Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Nila Permatasari

NPM : 2106784775
NO ABSEN : 72
KELAS : HUKUM EKONOMI SORE
TUGAS : Ringkasan dan Tanggapan Buku “HAK
ASASI MANUSIA dalam TRANSISI
POLITIK DI INDONESIA
MATA KULIAH : Politik Hukum

RESUME

Transisi Politik Menuju Demokrasi

Menurut Samuel P.Huntington dalam dua hingga tiga decade terkahir ini kita melihat

terjadinya revolusi politik yang luar biasa dimana transisi dari otoritanianisme menuju demokrasi

telah terjadi di leboih dari 40 negara. Dalam pandangan Anthony Giddens subyek atau pelaku

politik muncul dengan sendirinya. Giddens membahas mengenai tema-tema tentang berakhirnya

politik dan negara yang dilanda oleh pasar global, sehingga apa saja yang bisa dicapai oleh

pemerintah dal;am dunia contemporary saat ini layak diulang Kembali. Dalam perpesktif ini

keberadaan pemerintah adalah untuk menyediakan sarana untuk perwakilan kepentingfan-

kepentingan yang beragam, menopang system hukum yang efektif, memainkan peran ekonomis

secara langsung, sebagai pemberi kerja dalam intervensi makro maupun mikro ekonomi plus

sebagai penyediaan infrastruktur dan lain lain. Jika tidak terdera oleh krisis ekonomi moneter John

Naisbitt telah memprediksikan adanya delapan kecenderungan besar yang membentuk Kembali

perekonomian, pemerintahan dan kebudayaan di Asia, yang membawa asia ke arah suatu

commonwealth of nations yang akan menjadi rival barat dalam hak kekuatan dan pengaruh, maka

delapan kecenderungan besar tersebut adalah:

1
1. From nation-states to networks: Leaving nationalism behind, Asian entrepreneurs are using

greater economic cooperation untuk menciptakan kemakmuran Asia yang baru.

2. Dari tradisi ke pilihan: Warisan budaya mereka tetap kuat, tetapi orang Asia

mengekspresikan individualisme yang lebih besar dan perbedaan.

3. Dari berorientasi ekspor menjadi didorong oleh konsumen: Ekonomi Asia yang dulu

bergantung pada apa yang dapat mereka ekspor sekarang menambah kekuatan belanja

konsumen oleh kelas menengah yang berkembang pesat.

4. Dari yang dikendalikan pemerintah menjadi digerakkan oleh pasar: Sepanjang Asia,

privatisasi, deregulasi, dan liberalisasi perdagangan adalah melepaskan kekuatan ekonomi

pasar yang tak terkekang.

5. Dari pertanian ke kota-kota super: Urbanisasi cepat di Asia sudah berjalan dengan baik,

menciptakan sumber daya tenaga kerja baru yang besar dan kota-kota terbesar dan tertinggi

di dunia.

6. Dari industri padat karya hingga teknologi tinggi: Asia adalah bergerak cepat untuk

mengembangkan yang paling canggih di dunia infrastruktur teknologi.

7. Dari dominasi laki-laki hingga kemunculan perempuan: Perempuan sebagai pengusaha,

pemilih, dan konsumen kini secara masif berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan

Asia.

8. Dari Barat ke Timur: Pusat gravitasi global ekonomi, politik, dan budaya bergeser dari

Barat ke Timur.

Bahwa rezim otoritarian menurut hasil studi menunjukan bahwa rezim-rezim otoritarian tidak

dapat disamakan antara satu sama lain. Bahwa wacana mengenai rezim otoritarian juga terkait erat

dengan terminologi totaliterisme. Bahwa negara totaliterisme bukan hanya sekedar mengontrol

2
kehidupan masyarakat dengan ketat dan mempertahankan dengan tegas kekuasaan sebuah elit

politik kecil yang despotic. Karena negara totaliterisme adalah sebuah system politik yang dengan

melebihin bentuk kenegaraan despotic tradisional secara menyeluruh dan memobilisasikan segala

segi kehidupan masyarakat.

