak boleh mendahulukan anggatua yang semestinya dibasuh pada runutan akhir, dan
mengakhirkan anggota yang semestinya dibasuh pertama.
2 Kullah bila diukur dengan liter yaitu 216 liter kurang lebih , bila diukur wadahnya yaitu 60 cm X 60
cm x 60 cm
Air yg kurang dari 2 kullah menjadi musta’mal bila terciprat air bekas bersuci yaitu bila terciprat air
basuhan yg pertama karna basuhan yg pertamalah yg wajib
Adapun bila air itu kurang dari 2 kullah maka lebih baik dicedok dengan gayung jangan dikobok
Demikianlah jawaban kami,
semoga Anda dapat memahaminya
Wallahu Yahdi Ila Showaissabil
Jenis Air
18
Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda
“Apabila jumlah air mencapai dua qullah, tidak membawa kotoran. Dalam lafadz lainnya, Tidak
membuat najis”.
Ibnu Khuzaemah, Al-Hakim dan Ibnu HIbban menshahihkan hadits ini. Sehingga ketentuan air harus
berjumlah 2 qullah bukan semata-mata ijtihad para ulama saja, melainkan datang dari ketetapan
Rasulullah SAW sendiri lewat haditsnya.
Istilah qullah adalah ukuran volume air yang digunakan di masa Rasulullah SAW masih hidup.
Bahkan dua abad sesudahnya, para ulama fiqih di Baghdad dan di Mesir pun sudah tidak lagi
menggunakan skala ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran rithl yang sering diterjemahkan
dengan istilah kati.
Sayangnya, ukuran rithl ini pun tidak standar, bahkan untuk beberapa negara-negara Arab sendiri.
Satu rithl air buat orang Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran satu rithl air buat orang Mesir.
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume dua qulah itu adalah 500 rithl Baghdad.
Tapi kalau diukur oleh orang Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir mengukur dua qullah
dengan ukuran rithl mereka dan ternyata jumlahnya hanya 446 3/7 Rithl.
Orang-orang Syam mengukurnya dengan menggunakan ukuran mereka yang namanya rithl
jumlahnya hanya 81 rithl. Namun demikian, mereka semua sepakat volume dua qullah itu sama,
yang menyebabkan berbeda karena volume satu rithl Baghdad berbeda dengan volume satu rithl
Mesir dan volume satu rithl Syam.
Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang.
Dan ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan oleh Dr.
Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, jilid 1/ hal.60.
Air yang kurang dari 270 liter terkasuk bukan air dua qullah jika kejatuhan najis atau benda najis,
maka air menjadi najis meskipun karakter air tidak berubah baik warna, rasa dan baunya.
Sedangkan air yang mencapai 270 liter atau lebih termasuk air banyak, jika kejatuhan najis maka
tidak menjadi najis apabila karakter airnya tidak berubah baik warna, rasa dan bau. Namun jika
mengalami perubahan baik warna, rasa atau baunya, maka menjadi air yang najis.
Persoalan air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk berwudhu,
mandi janabah atau kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap
sudah musta`mal. Air itu suci secara fisik lahiriyah, tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci . Tapi bila
bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.
Namun kalau kita telliti lebih dalam, ternyata pengertian musta`mal di antara fuqoha mazhab masih
terdapat variasi perbedaan. Sekarang mari coba kita dalami lebih jauh dan kita cermati perbedaan
pandangan para fuqaha tentang pengertian air musta’mal, atau bagaimana suatu air itu bisa sampai
menjadi musta’mal:
19
a. Ulama Al-Hanafiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats
atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu` sunnah atau mandi sunnah. Tetapi secara lebih detail,
menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan
bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes
dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini
hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan
lagi untuk wudhu` atau mandi.
Keterangan seperti ini bisa kita lihat pada kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur
Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61.
b. Ulama Al-Malikiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats
baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah.
Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats .
Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air
bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah
bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah
digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi
sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah.
Keterangan ini bisa kita dapati manakala kita membukan kitab As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-
Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26
dan sesudahnya.
c. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat
hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang
diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan
bagian dari sunnah wudhu`.
Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi
dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang
masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru
dikatakan musta`mal kalau sudah lepas/ menetes dari tubuh.
Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi
atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan. Silahkan lihat pada kitab
Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5.
d. Ulama Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats
20
kecil atau hadats besar atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali
pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu digunakan
untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air
musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan
yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan
musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk
wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu`/ mandi lagi
dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal. Mazhab ini juga
mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya
kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya.
Air ada dua Macam; air yang sedikit (ma’ al-qalil) dan air banyak (ma’ al-katsir). Air sedikit
batasannya adalah air yang kurang dari dua qullah. Sedangkan air yang tergolong banyak adalah air
yang mencapai dua qullah atau lebih.
Istilah qullah adalah ukuran volume air, memang asing buat telinga kita. Sebab ukuran ini tidak lazim
digunakan di zaman sekarang ini. Kita menggunakan ukuran volume benda cair dengan liter, meter
kubik atau barrel.
Ukuran jumlah air dua qullah sesungguhnya bersumber dari hadits nabawi.
◆◆
Penjelasan :
Perkara yang Mewajibkan Mandi ada Enam
21
Pertama,
Memasukkan penis (alat kelamin laki-laki) ke farji (vagina).
Hal ini yang diwajibkan mandi adalah kedua belah pihak,
laki-laki dan perempuan yang melakukannya.
Kedua,
Keluar Mani (Seperma).
Baik keluarnya dengan sebab bermimpi dalam keadaan tidur atau keluar dalam keadaan terjaga,
tetap mewajibkan mandi.
Begitu pun keluar mani tidak disengaja atau disengaja, tetapi wajib mandi.
Ciri-ciri air mani (seperma) yaitu
1). Baunya bagaikan adonan roti atau seperti manggar kurma,
2). Warnanya bagaikan warna putih telur,
3). Keluar dengan menyemburat (muncrat),
4). Keluarnya terasa nikmat dan enak.
Ketiga, haidl.
Dara haidl adalah darah yang keluar dalam kondisi perempuan sehat, tidak dalam keadaan setelah
melahirkan,
warna darahnya merah pekat, dan panas.
Keempat, Nifas.
Darah yang keluar setelah atau bersamaan dengan melahirkannya anak.
Kelima, Melahirkan.
Keenam, Kematian.
Dengan dua syarat,
1). Orang Islam dan
2). Bukan mati syahid.
Jika orang kafir atau orang yang mati syahid maka tidak wajib atau tidak boleh memandikannya.
◆◆☆
FARDHU MANDI
النية والتعميم البدن بالماء: فررض الغسل اثنان
Pertama, niat.
22
Kedua, meratakan air ke seluruh anggauta badan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Jika mandi
jinabah, maka seluruh lubang dan lempitan yang ada pada anggota badan maka wajib terkena air
secara merata.
◆◆◆
SYARAT WUDHU
Syuruuthul Wudhuui ‘Asyarotun : Al-Islamu , Wattamyiizu , Wannaqoou ‘Anil Haidhi Wannifaasi
Wa’an Maa Yamna’u Wushuulal Maai Ilal Basyaroti , Wa An Laa Yakuuna ‘Alal ‘Udhwi Maa
Yughoyyirul Maa-a , Wal’ilmu Bifardhiyyatihi , Wa An Laa Ya’taqida Fardhon Min Furuudhihi
Sunnatan , Wal Maau Ath-Thohuuru , Wadukhuulul Waqti , Wal Muwaalatu Lidaaimil Hadatsi .
Syarat-syarat Wudhu yaitu 10 : Islam ,Tamyiz , dan suci dari haid dan nifas dan dari sesuatu yg
mencegah sampainya air kepada kulit , dan bahwa tidak ada atas anggota oleh sesuatu yg
mengubah air , dan mengetahui dengan segala fardhunya , dan bahwa ia tidak mengi’tiqodkan akan
fardhu daripada fardhu-fardhunya sebagai sunat , dan air yg suci , dan masuk waktu , dan berturut-
turut bagi orang yg senantiasa berhadas .
Penjelasan Makna :
Syarta Wudlu ada 10;
Pertama, Islam. Mengecualikan Non-Islam.
Kedua, tamyiz (pinter). Seseorang yang dapat membedakan hal dan bathil, benar dan salah.
Sedangkan anak kecil dan orang gila tidak termasuk golongan orang yang tamyiz, sebab tidak bisa
membedakan antara benar dan salah.
Ketiga, bersih dari haidl dan nifas. Jelas, sebab wudlu biasanya bertujuan untuk mendirikan shalat.
Sedangkan orang yang haidl dan nifas tidak boleh melakukan shalat atau ibadah seperti berwudlu.
Keempat, bersih dari segala sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air pada kulit tubuh
manusia. Seperti cat atau mangsi yang menempel di kulit seseorang yang dapat menghalangi
sampainya air ke kulit seseorang dapat membatalkan wudlu alias wudlunya tidak sah.
Kelima, tidak ada perkara yang menempel di badan yang dapat merubah karakter air. Jika ada
perkara yang menempel di tangan, misalkan, yang dapat merubah karakter air, seperti warna, bau
dan rasanya, maka akan dapat membatalkan wudlu seseorang.
Keenam, mengetahui ke-fardluan-nya wudlu.
Ketujuh, tidak menyakini ke-fardluan sebagai ibadah sunnah
Kedelapan, menggunakan air suci dan mensucikan. Artinya air yang suci dan bukan air najis serta
bukan air yang sudah digunakan bersuci (musta’mal).
Kesembilan, masuk waktu.
Kesepuluh, muallah (tartib atau runut) cara membasuh di antara anggota wudlu bagi orang yang
memiliki hadats permanen (daim al-hadats) seperti perempuan yang sedang menegluarkan darah
istihadlhah yang disebut dengan mustahadhlah.
◆◆◆◆
PEMBATAL WUDHU
23
الثانى زوال العقل بنوم او غيره اﻻ نوم قاعد ممكنˆ مقعده من اﻻرض
اثالث التقاء بشرتي رجل وامراة كبرين اجنبيين من غير حائل
الرابع مس قبل اﻵدمى او حلقة دبره ببطن الراحة او بطون اﻻصابع
kedua hilang akal dengan sebab tidur atau selainnya kecuali tidurnya orang yg duduk yg
menetapkan punggungnya daripada bumi ,
Ketiga bertemunya 2 kulit laki-laki dan perempuan besar keduanya orang lain keduanya dari tanpa
dinding ,
keempat menyentuh kubul manusia atau bulatan duburnya dengan telapak tangan atau perut jari-jari
Penjelasan Makna:
Sesuatu yang Merusak Keabsahan Wudlu ada Empat;
Pertama, sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan (alat kelamin depan dan pantat), seperti
kentut, tai, dan yang lainnya, atau bahkan sesuatu yang boleh dibilang suci dan tidak biasa
dikeluarkan dari kedua jalan tersebut seperti kerikil dan ulat, kecuali mani.
Kedua, Hilangnya akal, karena salah satu dari dua faktor yaitu;
1). Kegilaan (junun), dengan sebab sakit atau mabuk;
2). Tidur, kecuali tidurnya pada saat duduk dan pantannya diletakkan secara langsung pada lantai
yang sekiranya tidak memungkinkan adanya renggangan atau cela keluarnya kentut.
Pengecualian lagi juga adalah tidurnya para Nabi.
Karena dalam sebuah hadits dinyatakan; "Hanya mata kami saja yang tidur. Sementara hati kami
tidak pernah tidur".
As-Syekh Muhammad ‘Ali bin Husein al-Makky al-Maliki dalam kitab Inarah ad-Duja, yang men-
syarahi kitab Safinah an-Najah mendefinisikan tidur (naum) adalah angin lembut semilir menerpa
dan menguasai otak, kemudian menutupi mata dan hati.
Jika angin semilir lembut itu belum sampai pada hati seseorang, baru sampai pada otak dan mata,
24
maka orang tersebut pasti terserang kantuk (nu’as).
Ketiga, bersentuhannya kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, tanpa adanya
penghalang.
Pengecualian yaitu kulitnya anak kecil yang belum baligh dan tidak dapat mengundang syahwat.
Sedangkan yang definisi mahram adalah seseorang yang menurut syariah haram dinikahi dengan
sebab adanya hubungan tali nasab, seperti anak, saudara kandung, kedua orang tua, kakek dan
nenek, paman, atau dengan sebab radla’.
Keempat, menyentuh alat kelamin dengan telapak tangan atau jari-jari bagian dalam.
Penjelasan Makna:
Ada Empat Pekerjaan yang Dilarangan bagi Orang yang Berhadats
Pertama, Shalat. Baik shalat fardlu yang lima waktu, yaitu dzuhur, asar, maghrib, isya, dan subuh,
ataupun shalat sunah dan shalat Janazah, bagi orang yang memiliki hadats tidak boleh
melakukannya. Sebab Nabi berkata, "Allah tidak akan menerima sholat salah satu dari kalian ketika
berhadats, sampai ia berwudlu terlebih dahulu".
Kedua, Thawaf. Baik thawaf fardlu atau pun thawaf sunnah seperti thawaf qudhum, thawaf ifadhah,
dan yang lainnya.
Ketiga, Memegang mushaf; yang dimaksud dengan mushaf adalah segala sesuatu yang di
dalamnya terdapat tulisan al-Quran, baik sebagian atau sepenggal ayat-ayat dari al-Quran, yang
25
ditulis karena untuk dipelajari dan dibaca. Meski ayat-ayat itu ditulis pada media yang berupa papan
tulis, kulit, atau kertas, atau tulang belulang, maka tetap dapat dikatakan sebagai mushaf.
Pengecualian dari pengertian mushaf yang tidak boleh disentuh oleh orang yang berhadats yaitu
ayat-ayat al-Quran yang bertujuan dijadikan Jimat (at-tamimah). Sebab Jimat yang dari ayat-ayat al-
Quran pada saat ditulis bertujuan tidak untuk dibaca atau dipelajar, melainkan bertujuan untuk
ngalap berkah (tabarruk).
Keempat, membawa mushaf. Yang dimaksudkan adalah hanya membawa mushaf, tanpa disertai
dengan membawa beda atau sesuatu yang berbentuk materiil, seperti pakaian, perabotan, atau
koper. Sehingga jika seseorang yang berhadats membawa al-Quran di dalam koper bersama
dengan barang-barang bawaan lainnya, seperti buku, pakean, dll., maka tidak dipersoalkan alias
boleh.
Seluruh umat Islam wajib menghargai dan menghormati keagungan al-Quran. Tidak boleh
melecehkan atau menghinanya.
Pertama, Shalat. Baik shalat fardlu yang lima waktu, yaitu dzuhur, asar, maghrib, isya, dan subuh,
ataupun shalat sunah dan shalat Janazah, bagi orang yang memiliki hadats tidak boleh
melakukannya. Sebab Nabi berkata, "Allah tidak akan menerima sholat salah satu dari kalian ketika
berhadats, sampai ia berwudlu terlebih dahulu".
Kedua, Thawaf. Baik thawaf fardlu atau pun thawaf sunnah seperti thawaf qudhum, thawaf ifadhah,
dan yang lainnya.
Ketiga, memegang Mushaf Ketiga, Memegang mushaf; yang dimaksud dengan mushaf adalah
segala sesuatu yang di dalamnya terdapat tulisan al-Quran, baik sebagian atau sepenggal ayat-ayat
dari al-Quran, yang ditulis karena untuk dipelajari dan dibaca. Meski ayat-ayat itu ditulis pada media
yang berupa papan tulis, kulit, atau kertas, atau tulang belulang, maka tetap dapat dikatakan sebagai
mushaf.
Pengecualian dari pengertian mushaf yang tidak boleh disentuh oleh orang yang berhadats yaitu
ayat-ayat al-Quran yang bertujuan dijadikan Jimat (at-tamimah). Sebab Jimat yang dari ayat-ayat al-
Quran pada saat ditulis bertujuan tidak untuk dibaca atau dipelajar, melainkan bertujuan untuk
ngalap berkah (tabarruk).
Keempat, membawa mushaf. Yang dimaksudkan adalah hanya membawa mushaf, tanpa disertai
dengan membawa beda atau sesuatu yang berbentuk materiil, seperti pakaian, perabotan, atau
koper. Sehingga jika seseorang yang berhadats membawa al-Quran di dalam koper bersama
dengan barang-barang bawaan lainnya, seperti buku, pakean, dll., maka tidak dipersoalkan alias
boleh.
Seluruh umat Islam wajib menghargai dan menghormati keagungan al-Quran. Tidak boleh
melecehkan atau menghinanya.
Kelima, berdiam diri di masjid atau mondar-mandir di dalam masjid. Karena Nabi berkata "Aku
26
melarang perempuan haidl dan orang junub mendatangi masjid", diriwayatkan oleh Abu Dawud dari
‘Aisah Ra.
Keenam, Membaca quran. Artinya melafadzkan dengan lisan baik satu ayat atau lebih. Dengan
demikian, orang yang berhadats diperbolehkan mengingat ayat-ayat al-Quran di dalam hati dengan
tanpa melafadzkannya dengan lisan. Orang yang berhadats juga diperbolehkan melihat fisik al-
Quran. Dan ulama bersepakat bahwa bagi perempuan haidl dan orang yang berhadats membaca
tahlil, tasbih, tahmidl, takbir, shalawat kepada nabi dan dzikir-dzikir yang lainnya.
Kedua, Thawaf. Baik thawaf fardlu atau pun thawaf sunnah seperti thawaf qudhum, thawaf ifadhah,
dan yang lainnya.
