Istilah yang digunakan dalam PPDGJ adalah gangguan Jiwa atau gangguan
mental (mental disorder), tidak mengenal istilah penyakit Jiwa (mental
illness/mental desease)
KONSEP DISABILITY
Konsep “ Disability” dari “ The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural
Disorder” :
Gangguan kinerja (performance) dalam peran sosial dan pekerjaan, tidak
digunakan sebagai komponen esensial untuk diagnosis gangguan jiwa, oleh
karena itu hal ini berkaitan dengan variasi sosial-budaya yang sangat luas.
Yang dikatakan sebagai “disability” adalah keterbatasan/ kekurangan
kemampuan untuk melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan
diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian,
makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil).
Dari Konsep tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa didalam KONSEP
GANGGUAN JIWA, di dapatkan butir-butir :
1. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa :
- Sindrom atau Pola Perilaku
- Sindrom atau pola psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), a.l berupa rasa
nyeri,tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” dalam aktivitas kehidupan,
sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan
hidup (mandi, berpakaian, malan, kebersihan diri, dll)
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Tujuan dari diagnosis Multiaksial :
1. Mencakup informasi yang komprehensif (Gangguan Jiwa, kondisi fisik umum,
masalah Psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga
dapat membantu dalam :
· Perencanaan terapi
· Meramalkan “outcome” atau prognosis
Catatan :
Ø Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau patogenese
Ø Hubungan antara “Aksis I-II-III” dan “Aksis IV” dapat timbal balik saling
mempengaruhi
AKSIS I
F00 – F09 Gangguan Mental Organik & Simtomatik
F19 Gangguan Mental & perilaku akibat zat psikoaktif
F29 Skizofrenia, Gangguan skizotipal & gangguan waham
F39 Gangguan suasana perasaan (afektif/mood)
F49 Gangguan neurotik, gangguan somatoform & gangguan terkait stress
F59 Sindrom perilaku karena gangguan fisiologis/ fisik
F68 Perubahan Kepribadian karena non organic, gangguan impuls, gangguan seks
F89 Gangguan Perkembangan Psikologis
F98 Gangguan perilaku & emotional onset kanak –remaja
Gangguan Jiwa YTT
AKSIS II
AKSIS III
AKSIS IV
AKSIS V
F.1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkhohol dan zat psikoaktif
lainnya.
F.10. Gangguan mental dan perilaku akibat
Penggunaan alkhohol
F.11, F.12, F.14. Gangguan mental & perilaku akibat
Penggunaan Opioida /kanabinoida/kokain
16. Gangguan mental & perilaku akibat penggunaan
Sedativa atau Hipnotika/stimulansia lain/
Hallusinogenika
F.17, F.18, F.19. Gangguan Mental & perilaku akibat penggunaan
Tembakau/pelarut yang mudah menguap/ zat
Multiple & Zat psikoaktif lainnya
F. 9. Gangguan Perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa anak dan
remaja
98 Gangguan Hiperkinetik, Gangguan tingkah laku, Gangguan emosional atau
gangguan fungsi sosial Khas, gangguan “tic”, atau gangguan perilaku &
Emosional lainnya.
3. Deskripsi klinis dari pedoman diagnostik ini tidak mengandung implikasi
teoritis, dan bukan merupakan pernyataan yang komprehensif mengenai
tingkat pengetahuan yang mutahir dari gangguan tersebut. Pedoman ini hanya
merupakan suatu kumpulan gejala dan konsep yang telah disetujui oleh
sejumlah besar pakar dan konsultan dari berbagai negara, untuk dijadikan
dasar yang rasional dalam memberikan batasan terhadap kategori-kategori
diagnosis dan diagnosis gangguan jiwa.
4. Disarankan agar para klinisi mengikuti anjuran umum untuk mencatat
sebanyak mungkin diagnosis yang mencakup seluruh gambaran klinis.
Bila mencantumkan lebih dari satu diagnosis, diagnosis utama diletakkan
paling atas dan selanjutnya diagnosis lain sebagai tambahan. Diagnosis utama
dikaitkan dengan kebutuhan tindakan segera atau tuntutan pelayanan
terhadap kondisi pasien saat ini atau tujuan lainnya. Bila terdapat keraguan
mengenai urutan untuk merekam beberapa diagnosis, atau pembuat diagnosis
tidak yakin tentang tujuan untuk apa informasi itu akan digunakan, agar
mencatat diagnosis menurut urutan numerik dalam klasifikasi.