Reposisi hubungan Sipil – Militer bahwa semua rezim otoritarian, apapun tipenya, mempunyai

kesamaan dalam satu hal: hubungan sipil-militer mereka tidak begitu diperhatikan. Hampir semua

tidak memiliki karateristik hubungan sipil-militer sebagaimana yang ada di negara industrial yang

demokratis. Menurut Aribowo secara sistematis militer telah melakukan Langkah-langkah untuk

masuk dunia politik, diantaranya terdapat dua alternatif transisi menuju demokrasi dan pemulihan

TNI. Dalam sistem monarki tradisional, militer hanyalah berperan sebagai semacam “penjaga

malam” atau yang dalam sistem pemerintahan modern disebut sebagai fungsi pertahanan

keamanan (hankam).

Perumusan Kebijakan Baru untu menyelesaikan hubungan dengan rezim sebelumnya

bahwa pemerintah telah memilih sarana yang berbeda untuk berhubungan dengan masa lalunnya

misalnya, dengan membuka kebenaran dari pelanggaran-pelanggaran HAM dan dorongan

terhadap suatu pengakuan public akan kejahatan-kehajatan dan bahkan suatu permintaan maaf

terhadap para korban. Kebenaran lebih baik untuk keadilan dan bahwa laporan dari komis-komisi

kebenaran merupakan alternatif yang lebih bauk bagi tuntutan tuntutan pidan sejenis terhadap

pelanggaran HAM. Ada berbagai unsur dalam kebijakan-kebijakan dan Tindakan -tindakan yang

mencerminkan cara-cara pemerintahan modern dalam mencoba untuk mengadakabn rekonsiliasi

dengan masa lampau. Pada tingkat pertama berkaitan dengan masalah pemberian “perlindungan

yang besar’ bagi populasi penduduk. Kedua masyarakat baru memerlukan tatanan sosial baru.

Ketiga berkaitan dengan penanganan masa lampau adalah salah satu untuk menghina pihak-pihak

3
yang dulu kaya dan sangat berkuasa. Keempat melakukan pemihakan bukan merupakan suatu hal

yang sama sekali tidak beralasan.

Demilliterasisasi tidak hanya berkaitan dengan Militer bahwa salah satu hal yang paling

fundamental ialah yang berkaitan dengan perubahan imaji kita terhadap kedudukan dan peranan

militer. Konsepsi semacam ini dikaitkan dengan ideologi-ideologi “keamanan sosial”.

Demiliterisasi bukan merupakan suatu masalah yang hanya terkaitr dengan militer. Dalam konteks

respon TNI terhadap demokratisasi di Indonesia, dalam salah satu bagian bahwa hal tersebut dapat

dibagi ke dalam dua kategori besar. Berdasarkan “ Paradigma baru” kelompok reformis yang

berpandangan radikal berpendapat bahwa TNI hanya dapat diubah secara gradual. Ada beberapa

Langkah menurut Crouch, Langkah-langkah yang dimaksud meliputi:

1) Reduction in military representation in the legislatures.

2) Elimination of “kekaryaan” (secondment of military officers to civilian positions

3) Political “neutrality”

4) Separation of police from the military

5) Defence orientation

Bahwa lima langkah TNI untuk mengimplementasikan “paradigma baru yang

dikemukakan Crouch tampak bahwa kepempimpinan TNI yang baru telah menunjukan dukungan

terhadap demokratisasi dan secara berkala merujuk pada “supremasi sipil” suatu terminology yang

selalu dihindari kelompok militer di masa lalu.

Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik bahwa dalam kasus pembunuhan Steven Biko

di Afrika selatan pendri Gerakan kesadaran kaum kulit hitam (Black Consciousness Movement)

dan pemimpin kulit hitam yang paling kharismatis yang muncul di Afrika dalam masa penahan

4
yang Panjang dari Nelson Mandela. Lalu kemudian dia meninggal dunia terbaring telanjang diatas

tikar dari lantai batu di rumah sakit penjara Pretoria, dengan mulut bekas pukulan dan berbusa.