Ketiga, Memegang mushaf; yang dimaksud dengan mushaf adalah segala sesuatu yang di
dalamnya terdapat tulisan al-Quran, baik sebagian atau sepenggal ayat-ayat dari al-Quran, yang
ditulis karena untuk dipelajari dan dibaca. Meski ayat-ayat itu ditulis pada media yang berupa papan
tulis, kulit, atau kertas, atau tulang belulang, maka tetap dapat dikatakan sebagai mushaf.
Pengecualian dari pengertian mushaf yang tidak boleh disentuh oleh orang yang berhadats yaitu
ayat-ayat al-Quran yang bertujuan dijadikan Jimat (at-tamimah). Sebab Jimat yang dari ayat-ayat al-
Quran pada saat ditulis bertujuan tidak untuk dibaca atau dipelajar, melainkan bertujuan untuk
ngalap berkah (tabarruk).
Keempat, membawa mushaf. Yang dimaksudkan adalah hanya membawa mushaf, tanpa disertai
dengan membawa beda atau sesuatu yang berbentuk materiil, seperti pakaian, perabotan, atau
koper. Sehingga jika perempuan haidl (haidl) membawa al-Quran di dalam koper bersama dengan
barang-barang bawaan lainnya, seperti buku, pakean, dll., maka tidak dipersoalkan alias boleh.
Seluruh umat Islam wajib menghargai dan menghormati keagungan al-Quran. Tidak boleh
melecehkan atau menghinanya.
Kelima, Membaca quran. Artinya melafadzkan dengan lisan baik satu ayat atau lebih. Dengan
demikian, perempuan yang haidl diperbolehkan mengingat ayat-ayat al-Quran di dalam hati dengan
tanpa melafadzkannya dengan lisan. Ia juga diperbolehkan melihat fisik al-Quran. Dan ulama
bersepakat bahwa diperbolehkan bagi perempuan haidl dan orang yang berhadats membaca tahlil,
tasbih, tahmidl, takbir, shalawat kepada nabi dan dzikir-dzikir yang lainnya.
Keenam, Puasa. Jika ada seorang perempuan yang seharian tidak makan dan minum, dengan tanpa
dimotivasi oleh niat ibadah puasa atau lebih dikarenakan kemiskinan yang melilitnya, maka tidak
diharamkan baginya melakukan pengosongan perut dari makan dan minum. Karena apa yang
27
dikerjakannya bukan merupakan ibadah puasa yang telah diharamkan bagi perempuan haidl.
Ketujuh, Thalak.
Kesembilan, mondar-mandir di dalam masjid. Sebab ditakutkan darahnya akan menetes di masjid.
Nabi berkata "Aku melarang perempuan haidl dan orang junub mendatangi masjid", diriwayatkan
oleh Abu Dawud dari ‘Aisah Ra.
Kesepuluh, melakukan ativitas seksual di seputar anggota badan di antara pusar dan lutut. Atau
dengan kata lain bersenggama dengan suaminya, baik ada syahwat atau tidak, baik ada hail (baju)
yang membungkus tubuhnya atau tidak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya tetap
dilarang.
◆◆◆◆◆◆◆
•••••••••••••
SEBAB TAYAMUM
Asbaabuttayammumi Tsalaatsatun :
Faqdul Maa-i ,
Walmarodhu ,
Wal Ihtiyaaju Ilaihi Li’athosyi Hayawaanin Muhtaromin , Waghoyrul Muhtaromi Sittatun :
Taarikush-Sholaati ,
Wazzaanil Muhshonu ,
Walmurtaddu , Walkaafirul Harbiyyu , Walkalbul ‘Aquuru , Walkhinziiru
28
Dan selain yg dihormati yaitu 6 :
Orang yg meninggalkan sholat ,
dan pezina muhshon ,
dan orang yg murtad ,
dan kafir harbi ,
dan anjing galak,
dan babi
Penjelasan :
Tiga Sebab Diperbolehkannya Bertayamum;
Kedua, sakit.
Orang yang sakit diperbolehkan bertayammum dengan terlebih dahulu melihat dan
mempertimbangkan penyakit yang dideritanya.
Jika penyakit yang diderita berupa penyakit fisik yang ketika tersentuh air, maka penyakitnya
bertambah parah atau sembuhnya lambat, maka seseorang yang diderita penyakit semacam itu baru
diperbolehkan untuk tayammum.
Akan tetapi jika sebaliknya, penyakitnya tidak semakin parah atau lambat proses penyembuhannya
ketika tersentuh air, maka tidak boleh bertanyammum.
Hal ini hanya dapat dipastika oleh pertimbangan dokter yang dapat diyakini keputusan dan hasil
diagnosanya yang cukup falid atas penyakitnya.
Namun jika tidak ada dokter, maka yang menjadi pertimbangan adalah eksperimentasi atau
kebiasaan yang terjadi berkaitan dengan jenis penyakitnya.
Jika pada kebiasanya jenis penyakit yang jika tersentuh air maka akan bertambah parah atau lambat
proses penyembuhannya maka seseorang yang sakit boleh melakukan tayamum.
Tapi jika sebaliknya maka tidak boleh.
Ketiga, butuh air karena demi menolong hewan yang dimuliakan yang sedang kehausan yang betul-
betul butuh pertolongan. Artinya jika seseorang menemukan air yang sangat terbatas kadarnya, di
satu sisi ia butuh untuk berwudlu, dan di sisi lain pada saat yang sama ada hewan yang dimuliakan
sedang kehausan dan sangat butuh seteguk air untuk menghilangkan rasa hausnya itu, maka ia
harus memberikan air tersebut pada hewan yang membutuhkan demi menyelamatkan nyawanya.
Sementara ia sendiri harus bertayammum.
29
Hewan yang dimuliakan adalah hewan yang haram dibunuh. Sedangkan sekitar ada enam hewan
yang tidak dimuliakan menurut fikih klasik, yaitu orang yang tidak menjalankan sholat lima waktu,
zina muhson, murtadl, kafir harbi (musuh yang memerangi umat Islam), anjing yang galak dan babi.
Termasuk orang yang harus dimuliakan dan dijaga eksistensinya adalah orang kafir yang berdamai
dengan umat Islam, yang diistilahkan dengan kafir dzimmy.
Termasuk hewan yang dimuliakan dan tidak boleh dibunuh adalah anjing yang bermanfaat dan tidak
galak pada umat manusia.
Ada banyak ajing yang dapat digunakan dengan baik dan bermanfaat bagi manusia, seperti anjing
yang dapat digunakan beburu, menjaga rumah atau gudang, menjaga pasar, dll., maka tidak boleh
dibunuh.
SYARAT TAYAMUM
Penjelasan :
Sepuluh Syarat Bagi Sahnya Tayammum;
30
Pertama, dengan debu.
Yang dimaksudkan adalah debu yang murni tanpa terkontaminasi dan tercampur oleh apapun.
Keempat, debu tidak tercampur dengan tepung atau kapur atau sejenisnya.
Kelima, niat.
Tempatnya niat adalah di hati. Dihadirkan pada saat pertama kali mengusapkan demi ke anggota
yang pertama wajib dibasuh dengan debu, yaitu wajah.
Keenam, mengusapkan debu pada wajah dan dua tangan dengan dua kali usapan.
Maksudnya adalah mengusapkan debu pada wajah dengan menggunakan satu pengambilan debu.
Disusul dengan mengusapkan debu pada tangan dengan menggunakan debu dalam pengambilan
yang kedua. Dengan demikian, tidak diperbolehkan atau tidak sah jika satu kali pengambilan debu
untuk mengusap wajah dan tangan sekaligus.
Kedelapan,
Bersungguh-sungguh menghadap kiblat sebelum melakukan tayamum.
Namun ternyata syarat ini adalah syarat yang oleh sebagian ulama dianggap sebagai syarat yang
lemah.
Dengan kata lain, jika seseorang telah melakukan tayammum sebelum bersungguh-sungguh (ijtihad)
menghadap kiblat maka sudah dianggap sah.
31
Kesembilan,
Tayamum dilakukan setelah masuk waktu sholat. Dikarenakan tayamum adalah bersuci dalam
kondisi darurat, dan tidak ada darurat sebelum masuk wakti sholat, maka tayamum baru dianggap
sah setelah masuk waktu.
Kesepuluh, Tayamum dilaksanakan karena hendak melakukan setiap perkara fardlu. Artinya bahwa
satu tayamum tidak sah untuk dua kali pekerjaan fardlu, seperti dua shalat fardlu dzuhur dan asar.
Sehingga setiap hendak mengerjakan perkara fardlu maka harus bertayamum dengan satu kali, dan
perkara fardlu berikutnya pun harus mengerjakan tayamum untuk kedua kalinya.
FARDU TAYAMUM
Furuudhuttayammumi Khomsatun :
Al-Awwalu Naqlutturoobi,
Ats-Tsaani Anniyyatu ,
Ats-Tsaalitsu Mashul Wajhi,
Ar-Roobi’u Mashul Yadaini Ilal Mirfaqoini Al-Khoomisu At-Tartiibu Bainal Mashataini
Penjelasan Makna:
Fardu Tayammum ada 5
Pertama, memindahkan debu yang suci dari wajah ke tangan dan seterusnya.
Ketiga, membasuh wajah. Namun tidak diwajibkan debu tersebut memasuki celah-celah rambut
yang ada di wajah sebagaimana air wudlu.
Bahkan tidak dianggap sunnah.
Keempat, mengusap debu yang suci pada kedua tangan sampai kedua sikutnya.
32
Pertama,
memindahkan debu yang suci dari wajah ke tangan dan seterusnya.
Keempat, mengusap debu yang suci pada kedua tangan sampai kedua sikutnya.
Kelima, tartib di antara kedua usapan. Artinya harus mendahulukan usapan pada anggota yang
harus didahulukan dan mengakhirkan usapan pada anggota yang harus diakhirkan.
PEMBATAL TAYAMUM
PEMBATAL TAYAMUM
Mubthilaatuttayammumi Tsalatsatun:
Maa Abtholal Wudhuu-a,
Warriddatu,
Watawahhumul Maa-i In Yatayammama Lifaqdihi
Penjelasan Makna:
Ada Tiga Sesuatu yang Dapat Membatalkan Tayamum;
Pertama, Segala sesuatu yang bisa membatalkan wudlu dapat membatalkan tayamum. Secara rinci
bisa dilihat pada pembahasan tentang sesuatu yang dapat membatalkan wudlu.
Kedua, Murtadl.
Jika seseorang yang mendadak mengeluarkan kalimat yang mengarah pada kemurtadlan di tengah-
tengah atau setelah mengerjakan tayamum, maka seketika itu pula tayamumnya batal.
33
jalanan disangka itu adalah air, atau melihat segolongan rombongan yang sedang berjalan dan dikira
membawa air, atau ada mendung tipis menggelayut di atas langit yang diduga akan menjatuhkan air
hujan, maka dapat membatalkan tayamum.
Pertama, Arak ketika menjadi cuka, dengan sendirinya atau secara alamiah.
Perubahan dari arak menjadi cuka tanpa ada campuran seperti kimia atau tidak dengan
menggunakan alat.
Maka jika perubahan dari arak menjadi cuka dengan menggunakan cairan kimia atau dengan
menggunakan alat teknologi canggih, maka tetap dianggap tidak suci, alias masih termasuk barang
yang najis.
Ketiga, hewan yang muncul dari sesuatu atau daging bagkai, meski dari bangkai hewan yang najis
seperti bangkai anjing yang telah membusuk dan mengeluarkan ulat-ulat, maka ulat-ulat tersebut
adalah hewan yang suci.
JENIS NAJIS
Annajaasaatu Tsalaatsun:
Mughollazhotun,
Wa Mukhoffafatun,
Wa Mutawassithotun.
Wal Mughollazhotu Najaasatul Kalbi Wal Khinzhiiri Wafar’i Ahadihima .
Wal Mukhoffafatu Baulushshobiyyi Alladzii Lam Yath’am Ghoyrollabani Walam Yablughil Haulaini
34
wal Mutawassithotu Saairunnajaasaati.
Najis Mughalladah (berat) yaitu berupa anjing—meskipun anjing pintar seperti pandai bertugas
mencari atau melacak bukti-bukti kejahatan—dan babi berikut anak-anak yang dilahirkan dari salah
satu anjing dan babi tersebut.
Berkaitan dengan anak atau hewan yang dilahirkan dari rahim anjing dan babi telah dibahas panjang
lebar oleh para ulama.
Rinciannya sebagai berikut, bahwa jika hewan yang dilahirkan dari perkawinan antara anjing jantan
dengan anjing betina atau antara anjing jantan dengan babi betina atau sebaliknya adalah berbentuk
anjing atau babi atau bahkan berbentuk manusia, maka hewan yang dilahirkan tersebut adalah najis.
Karena dalam kaidahnya dirumuskan bahwa far’ (anak atau cabang) harus dikutkan pada induknya.
Dengan kata lain anak secara hukum fikihnya harus diikutkan pada induknya.
Sedangkan anak dari anjing dan babi yang berupa manusia meski najis, akan tetapi jika dapat
berbicara dan diberi akal yang sempurna sebagaimana manusia biasa maka ia ter-taklif dengan
terbebani kewajiban dan larangan agama.
Jika anjing atau babi bersenggama dengan sapi atau kambing, kemudian melahirkan hewan yang
berbentuk kambing, maka tetap dihukumi najis.
Karena hewan yang dilahirkan harus diikutkan pada induknya yang lebih rendah, yaitu hewan yang
najis.
Sedangkan hewan yang dilahirkan dari hasil persenggamaan antara manusia dan anjing atau babi,
maka dirinci,
35
Adapun hewan yang dilahirkan dari hasil senggama antara kedua anak manusia (laki-laki dan
perempuan) yang berupa anjing, maka tetap dianggap suci. Dan jika hewan itu dapat berkata-kata
dan berakal sempurna, maka tetap dibebani perintah dan larangan agama (taklif). Karena taklif itu
ada karena adanya akal sehat.
Demikian juga hewan yang dilahirkan dari hasil senggama antara kedua kambing (betina dan jantan)
berupa manusia yang dapat berkata-kata dan berakal sempurna maka boleh disembeli dan boleh
dimakan, meski ia adalah seorang khatib dan imam besar.
· Najis Mukhaffafah (ringan), yaitu berupa air kencing anak kecil yang belum makan sama sekali
kecuali air susu dan belum sampai dua tahun.
Yang dimaksud dengan anak kecil tersebut adalah anak laki-laki. Dengan demikian mengecualikan
air kencing anak perempuan dan banci (khuntsa), darah, dan tai, yang wajib dibasuh dengan air
secukupnya.
· Najis Mutawassithah; semua najis yang selain yang telah disebutkan dalam najis mughalladah
(anjing dan babi) dan mukhaffafah (air kencing anak kecil laki-laki yang hanya minum susu, belum
makan dan belum sapai usia dua tahun) tersebut.
NAJIS MUGHOLAZOH
Al-Mughollazhotu Tathhuru Bighoslihaa Sab’an Ba’da Izaalati ‘Ainihaa Ihdaahunna Bituroobin . Wal
Mukhoffafatu Tathhuru Birosysyil Maa-i ‘Alaihaa Ma’al Gholabati Waizaalati ‘Ainihaa . Wal
Mutawassithotu Tanqosimu Ilaa Qismaini : Ainiyyatun Wa Hukmiyyatun . Al’Ainiyyatu Allatii Lahaa
Launun Wa Riihun Wa Tho’mun Falaa Budda Min Izaalati Launihaa Wa Riihahaa Wa Tho’mihaa.
Wal Hukmiyyatu Allatii Laa Launa Walaa Riiha Walaa Tho’ma Kafaa Jaryul Maa-i ‘Alaihaa .
Najis Mughollazhoh atau berat suci ia dengan membasuhnya 7 kali sesudah menghilangkan dzatnya
salah satunya dengan tanah . Dan najis Mukhoffafah atau ringan suci ia dengan memercikkan air
diatasnya serta rata dan sudah hilang dzatnya
Dan najis Mutawassithoh atau najis sedang terbagi kepada 2 bagian : ‘Ainiyyah dan Hukmiyyah .
Adapun ‘ainiyyah yaitu sesuatu yg baginya ada warna dan bau dan rasa maka tidak boleh tidak dari
menghilangkan warnanya dan baunya dan rasanya .
Dan najis hukmiyyah yaitu yg tidak ada warna dan tidak ada bau dan tidak ada rasa maka cukup
mengalirkan air diatasnya.
Cara mencuci najis mughalladah adalah membasuh dan mensucikannya dengan tujuh kali basuhan
atau sucian, setelah hilangnya bekas najis tersebut. Salah satu dari tujuh sucian tersebut harus
dibarengi dengan debu. Sebab ada hadits nabi yang menyatakan bahwa, “basuhan terakhir dari
tujuh basuhan harus dicampur dengan debu”; dan hadits yang lain menyatakan bahwa “basuha
pertama dari ketujuh basuhan harus dicampur dengan debu”. Jadi mencampur debu bebas baik di
awal atau di akhir basuhan.
36
Yang dimaksud dengan debu adalah endut atau tanah liat yang tercampur dengan air sehingga
lembab atau pun debu yang berupa pasir lembut yang kering. Sehingga tidak bisa dianggap
mensucikan najis mughalladhah dengan sabun, kayu atau yang lainnya.
· Najis mukhaffafah (ringan) dengan memercikkan air pada najis, dan diperkirakan bahwa najisnya
dapat dihilangkan. Meskipun memercikkan airnya tanpa dilakukan oleh seseorang atau dengan air
hujan yang menetes dari langit dan menetesi tempat atau sesuatu yang najis, maka dianggap cukup
sebagai pembasuhan pada najis mukhaffafah (ringan).