GANGGUAN JIWA
Gangguan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam diktat kuliah psikiatri,
Dr. dr. Luh Ketut Suryani mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi
karena tiga faktor yang bekerja sama yaitu faktor biologik, psikologik, dan
sosiobudaya.
FAKTOR BIOLOGIK
Untuk membuktikan bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit seperti
kriteria penyakit dalam ilmu kedokteran, para psikiater mengadakan banyak
penelitian di antaranya mengenai kelainan-kelainan neurotransmitter, biokimia,
anatomi otak, dan faktor genetik yang ada hubungannya dengan gangguan
jiwa.
Gangguan mental sebagian besar dihubungkan dengan keadaan
neurotransmitter di otak, misalnya seperti pendapat Brown et al, 1983, yaitu
fungsi sosial yang kompleks seperti agresi dan perilaku seksual sangat
dipengaruhi oleh impuls serotonergik ke dalam hipokampus.
Demikian juga dengan pendapat Mackay, 1983, yang mengatakan noradrenalin
yang ke hipotalamus bagian dorsal melayani sistem monoamine di
limbokortikal berfungsi sebagai pemacu proses belajar, proses memusatkan
perhatian pada rangsangan yang datangnya relevan dan reaksi terhadap stres.
Pembuktian lainnya yang menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu
penyakit adalah di dalam studi keluarga.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa keluarga penderita gangguan afektif,
lebih banyak menderita gangguan afektif daripada skizofrenia (Kendell dan
Brockington, 1980), skizofrenia erat hubungannya dengan faktor genetik
(Kendler, 1983). Tetapi psikosis paranoid tidak ada hubungannya dengan
faktor genetik, demikian pendapat Kender, 1981).
FAKTOR PSIKOLOGIK
FAKTOR SOSIOBUDAYA
Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan
terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam suatu
sosiobudaya tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Adanya perbedaan satu
budaya dengan budaya yang lainnya, menurut Zubin, 1969, merupakan salah
satu faktor terjadinya perbedaan distribusi dan tipe gangguan jiwa.
Begitu pula Maretzki dan Nelson, 1969, mengatakan bahwa alkulturasi dapat
menyebabkan pola kepribadian berubah dan terlihat pada psikopatologinya.
Pendapat ini didukung pernyataan Favazza
rumah tangga yang ditunjukkan oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer.
Jadi ilmu jiwa justru merupakan satu-satunya ilmu yang mengenali penyakit
medis secara komplet, yaitu dari segi fisik, pola hidup dan juga riwayat
perkembangan psikologis atau kejiawaan seseorang. Oleh karena itu
pengobatan ilmu kejiwaan juga bersifat menyeluruh, tidak sekedar obat minum
saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku dan terapi
kognitif/konsep berpikir.
Setiap individu hendaknya mengetahui konsep-konsep tentang gangguan jiwa
dan pencegahannya. Mungkin saat ini cukup banyak masyarakat awam yang
rajin membaca rubrik kesehatan baik lewat tabloid maupun internet, tapi
sayangnya permasalahan gangguan jiwa kurang popular jika dibandingkan
masalah osteoporosis, hipertensi, penyakit jantung, stroke, makanan sehat
maupun kesehatan kulit. Padahal yang perlu diketahui, gangguan jiwa dapat
mengenai siapa saja. Apalagi di tengah kehidupan yang semakin dipenuhi
stressor seperti sekarang ini. Tahukah Anda bahwa profesi yang paling
banyak melakukan bunuh diri di USA itu justru dokter spesialis kejiwaan?
Oleh karena itu mempelajari ilmu kejiwaan adalah penting dan lebih penting
lagi untuk dapat mempraktekkan kiat-kita untuk mendapatkan jiwa yang sehat.