Pembunuhan terhadapnya bentuk kejahatan dari sederetan kekejaman mengerikan yang banyak

terjadi selama diterapkannya sistem apartheid. Dua puluh tahun kemudian lima orang dari

kelompok Polisi yang membunuh itu mengajukan permohonan pengampunan amnesti kepada

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan secara eksplisit mengakui adanya suatu

amnesti yang lebih kuat dan bertanggungjawab secara positif dan menegaskan bahwa hal itu sangat

dibutuhkan bagi pelaksanaan rekonsiliasi dan rekonstruksi juga untuk memberikan suatu landasan

yang aman bagi rakyat negara tersebut untuk lebih mementingkan pembagian-pembagian dan

perselisihan dari masa lalu yang dimana menyebabkan terjadinya pelanggaran pelanggaran HAM

berat pelanggaran pelanggaran prinsip prinsip humaniter dalam konflik-konflik kekerasan dan

suatu warisan rasa kebencian ketakutan kesalahan dan pembalasan.

Keadilan Transisional

Masyarakat di seluruh dunia sedang berupaya untuk memutuskan kaitan dengan

pemerintahan otoriter dan mulai membangun demokrasi pada saat terjadinya berbagai perubahan

radikal ini muncul suatu pertanyaan Apakah Haruskah masyarakat menghukum masa lalunya

ataukah membiarkan kaitan dengan masa lalu tetap eksis? Konsepsi ini termasuk konsepsi keadilan

tradisional atau transitional Justice beberapa bangsa telah bereaksi terhadap masa lalunya yang

kacau dengan cara menutup mata mereka secara kolektif beberapa negara juga lainnya telah

mendapati kesulitan untuk memelihara amnesia historisnya dihadapan korban-korban yang terus-

menerus berjatuhan seperti bangsa Jepang dan perlakuan mereka terhadap Cina dan Korea selama

masa perang atau bangsa Turki dan pembunuhan massal terhadap orang-orang Armenia.

5
Pencarian kebenaran rekonsiliasi dan keadilan lebih dari 20 bangsa dalam tempo 25 tahun

terakhir ini telah mencoba untuk itu sional kan pencarian terhadap kebenaran dan rekonsiliasi dan

hal ini telah memunculkan suatu disiplin akademis yang dinamakan keadilan transisional, dengan

kosakatanya sebagai berikut bahwa Keadilan retributive, keadilan restorative, klarifikasi historis

dan sebagainya keadilan tradisional. Yang pertama adalah kebenaran kebenaran yang diambilnya

dari nama komisi yang telah didirikan di Chile yang serupa dengan nama komisi yang juga pernah

didirikan di berbagai negara lainnya. Yang kedua adalah kata rekonsiliasi dengan alasan bahwa

setiap masyarakat yang menjadi korban tindakan Represif harus dipulihkan dari pengalaman masa

lampaunya itu. Yang ketiga adalah kata keadilan menurut Bronkhorst. Meskipun demikian peran

keadilan dalam proses transisi dan prioritas yang diberikan-nya berbeda-beda antara satu bangsa

dengan bangsa lain keadilan juga lebih banyak menimbulkan perdebatan dibandingkan dengan dua

konsep lainnya kebenaran dan rekonsiliasi.

Hukum Internasional juga mengatur tentang amnesti. Menurut Hukum Internasional diatur

mengatur untuk masalah ini,namun juga diatur Negara-negara yang ada didunia harus juga

mengatur sendiri berkaitan dengan atiran mengenai amnesty, untuk kemudianpermohonan istri

Biko ditolak. Pengaturan itu tentunya menurut kultur dan budaya hukum yang berlaku

dimasyarakat sekitar, sehingga implementasinya mudah disosialisasikan dan mudah di penuhi atau

tidak dilanggar oleh masyarakat. Sehingga pada akhirnya terjadi kesepahaman antara hukum

Internasional dengan hukum hukum nasional, sehingga itu yang menyebabkan keberlakuan segala

hal yang dianggap penting bagi berlakuknya sistem hukum nasional.

Negara-negara di Eropa telah lebih dulu menerapkan sistem yang sangat demokratis.