Najis mutawasitah (pertengahan) ada dua, yaitu najis ‘ayniyah dan najis hukmiyah.
Najis ‘ayniyah adalah najis yang memiliki bentuk atau warna, bau, dan rasa. Disebuat dengan najis
‘ayniyah, sebab najisnya dapat ditangkap oleh panca indera. Cara penyuciannya harus secara total
menghilangkan baik bentuk atau warna, bau dan rasanya.
Jika warna atau baunya susah dihilangkan setelah dibasuh berkali-kali, maka sudah dianggap cukup
dan benda atau tempat yang terkena najis sudah bisa dianggap suci. Batasanya susah
menghilangkan najis adalah dengan membasih tiga kali akan tetapi tidak dapat hilang bentuk atau
baunya, maka sudah dianggap cukup atau suci. Sedangkan jika rasa najis susah dihilangkan maka
benda atau tempat yang terkena najis bisa dikatakan najis yang ma’fu ‘anhu (dimaafkan).
Sedangkan najis hukmiyah adalah najis yang tidak memiliki bentuk, bau dan rasa. Cara
menyucikannya adalah cukup dengan mengalirkan air pada benda atau tempat yang terkena najis.
HUKUM HAIDH
AQOLLUL HAIDHI YAUMUN WA LAILATUN WA GHOOLIBUHU SITTUN AW
SAB’UN WA AKTSARUHU KHOMSATA ‘ASYARO YAUMAN BILAYAALIIHAA. WA AQOLLUTH-
THUHRI BAINAL HAIDHOTAINI KHOMSATA ‘ASYARO YAUMAN WALAA HADDA LIAKTSARIHI.
AQOLLUN-NIFAASI MAJJATUN WA GHOOLIBUHU ARBA’UUNA YAUMAN WA AKTSARUHU
SITTUUNA YAUMAN .
Sekurang-kurangnya haid yaitu 1 hari 1 malam dan biasanya 6 atau 7 hari dan paling banyaknya 15
hari dan malamnya.
Dan sekurang-kurangnya suci antara 2 haid yaitu 15 hari dan tidak ada batas untuk banyaknya .
Sekurang-kurangnya nifas yaitu sekali meludah dan biasanya 40 hari dan paling banyaknya 60 hari
37
Jika seorang perempuan yang mengalami heidl selama enam hari dan enam malam, maka waktu
sucinya dalah dua puluh empat hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Jika seorang perempuan yang mengalami heidl selama tujuh hari dan tujuh malam, maka waktu
sucinya dalah dua puluh tiga hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Batas maksimum waktu heid adalah lima belas hari dan lima belas malam.
Jika seorang perempuan yang mengalami heidl lima belas hari dan lima belas malam, maka waktu
sucinya dalah lima belas hari dan lima belas malam, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Batasan waktu yang telah dirumuskan tersebut, batas minimum, keumuman dan maksimum adalah
hasil ijtihan Imam as-Syafi’i dengan menggunakan metode istiqra’ (penelitian lapangan dan
pengamatan secara langsung pada kebiasaan kaum Hawa).
Jika ada darah yang keluar dari alat kelamin perempuan yang berada di luar batasan-batasan waktu
yang telah dirumuskan tersebut dianggap sebagai darah istihadhah (darah penyakit).
◆◆UDZUR SHALAT◆◆
An-Naumu Wannisyaanu
Udzur-udzurnya sholat itu ada2:
Tidur dan lupa
Syarh atau Penjelasan
Waktu Shalat yang lima waktu, subuh, dzuhur, asar, maghrib dan isya, sudah ditetapkan batas
waktunya.
Umat Islam dituntut dalam melaksanakan shalat harus tepat pada waktunya yang telah dibatasi.
Shalat yang dilakukan dalam waktunya disebut sebagai shalat adha’.
Namun ada dua sebab yang bisa diperbolehkannya shalat dilaksanakan di luar waktu yang telah
ditentukannya,
atau sholat di luar waktunya,
yaitu karena tidur dan lupa.
Sedangkan sholat yang dikerjakan di luar waktunya disebut sebagai sholat qadha.
38
Tidur atau tertidur dan lupa adalah yang menyebabkan diperbolehkannya seseorang untuk
melaksanakan shalat di luar waktu yang telah ditentukan atau shalat qadha, dan ia tidak berdosa.
Jika seseorang bangun dari tidurnya pada waktu yang mencukupkan atau memadai untuk
melaksanakan wudhu dan shalat, maka ia diwajibkan untuk sesegera mungkin melaksanakannya
agar tidak keluar waktu.
Tapi jika seseorang bangun dari tidurnya pada waktu yang hanya cukup untuk berwudhu saja, tidak
bisa mencakup untuk sekalian shalat, maka ia tidak diwajibkan melakukannya dengan secara
terburu-buru dan tidak wajib mempersegera melaksadakan shalat qadha,
meski ada sisa waktu yang cukup untuk melaksanakan wudhu dan tidak mencukupi untuk
melaksanakan satu rakaat pun.
Semisal, seseorang yang terlena tidur di waktu dzuhur sampai terbangun dari tidur pada saat sudah
keluar waktu dan memasuki waktu shata Ashar,
maka ia harus terlebih dahulu melaksanakan shalat Dzuhur, kemudian disusul dengan shalat
Asahar.
Jika seseorang yang telah tertidur pada hari Jumat sampai tidak bisa mengikuti shata Jumat,
maka ia harus meng-qadhai dengan cara melaksanakan shalat dzuhur, bukan shalat Jumat.
Sebab shalat Jumat dapat dilaksanakan kalau memenuhi syarat dan rukunnya, di antara syaratnya
adalah harus berjamaah minimal sengan 40 orang jamaah.
Sedangkan qadha merupakan persoalan kasuistik dan udzur, yang tidak mungkin dilaksanakan
secara berjamaan dengan 40 orang.
Maka ia harus meng-qadha dengan shalat dzuhur.
Dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim menyatakan bahwa
“Barang siapa yang tertidur atau lupa sehingga meninggalkan shalat, maka lakukanlah shalat pada
saat terjaga atau pada saat sudah ingat”.
Meski demikian, nabi memberikan peringatan bahwa jika tidurnya tidak sembarangan atau tidak
sembrono tanpa disengaja, maka ia boleh meng-qadha dan tidak berdosa. Sebagaimana hadits Nabi
yang mengatakan bahwa
“Tidak ada kesembronoan dalam tidur, yang mengakibatkan seseorang tidak shalat sehingga masuk
waktu shalat yang lain”.
39
Dengan demikian, jika seseorang tertidur sembarangan,
Selain ia berdosa tetapi j7ga wajib melaksanakan shalat qadha.
(Peringatan);
Banyak tidur adalah salah satu penyebab yang bisa mengakibatkan orang kaya menjadi miskin, dan
menambah parah atau bertambah kemiskinannya bagi orang yang miskin.
Kedua, lupa.
Artinya seseorang lupa jika ia belum shalat,
maka ia diharuskan meng-qadha dan tidak mendapatkan dosa.
Akan tetapi penyebab lupan buka dikarenakan kesembronoan atau disebabkan aktifitasi yang sia-
sia,
seperti maen catur, atau tidak disebabkan mengerjakan maksiat.
Berkaitan dengan hadits yang menjelaskan lupa sebagai penyebab meninggalkannya shalat sudah
disebutkan di atas, dalam pembahasan tidur atau tertidur sebagai salah satu penyebab
meninggalkan shalat.
Shalat qadha bagaikan hutang yang harus dibayar oleh siapa pun yang menginggalkan shalat pada
waktu yang ditentukan.
◆◆_______________◆◆◆_____________◆◆
◆◆SYARAT SHOLAT◆◆
Syuruuthush-Sholaati Tsamaaniyyatun :
Ath-Thohaarotu ‘Anil Hadatsaini Al-Ashghori Wal Akbari,
Wath-Thohaarotu ‘Aninnajaasati Fits-tsaubi Walbadani Wal Makaani ,
Wasatrul ‘Auroti ,
Wastiqbaalul Qiblati ,
Wadukhuulul Waqti ,
Wal’ilmu Bifardhiyyatihaa ,
Wa An Laa Ya’taqida Fardhon Min Furuudhihaa Sunnatan , wajtinaabul Mubathilaati.
Al-Ahdatsu Itsnani :
Ashghoru Wa Akbaru,
Al-Ashghoru
40
Maa Awjabal Wudhuua
Wal Akbaru Maa Awjabal Ghosla.
Al-’Aurootu Arba’un:
‘Auroturrojuli Muthlaqon Wal Amati Fishsholaati Maa Bainassurroti Warrukbati ,
Wa ‘Aurotul Hurroti Wal Amati ‘Indal Ajaanibi Jamii’ul Badani Wa ‘Inda Mahaarimihaa Wannisaai
Maa Bainassurroti Warrukbati.
Karena itu, sah dan tidaknya shalat sangat tergantung pada terpenuhinya syarat dan rukun yang
telah ditentukan.
41
yaitu hadats kecil seperti kecing dan berak, dan hadats besar seperti keluar seperma (mani) akibat
bersetubuh suami-istri atau dengan sebab yang lainnya, seperti bermimpi, dll.,
yang diharuskan mandi junub.
Syarat kedua, suci dari najis dalam pakean, badan dan tempat seseorang yang melaksanakan
shalat.
Yang dimaksud dengan najis tersebut adalah najis yang la yu’fa ‘anhu (tidak bisa dimaklumi menurut
syariah).
Kedua, najis yang dapat dimaklumi menurut syariat baik di baju atau pun di pakean. Seperti najis
yang tidak bisa dilihat dengan penglihatan yang wajar dan biasa.
Artinya dilihat dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat pembesar, seperti Miskroskup, dll.
Ketiga, najis yang tidak dapat dimaklumi menurut syariat jika menempel dalam pakean tapi
dimaklumi (ma’fu) jika berada di dalam air, seperti darah yang sedikit.
Karena darah sedikit dapat dengan mudah dihilangkan dengan air.
Dan jika menempel di baju, akan mengerahkan tenaga dengan susah payah menghilangkannya dan
akan bisa jadi merusak baju akibat terus terusan dibasuh.
Termasuk jenis najis tersebut juga adalah sisa-sisa istinja (bersuci dengan menggunakan batu),
maka dimaklumi atau dimaafkan jika masih ada di badan dan pakean, meskipun sisa-sisa tersebut
terbasahi oleh keringat dan terbawa mengalir dan mengenai pakean.
Tapi sisa-sisa istinja tersebut tidak bisa dimaklumi jika berada di dalam air.
Keempat, najis yang dimaklumi jika ada di dalam air, tapi tidak dimaklumi jika menempel di pakean.
Jenis najis tersebut seperti bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir, seperti Kutu
(Tuma),
sehingga jika seseorang dengan sengaja pada saat shalatnya membawa Kutu di dalam pakeannya
maka shalatnya batal, alias tidak bisa dianggap sah.
Termasuk dalam jenis najis tersebut adalah pantatnya burung yang terdapat najis yang menempel
dan burung tersebut jatuh ke dalam air, maka burung tersebut tidak bisa dikatakan menajiskan air.
Dengan kata lain airnya masih dianggap suci.
Akan tetapi berbeda dengan pantat manusia.
Jika seseorang yang pantatnya terkena najis,
maka shalatnya tidak sah.
Menurut Imam as-Syihab ar-Ramly bahwa batasan sedikit dan banyaknya najis dapat diketahui
menurut pandangan umum (‘urf), yang menyatakan bahwa jika najis tidak susah terdeteksi dan
susah dihindarinya maka termasuk najis yang sedikit (qalyl),
42
jika lebih dari itu (baca, mudah terdeteksi, jelas dan mudah untuk dihindarinya) maka termasuk najis
yang banyak (katsir). Sebab pada dasarnya najis sedikit yang dapat dimaklumi oleh syariat (ma’fu
‘anhu) adalah karena susah untuk dihindari (ta’adzuri al-ikhtiraz).
Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa batasan banyaknya najis adalah batasan dimana
seseorang dapat melihatnya dengan jelas tanpa mengangan-angan, memikirkan dan menelitinya.
Sedangkan aurat bagi perempuan yang wajib ditutup adalah sekujur tubuhnya kecuali wajah dan
kedua telapak tangannya.
Orang yang hendak melaksanakan shalat harus menutupi auratnya, meski shalat di kegelapan
malam atau berada di tempat yang sepi.
Dan disunahkan bagi seorang yang melaksanakan shalat dengan menggunakan pakian yang terbaik
yang dimilikinya.
“Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan
memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram.
Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-
kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.
Dalam ayat tersebut Allah telah memerintahkan lebih dari satu kali memerintahkan kita untuk
menghadap kiblat.
Dan ayat tersebut dipertegas dengan ayat yang lain, sebagaimana Allah berfirman;
43
اخ َش ْونِي َوُأِل ِت َّم نِعْ َمتِي عَ لَ ْي ُك ْم َولَعَ لَّ ُك ْم ِ ْث مَا ُك ْن ُت ْم َف َولُّوا وُ جُو َه ُك ْم َش ْطرَ هُ لَِئ اَّل َي ُكونَ لِل َّن
ْ اس عَ لَ ْي ُك ْم حُجَّ ٌة ِإاَّل الَّذِينَ َظلَمُوا ِم ْن ُه ْم فَاَل َت ْخ َش ْو ُه ْم َو ُ ْالحَ رَ ام َوحَ ي
ِ
َ
َت ْهت ُدون َ
“Dan dimana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram;
sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu.
Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan darimana saja kamu keluar,
maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram.
Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada
hujjah manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dzalim di antara mereka.
Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu.
Dan agar kesempurnaan nikmatKu atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”.
Sebagaimana dalam persoalan menghadap Kiblat, ada dua keadaan yang mana seorang yang
melaksanakan shalat diperbolehkan untuk tidak menghadap Kiblat.
Pertama, keadaan seseorang yang teramat mencekam dalam bayang-bayang ketakutan (syadzid al-
khauf).
Seperti kondisi peperangan, dimana jika memaksakan kehendak untuk berusaha menghadap Kiblat,
maka akan tertangkap basah oleh musuh dan nyawa pun akan melayang,
Kondisi seperti inilah yang membolehkan seseorang shalat tidak menghadap Kiblat.
Kedua, shalat sunah yang dilaksanakan dalam kondisi bepergian yang diperbolehkan menurut
syariat.
Dengan kata lain, perjalanan tidak dalam keadaan atau demi mencapai tujuan yang bernuansa
maksiat.
Ketahuilah bahwa terdapat empat derajat kiblat, sesuai dengan kadar dan cara mengetahui
eksistensinya.
Pertama, seseorang yang benar-benar melihat dan mengetahui secara langsung Kiblat.
Kedua, mengetahui Kiblat dari informasi seorang yang dapat dipercaya, seperti ia mengatakan; aku
melihat sendiri Kiblat.
44
Syarat shalat yang kelima,
masuk waktu.
Mengetahui masuknya waktu secara yakin benar-benar mengetahui secara persis, atau dengan
praduga (dhzan) melalui ijtihad yang sungguh-sungguh.
Ada tiga tingkatan dalam mengetahui masuknya waktu shalat.
Pertama, mengetahui sendiri secara langsung, atau mengetahui dari informasi seseorang yang
dapat dipercaya, atau melihat petunjuk Bencet yang benar dan tidak rusak, atau mengetahui melalui
petunjuk bayang-bayang matahari, atau jam dan Kompas.
Termasuk juga adzan seorang muadzin termasuk petunjuk yang dapat mengetahui masuknya waktu
shalat.
Kedua, ijtihat melalui penggalian al-Quran, belajar, mengkaji ilmu, atau menganalisa melalui
fenomena alam, seperti kokok Ayam di pagi hari. Harus diteliti apakah kokok ayam telah
menunjukkan waktu subuh sudah masuk atau belum.
Maka tidak boleh mengikuti kokok ayah dengan tanpa diteliti dan berijtihan terlebih dahulu.
Ketiga, taklid pada seorang mujtahid. Maka jiaka seseorang mampu berijtihan sendiri, maka tidak
boleh mengikuti ijtihan orang lain.
Dengan syarat ia dalam kondisi dapat melihat.
Sementara bagi orang yang buta harus taklid pada mujtahid, meski ia sebenarnya mampu berijtihad.
Karena kebutaannya itu lah sehingga mengakibatkan ia tidak mampu meneliti secara komprehensip
dan seksama atas sesuatu.
Syarat Shalat yang keenam adalah mengetahui kefardhuan shalat. Artinya bahwa shalat lima waktu
itu diketahui dan diyakini sebagai shalat yang wajib dilaksanakan bagi seluruh umat Islam.
Syarat shalat yang ketujuh adalah tidak meyakini shalat fardhu sebagai pekerjaan yang disunahkan.
Syarat shalat yang kedelapan adalah menjauhi segala sesuatu yang membatalkan shalat.
Hadats ada dua, hadats kecil dan hadats besar.
Hadats kecil adalah hadas yang telah mewajibkan wudhu, seperti kentut. Sedangkan hadas besar
adalah hadas yang mewajibkan mandi, seperti Junub, haid, nifas, dan melahirkan.
Batasan aurat terdapat empat macam.
Pertama, aurat laki-laki secara mutlak, baik dalam shalat atau di luar shata, dan budak pada saat
45
shalat adalah anggauta badan di antara pusar sampai dengan lutut.
Kedua, aurat perempuan merdeka pada saat shalat adalah sekujur badan kecuali wajah dan kedua
telapak tangan.
