Anda di halaman 1dari 9

PERKEMBANGAN ASURANSI PERTANIAN DAN POLIS MENGENAI ASURANSI

PERTANIAN OLEH PEMERINTAH


Sebagian besar usaha di bidang pertanian merupakan usaha pertanian berskala kecil
yang tidak mampu melakukan perlindungan usahanya secara mandiri terhadap
bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan
menular, dan/atau dampak perubahan iklim;
            Dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
40/Permentan/SR.230/7/201 ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan Fasilitasi
Asuransi Pertanian dengan tujuan untuk memberikan kemudahan dan perlindungan
dalam menanggung risiko usaha tani yaitu meringankan kerugian akibat bencana alam,
serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dan/atau
dampak perubahan iklim kepada petani, perlu mendapatkan perlindungan melalui
fasilitasi asuransi pertanian; Beberapa pengertian yang perlu dipahamai yaitu
1.     Asuransi Pertanian adalah perjanjian antara petani dan pihak perusahaan asuransi
untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani.
2.     Fasilitasi Asuransi Pertanian adalah kemudahan dalam meringankan kerugian
melalui perjanjian antara Petani dengan pihak perusahaan asuransi untuk
mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani. .
3.     Premi Asuransi Pertanian adalah sejumlah nilai uang yang ditetapkan oleh
perusahaan asuransi selaku penanggung dan dibayar oleh Petani selaku
tertanggung sebagai syarat sahnya perjanjian asuransi dan memberikan hak kepada
Petani untuk menuntut kerugian.
6.     Polis Asuransi Pertanian adalah dokumen perikatan asuransi pertanian, memuat
antara lain hak dan kewajiban masing-masing pihak sebagai bukti tertulis terjadinya
perjanjian asuransi dan ditandatangani oleh penanggung.
7.     Klaim adalah tuntutan ganti rugi karena terjadinya bencana yang berakibat pada
kerugian keuangan bagi tertanggung dan memberi hak kepadanya untuk
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penanggung.
.
JENIS DAN FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

Perusahaan asuransi pelaksana asuransi pertanian harus memiliki izin produk asuransi
pertanian yang disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Asuransi Pertanian dilakukan untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat:
a.    Bencana Alam;
b.    serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan;
c.    wabah Penyakit Hewan Menular;
d.    dampak perubahan iklim; dan/atau
e.    jenis risiko-risiko lain.

Jenis Asuransi Pertanian


a.    Asuransi Pertanian meliputi Asuransi Tanaman (Tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan)
b.    Asuransi Ternak (Ternak ruminansia, Ternak nonruminansia dan monogastrik/
pseudoruminant)
Asuransi Pertanian berdasarkan pola pembayaran premi dibedakan
a.    pola swadaya dan
b.    pola bantuan premi pemerintah

(1)    Bantuan pembayaran Premi dilakukan melalui pendaftaran


(2)    Bantuan pembayaran Premi yang berasal dari APBN diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal atas nama Menteri.

FASILITASI ASURANSI PERTANIAN MELIPUTI

a.     Kemudahan dalam Pendaftaran Menjadi Peserta Asuransi;


dilakukan melalui pendataan/inventarisasi Petani calon peserta asuransi oleh
perusahaan asuransi yang diketahui oleh Dinas kabupaten/kota
(1) Kemudahan pendaftaran dilakukan melalui pendataan/inventarisasi Petani
calon
peserta asuransi oleh Dinas kabupaten/kota.
(2) Hasil inventarisasi oleh Dinas kabupaten/kota diverifikasi dan selanjutnya
disampaikan kepada Dinas provinsi untuk diusulkan penetapan peserta
asuransi.
(3) Dinas provinsi telah menerima usulan sebagaimana dan menetapkan calon
penerima dan mengusulkan kepada Kementerian Pertanian melalui Direktorat
Jenderal.
(4) Pengisian formulir pendaftaran calon peserta asuransi didampingi oleh petugas
Dinas kabupaten/kota.
(5) Verifikasi calon penerima dilakukan secara berjenjang oleh kabupaten/kota,
provinsi
dan Pusat.

b.     Kemudahan Akses Terhadap Perusahaan Asuransi;


dilakukan melalui pertemuan Petani dengan perusahaan asuransi dengan
melibatkan Dinas kabupaten/kota.
(1) Kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi dilakukan oleh Dinas
kabupaten/kota dengan cara:
(a) mendorong pemahaman dan manfaat kepesertaan asuransi pertanian;
(b)    mempertemukan Petani calon peserta asuransi pertanian dengan
perusahaan asuransi; dan
(c)    mendorong terbentuknya pengikatan asuransi pertanian.
(2)    Pendataan atau inventarisasi yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dilakukan secara berjenjang atas usulan bupati/walikota
kepada gubernur, untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri.