Negara yang mulai bertolak pada Demokrasi dimulai dari Selatan Eropa ke Amerika Latin

kemudian ke Sebagian Timur Eropa dan Afrika Selatan serta Negara-negara lainnya. Kemudian

6
berdasarkan itu dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) Negara yakni Pertama Negara-negara

Amerika Serikat dan Kedua Negara non-Amerika Latin. Hingga pada akhirnya dapat berkembang

ke wilayah seluruh dunia yang ada di dunia.

Perbandingan di Amerika Latin dan Eropa Selatan adalah factor internasional lebih

menguntungkan yang terjadi di Negara-negara Eropa Selatan, sehingga mendukung prediksi yang

optimis terhadap penerapan demokrasi di suatu Negara. Namun terdapat Negara-negara yang

menyodorkan dengan lebih luas tentang dari rezim yang sebelumnya dilaksanakan.

Amerika latin lebih heterogen daripada Eropa Selatan. Dalan rezim ini lebih patrimonialis

dan sultanistis dan rentan revolusioner. Di Eropa Selatan sebelum terjadi Pemilu militer

mengambil alih pemerintahan dengan dalih pemerintahan sementara, namun sampai akhirnya tidak

dilaksanakan Pemilu. Sedangkan di Spanyol beberapa jabatan strategis dikuasai, bahkan pesaing

partai-partai yang lain tidak diijinkan lagi. Hingga pada akhirnya terdapat gerakan masyarakat

yang menginginkan terselenggaranya pemilu, perlindungan HAM dan partai politik tidak

didominasi. Kasus peru yang memainkan peran sentral adalah angkatan bersenjata,namun yang

memainkan oleh gerakan politik sipil yang diarahkan oleh kepemimpinan yang sangat

dipersonifikasikan, Disatu sisi peranan personal dipertentangkan dengan peran personal.

Perbedaan itu adalah orientasi adalah antioligarkis dalam kebijakan rezim Peru, niatnya untuk

secara cepat memperluas industri dan peran ekonomi Negara di sebuah negeri yang tidak seberapa

maju dan tidak adanya hasrat menyingkirkan secara paksa sector rakyat. Disamping itu represi

politik muncul yang tingkat dan intensitasnya tidak membawa perubahan penting denga pola yang

ada sebelumnya. Di Meksiko terjadi perubahan mendalam yang menimbulkan kesinambungan

dengan mengagumkan dalam struktur kepemimpinan. Meksiko juga relative berbeda dalam

konteks relative kecilnya peran yg dimainkan angkatan bersenjata dalam pemerintahan. Namun

7
bukan suatu yang diniscayakanoleh transisi menuju Demokrasi Konstitusional yang pernah terjadi

di Dominika dan Ekuador, namun lebih menyerupai dua Negara yang disebut terakhir itu daripada

Negara Amerika lainnya.

Dalam sejarah Yunani kejatuhan rezim otoriter telah membuka jalan bertumbuh

kembangnya Negara Demokratis. Pada gelombang demokratisasi ketiga Yunani sebenarnya telah

menerapkan konsep pemerintahan yang demokratis. Dapat dikatakan peranan hakim dalam

demokratisasi di yunani sangat menarik kenapa Yunani berhasil menerapkan kebijakan yang

bersifat krusial dimana di Negara lainnnya telah gagal. Keterlibatan kalangan Yudisial dalam

rezim baru untuk menyelesaikan soal keabsahan dari pendahulunya yang otoriter harus dipahami

dalam konteks kekuasaan. Kenyataan itu telah memberikan pendalaman implikasi tentang peranan

dari hakim yang menjabat. Sebagai suatu hal yang beda antara sistem hukum common law dengan

sistem civil law. Peranan utama mereka adalah menegakkan hukum tanpa secara terbuka

dipengaruhi oleh kekuatan apapun. Blok komunis telah melakukan perjuangan untuk menemukan

jalannya dalam hubungan untuk memperbaiki kearsipan yang telah lama kacau. Di tembok Berlin

tidak ada symbol yang lebih besar dari tekanan komunis dari Tentara Nasional Jerman Timur.

Untuk itu selama 40 tahun kementerian Pertahanan telah menghimpun perlindungan dari Partai

Komunis dan mendokumentasikan tentang warga negaranya sendiri.