Ketiga, aurat perempuan merdeka dan amat (budak) pada saat di hadapan laki-laki lain adalah
seluruh badannya.
Dan keempat, aurat perempuan merdeka dan amat pada saat di hadapan mahramnya atau di
hadapan peremuan lain adalah anggauta badan di antara pusar sampai dengan lutut.
◆◆◆◆◆◆◆
RUKUN SOLAT
االول النية
Al-Awwalu Anniyyatu
الرابع قراءتالفاتحة
46
Ar-Roobi’u Qirooatul Faatihati
الخامس الركع
Al-Khoomisu Ar-Rukuu’u
تلسابع االعتدل
As-Saabi’u Al-’Itidaalu
الخامس عشر الصالة علي النبي صلي هللا عليه والسالم فيه
Al-Khoomisu ‘Asyaro Ashsholaatu ‘Alannabiyyi Shollallaahu ‘Alaihi Wasallama Fiihi
47
yg ketiga berdiri atas orang yg mampu,
yg keempat membaca Fatihah,
yg kelima ruku’
yg keenam tuma’ninah di dalam ruku’
yg ketujuh i’tidal
yg kedelapan tuma’ninah di dalam i’tidal,
yg kesembilan sujud 2 kali
yg kesepuluh tuma’ninah di dalam sujud,
yg kesebelas duduk antara 2 sujud,
yg kedua belas tuma’ninah di dalam duduk antara 2 sujud,
yg ketiga belas tasyahhud akhir,
yg keempat belas duduk di dalam tasyahhud akhir,
yg kelima belas sholawat atas Nabi SAW,
yg keenam belas salam,
yg ketujuh belas tertib
Rukun Shalat
Rukun shalat ada tujuh belas.
Pertama, niat.
Tempat niat adalah di hati.
Dan niat dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan pertama dalam shalat, yaitu takbirat al-ihram.
Sedangkan melafadzkan niat dengan lisan adalah disunahkan demi membantu kehadiran niat di
dalam hati. Tapi melafadzkan dengan lisan tidak wajib dilakukan.
Ketiga, berdiri bagi orang yang mampu mengerjakan shalat fardhu dengan berdiri.
Dalil yang dijadikan sebagai dasar pijakan hukum bahwa berdiri adalah salah satu syarat shalat
adalah sebuah perkataan Nabi Muhammad SAW kepada
‘Imran bin Husyen pada saat ‘Imran terserang penyakit ambeyen;
“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah. Jika tidak mampu duduk, maka tidur
lah”.
Hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari.
Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasai ada tambahan redaksi bahwa,
“jika tidak mampu, maka terlentanglah.
Sebab Allah tidak membebani makhluknya, justru Allah memberikan leleluasaan dan kelapangan
bagi hambanya untuk beribadah sesuai dengan kadar kemampuannya”.
48
Jelas bahwa dalam Islam, sungguh sangat lentur dan kompromistis dalam menetapkan rumusan
hukum dan kondisional.
َولَ َق ْد َآ َت ْي َناكَ سَ ْبعًا مِنَ ْال َم َثانِي َو ْالقُرْ َآنَ ْالعَ ظِ ي َم
“Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan
al-Quran yang agung”. (QS. Al-Hujarat: 87).
Sebagian besar para ulama menafsirkan mab’u al-matsani yang terdapat dalam ayat tersebut adalah
surah al-fatihah.
Sebagaimana menurut Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitab tafsirnya yaitu Mafatih al-Ghayb atau
Tafsir al-kabir menjelaskan bahwa;
سبعا ً من المثاني مفهومه سبعة أشياء من جنس األشياء التي تثنى وال شك أن هذا القدر مجمل وال سبيل إلى تعيينه إال: إذا عرفت هذا فنقول
إنه فاتحة الكتاب وهو قول عمر وعلي وابن مسعود وأبي هريرة والحسن: وهو قول أكثر المفسرين: األول: بدليل منفصل وللناس فيه أقوال
هي السبع المثاني رواه أبو: وروي أن النبي صلى هللا عليه وسلم قرأ الفاتحة وقال، وأبي العالية ومجاهد والضحاك وسعيد بن جبير وقتادة
أنها تثنى في كل صالة: األول: وأما السبب في تسميتها بالمثاني فوجوه، والسبب في وقوع هذا االسم على الفاتحة أنها سبع آيات، هريرة
ألنها، سميت آيات الفاتحة مثاني: الثالث. سميت مثاني ألنها يثنى بعدها ما يقرأ معها: قال الزجاج: والثاني. بمعنى أنها تقرأ في كل ركعة
» « يقول هللا تعالى قسمت الصالة بيني وبين عبدي نصفين: والدليل عليه ما روي أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال، قسمت قسمين اثنين
والنصف الثاني حق، وأيضا ً النصف األول منها حق الربوبية وهو الثناء، سميت مثاني ألنها قسمان ثناء ودعاء: الرابع. والحديث مشهور
: السادس. ألنها نزلت مرتين مرة بمكة في أوائل ما نزل من القرآن ومرة بالمدينة، سميت الفاتحة بالمثاني: الخامس. العبودية وهو الدعاء
اط الذينَ َ ] { ِإيَّاكَ َنعْ ُب ُد َوِإيَّاكَ َنسْ َتعِينُ * اهدنا الصراط المستقيم * صِ ر3 : { الرحمن الرحيم } [ الفاتحة: ألن كلماتها مثناة مثل، سميت بالمثاني
سميت الفاتحة بالمثاني: قال الزجاج: السابع. ) ( غير المغضوب عليهم وغير الضالين: ] وفي قراءة عمر7-5 : َأ ْنعَ مْ تَ عَ لَي ِْه ْم } [ الفاتحة
الشتمالها على الثناء على هللا تعالى وهو حمد هللا وتوحيده وملكه.
Jika kita simak ungkapan tersebut bahwa terdapat banyak sekali penafsir yang berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan sab’u al-matsani adalah fatihah al-kitab atau surah al-fatihah, seperti
pendapat sahabat Umar, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, al-Hasan, Aby Tsa’labah,
Mujahid, al-Dlahhak, Sa’id bin Jabir dan Qatadah telah meriwayatkan hadits yang menyatakan
bahwa sesungguhnya Nabi membaca al-fatihah dan beliau berkata;
sesungguhnya surah al-fatihah ini adalah as-sab’u al-matsany, diriwayatkan oleh Abu hurairah.
Sebab surah al-fatihah dinamakan itu karena al-fatihah terdiri dari tujuh ayat, yaitu as-sab’u.
49
Sedangkan dinamakan dengan al-matsani terdapat beberapa aspek,
pertama, karena surah al-fatihah selalu dibaca di setiap rakaat dalam shalat.
Ketiga, sebab al-fatihah di dalamnya terbagi menjadi dua bagian, sebagaimana yang diriwayatkan
dalam hadits bahwa Nabi berkata bahwa
“Allah mengatakan bahwa aku bagi shalat, yaitu sebagian adalah bagianKu dan sebagian yang lain
untuk hambaKu”.
Keempat, dinamakan dengan al-matsani sebab di dalamnya terdapat dua bagian, yaitu tsana’ (pujian
dan sanjungan) dan doa, sebagian hak Tuhan (rububiyah) yaitu tsana’ (pujian) dan sebagian lagi hak
hamba (‘ubudiyah) yaitu doa. Kelima, al-fatihah dinamakan dengan matsani sebab sebagian ayatnya
diturunkan di Makkah dan sebagian lagi di Madinah.
Keenam, dinamakan dengan al-matsani sebab dalam ayat-ayatnya terdapat dua kalimat yang dobel
seperti ar-rahman dan ar-rahim, atau iyyaka na’butdzu dan iyyaka nasta’in, dll.
Terdapat banyak hadits Nabi yang menegaskan akan kewajiban membaca al-fatihah dalam shalat.
Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang edua menyatakan
bahwa Nabi berkata
“Tidak ada shalat (baca tidak sah) bagi seseorang yang tidak membaca al-fatihah”.
Dan hadits Nabi lain yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi mengatakan
“Barang siapa yang melaksanakan shalat tidak membaca Ummul-Quran (induk al-quran, yaitu al-
fatihah)
maka shalatnya tidak bisa dianggap sempurna”.
Tata cara ruku’ yaitu pertama, meletakkan kedua tepalak tangannya pada kedua lutut.
Kelima, membentangkan dan meluruskan punggung sampai selurus papan tulis atau dapat
50
diibaratkan jika punggung itu dituangkan air dari atasnya maka tidak akan tumpah.
Keenam, membungkukkan punggung tidak terlalu kebawah dan tidak pula mendongkak terlalu ke
atas. Tapi di tengah-tengah di antara keduanya.
Syarat shalat yang keenam, tuma’ninah (diam dan bersahaja sejenak) dalam ruku’.
Pada saat tuma’ninan, seseorang disunahkan membaca subhana rabbiya al-‘adhim wa bihamdihi
(maha suci Tuhanku yang maha agung) minimal satu kali bacaan, dan lebih baiknya dibaca
sebanyak tiga kali bacaan.
Syarat kesebelas, duduk di antara dua sujud. Pada saat duduk di antara dua sujud disunahkan
membaca doa
“Rabby ighfirly warhamny wajburny warfa’ny warzuqny wahdhiny wa’afiny wa’fu ‘anny”
Salam pertama hukumnya wajib, karena termasuk syarat shalat. Sedangkan salam kedua hukumnya
51
sunnah.
Jadi segenap pekerjaan shalat harus sesuai dengan shalat Nabi. Sedangkan shalat yang dikerjakan
Nabi dilaksanakan secara tartib. Maka setiap orang yang mengerjakan shalat pun harus tartib
sebagaimana Nabi mengerjakan shalat.
NIAT SHALAT
الفعل أصلي
والتعيين ظهرا او عصرا
والفرصية فرضا
Niat itu 3 derajat , jika adalah sholat itu fardhu maka wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin dan Fardhiyyah ,
52
dan jika adalah sholat itu sunah yg ditentukan waktunya atau memiliki sebab maka wajib Qoshdu Fi’il
dan Ta’yin ,
dan jika adalah sholat itu sunah mutlak maka wajib Qoshdu Fi’il saja
Al-’Fi’lu yaitu kalimat Usholli , dan Ta’yin yaitu kalimat Zhuhur atau ‘Ashar , dan Fardhiyyah yaitu
kalimat Fardhon.
3 derajat Niat
Ada 3 derajat niat.
Pertama, menyengaja mengerjakan seperti mengerjakan shalat dihadirkan di dalam hati untuk
membedakan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
Kedua, menentukan (ta’yin) seperti shalat harus ditentukan shalat dzuhur, asar, dll.,
agar dibedakan dengan shalat-shalat lainnya.
Jika shalat sunnah yang dibatasi waktu, seperti sunnah rawatib atau shalat yang mempunyai sebab
seperti shalat Istisqa’ (shalat yang demi mengharapkan curahan hujan) pada musim kemarau, maka
dalam niat wajib dua hal, yaitu menyengaja (qashdhu) dan ta’yin (menentukan).
Jika shalat sunnah mutlak, maka diwajibkan dalam niatnya hanya satu hal, yaitu niat mengerjakan
saja, tidak diwajibkan untuk menentukan jenis pekerjaannya. Yang dimaksud dengan shalat sunnah
mutlak adalah shalat yang dikerjakan tanpa ditentukan waktunya dan dilaksanakan dengan tanpa
ada sebab tertentu yang memotivasinya.
53
Syarat-syarat takbirotul ihrom itu ada16 :
●bahwa jatuhnya takbirotul ihrom pada ketika berdiri pada fardhu
●dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan bahasa Arab ,
●dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan lafaz Allah dan lafaz Akbar ,
●dan tertib antara 2 lafaz , dan bahwa tidak memanjangkan ●huruf hamzah lafaz Allah,
●dan tidak memanjangkan huruf ba pada lafaz Akbar ,
●dan bahwa tidak mentasydidkan huruf ba ,
●dan bahwa tidak menambah huruf wawu yg mati atau yg berharokat antara2 kalimat ,
●dan bahwa tidak menambah huruf wawu sebelum lafaz Allah
●dan bahwa tidak berhenti antara 2 kalimat takbir dengan berhenti yg panjang,
●dan tidak pula yg pendek ,
●dan bahwa ia memperdengarkan dirinya akan seluruh huruf-huruf Allahu Akbar,
●dan masuk waktu pada sholat yg ditentukan waktunya
●dan menjatuhkan takbirotul ihrom ketika menghadap kiblat,
●dan bahwa mencampur dengan satu huruf daripada huruf-huruf takbir,
●mengakhirkan takbir ma’mum daripada takbir imam
◆Pertama, dikumandangkan pada saat berdiri tegak dan tetap pada saat harus dikumandangkan.
◆Kedua, dikumandangkan atau diucakpan takbir dengan menggunakan bahasa Arab bagi yang
mampu.
Jika ada seseorang yang tidak mampu takbir dengan menggunakan bahasa Arab, maka
diperbolehkan dengan menggunakan bahasa negaranya sebagai terjemahan dari takbir.
◆Ketiga, harus dengan kalimat jalalah, yaitu kalimat Allah, seperti biasa dikumandangkan dengan
Allahu Akbar. Dengan demikian tidak sah jika diganti dengan semisal kalimat Ar-rahmanu Akbar,
atau yang lainnya.
◆Keempat, harus menggunakan kalimat Allahu Akbar (Allah maha besar). Dengan demikian tidak
sah jika diganti dengan menggunakan kalimat Allahu kabir (Allah besar), sebab akan menghilangkan
keagungan dan kebesaranNya.
◆Kelima, kedua kalimat Allah dan Akbar harus diucapkan secara tartib, tidak boleh disela-selai
dengan kalimat lain atau berdiam cukup lama.
◆Keenam, tidak boleh membaca panjang huruf hanzah dari kalimat jalalah. Sebab akan merubah
kedudukan kalimat dan akan merubah makna, yang tadinya Allah menjadi kalimat pertannyaan atau
54
istifham.
◆Ketujuh, tidak boleh membaca panjang huruf ba kalimat Akbar. Jika dibaca panjang huruf ba’ yang
ada pada kalimat Akbar, maka shalatnya tidak sah. Sebab jika dibaca panjang, akan merubah
muatan maknanya.
Yaitu jika hamzahnya dibaca fathah, maka akbar yang ba’-nya dibaca panjang bermakna salah satu
nama kendang besar; dan jika hamzahnya dibaca kasrah, maka berarti mengandung makna salah
satu nama bagi nama-nama haidl..
◆Kesembilan, tidak boleh menambahkan huruf wawu baik berharakat atau tidak di antara kedua
kalimat antara kalimat Allah dan Akbar.
Jika ditambahi, semisal Allah wa Akbar, maka shalatnya tidak sah.
◆Kesepuluh, tidak boleh menambahkan huruf wawu sebelum kalimat jalalah, yaitu Allah. Jika
ditambahkan huruf Wawu sebelum kalimat Allah, menjadi Wa Allahu Akbar, maka shalatnya tidak
sah.
◆Kesebelas, tidak boleh berhenti cukup lama atau sebentar di antara kedua kalimat Allah dan
Akbar. Namun tidak menjadi soal jika hendak menambahkan huruf AL ta’rif pada kalimat Akbar,
menjadi dibaca Allahu Al-Akbar, maka tidah membatalkan shalat.
◆Kedua belas. Membaca seluruh huruf-huruf kalimat yang dikumandangkan harus dapat didengar
oleh telinganya sendiri. Hal ini jika pendengarannya sehat, tidak dalam kondisi sakit telinga, dan
tidak ada suara bising atau gaduh yang dapat menenggelamkan suaranya.
Jika ada gangguan dalam kupingnya atau ada suara gaduh dan bising, maka harus menaikkan
volume suaranya tinggi-tinggi agar dapat didengar oleh kupingnya sendiri.
Jika seseorang gagu maka cukup dengan menggerakkan bibir dan mulutnya.
◆Ketiga belas, memasuki waktu shalat bagi shalat fardhu yang lima waktu dan bagi shalat sunnah
yang ditentukan waktunya.
◆Kelima belas, tidak boleh merusak salah satu huruf yang terdapat dalam kalimat takbiratul Ihram,
◆Keenam belas, mengakhirkan takbirnya makmum dari takbirnya imam pada saat shalat
berjamaah. Jika takbir makmum dan imam bersamaan atau takbir makmum mendahului dari
takbirnya imam maka shalatnya tidak sah.
••••••
••••••
55
SYARAT FATIHAH
SYARAT2 MEMBACA FATIHAH DALAM SHOLAT
Ketiga, menjaga secara keseluruhan huruf-huruf yang terdapat dalam surah al-fatihah.
Diketahui bahwa huruf yang ada dalam surah al-fatihah berjumlah 138 huruf, dan semuanya harus
dijaga dengan cara membacanya yang benar dan sesuai dengan tempat dan letaknya huruf-huruf itu
56
keluar dari mulut dan tenggorokan seseorang (makharij al-huruf).
Keempat, menjaga bacaan tasydid yang ada di segenap huruf-huruf surah al-fatihah.
Keenam, membaca seluruh ayat-ayat yang ada di dalam surah al-fatihah, dan di antara yang
termasuk dalam surah al-fatihah adalah ayat Basmalah.
Sebab Nabi sendiri menganggap Basmalah sebagai bagian dari ayat dari surah al-fatihah,
diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim dan keduanya menilai bahwa hadits tersebut adalah
sahih.
