Anda di halaman 1dari 9

Nama : AYU YUNESTHI

NIM : B021201057

Tugas Akhir
Judicial Review (Kelas B)

Soal:

1. Uraikan bagaimana sistematika putusan yang dianalisis?

Jawaban:

a. Identitas pemohon
Pemohon I

Nama : Ir. Abdon Nababan

Tempat, Tanggal Lahir : Tapanuli Utara, 2 April 1964

Jabatan: Sekretaris Jenderal AMAN

Alamat : Jalan Tebet Utara II C Nomor 22 Jakarta

Pemohon II

Nama: H. BUSTAMIR

Tempat, Tanggal Lahir: Kuntu, 26 Maret 1949

Jabatan: Khalifah Kuntu, dengan Gelar Datuk Bandaro

Alamat : Jalan Raya Kuntu RT/RW 002/001 DesaKuntu Kecamatan Kampar Kiri
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Pemohon III

Nama : H. MOCH. OKRI alias H. OKRI

Tempat, Tanggal Lahir : Lebak, 10 Mei 1937

Jabatan : Olot Kesepuhan Cisitu

Alamat: Kesepuhan Cisitu, RT/RW 02/02 DesaKujangsari, Kecamatan Cibeber


Kabupaten Lebak, Provinsi Banten;

b. Duduk Perkara
Menimbang bahwa para Pemohon telah mengajukan permohonan dengan surat
permohonan bertanggal 19 Maret 2012, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
(selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 26 Maret 2012, berdasarkan
Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 100/PAN.MK/2012 dan dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 2 April 2012 dengan Nomor 35/PUU-X/2012 dan
telah diperbaiki dan diterima dalam persidangan pada tanggal 4 Mei 2012,Bahwa para
Pemohon sebagai bagian dari masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum;
Dalam rangka menjalankan mandat konstitusi tersebut maka pada sektor kehutanan sebagai
salah satu kekayaan sumber daya alam yang ada, pemerintah menyusun Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (untuk selanjutnya disebut UU Kehutanan). Pasal
3 UU Kehutanan menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan;

Arus penolakan terhadap pemberlakuan UU Kehutanan ini disuarakan secara terus


menerus oleh kesatuan masyarakat hukum adat, yang tercermin dalam aksi-aksi demonstrasi,
dan laporan-laporan pengaduan ke lembaga-lembaga negara termasuk Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, bahkan ke aparat penegak hukum, namun upaya-upaya penolakan di
lapangan ditanggapi dengan tindakan-tindakan kekerasan dari negara dan swasta. Bagi
kesatuan masyarakat hukum adat, UU Kehutanan menghadirkan ketidakpastian hak atas
wilayah adatnya. Padahal, hak kesatuan masyarakat hukum adat atas wilayah adat merupakan
hak yang bersifat turun-temurun. Hak ini bukanlah hak yang diberikan negara kepada
masyarakat adat melainkan hak bawaan, yaitu hak yang lahir dari proses mereka membangun
peradaban di wilayah adatnya. Sayangnya, klaim negara atas kawasan hutan selalu dianggap
lebih sahih ketimbang klaim masyarakat adat. Padahal hak masyarakat adat atas wilayah adat
yang sebagian besar diklaim sebagai kawasan hutan oleh negara, selalu jauh lebih dahulu
adanya dari hak negara;