Dibandingkan dengan dengan mayoritas Negara-negara telah menggunakan sarana hukum

untuk bergumul melawan kejahatan yang ada, republik Federal Jerman telah menikmati

keuntungan yang tidak diduga untuk mencapai penyelesaian kasus kejahatan dan pelanggaran yang

terjadi di bekas Republik Demokrasi Jerman. Berbeda dengan tranSisi yang melalui proses

negosiasi, dalam konteks yang sama Jerman dapat menggambarkan dapat menerapkan keuntungan

kelembagaan disbanding dengan Negara bekas komunis. Norma-norma hukum kemudian

8
direkonstruksi menjadi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintahan di Jerman, sehingga

karakternya cukup signifikan mempengaruhi pemerintahan.

TANGGAPAN

Definisi Hak Asasi Manusia dahulu lebih dikenal sebagai Natural Rights. Hal itu

disebabkan karena konsep yang dulu berkembang masih sempit dan didasarkan pada kehendak

alam semata. Itu artinya, belum ada signifikansi akal rasio manusia yang digunakan untuk berfikir

secara lebih mendalam pada saat itu. Istilah rights of man juga sejatinya tidak salah total, karena

secara nomenklatur frasa Man tidak bisa diartikan hanya sebatas lelaki yang sudah dewasa saja,

akan tetapi juga harus diartikan sebagai the generic use of the word to refer to any human being.

Tetapi istilah Human Rights sudah sangat tepat karena secara umum dapat diartikan sebagai hak

asasi manusia, tidak terbatas hak pria, atau hak wanita saja, akan tetapi hak seorang manusia. Hal

itu mengindikasikan bahwa manusia memiliki hak yang sama, tidak dibatasi oleh perbedaan

gender, suku, agama, negara, dan unsur lain. Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks

modern dilatarbelakangi oleh pembacaan yang lebih manusiawi tersebut, sehingga konsep HAM

diartikan sebagai berikut:

“Human rights could generally be defined as those rights which are inherent in our nature

and without which we cannot live as human beings.

Dengan pemahaman seperti itu, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu

common standard of achivement for all people and all nations, yaitu sebagai tolok ukur bersama

tentang prestasi kemanusiaan yang perlu dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia.

Pada tataran internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami perkembangan yang

sangat signifikan. Sejak diproklamirkannya The Universal Declaration of Human Right tahun

9
1948, telah tercatat dua tonggak historis lainnya dalam petualangan penegakan hak asasi manusia

internasional. Pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) PBB, yaitu yang mengenai Hak Sipil

dan Hak Politik serta Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dua kovenan itu sudah dipemaklumkan

sejak tahun 1966, namun baru berlaku sepuluh tahun kemudian setelah diratifikasi tiga puluh lima

negara anggota PBB. Kedua, diterimanya Deklarasi Wina beserta Program Aksinya oleh para

wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993 dalam Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia PBB

di Wina, Austria. Deklarasi yang kedua ini merupakan kompromi antar visi negara-negara di Barat

dengan pandangan negara-negara berkembang dalam penegakan hak asasi manusia.

Di Indonesia, diskursus tetang penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah gencarnya.

Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula pada tahun 1997, yaitu semenjak

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah diselenggarakannya

Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang penegakan

HAM di Indonesia menjadi pemebicran yang serius dan berkesinambungan. Kesinambungan itu

berwujud pada usaha untuk mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan sistem

politik nasioanal sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan kerjsama guna

menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia. Meski tidak bisa

dipungkiri adanya pengaruh internasional yang menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu

isu global, namun penegakan hak asasi manusia di Indonesia lebih merupakan hasil dinamika

intrenal yang merespon gejala internasional secara positif.

Pada tahun 1999 lah, Indonesai memiliki sistem hukum yang rigid dan jelas dalam

mengatur dan menyelesaikan persoalan pelangaran HAM di Indonesia. Diberlakukannya UU No.

39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia kendati agak terlambat merupakan langkah progresif

10
dinamis yang patut dihargai dalam merespon isu internasional di bidang hak asasi manusia

walaupun masih perlu dilihat dan diteliti lebih jauh isinya.