Ketujuh, tidak boleh membaca ayat-ayat secara pelo yang dapat merusak makna yang terkandung di
dalam kalimat-kalimat yang ada dalam ayat.
Sebab berubahnya cara baca akan merubah kanduangan maknanya.
Kedelapan, membaca dengan cara berdiri pada saat melaksanakan shalat fardhu.
Sudah barang tentu persyaratan ini bagi orang-orang yang mampu melaksanannya.
Kesembilan, seseorang dapat mendengarkan seluruh bacaannya secara komprehensif dari awal
sampai akhir.
Kesepuluh, tidak boleh menyisipkan atau menyela-nyelai bacaan dzikir lain di tengah-tengah bacaan
ayat-ayat al-fatihah. Kecuali dzikir yang ada kaitannya dengan kemaslahatan shalat, seperti bacaan
amin bagi makmum yang sedang berjamaah.
فصل
قشديدات الفاتحة اربع عشرة
Bismillaahi Fauqollaami,
الرحمن
57
Arrohmaani Fauqorroo-i،
الحيم
Arrohiimi Fauqorroo-i،
الحدهلل
Alhamdulillaahi Fauqo laamil jalaalah,
رب العالمين
Robbil'Aalamiin Fauqol ba,
ملك يومالدين
Maaliki Yaumiddiini Fauqoddaali،
اياك نعبد
Iyyaaka Na’budu Fauqol Yaa-i،
واياك نستعين
Waiyyaaka Nasta’iinu Fauqol Yaa-i,
اهدناالصراط المستقيم
Ihdinashshiroothol Mustaqiima Fauqoshsoodi،
صرط الذين
Shirootolladziina Fauqollaami،
58
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Bacaan Tasydzid surah al-fatihah
Kedua, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-Rahman.
Ketiga, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahim.
Keempat, membaca tasydid Lam jalalah yang ada dalam kalimat Alhamdulil-lah.
Kelima, membaca tasydid huruf ba’ yang ada di dalam kalimat Rabbil-‘alamin.
Keenam, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahman.
Ketujuh, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahim.
Kedelapan, membaca tasydid huruf dhal yang ada dalam kalimat Maliki yaumid-din.
Kesembilan, membaca tasydid hurud ya’ yang ada dalam kalimat iyyaka na’budu.
Kesepuluh, membaca tasydid huruf ya’ yang ada dalam kalimat iyyaka nasta’in.
Kesebelas, membaca tasydid huruf shad yang ada dalam kalimat Ihdinas-shirat al-mustaqim.
Kedua belas, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat Shiratal-Ladzina.
Ketiga belas, membaca tasydid huruf Dhad yang ada dalam kalimat An’amta ‘alaihim ghayril
maghdhubi ‘alaihim walad-dzallin.
Keempat belas, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat An’amta ‘alaihim ghayril
maghdhubi ‘alaihim walad-dzallin.
59
وندالركوع
وعنداالعتدال
وعندالقيام من التشهداالول
SUNNAH TAKBIR
Yusannu Rof’ul Yadaini Fii Arba’ati Mawaadhi’a:
Inda Takbiirotil Ihroomi,
Wa’indarrukuu’i,
Wa’indal I’tidaali,
Wa’indal Qiyaami Minattasyahhudil Awwali,
60
●وان تكون جبهته مكثوفة
●والتحامل برأسه
●و عدم الحهوى لغيره
●وان ال يسجد على شئ يتحرك بحركته
●وارتفاع أسافله على أعاليه
●والطممأنينة فيه
SYARAT SUJUD
Syuruuthussujuudi Sab’atun :
1)An Yasjuda ‘Alaa Sab’ati A’dhooin,
2)Wa An Takuuna Jabhatuhu Maksyuufatan,
3)Wattahaamulu Biro’sihi,
4)Wa ‘Adamul Huwiyyi Lighoyrihi,
5)Wa An Laa Yasjuda ‘Alaa Syain Yataharroku Biharokatihi, 6)Wartifaa’u Asaafilihi ‘Alaa A’aaliihi،
7)Waththuma’niinatu Fiihi،
اعضاءالسجود سبعة
الجبهة
وبطون الكفين
وركبتين
وبطون االصابع الرجلين
A’Dhooussujuudi Sab’atun :
Al-Jabhatu،
Wabuthuunul Kaffaini،
Warrukbataini،
Wabuthuunul Ashoobi’irrijlaini.
61
5)dan bahwa ia tidak sujud di atas sesuatu yg bergerak dengan geraknya,
Syarat Sujud
Syarat sujud ada tujuh.
Pertama, sujud di atas tujuh anggauta badan.
Karena ada penjelasan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa
Rasulullah mengatakan
“aku telah diperintahkan sujud di atas ketujuh anggauta badan, yaitu kening kepala (jidat), kedua
telapak tangan, kedua lutut, pucuk-pucuk jari kedua telapak kaki.”
Hadits yang telah diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim.
Kedua,
keningnya harus terbuka, tidak boleh tertutut kecuali ada udzur, seperti di kening tumbuh rambut
atau ada perban di kepala yang telah menutupi kening dengan sekiranya jika perban tersebut
dicopot akan membahayakan pada kesehatannya.
Ketiga,
meletakkan kepalanya dengan sekiranya keningnya benar-benar menempel pada tempat sujud.
Keempat,
tidak ada niat selian sujud.
Kelima,
tidak sujud di atas sesuatu yang dapat bergerak dengan sebab pergerakan sujudnya seseorang.
Keenam,
62
mengangkat dan meletakkan anggauta bawah, yaitu pantan di atas anggauta atas yaitu kepala.
Dengan kata lain, meletakkan pantat di atas dan meletakkan kepala di bawah.
Ketujuh,
tuma’ninah dalam sujud.
Artinya meletakkan ketujuh anggauta dalam satu waktu secara bersamaan.
(Khatimah);
Ada tujuh anggota sujud, yaitu :
◆pertama, kening kepala (jidat).
◆Kedua dan ketiga, kedua telapak tangan.
◆Keempat dan kelima, kedua lutut.
◆Keenam dan ketujuh, pucuk-pucuk jari-jemari kedua telapak kaki.
Assalaamu ‘Alassiini,
63
‘Alaika Ayyuhannabiyyu ‘Alalyaa-i Wannuuni Walyaa-i ,
Warohmatullaahi ‘Alaa Laamil Jalaalati,
Wabarokaatuhu Assalaamu ‘Alassiini ,
‘Alainaa Wa’alaa ‘Ibaadillaahi ‘Alaa Laamil Jalaalati,
Ash-Shoolihiina ‘Alashshoodi,
Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaahu ‘Alaa Lam Alif Walaamil Jalaalati,
Wa Asyhadu Anna ‘Alannuuni,
Muhammadarrosuulullaahi ‘Alaa Mimi Muhammadin Wa ‘Alarroo-i Wa ‘Alaa Laamil Jalaalati.
Membaca tasydidi huruf tha’ dan ya’ yang ada dalam kalimat at-thayyibat.
64
Membaca tasydid huruf lam jalalalah yang ada dalam kalimat Lil-lahi.
Membaca tasydid huruf ya’, nun, dan ya’ yang ada dalam kalimat ‘alaika ayyuhan-nabiyyu.
Membaca tasydid huruf lam jalalah yang ada dalam kalimat warahmatullah.
Membaca tasydid huruf lam jalalah yang ada dalam kalimat ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillah.
Membaca tasydid huruf lam alif dan lam jalalah yang ada dalam kalimat illa-llah.
Membaca tasydid huruf nun yang ada dalam kalimat wa asyhadu anna.
Membaca tasydid huruf mim, ra’ dan lam yang ada dalam kalimat
Muhammadar-rasulullah.
TASYDID SHALAWAT
فصل
تشديدات اقل الصﻻة على النبى اربع
اللهم على اﻻم و الميم
صل على اﻻم
على محمد على الميم
TASYDID SHALAWAT
Tasydiidaatu Aqollishsolaati ‘Alannabiyyi Shollallaahu ‘Alaihi wasallama Arbaatun :
Allaahumma ‘Alallaami Wal Miimi,
Sholli ‘Alallaami ,
‘Alaa Muhammadin ‘Alal Miimi
Sekurang-kurangnya Tasydid pada sholawat atas Nabi SAW yaitu 4 : Lafazh Allaahumma diatas
Huruf Lam dan Huruf Mim ,
Lafazh Sholli diatas Huruf Lam,
Lafazh ‘Ala Muhammadin diatas Huruf Mim
65
Membaca tasydid lam dan mim yang ada dalam kalimat Allahumma.
Membaca tasydid huruf lam yang ada dalam kalimat Shalli.
Membaca tasydid huruf mim yang ada dalam kalimat ‘ala Muhammad.
TASYDID SALAM
WAKTU SHOLAT
فصل
اوقات الصالة خمس:
اول وقت الظهر زوال الشمس واخره مسيرظل كل شئ مثلهغيرظل اﻻستوإ
واول وقت العصر اذا صار ظل كل شئ مثله وزادقليﻻ واخره غروب الشمس
واول وقت العشاء غروب الشفق اﻻحمر واخره طلع الفجر الصادق
WAKTU SHOLAT
Awqootushsholaati Khomsun :
◆Awwalu Waqtizhzhuhri Zawaalusysyamsi Wa Aakhiruhu Mashiiru Zhilli Kulli Syaiin Mitslahu
Ghoyro Zhillil Istiwaa-i،
◆Wa Awwalu Waqtil ‘Ashri Idzaa Shooro Zhillu Kulli Syaiin Mitslahu Wazaada Qoliilan Wa
Aakhiruhu Ghuruubusysyamsi ,
66
◆Wa Awwalu Waqtil Maghribi Ghuruubusysyamsi Wa Aakhiruhu Ghuruubusysyafaqil Ahmari ,
الشفاق ثﻻثة:
احمر
واصفر
وابيض
Al-Asyfaaqu Tsalaatsatun :
Ahmaru, Wa Ashfaru,
Wa Abyadhu,
Al-Ahmaru Maghribun Wal-Ashfaru Wal-Abyadhu ‘Isyaa-un.
Wa YUndabu Ta’khiiru Sholaatil ‘Isyaa-i Ilaa An Yaghiibasysyafaqul Ashfaru Wal Abyadhu.
Al-Asyfaaqu Tsalaatsatun :
Ahmaru , Wa Ashfaru , Wa Abyadhu.
Al-Ahmaru Maghribun Wal-Ashfaru Wal-Abyadhu ‘Isyaa-un.
Wa YUndabu Ta’khiiru Sholaatil ‘Isyaa-i Ilaa An Yaghiibasysyafaqul Ashfaru Wal Abyadhu
◆dan awal waktu Ashar yaitu apabila jadi bayang-bayang tiap-tiap sesuatu akan misalnya dan
bertambah sedikit dan akhirnya terbenam matahari ,
◆dan awal waktu Maghrib yaitu terbenam matahari dan akhirnya terbenam syafaq merah ,
◆dan awal waktu ‘Isya yaitu terbenam syafaq merah dan akhirnya terbit fajar shodiq,
◆dan awal waktu Shubuh yaitu terbit fajar shodiq dan akhirnya terbit matahari .
67
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah,
Waktu shalat fardhu ada lima.
Pertama, permulaan waktu dzuhur yaitu bergesernya matahari dan akhir waktu dzuhur adalah
dengan sekiranya bayangan matahari sama dengan sesuatu yang memiliki bayangan kecuali
bayangan pada waktu istiwa’. Artinya jika ada tongkat yang panjangnya satu meter kemudian
terkana sorot matahari, maka bayangan matahari sama satu meter selaras dengan ukuran
panjangnya tongkat.
Kedua, permulaan waktu ashar adalah ketika bayangan sesuatu sama dengan sesuatu yang
dibayanginya itu dan ada lebihan sedikit. Seperti jika tongkat satu meter maka bayangannya adalah
satu meter, dan ada lebihan sedikit dari satu meter. Dan akhir waktunya adalah tenggelamnya
matahari.
Ketiga, permulaan waktu maghrib adalah tenggelamnya matahari dan akhir waktunya adalah
tenggelamnya mega merah.
Keempat, permulaan waktu Isa bermula dari tenggelamnya mega merah dan akhir waktu adalah
munculnya fajar shadiq.
Kelima, permulaan waktu Subuh bermula dari munculnya fajar shadiq dan akhir waktu subuh
ditandai dengan munculnya matahari.
Jenis mega ada tiga, yaitu mega merah, kuning dan putih. Mega merah adalah tanda memasuki
waktu maghrib. Mega kuning dan putih adalah waktu Isa. Disunahkan mengerjakan shalat Isa di
akhir waktu sampai hilangnya mega kuning dan putih.
Tahrumushsolaatu Allatii Laisa Lahaa Sababun Mutaqoddimun Walaa Muqoorinun Fii Khomsati
Awqootin :
68
‘Inda Thuluu’isysyamsi Hattaa Tartafi’a Qodro Rumhin,
Haram untuk melakukan sholat yang tidak ada baginya sebab yang terdahulu dan tidak juga
bersamaan pada 5 waktu :
dan ketika Istiwa pada selain hari Jum’at hingga tergelincir matahari,
Pertama, haram melaksanakan shalat pada saat munculnya matahari sampai matahari naik ke atas
sekiranya sepanjang tombak.
Yang dimaksud dengan tumbak adalah kira-kira panjangnya tumbak adalah tujuh lengan tangan
manusia.
Kedua, diharamkan shalat di waktu istiwa’ di selain hari Jumat sampai bergesernya matahari.
Ketiga, diharamkan shalat pada saat remang-remangnya matahari sampai lenyapnya matahari.
69
بسم هللا الرحمن الرحيم
DIAMNYA SHALAT
Saktaatushsolaati Sittun :
- Baina Takbiirotil Ihroomi Wadu’aa-il Iftitaahi,
- Wabaina Du’aa-il Iftitaahi Watta’awwudzi،
- Wabainatta’awwudzi Wal Faatihati،
- Wabaina Aakhiril Faatihati Wa Aamiina،
- Wabaina Aamiina Wassuuroti،
- Wabainassuuroti Warrukuu’i.
اني وجهت وجهي للذى فطراسموات واﻻرض حنيفامسلما وما انا من المشركين
ان تلصﻻتي ونسكي ومحيي وممتي هلل رب العالمين ﻵشرك له ز بذالك امرت وانا من المسلمين
"Inny wajjahtu wajhiyalilladzi fatharas-samawati wa al-ardla hanifan musliman wa ma ana min al-
musyrikin inna-shalaty wa nusuky wa mahyaya wa mamaty lilahi rabbil-‘alamina
la syarikalahu wa bi-dzalika umirtu wa ana min al-muslimin”.
70
Kedua,diam di antara doa ta’awwudl dan doa al-iftitah. Disunnahkan membaca doa
اعوذباهلل من الشيطان الجيم
Diam di antara akhir surah al-fatihah dan Amin disunahkan dengan membaca doa
رب اغفرلى
وارحمنى
واجبرنى
وارزقنى
وارفعنى
واهدنى
وعافنى
واعف عنى
“Rabbi ighfir ly,
Warham ny
Wajbur ny
Warzuq ny
Warfa' ny
Wahdi ny
Wa'aafi ny
Wa'fu 'any
WAJIB TUMA'NINAH
TUMA'NINAH
===========
71
افركوع واﻻعتدال والسجود والجلوس بين السجدتين
WAJIB TUMA'NINAH
Al-Arkaanu Allatii Talzamu Fiihaththuma’niinatu Arba’atun :
Arrukuu’u , Wali’tidaalu , Wassujuudu , Waljuluusu Bainassajdataini.
الطماءنينة هي سكون بعدالحركات بحيث يستقر كل عضو محله بقدر سبحن الل
Ath-Thuma’niinatu Hiya Sukuunun Ba’da Harkatin Bihaitsu Yastaqirru Kullu ‘Udhwin Mahallahu
Biqodri Subhaanalloohi.
FASLUN.
ASBAABU SUJUUDIS-SAHWI ARBA’ATUN.
● AL-AWWALU TARKU BA’DLIN MIN AB’AAFLISH-SHALATI AU BA’DLIL-BA’DLI.
● ATS-TSAANI FI’LU MAA YUBTHILU ‘AMDUHU WA LA YUBTHILU SAHWUHU IDZAA FA’ALAHU
NASIYAN.
● ATS-TSAALITSU NAQLU RUKNIN QAULIYYIN ILAA GHAYRI MAHALLIHI.
● AR-RABI’U IY_QO’U RUKNIN FI’LIYYIN MA’A IHTIMAALIHIZ-ZIYADAATI
2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja,
dan tidak membatalkan jika ia lupa.
72
4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.
Sedangkan menurut arti syara’, sahwi yang dimaksudkan adalah melalaikan sesuatu yang tertentu
dari shalat seperti sebagian rukun shalat pada umumnya.
Pertama, sujud sahwi dilakukan dengan sebab meninggalkan sebagian dari sunah-sunah ab’adl
yang ada tujuh.
Kedua, sujud sahwi dilakukan dengan sebab mengerjakan sesuatu yang jika dikerjakan secara
sengaja maka akan dapat membathalkan shalat dan jika dikerjakan karena lupa maka tidak
membatalkan.
Ketiga, sujud sahwi dilakukan dengan sebab memindah satu rukun qauly (bersifat ucapan) pada
tempat yang lain.
Keempat, sujud sahwi dilaksanakan dengan sebab melaksanakan satu rukuh fi’li (bersifat pekerjaan)
dengan anggapan bahwa apa yang telah dikerjakannya merupakan rukun tambahan yang tanpa
sengaja dilakukannya.