Konsep yang perlu Anda pahami adalah ada 3 mekanisme pertahanan utama
jiwa kita untuk menolak terjadinya gangguan jiwa di tengah terpaan badai
kehidupan sebagaimanapun. Ketiga benteng jiwa yang sehat itu adalah
personality yang tangguh, persepsi yang positif (positif thinking) dan
kemampuan adaptasi. Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran
selama proses perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan
dengan banyaknya asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan
disekolah serta didapatkan dari banyaknya pengalaman langsung. Nilai-nilai
hanya dapat berfungsi jika diterapkan langsung dalam keadaan nyata yaitu
dengan banyak bergaul baik dengan lingkungan benar maupun salah. Apabila
kita berani SAY YES di lingkungan yang benar dan SAY NO saat di lingkungan
salah, lama kelamaan kepribadian kita akan tangguh. Mengurung anak dengan
tujuan menghindarinya dari perkenalan dengan narkoba tidak menjamin
bahwa kemudian ia tidak terjebak narkoba, yang benar adalah menanamkan
nilai-nilai yang tangguh kepada si anak serta membiarkannya mengenal
narkoba. Kepribadiannya yang tangguh itu sendiri yang akan membuatnya
berani menolak narkoba seumur hidupnya.
Persepsi juga perlu sebagai benteng kejiwaan. Seseorang yang selalu
memandang peristiwa yang menimpanya dengan positif dan memandang hari
depannya dengan optimis maka ia memiliki jiwa
A. NEUROSA (PSIKONEUROSA)
Neurosa adalah kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak
dapat diselesaikannya suatu konflik tidak sadar, kecemasan yang timbul
dirasakan secara langsung atau diubaholeh berbagai mekanisme pembelaan
psikologik =>dan muncullah gejala-gejala subyektif yang mengganggu.
Menimbulkan kecemasan
Konsep gangguan jiwa menurut PPDGJ-III yang merujuk pada SDM IV adalah :
“ Mental disorder is conceptualized as clinically significant behavioral or
psychological syndrome or pattera that occurs in an individual and that is
associated with present distress (eg. A painfull symtom) or disability (ic,
impairment in one or more important areas of functioning) or with a significant
increased ask of suffering death pain, disability, or an important loss of
freedom (Maskun Rusdi, 1998)
Evaluasi klien psikiatrik terdiri atas dua bagian : informasi subyektif yang
dikaitkan oleh pasien, dan informasi obyektif yang didapat melalui observasi.
Hal ini merupakan dasar dari suatu penilaian psikiatrik. Ini berlaku untuk
individu pasien anak, dewasa, pasangan dan keluarga (Dep Kes RI, 1997).
Pengertian Psikosa
Adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (“sense
of reality”) Hal ini diketahui dengan terdapatnya gangguan pada hidup
perasaan (afek dan emosi), proses berfikir, psikomotorik kemauan, sedemikian
rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi.
Penderita tidak dapat “dimengerti” dan tidak dapat “dirasai” lagi oleh orang
normal, karena itu seorang awampun dapat menyatakan bahwa orang itu
“gila”, bila psikosa itu sudah jelas. Penderita sendiri juga tidak memahami
penyakitnya, ia tidak merasa sakit
( WF Maramis, 2004).
Adalah suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab
organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan
kemampuan berfikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi,
menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu,
sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup
sehari-hari sangat terganggu (WF Maramis,2004).
Psikosa ditandai dengan perilaku yang regrasif, hidup perasaan yang tidak
sesuai, berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan
hallusinasi. Istilah psikosa dapat dipakai untuk keadaan seperti yang
disebutkan diatas dengan variasi yang luas mengenai
Dapat digambarkan secara umum bahwa Psikosa adalah suatu gangguan jiwa
yang serius yang timbul karena penyebab organik ataupun fungsional
(emosional /psikogenik) dan menunjukkan gangguan kemampuan :
· Berfikir
· Bereaksi secara emosional
· Mengingat
· Berkomunikasi
Pada umumnya keluhan atau gejala pasien secara garis besar sbb:
a. Adanya gejala psikotik
b. Kecemasan yang tidak rasional dan perilaku menghindar
c. Gangguan afek
d. Perilaku antisosial
e. Keluhan fisik dan kecemasan yang tidak rasional tentang penyakit fisik
f. Kesulitan belajar dan konsentrasi
Masalah klasik yang timbul sehubungan dengan psikotik berkisar pada hal –
hal berikut :