c. Simpulan (Penutup)
1. Bahwa para Pemohon juga berhak untuk mengembangkan dirinya, dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasarnya, demi meningkatkan kualitas hidupnya, dan
kesejahteraan umat manusia;
2. Bahwa berdasarkan uraian di atas, jelas para Pemohon telah memenuhi kualitas
maupun kapasitas sebagai Pemohon “Kesatuan Masyarakat Hukum Adat” dan
Pemohon “Badan Hukum Privat” dalam pengujian Undang- undang terhadap UUD
1945, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 huruf (c) UU MK karena para
Pemohon memiliki hak dan kepentingan hukum serta mewakili kepentingan publik
untuk mengajukan permohonan pengujian Pasal 1 angka 6 sepanjang kata “negara”,
Pasal 4 ayat (3) sepanjang frasa “dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional”, juncto Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3) sepanjang
frasa “dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya
masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”,
dan ayat (4) , serta Pasal 67 ayat (1) sepanjang frasa “sepanjang menurut kenyatannya
masih ada dan diakui keberadaanya”, ayat (2), dan ayat (3) sepanjang frasa “dan ayat
2”, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap UUD 1945;
3. Bahwa ketentuan-ketentuan dalam UU Kehutanan tersebut, melanggar jaminan bagi
para korban untuk tidak mengalami diskriminasi, jaminan bagi para korban untuk
mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya, jaminan bagi para korban untuk
mendapatkan perlindungan dari undang-undang, jaminan bahwa undang-undang yang
berkaitan dengan hak asasi manusia tersebut memenuhi prinsip-prinsip hukum yang
berlaku secara universal dan diakui oleh negara-negara yang beradab. Oleh karena itu,
kepentingan-kepentingan para Pemohon yang dirugikan oleh pasal-pasal dalam UU
Kehutanan, sebagaimana disebutkan dan diuraikan selanjutnya dalam alasan-alasan
permohonan, merupakan kerugian para Pemohon baik sebagai lembaga yang
mewakili kepentingan hukum korban sebagai individu, maupun sebagai kelompok
kesatuan masyarakat hukum adat yang menjadi subjek korban dari undang-undang
tersebut;
d. Petitum
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami memohon kepada Majelis Hakim pada
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa dan memutus permohonan uji
materiil yang menyangkut Pasal 1 angka 6, Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), Pasal 67 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UU Kehutanan untuk memutus sebagai
berikut:

1. menerima dan mengabulkan permohonan Pengujian Undang-Undang yang


diajukan para Pemohon untuk seluruhnya;
2. menyatakan ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan sepanjang kata
“negara”, bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat. Sehingga Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan
berbunyi: ―hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat
hukum adat‖;
3. menyatakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU Kehutanan sepanjang frasa
“sepanjang masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional” bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh
karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga Pasal 4 ayat
(3) UU Kehutanan berbunyi: penguasaan hutan oleh negara tetap
memperhatikan hak masyarakat hukum adat”;
4. menyatakan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Kehutanan bertentangan dengan
UUD 1945 secara bersyarat, conditionally unconstitutional, dan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kecuali dimaknai bahwa “Hutan
berdasarkan statusnya terdiri dari: (a) Hutan negara; (b) Hutan hak; dan (c)
Hutan adat”;
5. menyatakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU Kehutanan bertentangan dengan
UUD 1945 dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
6. menyatakan ketentuan Pasal 5 ayat (3) UU Kehutanan sepanjang frasa ―dan
ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya
masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui
keberadaannya” bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga Pasal 5 ayat (3) UU Kehutanan
berbunyi: “Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)”;
7. menyatakan Pasal 5 ayat (4) UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945
dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
8. menyatakan Pasal 67 ayat (1) UU Kehutanan sepanjang frasa ―sepanjang
menurut kenyatannya masih ada dan diakui keberadaannya‖ bertentangan
dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat.
2. Jelaskan para pihak dalam putusan tersebut?

Jawaban:

a. Pemohon
1. Ir. Abdon Nababan, sebagai Pemohon I
2. H. BUSTAMIR, sebagai pemohon II
3. H. MOCH. OKRI alias H. OKRI
b. Pemberi keterangan
Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad
Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, M. Akil Mochtar Muhammad Alim, Hamdan Zoelva,
Maria Farida Indrati, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota.

c. Pihak terkait
sembilan Hakim Konstitusi yaitu M. Akil Mochtar, selaku Ketua merangkap Anggota,
Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, Hamdan Zoelva, Maria
Farida Indrati, Anwar Usman, dan Arief Hidayat, masing- masing sebagai Anggota, dengan
didampingi oleh Dewi Nurul Savitri sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para
Pemohon dan/atau kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat
atau yang mewakili.