Beberapa pertanyaan mendasar muncul pada waktu itu sampai saat ini. Bagaimana konsep

HAM menurut undang-undang tersebut? Sejauh mana memiliki titik relevansi dengan dinamisasi

masyarakat? Bagaimana penegakannya selama ini? Seberapa besar ia mengakomodasi nilai-nilai

universal? Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun

1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang

termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan

hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang

atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan

mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

Dalam Undang-undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan

berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala

bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen

internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi Undang-undang ini

disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang

berdasarkan Pancasila, UUD 45 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.Hak-hak yang

tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari:

11
1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan

taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta

memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.

2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk

kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang

bebas.

3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak

pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun

masyarakat, bangsa dan negaranya.

4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh

keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara

pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan

tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif

oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.

5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan

politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak

boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak,

berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.

6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat

12
dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan,

berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi

melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.

8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam

pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat

diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.

9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi

dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping

itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya

terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.

10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan

negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan

tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Masalah hak asasi manusia menurut para sarjana yang melakukan penelitian pemikiran Barat

tentag negara dan hukum, berpendapat bahwa secara berurut tonggak-tonggak pemikiran dan

pengaturan hak assasi manusia mulai dari Magna Charta (Piagam Agung 1215), yaitu dokumen

yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja John dari Inggris kepada bangsawan bawahannya

atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja tersebut. Kedua adalah Bill

of Right (Undang-Undang Hak 1689) suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris,

setelah dalam tahun 1688 melakukan rrevolusi tak berdarah (the glorius revolution) dan berhasil

melakukan perlawanan terhadap raja James II. Menyusul kemudian The American eclaration of

Indepencence of 1776, dibarengi dengan Virginia Declaration of Right of 1776. seterusnya

Declaration des droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusai dan warga negara,

13
1789) naskah yang dicetuskan pada awal revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap

kesewenang-wenangan raja dengan kekuasaan absolut. Selanjutnya Bill of Right (UU Hak),

disusun oleh rakyat Amerika Serikatr pada tahun 1789, bersamaan waktunya dengan revolusi

Perancis, kemudain naskah tersebut dimasukkan atau doitambahkan sebagai bagian dari Undang-

Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1791.

Berdasar naskah-naskah di atas, Franklin Delano Roosevelt (Presiden Amerika ke-32)

meringkaskan paling tidak terdapat Empat Kebebasan (The Four Freedoms) yang harus diakui,

yakni (1) freedom of speech (kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat, (2) freedom

of religion (kebebasan beragama), (3) freedom from want (kebebasan dari kemiskinan), dan (4)

freedom from fear (kebebasan dari rasa takut).

Kondisi tersebut berbeda dengan proses transisi yang dilakukan oleh Argentina dan Chile.

Dimana proses negosiasilah yang tampak dan tidak terdapat perlawanan dari para elit militer.

Contohnya adalah Chile, dimana pemerintah telah memilih sarana yang berbeda untuk mengupas

masa lalunya yaitu dengan cara membuka kebenaran dari pelanggaran-pelanggaran HAM dan

dorongan terhadap suatu pengakuan publik akan kejahatan-kejahatan. Tujuannya adalah meminta

rasa bersalah dan permintaan maaf yang dilakukan oleh pelaku kepada korban. Walaupun pada

awalnya terasa nuansa skeptis yang menjurus kearah instabilitas, akan tetapi kemudian justru

mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Hal inilah yang dapat disebut sebagai

salah satu mekanisme simbolis untuk memutuskan hubungan dengan masa lalu.

Dapat kita simpulkan bahwa transisi politik di beberapa negara Amerika Latin memang

memiliki beberapa karakteristik yang sama. Salah satu contohnya ketika kita membandingkan

dengan pengalaman yang dialami di negara Eropa Selatan. Di Amerika latin, faktor-faktor

14
internasional memegang peranan penting dalam proses transisi politik, sedangkan di Eropa Selatan

tidaklah demikian. Perbedaan-perbedaan dan pertentanga-pertentangna itu juga mendukung suatu

prediksi yang lebih optimistis perihal prospek penegakan hukum demokrasi.

15

Anda mungkin juga menyukai