1. Gangguan pada alam perasaan, sedih, rasa bersalah dan perasaan tidak
mampu yang mendalam
2. Irritabilitas yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, pembicaraan dan
motorik yang berlebihan
3. Gangguan komunikasi, regressi ke otisme, manerism pembicaraan dan
perilaku
4. Gangguan isi pikiran yang berwaham
5. Acuh tak acuh terhadap masa depan
6. Gangguan curiga, kecenderungan membela diri atau rasa kebesaran
7. Gangguan bingung dan delirium dengan gangguan orientasi dan hallusinasi.
Pengertian :
Skizofrenia adalah Demensia prekoks, dalam perjalanan penyakitnya
memperlihatkan adanya deteriorasi. Digolongkan katatonik, hebrefrenik dan
keadaan paranoid, dasar gangguan ini adalah terpecahnya fungsi-fungsi
psikologik. Ia memberi nama baru dengan istilah “Skizofrenia”, deteriorasi
tidak selalu harus ada, isi dan arti dari gejala-gejala psikotik lebih diutamakan
(WF Maramis, 2004)
Psikopatologi
1993, yaitu :
DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING
Menurut Eugen Bleuler diagnosa skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat
gejala-gejala primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidak
seimbangan) pada unsur-unsur kepribadian (proses pikir, afek/emosi,
kemauan dan psikomotorik), diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.
Kurt Schneider (1939) menyusun gejala rangking pertama (“first rank
symtoms) dan berpendapat bahwa diagnosa skizofrenia sudah boleh dibuat
bila terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala dari kelompok B,
dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun. (WF Maramis,
2004).
Yaitu :gangguan pada cara berfikir yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kepribadian dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematik motivasi
dan psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan
(WF Maramis, 2004)
PROGNOSA
Dahulu bila diagnosa skizofrenia dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada
harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu
akan menuju kemunduran mental (deteriorasi mental).
Dan bila seorang dengan skizofrenia kemudian menjadi sembuh, maka
diagnosanya harus diragukan.
Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bahwa bila penderita itu datang
berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira
sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (“ Full remission atau
recovery), sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun
masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (“Social recovery”),
sepertiga sisanya biasanya mempunyai prognosa yang jelek, mereka tidak
dapat berfungsi didalam masyarakat dan menuju
PENGOBATAN
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, karena keadaan psikotik yang
lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju
kekemunduran mental.
Terapis jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai penderita yang
tidak dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu makhluk yang aneh dan
inferior. Keluarga atau orang lain dilingkungan penderita diberi penerangan
(manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Macam-macam pengobatan
1. Farmako terapi
2. Terapi elektro- konvulsi (TEK)
3. Terapi koma insulin
4. Psikoterapi dan rehabilitasi
5. Lobotomi Prefrontal
Farmakoterapi
Dari sudut organobiologi sudah diketahui bahwa pada skizofrenia (dan
juga gangguan jiwa lainnya) terdapat gangguan pada fungsi neurotransmitter
sel-sel susunab saraf pusat (otak) yaitu pelepasan zat dopamin dan serotonin
yang mengakibatkan gangguan proses pikiran, alam perasaan dan perilaku
sebagaimana yang telah diuraikan pada bab III : gejala klinis skizofrenia. Oleh
karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan
fungsi neurotransmitter tadi, sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat
dihilangkan atau dengan kata lain penderita skizofrenia dapat diobati
(Dadang Hawari, 2001)
(2). Neuroleptika dengan dosis rendah (diberikan dalam dosis terbagi ) 1-2 kali
/ sehari
- Flupenazin HCL : 5 – 10 mg (per-os)
- Flupenazin depo : 25 mg /4 minggu (intra musculer)
- Trifluoperazin : 3 – 20 mg (per-os)
- Haloperidol : 5 – 15 mg(per-os)
- Pimozid : 2 – 8 mg (per-os)
(Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1994)
(3). Terapi elektro-konvulsi (TEK)
Tidak lebih unggul dibandingkan dengan obat-obatan, tetapi bila diberikan
bersama-sama akan lebih mempercepat proses penyembuhan.
(Maramis, 2004)
(4). Terapi Koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan
penyakit, hasilnya memuaskan. Prosentase kesembuhan lebih besar bila
dimulai dalam waktu 6 (enam) bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi
koma insulin memberi hasil yang baik pada katatonia dan skizofrenia
paranoid.
(WF Maramis, 2004)
hingga fasilitas pengobatan dan rehabilitasi yang masih kurang. Ini yang harus
kita perbaiki,” jelasnya.
Perawatan psikososial yang tinggi diperkirakan terjadi kekambuhan dalam
waktu 9 bulan. Hasilnya 57 % dirawat oleh keluarga dengan ekspresi emosi
yang tinggi dan 17 % dengan keluarga yang mempunyai ekspresi emosi
rendah. Dengan terapi keluarga diharapakan dapat menurunkan ekspresi
emosi yang tinggi. ( Budi Anna Kelliat, 1997).