3. Jelaskan legal standing Pemohon?

Jawaban:

Kedudukan Hukum (Legal Standing) para Pemohon

I. Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya,


yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945
adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang
diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai
kepentingan sama);
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam Undang-Undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaganegara;
Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus
menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)


UU MK;
b. adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh
UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
pengujian;
II. Legal standing pemohon I adalah sebagai Pemohon pengujian undang-undang karena
terdapat keterkaitan sebab- akibat (causa verband) dengan disahkannya dan
diberlakukannya UU Kehutanan, sehingga menyebabkan hak konstitusi Pemohon I
dirugikan; .Bahwa doktrin organization standing atau legal standing merupakan
sebuah prosedur beracara yang tidak hanya dikenal dalam doktrin akan tetapi juga
telah dianut dalam berbagai peraturan perundangan di Indonesia seperti Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, serta UU Kehutanan sendiri;
III. Legal standing Pemohon II dan Pemohon III memiliki kedudukan hukum (legal
standing) sebagai Pemohon pengujian undang-undang karena terdapat keterkaitan
sebab-akibat (causal verbal) secara langsung dari berlakunya Undang-Undang
Kehutanan, sehingga menyebabkan hak konstitusional para Pemohon dirugikan;
Bahwa Pemohon II dan Pemohon III adalah kesatuan masyarakat adat yang secara
faktual menjadi korban yaitu hilangnya wilayah hutan adatnya, sebagai akibat dari
pemberlakuan UU Kehutanan, yang mengakibatkan terjadinya kerugian atas hak-hak
konstitusional para Pemohon;
4. Bagaimana putusan akhir Mahkamah?

Jawaban:

Putusan akhir mahkamah yaitu Menyatakan:

a. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;


1. Kata negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Kata negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Hutan adat adalah
hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”;
3. Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak
dimaknai “penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat
hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang
4. Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “penguasaan hutan oleh negara tetap
memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang-undang‖;
5. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak
dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak
termasuk hutan adat”;
6. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;
7. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
8. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat;
9. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
10. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat;
11. Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
12. Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Pemerintah
menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan hutan adat
ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang
bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”;
b. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;
c. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya;
Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim
Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki,
Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, M. Akil Mochtar Muhammad Alim, Hamdan Zoelva, Maria
Farida Indrati, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Selasa, tanggal
dua puluh enam, bulan Maret, tahun dua ribu tiga belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno
Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal enam belas, bulan Mei,
tahun dua ribu tiga belas, selesai diucapkan pukul 15.05 WIB oleh sembilan Hakim
Konstitusi yaitu M. Akil Mochtar, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki,
Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, Hamdan Zoelva, Maria Farida Indrati,
Anwar Usman, dan Arief Hidayat, masing- masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh
Dewi Nurul Savitri sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon dan/atau
kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang
mewakili.

5. Uraikan analisis Anda terkait putusan tersebut secara komprehensif?

Jawaban:
Putusan hakim MK No. 35/PUU/X/2012 adalah putusan final yang tidak bisa
diupayakan banding, karena putusan MK adalah Pengujian secara materiil terhadap
ketentuan-ketentuan dalam UU Kehutanan yang mengatur tentang status dan penetapan hutan
adat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 sepanjang kata “negara”, Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2), yang para Pemohon nilai bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (3),
Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 33 ayat (3) UUD 1945;

Pengujian secara materiil terhadap ketentuan-ketentuan dalam UU Kehutanan yang


mengatur tentang bentuk dan tata cara pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) sepanjang frasa “sepanjang kenyataannya masih
ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional”, Pasal
5 ayat (3) sepanjang frasa “dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut
kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui
keberadaannya”, ayat (4), Pasal 67 ayat (1) sepanjang frasa “sepanjang menurut kenyatannya
masih ada dan diakui keberadaannya”, ayat (2), ayat (3) sepanjang frasa “dan ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah”, yang para Pemohon nilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat
(3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3);

Putusan ini adalah Hak untuk tidak didiskriminasi berhubungan dengan persamaan
hak di hadapan hukum, yang juga merupakan salah satu prinsip dari Negara Hukum.
Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa "hutan adat sebagai hutan negara" tidak dimaknai
sebagai upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hutan adat oleh negara, karena hutan
adat tetap termarjinalkan, dibiarkan bersaing dengan para pemegang ijin dan pengelola hutan
dengan tanpa mendapat kepastian hukum. Dengan demikian, lemahnya penghormatan dan
perlindungan hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat bukan sekedar
implikasi pada tataran operasional melainkan emboded dalam norma, pemaknaan dan
landasan berfikir dalam pengelolaan hutan.

Anda mungkin juga menyukai