Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DIBUAT OLEH KELOMPOK 3 :


1. Retno Puspitasari ( 202143004 )
2. Titi Hasmiati ( 202143005 )
3. Rina Mulyanasari ( 202143006 )
4. Tofik Setiyadi ( 202143007 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes IMC BINTARO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan
kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri
dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga
disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah,
ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang
sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam
hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah
keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia
yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan
kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota
keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.
Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan
anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga.
Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah
tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah
mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan
menyelesaikan hal tersebut. Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan
masalahnya masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat
maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu
menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap
anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga.
Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing- masing anggota keluarga
tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan
membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui
komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara
tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga.
Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-
hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun
ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang,
memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat
dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang
No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum
dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan
bahwa:
1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari
segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-
undang Republik Indonesia tahun 1945.
2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah
perempuan,hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau
masyarakat agarterhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman
kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan
martabat kemanusiaan.
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan


unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab
undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang
berbunyi “Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri
atau anak diancam hukuman pidana”
B. BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri


dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara
lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan
sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka
lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah
penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga
diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai
sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan seksual berat,
berupa:
1) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
3) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
danatau menyakitkan
4) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu
5) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
7) Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal
seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan
atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnyayang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki
korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi
kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan
seksual berat
8) Kekerasan ekonomi Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari
kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan
menghabiskan uang istri. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan
eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
b. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.

Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang


menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebutuhan dasarnya

Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur


masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki, Laki-laki dianggap sebagai
superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu
mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi, Diskriminasi dan
pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan
pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak Istri yang tidak bekerja, menjadikannya
menanggung beban sebagai pengasuh anak, Ketika terjadi hal yang tidak
diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga
tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak, Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki
menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan
mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita, Laki-laki merasa punya
hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan
kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki, Posisi wanita sebagai istri di
dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima
sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering
ditunda atau ditutup, Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak
hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan
sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.

D. TANDA DAN GEJALA ADANYA KDRT


Gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas,
penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa
sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas
penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang
jelas. Jika anda

E. SIKLUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


Secara umum kekerasan dalam rumah tangga mengikuti suatu siklus, yang terjadi
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Ketegangan muncul dari konflik
atau ketidaksepakatan kecil, yang menjadikan wanita mengeluh, pasif, atau
menarik diri.
Fase 1
Munculnya ketegangan, konflik, pertentangan, pertengkaran verbal wanita
mengeluh, pasif, atau menarik diri untuk mengelak dari kemarahan pria. pria
melihatnya sebagai suatu kelemahan, marah dengan sikap wanita yang
menagcuhkan dirinya, dan menyebabkan kemarahnnya memuncak
Fase 2
insiden pemukulan akut terjadi dengan tindak kekerasan verbal, fisik, dan seksual;
berlangsung dalam beberapa jam sampai 24 jam atau lebih wanita sering kali
menunda untuk segera mencari pertolongan, meminimalkan cedera yang terjadi,
dalam keadaan syok atau tidak percaya
Fase 3
keduanya merasa lega, pria seringkali mengungkapkan rasa cinta, penyesalan
yang mendalam, berperilaku baik, meminta maaf, mengungkapkan janji tidak akan
mengulangi perbuatan kasarnya

F. PENATALAKSANAAN
Pencegahan :Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah
Tangga, diperlukan cara-carapenanggulangan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, antara lain:
1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan
berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah
tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,
saudara, dan oranglain. Sehingga antara anggota keluarga dapat
saling mengahargai setiap pendapat yang ada.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar
tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam
sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara
kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan
dalam rumah tangga.
4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan
sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi
dengan rasa saling percaya. Jika Sudah ada rasa saling percaya, maka
mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika Tidak ada rasa
kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang
berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang
ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila
terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam
keluarga dapat diatasi dengan baik
BAB III
CONTOH KASUS

KASUS
Ny. C 36 tahun datang ke poli kebidanan dengan kakak kandungnya untuk
memeriksakan kehamilannya. Ny. C tampak memar pada pipi kiri, Ny C sering
tampak melamun, pandangan kosong, lebih sering dan hanya menjawab pertanyaan
dengan singkat. Saat ditanya tentang suaminya dia hanya diam dan meneteskan air
mata. Menurut kakak Ny. C, Ny. C sedang hamil 4 minggu, suami Ny.C tidak
bekerja, Ny.C bekerja sebagai karyawan di bank swasta. Tadi malam Ny.C dan
suaminya bertengkar karena Ny. C terlambat pulang karena rapat. Ny.C sudah
menjelaskan tentang alasan keterlambatan pulangnya, tetapi suaminya tidak
percaya, karena marah Ny.C didorong hingga jatuh dan pipinya terbentur kujung
meja. Karena khawatir dengan kondisi kandungannya kakak Ny.C membawa Ny.C
ke poli kebidanan
A. PENGKAJIAN
Data demografi :
Biodata klien :
Nama : Ny. C
Umur : 36 tahun
Agama : islam
Alamat : jl. Jati
Status perkawinan : kawin

