Anda di halaman 1dari 2

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat 

AUPB adalah prinsip yang


digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan
Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. (SLIDE1)

AUPB Diatur dalam UU pasal 10 uu no. 30 tahun 2014


1. AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: a. kepastian hukum; b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan; d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; g.
kepentingan umum; dan h. pelayanan yang baik.
2. Asas-asas umum lainnya di luar AUPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan
sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap. (SLIDE 2)

Penerapan asas keterbukaan, di mana Hakim Agung membentuk kaidah hukum bahwa perubahan Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang tidak didasari oleh ijin AMDAL dan terlebih lagi mengabaikan
penolakan aspirasi dari masyarakat setempat bertentangan dengan asas keterbukaan. Berdasarkan asas
keterbukaan, Pemerintah atau Pejabat TUN wajib “memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
menggunakan haknya menyampaikan tanggapan atau penilaian”. Penerapan asas keterbukaan juga dapat
ditemui pada Putusan No. 14/G.TUN/2007/PTUN.Dps, di mana Pejabat TUN ketika membuat KTUN
mengenai mutasi tidak mengkaji dan menggunakan tahapan-tahapan pendahuluan dalam melakukan
evaluasi, sehingga dinyatakan melanggar asas keterbukaan. Di dalam praktiknya, asas keterbukaan ini
sering digunakan bersama-sama dengan asas kepastian hukum dan asas kecermatan. (SLIDE 3)

Dalam 7 UU yang dikaji restatement ini, hanya pada UU Obudsman saja yang tidak mencantumkan
pengaturan mengenai asas keterbukaan. Dalam putusannya hakim telah memaknai sama dengan yang
dimaksud oleh undang undang. Pertimbangan penerapan putusan di atas sudah benar karna Makna yang
diberikan oleh Majelis Hakim terhadap penerapan asas ini adalah bahwa berdasarkan asas keterbukaan,
Pemerintah atau Pejabat TUN wajib “memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menggunakan
haknya menyampaikan tanggapan atau penilaian. (SLIDE 4)

Sedangkan terkait asas permainan yang layak, dalam Putusan No. 30/G/TUN/1998/PTUN.Smg, Majelis
Hakim berpendapat bahwa Pejabat TUN melanggar asas permainan yang layak dengan indikator bahwa
tergugat (Kepala Kantor Pertanahan) sejak awal tidak melaksanakan prosedur penerbitan sertifikat dengan
jeli, serta tidak memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat khususnya yang keberatan
dengan terbitnya sertifikat dimaksud (keterbukaan). Putusan MA RI No. 103 K/TUN/2010 merupakan
contoh penerapan asas keterbukaan, di mana Hakim Agung membentuk kaidah hukum bahwa perubahan
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang tidak didasari oleh ijin AMDAL dan terlebih lagi mengabaikan
penolakan aspirasi dari masyarakat setempat bertentangan dengan asas keterbukaan. Berdasarkan asas
keterbukaan, Pemerintah atau Pejabat TUN wajib “memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
menggunakan haknya menyampaikan tanggapan atau penilaian”. Penerapan asas keterbukaan juga dapat
ditemui pada Putusan No. 14/G.TUN/2007/PTUN.Dps, di mana Pejabat TUN ketika membuat KTUN
mengenai mutasi tidak mengkaji dan menggunakan tahapan-tahapan pendahuluan dalam melakukan
evaluasi, sehingga dinyatakan melanggar asas keterbukaan. Di dalam praktiknya, asas keterbukaan ini
sering digunakan bersama-sama dengan asas kepastian hukum dan asas kecermatan. (SLIDE 5)

Pertimbangan penerapan putusan di atas sudah benar karena Makna yang diberikan oleh Majelis Hakim
terhadap penerapan asas ini adalah bahwa pejabat administrasi harus mematuhi aturan – aturan yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku, juga dituntut untuk berlaku jujur dan
terbuka terhadap segala aspek yang berkaitan dengan hak warga negara. (SLIDE 6)

Yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan No. 81 K/TUN/2006 menunjukkan indikasi adanya


pelanggaran asas proporsionalitas, yaitu menyaratkan bahwa KTUN yang diterbitkan oleh pejabat TUN
hendaknya memperhatikan aspek prosedural dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Penerapan asas proporsionalitas juga muncul dalam Putusan MA RI No. 81 K/TUN/2006 dan
Putusan Nomor MA RI No. 31 K/TUN/2014. Dengan demikian, asas ini dimaknai serupa dengan asas
kepastian hukum dan asas kecermatan. Temuan dari penelitian ini juga menggambarkan bahwa
pemaknaan asas proporsionalitas masih sering dirancukan dengan asas persamaan perlakuan. (SLIDE 7)

Pertimbangan putusan di atas sudah benar karena Makna yang diberikan oleh Majelis Hakim terhadap
penerapan asas ini adalah bahwa KTUN yang diterbitkan oleh pejabat TUN hendaknya memperhatikan
aspek prosedural dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang– undangan. Dengan pemaknaan
yang demikian, asas proporsionalitas seringkali diberikan tafsir yang sama dengan asas kepastian hukum
dan kecermatan.(SLIDE 8)

Anda mungkin juga menyukai