AB'ADUSSHALAT
AB'AADUSSHALATI
73
◆WASH-SHOLATU ‘ALAN-NABIYYI SHOLALLOHU'ALAY WA SALAM FIIHI
◆WASH-SHOLATU ‘ALAL-ALI FIT_TASYAHUDIL AKHIRI
◆WA AL-QUNUUTHU
◆WA QIYAMUHU
◆WASH-SHOLATU WAS-SALAMU ‘ALAN-NABIYYI WA ALIHI WA SAHBIHI FIHI
Definisi sunnah ab’adl adalah rukun-rukun shalat yang sunnah dilaksanakan, dan apabila
ditinggalkan dengan sebab lalai atau yang lainnya maka disunnahkan sujud sahwi sebagai ganti dari
rukun yang telah ditinggalkannya tersebut.
Ketiga, membaca shalawat Nabi dalam tasyahhud awal, maksudnya membaca shalawat Nabi
setelah membaca tasyahhud awal.
Jika pada waktu melaksanakan shalat berjamaah, sang imam meninggalkan atau tidak
melaksanakan tasyahhud awal, maka makmum tidak boleh melaksanakan tasyahhud, dan makmum
harus mengikuti imam.
Kelima, membaca qunut dalam shalat subuh dan shalat witir di pertengahan akhir bulan Ramadhan.
Berbeda dengan qunut an-nazilah yang disunnahkan di setiap shalat.
Qunut adalah dzikir tertentu yang di dalamnya mencakup doa dan pujian pada Allah.
Dan qunut tidak ditentukan sighat-nya atau dengan kata lain rangkaian kalimatnya bebas yang
penting di dalamnya mengandung doa dan pujian pada Allah.
74
Seperti Allahumma ighfir ly ya ghafur (Ya Allah ampunilah dosa-dosaku, wahai dzat yang maha
pengampun).
Atau rangkaian doa-doa yang lainnya.
Kata qunut berasal dari kata qanata yang artinya patuh dalam mengabdi (kepada Allah).
Di dalam Islam, qunut terbagi menjadi dua, sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Pertama; qunut nazilah yaitu qunut yang dilakukan atau dibaca saat adanya bencana.
Dan dilakukan kapan saja dan shalat apa saja.
Kedua; qunut shalat yaitu qunut yang dibaca pada waktu i’tidal (berdiri setelah ruku’) setiap akhir
raka’at pada shalat subuh dan shalat whitir (secara umum) karena dalam masalah qunut ini para
imam dan ulama mazhab berbeda pendapat tentang pelaksanaannya.
Namun menurut penulis kitab ini, Safinah an-Najah yang bermadzhab as-Syafi’iyah tetap
menganggap qunut adalah sunnah dilaksanakan.
Sedangkan hukum doa qunut itu sendiri adalah Sunnah ab’ad atau sunnah yang diperkuat.
Ada bacaan doa qunut yang pada umumnya dilaksanakan oleh umat Islam,
sebagai berikut;
، َ َف ِا َّنكَ َت ْقضِ ىْ َوالَ ُي ْقضَ ى عَ لَ ْيك، َ َوقِنِيْ َشرَّ مَا َقضَ يْت، ََاركْ لِىْ فِ ْيمَا اَعْ َطيْت ِ َوب، َ َو َت َولَّنِىْ فِ ْي َمنْ َت َولَّيْت، َ َوعَ افِنِى فِ ْي َمنْ عَ ا َفيْت، َاَللّ ُه َّم اهْ ِدنِىْ فِ ْي َمنْ هَدَ يْت
َ َوصَ لَّى هللاُ عَ لَى سَ يِّدَ نا، َ َواَسْ َت ْغفِرُكَ َواَ ُت ْوبُ ِالَ ْيك، َ َفلَكَ ْالحَ مْ ُد عَ لَى مَا َقضَ يْت، َ َتبَارَ ْكتَ رَ َّب َنا َو َتعَ الَيْت، َ َوالَ َيع ُِّز َمنْ عَ ادَ يْت، ََو ِا َّن ُه الَ َي ِذ ُّل َمنْ َوالَيْت
مُحَ َّم ٍد ال َّن ِبيِّ ْاالُمِّيِّ َوعَ لَى آلِ ِه َوصَ حْ ِب ِه َوسَ لَّ َم
PEMBATAL SHALAT
75
◆ واﻻكل الكثير ناسيا
◆ و ثﻻث حركات متواليات ولو سهوا
◆ والوثبة الفاحشة
◆ والضربة المفرطة
◆ والزدة ركن فعلى عمدا
◆ والتقدم على إمامه بركنين فعليين
◆ والتخلف بهما بغير عذر
◆ ونية قطع الصﻻة
◆ وتعليق قطعهابشئ والتردد فى قطعها
PEMBATAL SHALAT
◆BIL-HADATSI
◆WABIL-FITHRATI ‘AMDAN
◆WAL-AKLUL-KATSIRU NASIYAN.
◆WAL-WATSABATUL-FAHISYATU
◆WAL-MADLRUBATUL-MUFRITHOTU
76
1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau
selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.
Pertama, hadats.
Baik disengaja atau tidak disengaja seperti dipaksa, seumpama perut seseorang ditekan oleh orang
lain sampai mengeluarkan kotoran dari pantantnya, maka tetap membatalkan shalat. Dalam hal ini
ada hadits sahih sebagai landasan dalilnya, yang mengatakan bahwa :
“jika salah satu dari kalian kentut pada waktu melaksanakan shalat, maka shalatnya rusak (batal)
dan hendaklah berwudhu kembali dan mengulangi melaksanakan shalat lagi.”
Kedua, kejatuhan najis jika tidak dibuang segera agar sampai tidak terbawa dalam melaksanakan
shalat.
Yang dimaksud dengan najis tersebut adalah najis yang tidak dapat dimaklumi oleh syariat (la yu’fa
‘anhu).
Jika kejatuhan najis yang dapat dimaklumi syariat (yu’fa ‘anhu) maka tidak membatalkan shalat.
Baik najis itu jatuh pada baju atau pada badan seseorang yang sedang shalat.
Ketiga, terbukanya aurat yang wajib ditutupi ada waktu shalat. Terbukanya tersebut baik sebagian
atau secara keseluruhan anggauta badan yang dianggap aurat, meskipun shalatnya dilakukan
sendirian dalam kesunyian dari hiruk pikuk manusia. Seperti jika angin kencang menyibak gaun atau
pakean yang dapat membukakan aurat seorang yang sedang shalat, maka tidak membatalkan
shalatnya jika sesegera mungkin kembali menutupnya.
Tapi jika angin berulang-ulang kali menyingkap auratnya yang harus secara cepat ditutupnya
kembali sekiranya seseorang yang bergerak berkali-kali demi menutupnya maka akan membatalkan
shalat karena melakukan gerak berkali-kali dan berulang-ulang.
77
Keempat, mengucapkan secara sengaja dua huruf (meski tidak dapat difahami atau tidak
mengandung makna tertentu) secara runut atau satu huruf yang dapat difahami.
Contoh satu huruf yang mengandung makna yang dapat difahami yaitu huruf Qaf, dengan
mengatakan Qi, sebab Qi adalah kalimat fi’il al-amar (kata perintah) dari akar kata wiqayah yang
artinya menjaga. Berarti kata qi mengandung arti “jagalah”.
Dengan demikian jika seseorang yang sedang shalat mengucapkan Qi, maka shalatnya batal.
Ada pengecualian yang tidak dapat membatalkan shalat, yaitu dehem bagi orang shalat yang
sedang berpuasa yang betujuan mengeluarkan riak dan lendir, sebab jika riak dan lendir tidak
dkeluarkan melalui dehem maka akan tertelannya dan itu artinya akan membatalkan shalat.
Di antara yang tidak membatalkan shalat adalah tabassum (mesem atau tersenyum).
Kelima, segala sesuatu yang membatalkan puasa akan membatalkan shalat jika disengaja
melaksanakannya.
Seperti memasukkan kayu atau apa saja kedalam lubang seperti mulut atau kuping atau dubur.
Sudah pasti jika seseorang makan—meski banyak—disebabkan lalai atau lupa maka tidak
membatalkan puasa, tapi tetap membatalkan shalat.
Keenam, makan banyak dalam keadaan lupa atau lalai tetap membatalkan shalat.
Kecuali makan sedikit disebabkan lupa atau lalai atau tidak tahu maka tidak membatalkan shalat.
Ketujuh, tiga kali gerak secara berturut-turut meski pun dalam keadaan lupa atau lalai.
Yang dimaksud dengan gerak yang membatalkan shalat adalah gerak tubuh yang bukan gerakan
yang kecil, seperti pergerakan kaki, geleng-geleng kepala, atau goyang-goyang badan. Jika gerakan
yang kecil seperti gerakan jari diputar-putar atau bergaruk-garuk dengan satu jari digerak-gerakkan
maka tidak membatalkan shalat.
Kesepuluh, menambah satu rukun shalat secara sengaja. Tentunya jika lupa atau lalai maka tidak
membatalkan shalat.
Kesebelas, mendahului dua rukun yang bersifat pekerjaan (bagi makmum) pada imam atau
mengakhiri keduanya secara sengaja.
Ketiga belas, menggantungkan pemutusan shalat dengan sesuatu. Seperti dalam hati mengatakan
jika saya keluar dari shalat maka saya akan berbelanja di pasar. Atau meskipun menggantungkan
pemutusan shalat dengan sesuatu yang mustahil terjadi sekalipun akan membatalkan shalat.
Keempat belas, bingung atau bimbang apakah akan keluar atau memutuskan shalat atau tidak,
maka kebingungan (taraddud) ini akan membatalkan shalat. Sama halnya juga kebimbangan dalam
78
melanjutkan shalat pun membatalkan shalat. Intinya kebimbangan antara akan memutuskan shalat
atau melanjutkannya adalah membatalkan shalat.
Demikian perkara yang dapat membatalkan sholat menurut kitab Safinatun Najah,
Semoga bermanfa'at...
والمعتدة
WALMU'ADDATU
Kedua, shalat mu’adah.
Yang dimaksud dengan shalat mu’adah yaitu shalat yang dilaksadakan dua kali seperti shalat dzuhur
yang dikalsanakan dua kali, maka yang kedua adalah mu’adah, atau setelah shalat Jum’at
dilaksanakan shalat dzuhur maka shalat dzuhur itu adalah shalat mu’adah.
Atau shalat sunnah yang disunnahkan dilaksanakan secara berjamaah.
والمنذرة جمعاة
WAL MANDZUROTU JAMAA'ATAN
Ketiga Menjadi imam dalam sholat Nadzar,
Yakni Sholat yang dinadzari secara berjama'ah
والمقدكة فى المطر
________
________
79
MAKMUM DAN IMAM
وﻻ اميا
◆ وان ﻻيتقدم عليه فى الموقف
◆ وان يعلم انتقاﻻت امامه
◆ وان يجتمعا فى مسجد أو فى ثلثمائة ذرتع تقريبا
◆ وان ينوى القدوة اوالجماعة
◆ وان يتوافق نظم صﻻتهما
◆ وان ﻻيخالفه فى سنة فاحشة المخالفة
◆ وان يتابعه
80
Syarat makmum ada sebelas (11).
Pertama, seorang makmum tidak tahu atau tidak menyangka terhadap batalnya shalat sang imam
disebabkan hadats atau sebab yang lainnya. Dengan demikian maka tidak sah shalatnya seseorang
makmum yang menyangka batal shalatnya sang imam, seperti makmum yang bermadzhab As-
Syafi’i bermakmum pada imam yang yang bermadzhab Hanafi yang tidak menganggap batal shalat
seseorang yang memegang farji (alat kelamin) sedangkan menurut makmum yang bermadzhab As-
Syafii dianggap batal.
Sebagaimana makmum yang bermadzhab as-Syafii meyakini bahwa membaca Basmalah adalah
wajib dalam surah al-fatihah bermakum pada imam yang bermadzhab Hanafi yang tidak mewajibkan
membaca Basmalah dalam surah al-fatihah, maka shalatnya makmum tidak sah atau batal dan wajib
mengulangi shalatnya (i’adah).
Kedua, makmum tidak menyangka atau menduga akan kewajiban qadha shalat bagi imam.
Maksudnya adalah tidak sah seseorang yang bermakmum pada seseorang yang shalatnya wajib
diulang atau diqadha seperti shalatnya seorang yang bertayammum karena udara dingin.
Ketiga, seseorang yang bermakmum tidak dalam kapasitas menjadi makmum pada orang lain.
Artinya jika si A bermakmum pada si B, maka tidak sah jika si A pada saat yang sama juga
bermakmum pada si C. Sebab seorang yang bersetatus menjadi makmum tidak boleh bermakmum
pada orang lain.
Keempat, seseorang tidak bermakmum pada orang yang bodoh dalam masalah agama.
Keenam, seorang makmum harus mengetahui pergerakan atau perpindahan dari satu rukun ke
rukun yang lain yang dilaksanakan sang imam.
Untuk mengetahui gerakan sang imam, makmum bisa mengetahuinya dengan melihat dengan mata
kepala sendiri, atau dengan melihat bagian barisan (shaf) yang ada di depannya, atau dengan
mendengera suara sang imam, atau dengan mendengar suara muballigh (penyampai suara imam).
Ketujuh, berkumpul antara makum dan imam dalam satu masjid atau tempat atau antara makum dan
imam berkumpul pada tempat yang lebar atau jaraknya sekitar 300 dzirah (lengan tangan anak
Adam). Artinya tidak dalam dua tempat atau ruangan yang berbeda dimana keduanya terpisah dan
tersekat makmum dan imam sehingga sang makmum tidak mengetahui apa-apa atas keberadaan
imam.
Kedelapan, makmum harus berniat mengikuti atau berjamaah shalat dengan sang imam.
Kesembilan, runutan shalat imam dan makmum harus seirama dan harmonis.
Kesepuluh, sang makmum tidak boleh berpaling dari pekerjaan sang imam berupa kesunahan.
Seperti jika imam melaksanakan sujud tilawah maka makmum harus melaksanakannya juga.
81
Kesebelas, makmum harus senantiasa mengikuti seluruh gerak-gerik sang imam yang sesuai
dengan syarat dan rukun shalat dan tidak bertentangan dengan tatacara shalat.
Jika sang imam telah menyimpang dari tatacara yang benar atau dari syarat dan rukun shalat, maka
sang makmum wajib mufaraqah (memisahkan diri) dari sang imam.
BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIIM
FASLUN. SHUWARUL-QUDWATI TIS’UN TASIHHU FI KHOMSIN. ◆ QUDWATU ROJULIN BI-
ROJULIN.
◆ WA QUDWATU IMROATIN BI-ROJULIN.
◆ WA QUDWATU KHUNTSA BI-ROJULIN.
◆ WA QUDWATU IMROATIN BI-KHUNTSA.
◆ WA QUTWATU IMROATIN BI-IMROATIN.
وتبطل فى اربع
◆ قدوة رجل بإمرأة
◆ وقدوة رجل بخنثى
◆ وقدوة خنثى بغمرأة
◆ وقدوة خنثى بخنثى
WA TABTHULU FI ARBA’IN.
◆ QUDWATHU ROJULIN BI-IMROATIN.
◆ WA QUDROTU ROJULIN BI-KHUNTSA.
◆ WA QUBROTU KHUNTSA BI-IMRAATIN.
82
◆ WA QUDROTU KHUNTSA BI-KHUNTSA.
Ada empat golongan orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4- Banci mengikut banci.
Adapun yang lima gambaran yang dianggap sah shalat dan jama’ahnya yaitu
Pertama, bermakumnya laki-laki pada sang imam yang juga laki-laki.
Ketiga, Banci (khuntsa) yang memiliki dua jenis kelamin bermakmum pada imam dari golongan laki-
laki.
Keempat, perempuan bermakmum pada imam dari golongan khuntsa (manusia yang memiliki dua
jenis kelamin). Dan
Sedangkan empat gambaran bermakmum yang dianggap tidak dapat disahkan dan dibenarkan yaitu
Kedua, laki-laki bermakmum pada imam dari golongan khuntsa (banci yang berkelamin dua).
Ketiga, khuntsa (banci yang berkelamin dua) bermakmum pada imam dari golongan perempuan.
Dan keempat, khuntsa bermakmum pada imam dari golongannya sendiri yaitu khuntsa.
SHOLAT JAMA'
83
البداءة باﻻولى
ونية الجمع فيها
والموﻻة بينهما
ودوا̂م العذر
Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4- Udzurnya terus menerus.
Kedua, niat shalat jama’ pada saat melaksanakan shalat yang pertama.
Artinya antara satu shalat yang pertama dengan shalat yang kedua tidak disela-selai oleh pekerjaan
yang lain.
Keempat, adanya udzur yang kontinu. Seperti perjalanan panjang dan hujan yang deras. Jika sudah
tidak ada perjalanan lagi, sudah ada di rumah dan dalam hidup normal tanpa ada udzur, maka sudah
tidak boleh lagi melakukan shalat jama’.
84
SYARAT JAMAK TAKHIR
FASLUN. SYURUUTHU JAM’I AT-TA’KHIRI ITSNANI.
NIYATUT-TA’KHIRI, WA QAD BAQIYA MIN WAQTI AL-ULYA MA YASA’UHA
WA DAWAMUL-‘UDZRI ILA TAMAM AT-TSANIYAH.
Ada dua syarat jamak takhir, yaitu:
1- Niat ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar lamanya waktu
mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.
Pertama, niat mengakhirkan shalat pertama yang sejatinya memiliki waktu yang cukup luas untuk
melaksanakan shalat yang pertama itu.