PENGUMPULA DATA
1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri
2. Ny, C nampak sering melamun
3. Pandangan kosong
4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat
5. Saat ditanya tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata
6. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan
7. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja
8. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya
karena klien terlambat pulang
9. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipin klien terbentur
ujung meja
10. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya
sehingga klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan
11. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank

DATA FOKUS
DS :
1. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan
2. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja
3. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya
karena klien terlambat pulang
4. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipi klien terbentur
ujung meja
5. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya
sehingga klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan
6. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank

DO:
1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri
2. Ny, C nampak sering melamun
3. Pandangan kosong
4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat
5. Saat ditanya tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata

NO DATA MASALAH

1 DS : ketidakmampuan Koping
1. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang Keluarga
hamil 4 bulan
2. Kakak klien mengatakan suami klien
tidak bekerja
3. Kakak klien mengatakan klien bekerja
sebagai karyawan di Bank
NO DATA MASALAH

4. Kakak klien mengatakan semalam klien


bertengkar dengan suaminya karena
klien terlambat pulang
5. Kakak klien mengatakan klien didorong
suaminya sampai pipi klien terbentur
ujung meja
DO :
1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri
2. Ny, C nampak sering melamun
3. Pandangan kosong
4. Hanya menjawab pertanyaan dengan
singkat
5. Saat ditanyai tentang suaminya klien
hanya diam dan meneteskan air mata

No. Kriteria Nilai Bobot Hasil

1 Sifat masalah
2 1 2
● Tidak / kurang sehat
● Ancaman kesehatan 2
● Keadaan sejahtera
1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah


● Mudah 2 2 2
● Sebagian 1
● Tidak dapat
0

3 Potensi masalah untuk dicegah


3 1 3
No. Kriteria Nilai Bobot Hasil

● Tinggi
2
● Cukup
1
● Rendah

4
Menonjolnya masalah
2 1 0
● Masalah berta harus segera
ditangani
● Ada masalah tetapi tidak perlu
1
segera ditangani
0
● Masalah tidak dirasakan

4
Total

B. Diagnosa keperawatan
ketidakmampuan Koping Keluarga

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Luaran Intervensi


Keperawatan

Definisi: 1.Dukungan koping


Tujuan dan kreteria hasil
Penyebab Hubungan keluarga
Tujuan: Setelah dilakukan
keluarga ambivalen (I.09260)
tindakan keperawatan 3 x
Pola koping yang Observasi :
24 jam perilaku anggota
berbeda diantara klien 1. Identifikasi respons
keluarga dalam
dan orang terdekat emosional
mendukung, memberikan
Resistensi keluarga 2. terhadap kondisi saat
rasa nyaman dan
terhadap ini
memotivasi keluarga
perawatan/pengobatan 3. Identifikasi beban
membaik
yang komplek prognosis secara
1. Perasaan diabakan
Gejala dan Tanda psikologis
Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan

Mayor menurun 4. Identifikasi


2. Kekhawatiran tentang pemahaman tentang
Subjektif anggota keluarga keputusan perawatan
Merasa diabaikan menurun setelah pulang
3. Kemampuan Terapeutik :
Objektif memenuhi kebutuhan 1. Dengarkan masalah,
Tidak memenuhi anggota keluarga perasaan, dan
kebutuhan anggota meningkat pertanyaan keluarga
keluarga Tidak toleran 4. Komitmen pada 2. Terima nilai-nilai
Mengabaikan anggota perawatan / keluarga dengan cara
keluarga pengobatan yang tidak
meningkat menghakimi
Gejala dan tanda minor 5. Komunikasi antara 3. Fasilitasi pengambilan
anggota keluarga keputusan secara
Subjektif meningkat kolaboratif
Terlalu khawatir 4. Hargai dan dukung
dengan anggota mekanisme koping
keluarga adaptif yang
Merasa tertekan digunakan
(depresi) 5. Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan dasar
Objektif keluarga
Perilaku menyerang
(agresi) Edukasi :
Perilaku menghasut 1. Informasikan
(agitasi) kemajuan pasien
Tidak berkomitmen secara berkala
Menunjukan gejala 2. Informasikan fasilitas
psikosomatis perawatan
Perilaku menolak kesehatan yang tersedia
Perawatan yang
Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan

mengabaikan
kebutuhan dasar klien
Mengabaikan
perawatan/pengobatan
Perilaku bermusuhan
Perilaku individualistik
Upaya membangun
hidup bermakna
terganggu
Perilaku sehat
terganggu
Ketergantungan angota
keluarga meningkat
Realitas kesehatan
anggota keluarga
terganggu

Kondisi Klinis Terkait


Penyakit Alzheimer
AIDS Kelainan yang
menyebabkan paralisis
permanen
kanker Penyakit kronis
(mis. kanker, arthritis,
reumatoid)
penyalahgunaan zat
Krisis keluarga Konflik
keluarga yang belum
terselesaikan

Anda mungkin juga menyukai