Untuk itu, dr Widya menjelaskan perlu dilakukan perawatan intensif dengan
pendekatan kekeluargaan (psikososial). Terapi jenis itu, lanjutnya,
menekankan peran aktif anggota keluarga dan Iingkungan sekitar dalam
interaksi dengan pasien. Namun untuk mencapai kondisi ini, pasien harus
terlebih dulu menjalani terapi lain, seperti pemberian obat yang teratur hingga
terapi kejang listrik (ECT).
Dokter Widya meminta agar tidak membiarkan pasien berada sendirian atau
diganggu oleh ejekan lingkungannya. Pasien sebaiknya dilibatkan dalam
pembicaraan yang menarik minatnya, atau berikan keleluasaan untuk
menyalurkan bakat dan hobinya.
“Hal terpenting adalah jangan biarkan faktor penyebab stres menimpa mereka.
Kita harus memasukkan perawatan dan rehabilitasi penyakit jiwa ini ke dalam
program prioritas kesehatan masyarakat. Harus juga diupayakan supaya
program jaminan sosial kesehatan masyarakat miskin (askeskin) mencakup
pelayanan untuk para penderita gangguan jiwa. Hal ini harus kita lakukan
sebagai bagian dan upaya mencapai derajat kesehatan komprehensif secara
fisil, mental, dan sosial,” tambah Fachmi. (*/S-4)
GANGGUAN PSIKOTIK
(+)
- Dasar organik
(-)
GANGGUAN NEUROTIK
Kelliat Budi Anna, Dr, (1998), Peranan Keluarga dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
http://masarie.wordpress.com/tag/gangguan-jiwa/2008
http://www.pontianakpost.com/2008
http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=18&tbl=terkini
http://masarie.wordpress.com/tag/gangguan-jiwa/2008
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/3/k4.htm
http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=19&tbl=terkini
Soal : Essay
1. Apa yang dimaksud dengan “ Disability” dalam konsep gangguan jiwa
1. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa Sindrom atau Pola Perilaku
2. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa Sindrom atau pola psikologik
3.Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress),disfungsi organ tubuh
4. No 1 dan 2 saja yang benar
3. Istilah tepat tentang “Gangguan Jiwa” yang digunakan dalam PPDGJ – III
adalah
4. Menurut Hierarki Blok Diagnosis gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ- III, bahwa
Skizofrenia, memiliki dan termasuk pada kode diagnosis :
a. F 20 – F 29
b. F 30 – F 39
c. F 40 – F 49
d. F 50 – F 59
e. F 60 – F 69
6. Angka kejadian pada gangguan psikotik jauh lebih rendah dari gangguan Non-
psikotik yaitu :
a. 1 – 3 prosen
b. 1 – 3 permil
c. 1- 30 pernil
d. 2 – 6 permil
e. 2 – 6 prosen
7. Salah satu pernyataan pada prognosa skizofrenia dibawah ini salah yaitu :
a. Kepribadian Prepsikotik : bila skizoid dan hubungan antar manusia memang
kurang memuaskan, maka prognosanya lebih jelek. Bila skizofrenia timbul secara
akut, maka prognosa lebih baik dari pada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.
b.Jenis Skizofrenia : jenis katatonik memiliki prognosa paling baik dari
pada semua jenis. Jenis hebefrenia dan simpleks memiliki prognosa yang sama
jelek.
c.Umur : Semakin muda umur permulaannya, semakin baik
prognosanya.
d.Pengobatan : Semakin lekas mendapat pengobatan, semakin baik
prognosanya
e. Faktor Keturunan : prognosa menjadi lebih berat bila didalam keluarga
terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizofrenia.
8. Bermacam –macam jenis Neurosa diantaranya adalah Neurosa Obsesif –
kompulsif yaitu ditandai dengan :
ng mengambang bebas, biasanya serangannya mendadak
ngguan fisik, mencakup gejala sensorik, motorik atau peny. Fisik.
e, kepribadian ganda, somnambulisme
sional yang disadari oleh klien
kiran irasional yang muncul yang disadari oleh klien
10. Jenis terapi yang bertujuan untuk memperkuat ego klien adalah .
a. Farmakoterapi
b. Elektro konvulsi terapi
c. Psikoterapi Terapi dan rehabilitasi
d. Lobotomi Prefrontal
e. Insulin syok terapi