Seperti jika seseorang hendak men-jamah’ ta’khirkan antara shalat dzuhur dan asar, maka terlebih
dahulu harus niat mengakhirkan shalat dzuhur, lantaran shalat dzuhur akan dilaksanakan di waktu
shalat asar.
Kedua, adanya udzur yang kontinu sampai waktu shalat yang kedua tiba.
Seperti perjalanan jauh yang memakan waktu dari waktu shalat yang pertama, semisal dzuhur,
sampai tiba waktu shalat yang kedua, semisal asar, dan kedua waktu tersebut (dzuhur dan asar)
tercakup dalam waktu perjalanan.
SYARAT QASAR
FASLUN SYURUUTUL-QOSHRI SAB’ATUN.
ANYAKUNA SAFARUHU MARHALATAYNI,
WA AN YAKUNA MUBAHAN,
WA YA’LAMU BI-JAWAZIL-QOSHRI,
WA NIYATUL-QOSHRI ‘INDAL-IHRAM,
WA AN TAKUNA AS-SHOLATU RUBA’IYATAN,
WA DAWAMUS-SAFARI ILA TAMAMIHA,
WA AN LA-YAQTADIYA BI-MUTAMMIN FI JUZ’IN MIN SHOLATIHI,
85
2- Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja
maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian shalat
nya.
1). Al-‘ashi bi as-safar, yaitu perjalanan dengan tujuan melakukan maksiat, seperti begal jalan,
merampok, dll.
Jelas sekali perjalanan semacam ini bagi pejalannya tidak boleh melakukan qoshar shalat.
Namun jika di tengah-tengah perjalanan seseorang bertaubat dan memperbaharui niatnya, maka
sisa perjalananya boleh digunakan qoshar shalat.
2). Al-‘ashi fi as-safar, yaitu perjalanan dengan tujuan yang benar dan tetap pada rel syariat Islam,
namun melakukan maksiat di tengah-tengah perjalanan.
Seperti seorang yang bertujuan haji, tapi di tengah perjalanan ia berzina atau minum khamr (arak),
maka sisa perjalanan selanjutnya tidak boleh meng-qoshar shalat.
3). Al-‘ashi bi as-safar fi as-safar, yaitu perjalanan dengan tujuan yang benar dan ketaatan, namun di
tengah-tengah perjalanan dirubah untuk tujuan maksiat.
Kelima, shalat yang di-qoshar adalah shalat yang empat rakaat, seperti shalat dzuhur, asar dan
‘isya.
Keenam, kontinuitasnya perjalanan secara pasti sampai shalat qoshar selesai dilaksanakan.
Ketujuh, seorang yang hendak meng-qoshar salah tidak boleh makmum pada orang yang
itmam(sempurna sholatnya/tidak di Qoshor) dalam sebagian dari shalatnya.
86
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷ Bab Sholat Jum'at ÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
87
seorang makmum mendapati hanya satu rakaat dari dua rakaat shalat Jumat sang imam, maka ia
tinggal menambahi satu rakaat berikutnya, yaitu rakaat keduanya dan dianggap sebagai shalat
Jum’at. Tapi jika tidak mendapatkan satu rakaat dari dua rakaatnya imam, maka ia harus
menggenapi sebagaimana shalat dzuhur yaitu empat rakaat.
Ketiga, Shalat Jum’at harus dilaksanakan secara berjamaah. Tidak sah jika shalat Jum’at
dilaksanakan sendirian (munfaridl).
Keempat, jamaah yang melasanakan shalat Jumat harus minimal empat puluh orang yang merdeka,
laki-laki, yang sudah aqil baligh, dan penduduk asli daerah atau wilayah setempat. Menurut madzhab
as-Syafii bahwa shalat Jumat baru bisa dilaksanakan harus ada empat puluh orang. Sedangkan
menurut madzhab Hanafi tidak mensyaratkan harus empat puluh, bahkan Jumatan dapat
dilaksanakan oleh empat orang jamaah, yang satu menjadi imam dan yang tiga menjadi
makmumnya. Imam Malik pun memperbolehkan shalat Jumat dilaksanakan oleh tiga puluh atau dua
puluh jamaah.
Kelima, tidak didahului atau tidak dibarenge oleh shalat jumat yang lain dalam satu daerah.
Artinya tidak boleh mendirikan shalat Jum’ah lebih dari satu, seperti dua Jum’ah-an atau tiga atau
lebih.
Namun, jika dibutuhkan melaksanakan dua atau tiga Jum’ah dalam satu daerah karena jamaah tidak
dapat tertampung dalam satu masjid, maka diperbolehkan melaksanakan shalat Jumat lebih dari
satu.
Keenam, shalat Jum’ah harus didahului dengan kedua khutbah. Ada perbedaan antara khutbah
shalat jumat dan khutbah shalat ‘Ied. Jika khutbah shalat Jumat dilaksanakan sebelum
melaksanakan shalat, sedangkan khatbah ‘Ied dilaksanakan setelah shalat.
Syekah as-Sayyid Muhammad Shalih berfatwa bahwa dimakruhkan khatib Jum’ah dari selain imam.
Dengan kata lain, sebaiknya khatib dan imam Jum’ah adalah satu orang, bukan orang yang berbeda,
sebab jika orang yang berbeda maka dimakruhkan meski shalat Jum’ahnya tetap sah.
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
88
RUKUN KHUTBAH JUMAT
FASLUN. ARKAANUL-KHUTBATAYNI KHOMSATUN.
- HAMDUL-LAHI FIHI,
- WA AS-SHOLATU ‘ALAN-NABIYYI SHALLAL-LAHU ‘ALAIHI WA SALLAM FIHIMA,
- WAL-WASHIYYATU BIT-TAQWA FIHIMA,
- WA QIROATU AYATIN MIN AL-QUR’AN FI IHDAHUMA,
- WA AD-DU’AU LIL-MU’MININA WA AL-MU’MINATI FIL-AKHIROTI.
Kedua, membaca shalawat pada Nabi Muhammad SAW. dalam kedua khatbah.
Ketiga, berwasiat dan memerintahkan atau menganjurkan ketakwaan yang diucapkan dalam kedua
khutbah. Yang dinamakan dengan takwa adalah mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi
larangan-laranganNya.
Keempat, membaca minimal satu ayat dari al-Qur’an di salah satu kedua khutbah.
Kelima, membaca doa bagi umat mukmin laki-laki dan mukmin perempuan yang dikumandangkan di
khutbah kedua.
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
89
وان يسمعهم̂ا أربعين
وان تكون كلها فى وقت الظهر
Pertama, suci dari kedua hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
Kedua, suci dari najis dalam pakean, badan, dan tempat. Artinya pakean, badan dan tempat atau
bahkan semua yang menempel atau bersentuhan langsung dengan dan di pakean, badan dan
tempat secara keseluruhan harus suci dari najis.
Ketiga, menutup aurat. Syarat menutup aurat khusus bagi khatib, tidak bagi para pendengarnya.
Keempat, khutbah harus dilaksanakan berdiri bagi yang mampu. Namun jika tidak mampu berdiri,
maka diperbolehkan dilaksanakan sambil duduk.
90
Kelima, duduk di antara kedua khutbah dengan kira-kira lamanya di atas tuma’ninah shalat.
Disunnahkan membaca surah al-Ikhlas pada saat duduk di antara kedua khutbah.
Keenam, muwalah (runut) di antara kedua khutbah. Tidak boleh disela-selai dengan pekerjaan yang
lain.
Ketujuh, muwalah (runut di antara kedua khutbah dan shalat Jum’ah. Artinya tidak boleh disela-selai
oleh diam yang terlalu lama atau dengan pekerjaan lain yang memakan waktu lama.
Kedelapan, khutbah dengan berbahasa Arab. Artinya kedua khutbah Jum’ah harus dikumandangkan
dan disampaikan dengan menggunakan bahasa Arab, meskipun para jamaahnya orang non-Arab
yang tidak mengerti dan tidak memahami isi kandungan khubtahnya. Namun menurut Imam as-
Syarqawai yang dinukil dari Imam Barmawi mengatakan bahwa syarat khubtah harus menggunakan
bahasa Arab dalam konteks para jamahnya adalah komunitas Arab yang memahami dan mengerti
bahasa Arab, dan jika tidak demikian,
artinya para jamaahnya adalah non-Arab maka kedua khutbah cukup menggunakan bahasa non-
Arab (‘ajam) yang sesuai dengan bahasa mereka, agar mereka memahami isi dan kandungan
khutbahnya.
Kecuali ayat al-Quran yang harus dibaca sesuai dengan teks aslinya yang berbahasa Arab.
Kesembilan, kedua khutbah yang dikumandangkan sang khatib harus terdengar bagi minimal empat
puluh jamaah. Dengan demikian suara sang khatib harus lantang dan keras agar dapat didengar
oleh empat puluh pendengar dari para jamaah Jum’ah.
91
GHOSLUHU,
WA TAKFINUHU, WA AS-SHOLATU ‘ALAIHI
WA DAFNIHI.
Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan.
Pertama, memandikannya.
Atau gantinya mandi, seperti tayammum jika mayat tidak dapat dimandukan dengan air, semisal
mayat yang gosong terbakar api dengan sekiranya jika dimandikan maka akan rapuh dan hancur.
Kecuali orang yang telah mati syahid.
Sebab orang yang mati syahid haram dimandikan dan wajib dishalati.
Keempat, menguburkannya. Bagi mayat yang mati syahid disunnahkan dikuburkan berikut pakain-
pakainnya yang menempel di badan.
Sedangkan mayat orang kafir—baik dzimmi (kafir yang berdamai dengan umat Islam)
atau harby (kafir yang memerangi umat Islam)—tidak wajib dimandikan, tapi boleh dimandikan
secara mutlak.
Diharamkan untuk dishalati.
÷÷÷÷
MEMANDIKAN JENAZAH
92
FASLUN AQOLLUL-GHUSLI TA’MIMU BADANIHI BIL-MA’I,
WA AKMALUHU AN YAGHSILA SAU’ATAYHI,
WA AN YAZIILAL-QADZRA MIN ANFIHI,
WA ANYUDHIUHU,
WA AN YUDLIKA BADANAHU BIS-SADRI,
WA AN YUSHIIBA AL-MA’A ‘ALAIHI TSALATSAN.
Memandikan mayat yang paling sempurna adalah dengan cara membasuh kedua alat kelamin mayit,
menghilangkan kotoran yang ada di dalam hidung mayat, mewudhuinya, menggosok sekujur
tubuhnya dengan daun widara atau dengan sabun, membasuh dengan air tiga kali basuhan.
MENGKAFANI JENAZAH
Cara mengkafani:
Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-
laki:
menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain,
sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala),
sarung dan 2 helai kain.
93
Batas minimal mengkafani mayit adalah baju atau pakain yang dapat menutupi sekujur tubuh mayit.
Artinya baju yang dapat menutupi sekujur tubuh kecuali kepalanya mayit.
Batas maksimal dan yang paling sempurna kafan bagi mayat laki-laki adalah tiga lapis kain yang
dapat menutup sekujur tubuhnya.
Sementara kafan yang paling sempurna bagi mayat perempuan adalah baju gamis, baju kurung,
kain jarik (nyamping atau izar) dan dua lapis kain.
94
Ketiga, berdiri bagi orang yang mampu. Jika tidak mampu berdiri, cukup dengan duduk.
Keempat, membaca al-fatihah setelah takbir yang pertama.
Kelima, membaca shalawat pada Nabi setelah tabir kedua.
Keenam, do’a bagi mayit setelah takbir yang ketiga.
Ketujuh salam.
Doa-doa yang berkaitan dengan ritual janazah sebagaimana disebutkan di bawah ini;
َوا ْفسَ حْ لَ ُه فِيْ َقب ِْر ِه َو َنوِّ رْ لَ ُه فِيْه، َاغفِرْ لَ َنا َولَ ُه يَا رَ بَّ ْالعَ الَ ِم ْين
ْ َو، َاخلُ ْف ُه فِيْ عَ ق ِِب ِه فِي ْالغَ ِاب ِر ْين
ْ َو، َاغفِرْ لِفُالَ ٍن َوارْ َفعْ دَ رَ جَ َت ُه فِي ْال َم ْه ِد ِّي ْين
ْ اَللَّ ُه َّم
ِ
“Ya Allah! Ampunilah si Fulan angkatlah derajatnya bersama orang-orang yg mendapat petunjuk
berilah penggantinya bagi orang-orang yg ditinggalkan sesudahnya. Dan ampunilah kami dan dia
wahai Tuhan seru sekalian alam. Lebarkan kuburannya dan berilah penerangan di dalamnya.”
“Ya Allah! Ampunilah dia berilah rahmat kepadanya selamatkanlah dia maafkanlah dia dan
tempatkanlah di tempat yang mulia luaskan kuburannya mandikan dia dgn air salju dan air es.
Bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan baju yg putih dari kotoran
berilahrumah yg lbh baik dari rumahnya berilah keluarga yg lbh baik daripada keluarganya istri yg lbh
baik daripada istrinya dan masukkan dia ke Surga jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”
َو َمنْ َت َو َّف ْي َت ُه ِم َّنا َف َت َو َّف ُه عَ لَى، اَللَّ ُه َّم َمنْ َأحْ َي ْي َت ُه ِم َّنا َفَأحْ ِي ِه عَ لَى ْاِإلسْ الَ ِم.اِئب َنا َوصَ ِغي ِْر َنا َو َك ِبي ِْر َنا َو َذ َك ِر َنا َوُأ ْن َثا َنا ْ اَللَّ ُه َّم
ِ َاغفِرْ لِحَ ِّي َنا َو َم ِّي ِت َنا َو َشا ِه ِد َنا َوغ
اَللَّ ُه َّم الَ َتحْ ِرمْ َنا َأجْ رَ هُ َوالَ ُتضِ لَّ َنا َبعْ دَ ه،َان ِ ِإل م ْ
ي ْ
ا
ُ
“Ya Allah! Ampunilah kepada orang yg hidup di antara kami dan yg mati orang yg hadir di antara
kami dan yg tidak hadir laki-laki maupun perempuan. Ya Allah! Orang yg Engkau hidupkan di antara
kami hidupkan dgn memegang ajaran Islam dan orang yg Engkau matikan di antara kami maka
matikan dgn memegang keimanan. Ya Allah! Jangan menghalangi kami utk tidak memperoleh
pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya.”
95
Penyayang.”
َوِإنْ َكانَ مُسِ ْيًئ ا َف َتجَ َاو ْز عَ ْن ُه،ِ ِإنْ َكانَ مُحْ سِ ًنا َف ِز ْد فِيْ حَ سَ َنا ِته،ِ َوَأ ْنتَ غَ نِيٌّ عَ نْ عَ َذ ِابه، َاَللَّ ُه َّم عَ ْب ُدكَ َوابْنُ َأمْ تِكَ احْ َتاجَ ِإلَى رَ حْ َمتِك.
Ya Allah ini hambaMu anak hambaMu perempuan membutuhkan rahmatMu sedang Engkau tidak
membutuhkan utk menyiksanya jika ia berbuat baik tambahkanlah dalam amalan baiknya dan jika
dia orang yg salah lewatkanlah dari kesalahan-nya.
ْ َف ْل َتصْ ِبرْ َو ْل َتحْ َتسِ ب.. َو َل ُه مَا َأعْ َطى َو ُك ُّل َشيْ ٍء عِ ْندَ هُ ِبَأجَ ٍل مُسَ ًّمى،ِإنَّ هَّلِل ِ مَا َأ َخ َذ.
Sesungguhnya hak Allah adl mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu. Segala sesuatu yg di
sisi-Nya dibatasi dgn ajal yg ditentukan. Oleh krn itu bersabarlah dan carilah ridha Allah.”
ٌ َفحَ سَ ن. َ َوَأحْ سَ نَ عَ َزاءَكَ َوغَ َفرَ لِ َم ِّيتِك، َ َأعْ َظ َم هللاُ َأجْ رَ ك: َوِإنْ َقا َل.
Apabila seseorang berkata: “Semoga Allah memperbesar pahalamu dan memperbagus dalam
menghiburmu dan semoga diampuni mayatmu” adalah suatu perkataan yg baik.
96
اغفِرْ لَ ُه اَللَّ ُه َّم َث ِّب ْت ُه
ْ اَللَّ ُه َّم
Ya Allah ampunilah dia ya Allah teguhkanlah dia.
ْأ
َ حقُ ْونَ ( َو َيرْ حَ ُم هللاُ ْالمُسْ َت ْق ِد ِم ْينَ ِم َّنا َو ْالمُسْ َت خ ِِر ْينَ ) َأسْ َأ ُل
هللا لَ َنا َولَ ُك ُم ْالعَ افِيَة ِ َ َوِإ َّنا ِإنْ َشا َء هللاُ ِب ُك ْم ال، ََار مِنَ ْالمُْؤ ِم ِن ْينَ َو ْالمُسْ لِ ِم ْين َأ
ِ ال َّسالَ ُم عَ لَ ْي ُك ْم هْ َل ال ِّدي
َ
Semoga kesejahteraan untukmu wahai penduduk kampung dari orang-orang mukmin dan muslim.
Sesungguhnya kami –insya Allah- akan menyusulkan kami mohon kepada Allah utk kami dan kamu
agar diberi keselamatan.
MENGUBUR JENAZAH
Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan
menjaganya dari binatang buas.
Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah.
Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.
Sedangkan batas maksimal liang lahat bagi jenazah adalah kedalamannya sedalam dan sepanjang
orang yang sedang berdiri sambil mengangkatkan tangannya, pipi janazah sebelah kanan diletakkan
di atas tanah, dan wajib menghadapkan janazah ke arah kiblat.
MENGGALI KUBURAN
97
فصل ينبش الميت ﻻربعخصال للغسل اذالم يتغير ولتجيهه الى القبلة وللماء اذا دفن معه
وللمرأة اذا دفن جنينها معها وأمكت حياته
Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:
1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.
Pertama, karena hendak memandikannya jika mayat belum berubah, atau belum hancur dan
membusuk. Artinya ketika mayat—mungkin karena lupa—belum dimandikan kemudian dikuburkan
dengan begitu saja, maka kuburannya boleh dibuka kembali bertujuan hendak memandikannya.
Kedua, karena hendak menghadapkan mayat ke arah kiblat. Jika mayat dalam posisi berpaling dari
arah kiblat atau telungkup, maka kuburannya boleh dibuka dan posisi mayat dibenahi agar
menghadap kiblat.
Ketiga, mengambil harta atau materi yang terkubur bersama mayat.
Keempat, bagi mayat perempuan yang dikuburkan beserta janin yang dikandungnya di dalam perut
dengan sekiranya dimungkinkan atau ada harapan janinnya bisa hidup. Artinya demi menyelamatkan
janin yang ada di dalam perut mayit, yang masih ada harapan hidup, maka boleh dibongkar kembali
kuburannya tersebut.
98
و خﻻف اﻻولى
ومكروهة
وواجبة
ISTI'ANAH
FASLUN AL-ISTI’ANAATU ARBA’U KHISHOOLIN.
MUBAHATUN,
WA KHILAAFUL-AULA,
WA LMAKRUUHATUN,
WAL WAAJIBATUN.
Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.
Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.
Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk
melakukannya sendiri).
Kedua, pertolongan yang dihukumi khilaf al-aula (tidak yang lebih utama) adalah mengalirkan atau
mengucurkan air pada orang yang berwudhu.
99
Ketiga, makruh memberikan pertolongan pada orang yang mampu membasuh anggota badanya
sendiri.
Keempat, wajib memperikan pertolongan bagi orang yang sedang sakit ketika ia tidak mampu
membasuhnya sendiri.
Zakat Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.
Ketiga, pertanian dan tumbuh-tumbuhan yang ditanam dalam kebiasaan para petani yang wajib
dikeluarkan zakatnya sepersepuluh, 10%.
100
Keempat, harta dagangan.
Ada beberapa syarat bagi harta dagangan yang wajib dizakati, di antaranya yaitu harta secara
sempurna milik sendiri, harta diniati untuk berdagang, sudah mencapai satu tahun (haul), dan
nilainya sudah mencapai satu nishab.
Kelima, harta yang tertimbun atau biasa diistilahkan dengan harta karun.
Seperti harta milik orang-orang terdahulu yang tertimbun tanah dan ditemukan oleh seseorang,
maka harta itu wajib dizakati.
Keenam, tambang, yaitu tempat yang diciptakan oleh Allah mengandung emas atau perak. Tambang
wajib dizakati jika sudah mencapai satu nishab, maka zakatnya seperempat.
101
4. Jenis harta : Perhiasan,
Perabotan/Perlengkapan Rumah Tangga
dari Perak
Nisab : Senilai 642gr Perak
Murni
kadar : 2,5%
Waktu : Tiap Tahun
102
9. Jenis usaha : Perdagangan, Export/Import,
Kontraktor, Real
Estate,
Percetakan/Penerbitan, Swalayan / Supermarket, dsb.
Nisab : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar : 2,5%
Waktu : Tiap Tahun
103
Kacang, Kedelai, dsb.
Nisab : 815 Kg Beras / 1481
Kg Gabah
Kadar : 5%-10%
Waktu : Tiap Panen
104
Waktu : Tiap Panen
105
Waktu : Tiap Tahun
Keterangan : Setiap Bertambah 30 ekor
zakat-nya tambah 1 ekor
umur 1 thn,
Setiap bertambah 40 ekor
zakat-nya tambah 1 ekor
umur 2 thn
Bab Puasa
Lanjutan terjemah kitab Safinatn Najah
106
WAJIBNYA PUASA ROMADHAN
FASLUN YAJIBU SHAUMU RAMADLONA BI-AHADI UMURI KHOMSATIN.
◆ AHADUHA BI-KAMALI SYA’BANA TSALATSINA YAUMAN.
Kedua, melihat tanggal (hilal) bagi seorang yang benar-benar melihatnya, meski ia orang fasik.
Ketiga, melihat hilal dapat ditetapkan bagi orang yang tidak melihat hilal dengan sebab adanya
persaksian orang yang adil dan dapat dipercaya bahwa ia telah melihat hilal.
Keempat, informasi orang yang adil yang riwayatnya dapat dipercaya, baik di dalam hatinya benar
atau pun tidak, atau tidak dapat dipercaya (fasik) tapi di dalam hatinya benar.
Kelima, menyangka masuknya ramadhan dengan ijtihadnya sendiri bagi seorang yang remang-
107
remang atau tidak dapat mengakses informasi dengan jelas. Seperti seorang yang ada di dalam buih
atau penjara, yang tidak tahu masuknya ramadhan.
Ayat al-Quran yang mempertegas bahwa puasa ramadhan diwajibkan bagi umat Islam. Allah
berfirman:
108
فصل شروط وجوبه خمسة اشياء
اسﻻم
وتكليف
واطاقة
وصحاة
واقامة
3). Mampu melaksanakan puasa. Maka tidak wajib puasa bagi orang yang tidak mampu
melaksanakan puasa, seperti orang yang sudah tua rentah atau orang sakit yang tidak mampu
berpuasa.
5). Berdiam diri di rumah. Artinya bagi orang yang sedang melakukan bepergian jauh tidak
diwajibkan berpuasa alias oleh berbuka.
Dalil ayat al-Quran yang menjelaskan syarat dan ada beberapa keadaan yang diperbolehkan
berbuka puasa atau tidak diwajibkan berpuasa, tapi wajib diqadha pada hari-hari yang lain atau
dengan membayar fidyah. Allah berfirman:
ِْين َف َمنْ َت َطوَّ عَ َخيْرً ا َفه َُو َخ ْي ٌر لَ ُه َوَأن ت َف َمنْ َكانَ ِم ْن ُك ْم مَريضًا َأ ْو عَ لَى سَ َفر َف ِع َّدةٌ مِنْ َأي ُأ
ٍ َأيَّامًا َمعْ دُودَ ا
ٍ َّام َخرَ َوعَ لَى الَّذِينَ يُطِ يقُو َن ُه ف ِْدي ٌَة َطعَ ا ُم مِسْ ك
ٍ ٍ ِ
109
َتصُومُوا َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِإنْ ُك ْن ُت ْم َتعْ لَمُون
َ
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu
tidak berpuasa), maka (wajib menggati atau qadha) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada
hari-hari yang lain.
Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang
miskin. Tetapi barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka ia lebih baik
baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (SQ. Al-Baqarah: 184)
ٌان َف َمنْ َش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال َّش ْهرَ َف ْل َيصُمْ ُه َو َمنْ َكانَ م َِريضًا َأ ْو عَ لَى سَ َف ٍر َف ِع َّدة ُأ
ِ ت مِنَ ْالهُدَ ى َو ْالفُرْ َق ِ َش ْه ُر رَ مَضَ انَ الَّذِي ْن ِز َل فِي ِه ْالقُرْ َآنُ ُه ًدى لِل َّن
ٍ اس َو َب ِّي َنا
َّ هَّللا ْ ُ ْ ْ هَّللا
َّام َخرَ ي ُِري ُد ُ ِب ُك ُم اليُسْ رَ َواَل ي ُِري ُد ِب ُك ُم العُسْ رَ َولِ ُت ْكمِلوا ال ِع َّد َة َولِ ُت َك ِّبرُوا َ عَ لَى مَا هَدَ ا ُك ْم َولَعَ ل ُك ْم َت ْش ُكرُونُأ َأ
ٍ مِنْ ي
َ
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan
yang salah).
Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang
sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (ia wajib menggantinya), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu.
Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang
diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (SQ. Al-Baqarah: 185)
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa
110
memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
Kedua, meninggalkan sesuatu yang bisa membatalkan puasa sepertu makan dan minum atau
bersetubuh dengan istri.
Ketiga, ingat bahwa dirinya berpuasa, melaksanakannya atas kehendak pribadi tanpa paksaan, tidak
bodoh yang dapat dianggap sebagai udzur, dan betul-betul berpuasa.
Jika sebaliknya, semisal melaksanakan puasa atas dasar paksaan orang lain, maka tidak sah.
QODLO PUASA
فصل ويجب مع القضاء للصوم الكفارة العظمى اتعزير على من افسد صومه فى رمضان يوما كامﻻ بجماع تام آثم به للصوم ويجب مع القضاء
اﻻمساك للصوم فى ستة مواضع
111
WATS-TSANI ‘ALA TARIKIN AN-NIYAT LAYLAN FI AL-FARDHI. WA AS-TSALITSU ‘ALA MAN
TASAHHARO DHZONNAN BAQOA AL-LAYLI FA BANA KHILAFUHU.
WA AR-ROBI’U ‘ALA MAN AFTHORO DZHONNAN AL-GHURUBA FA BANA KHILAFUHU
AYDHON.
WAL-KHOMISU ‘ALA MAN BANA LAHU YAUMUTS-TSULUTSAYI SYA’BANA ANNAHU MIN
ROMADLONA.
WA AS-SADISU ‘ALA MAN SABAQOHU MA’ AL-MUBALAGHOH MIN MADLMADLOHTIN WA
ISTINSYAQIN.
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan
puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya.
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa
Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui
bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian
diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke
hidung.
Pertama, di bulan ramadhan dan bukan yang lainnya bagi orang yang sembrono dan semena
berbuka puasa.
Seperti seorang yang minum arak sampai mabuk di malam hari bulan puasa ramadhan.
Maka di siang hari ia harus memuntahkannya. Sehingga dengan sebab muntah, puasannya batal,
akan tetapi ia wajib mengekah dengan tidak makan, minum dan jimak sebagaimana orang yang
sedang berpuasa.
112
Kedua, orang yang meninggalkan niat puasa fardhu di malam hari, ia wajib mengekang diri agar
tidak memakan, minum dan jimak layaknya seperti berpuasa, akan tetapi ia wajib meng-qadhanya.
Ketiga, seorang yang makan sahur karena menduga masih malam, namun kenyataannya sudah
pagi, jika ia tidak berdasarkan ijtihad maka ia wajib meng-qadha serta mengekang seperti berpuasa.
Keempat, orang yang berbuka puasa dengan dugaan sudah masuk waktu maghrib, tapi
kenyataannya berbeda.
Maka ia tetapi mengekah seperti puasa dan sekaligus wajib qadha.
Kelima, seorang yang dengan jelas bahwa ternyata hari ketiga puluh bulan Sya’ban adalah bulan
ramadhan.
Keenam, orang yang menelan minuman dari seseorang yang air berkumur atau air isapan hidung.
113
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.
114
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin
dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya
karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha
puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua
yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak
disengaja.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Berbuka puasa di bulan Ramadhan terdapat empat keadaan dan hukum.
Pertama, berbuka puasa adalah wajib sebagaimana perempuan yang sedang mengalami menstruasi
(haid) dan perempuan yang mengalami nifas.
Kedua, berbuka puasa adalah diperbolehkan sebagimana orang yang dalam keadaan diperjalanan
(musafir) dan orang yang sedang sakit.
Ketiga, berbuka puasa yang tidak diwajibkan dan juga tidak diperbolehkan yaitu bagi orang gila.
Keempat, berbuka puasa diharamkan bagi orang yang mengakhirkan qadha puasa ramadhan
padahal ia punya banyak kesempatan waktu yang sangat luas sampai waktu untuk meng-qadha
semakin menyempit.
115
◆ Pertama, wajib meng-qadha sekaligus bayar fidyah (denda) bagi dua jenis penyebab berbuka
puasa, yaitu
1). Berbuka puasa disebabkan takut pada ancaman orang lain, dan
2). Berbuka puasa serta dalam menunaikan qadha-nya diakhirkan sampai menjelang bulan
ramadhan yang lain, padahal ia memiliki waktu yang cukup luas untuk memenuhinya
◆ Kedua, wajib qadha tapi tidak wajib membayar fidyah, dan jenis inilah yang paling banyak. Seperti
orang yang terserah penyakit epilepsi (ayan) pada waktu berpuasa, orang yang lupa niat, dan orang-
orang yang berbuka puasa secara sembrono semaunya (sendiri) kecuali berbuka puasa disebabkan
jima’.
◆Ketiga, wajib membayar fidyah tapi tidak wajib qadha puasa, seperti orang yang sudah tua rentah
yang sama sekali tidak mampu menjalankan puasa sepanjang masanya.
◆Keempat, tidak diwajibkan membayar fidyah dan juga tidak diwajibkan qadha puasa, yaitu anak
kecil yang belum baligh, orang gila yang penyebab kegilaannya tidak dikarenakan penyebab yang
sembarangan dan semaunya sendiri, dan orang kafir asli.
Berkaitan dengan konsekwensi bagi orang yang berbuka puasa disebabkan ada udzur tertentu,
sebagaimana Allah berfirman:
ِْين َف َمنْ َت َطوَّ عَ َخيْرً ا َفه َُو َخ ْي ٌر لَ ُه َوَأن ت َف َمنْ َكانَ ِم ْن ُك ْم مَريضًا َأ ْو عَ لَى سَ َفر َف ِع َّدةٌ مِنْ َأي ُأ
ٍ َأيَّامًا َمعْ دُودَ ا
ٍ َّام َخرَ َوعَ لَى الَّذِينَ يُطِ يقُو َن ُه ف ِْدي ٌَة َطعَ ا ُم مِسْ ك ٍ ٍ ِ
َتصُومُوا َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِإنْ ُك ْن ُت ْم َتعْ لَمُون
َ
(Yaitu) beberapa hari tertentu.
Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
menggati atau qadha) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang
miskin.
Tetapi barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka ia lebih baik baginya,
dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(SQ. Al-Baqarah: 184)
ٌان َف َمنْ َش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال َّش ْهرَ َف ْل َيصُمْ ُه َو َمنْ َكانَ م َِريضًا َأ ْو عَ لَى سَ َف ٍر َف ِع َّدة ُأ
ِ ت مِنَ ْالهُدَ ى َو ْالفُرْ َق ِ َش ْه ُر رَ مَضَ انَ الَّذِي ْن ِز َل فِي ِه ْالقُرْ َآنُ ُه ًدى لِل َّن
ٍ اس َو َب ِّي َنا
َّام ُأ َخرَ ي ُِري ُد هَّللا ُ ِب ُك ُم ْاليُسْ رَ َواَل ي ُِري ُد ِب ُك ُم ْالعُسْ رَ َولِ ُت ْك ِملُوا ْال ِع َّد َة َولِ ُت َك ِّبرُوا هَّللا َ عَ لَى مَا هَدَ ا ُك ْم َولَعَ لَّ ُك ْم َت ْش ُكرُون َأ
ٍ مِنْ ي
َ
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan
yang salah).
Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang
sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa),
maka (ia wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
116
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang
diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.
(SQ. Al-Baqarah: 185)
◆◆◆◆
•••••••
117
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam,
yaitu:
Pertama, dengan sebab lupa. Sebagaimana hadits Nabi yang menyatakan bahwa “Barang siapa
yang lupa bahwa ia adalah orang yang sedang berpuasa, kemudian makan atau minum maka orang
itu harus tetap melanjutkan dan menyempurnakan puasanya, sedangkan makanan dan minuman
yang tertelan adalah pemberian Allah bagi dirinya”,
diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, dan hadits tersebut termasuk hadits sahih.
Keempat, mengalirnya ludah yang ada di antara sela-sela gigi dan tidak mampu untuk meludahkan
atau mengeluarkannya disebabkan ada udzur.
Berbeda dengan riak atau dahak yang dapat dikeluarkan dengan mudah, maka harus dikeluarkan
dan tidak boleh ditelan. Demikian juga semisal ada sisa-sisa Kopi di dalam mulut, lidah dan gigi
seseorang yang kebetulan minum kopi menjelang fajar, maka sisa-sisa Kopi itu harus dikeluarkan
dari mulutnya sampai tidak tersisa.
Kelima, debu jalanan yang masuk ke dalam perut, baik debu yang suci atau najis—meskipun najis
mughalladhah maka tidak membatalkan puasa.
Keenam, debunya gelepung atau tepung terigu atau aci yang berterbangan masuk ke dalam perut
seseorang maka tidak membatalkan puasa.
Ketujuh, lalat atau nyamuk dan sesamanya yang terbang memasuki mulut seseorang kemudian
118
tertelan, maka tidak membatalkan puasa sebab susah untuk dihindarinya.
Akhir kata sebagai kata penutup kitab as-Safinah an-Najah ini, penulis kitab ini mengatakan dengan
penuh kerendahan hatinya bahwa hanya Allah yang maha mengetahui hakikat kebenaran.
Kami memohon kepada Allah, dengan ditempatkan bersama Nabi dan para rasulNya yang agung,
agar Allah mengeluarkan kami dari dunia dalam keadaan muslim, demikian juga kedua orang tua,
dan kami berharap supaya Allah memberikan maaf dan ampunannya pada kami, para kekasih dan
orang-orang yang sebangsa dan setanah air dengan kami atas dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil
yang telah kami perbuat.
Wassalam
119