c.     Sosialisasi Program Asuransi Terhadap Petani  dan Perusahaan Asuransi;


dan/atau
dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan melibatkan Direktorat Jenderal, Dinas
provinsi, dan/atau Dinas kabupaten/kota . Sosialisasi antara lain tahap pelaksanaan
asuransi pertanian:
(1).     permohonan menjadi calon peserta asuransi pertanian;
(2).     penentuan dan pemilihan risiko asuransi pertanian;
(3).     pendaftaran menjadi peserta dengan mengisi formulir pendaftaran dan
membayar premi;
(4).     penerbitan Polis asuransi dilakukan setelah pendaftaran dan premi diterima
dari Petani;
(5).     pengajuan Klaim dilakukan setelah Petani melaporkan kerusakan atau
kerugian sesuai hasil pemeriksaan dan mendapatkan persetujuan dari
perusahaan asuransi

d.     Bantuan Pembayaran Premi.


dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan melibatkan Direktorat Jenderal, Dinas
provinsi, dan/atau Dinas kabupaten/kota

Persyaratan Petani peserta asuransi pertanian yang mendapatkan bantuan Premi


sebagai berikut:
a.     Petani penggarap Tanaman pangan yang tidak memiliki lahan usaha tani dan
menggarap paling luas 2 (dua) hektare;
b.     Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budidaya Tanaman pangan pada
lahan paling luas 2 (dua) hektare; dan/atau
c.      Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.     Petani penerima bantuan Premi harus tergabung di dalam Kelompok Tani dan
memiliki kepengurusan yang aktif.
e.     Lahan Petani penerima bantuan diutamakan pada lahan pertanian pangan
berkelanjutan.  yang dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
f.       Petani penerima bantuan Premi wajib melaksanakan budidaya Tanaman atau
Ternak yang baik.

Tahap pelaksanaan asuransi pertanian dilakukan:


a.     pengusulan Calon Peserta Calon Lokasi (CPCL) dari Dinas kabupaten/kota;
b.     sosialisasi asuransi kepada calon peserta;
c.     penilaian kelayakan terhadap obyek asuransi;
d.     pendaftaran menjadi peserta dengan mengisi formulir pendaftaran dan membayar
Premi;
e.    penerbitan Polis asuransi dilakukan setelah pendaftaran dan Premi diterima dari
Petani; dan
f.      pengajuan Klaim dilakukan setelah Petani melaporkan kerusakan atau kerugian
sesuai hasil pemeriksaan dan mendapat persetujuan dari perusahaan asuransi.
ASURANSI POLA BANTUAN PREMI
Asuransi Pola Bantuan Premi yang bersumber dari APBN pelaksana perusahaan
asuransi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Fasilitasi pelaksanaan asuransi pertanian dilakukan
oleh tim pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

a.    Tim pusat
(1)    Tim pusat terdiri atas pengarah, pelaksana, dan anggota.
(2)    Tim Pusat dibentuk oleh Menteri Pertanian
(3)    Tim bertugas:
a. menyusun bahan rumusan asuransi pertanian;
b. menetapkan calon penerima bantuan premi asuransi pertanian;
c. melaksanakan sosialisasi asuransi pertanian; dan
d. melakukan monitoring pelaksanaan asuransi pertanian.

b.    Tim provinsi
(1)    Tim provinsi atas pengarah, pelaksana, dan anggota.
(2)    Keanggotaan tim provinsi berasal dari unsur antara lain  Dinas provinsi, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Koordinasi
Penyuluhan.
(3)    Tim provinsi dibentuk oleh gubernur; dan
(4)    Tim ini  bertugas:
a.  inventarisasi, verifikasi dan mengusulkan calon peserta asuransi yang diusulkan
oleh kabupaten/kota;
b.  melaksanakan sosialisasi asuransi pertanian; dan
c.  melakukan monitoring pelaksanaan asuransi pertanian.

c.      Tim kabupaten/kota
(1)    Tim kabupaten/kota terdiri atas pengarah, pelaksana, dan anggota.
(2)    Keanggotaan tim kabupaten/kota dari unsur antara lain Dinas kabupaten/kota,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pelaksana
Penyuluhan.
(3)    Tim kabupaten/kota dibentuk oleh bupati/walikota
(4)    Tim ini  bertugas:
a.    inventarisasi, verifikasi dan mengusulkan calon penerima bantuan premi
asuransi pertanian kepada tim provinsi;
b.    melaksanakan sosialisasi asuransi pertanian; dan
c.     melakukan monitoring pelaksanaan asuransi pertanian.
Secara lebih rinci, program asuransi pertanian diatur melalui Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 40/Permentan/SR.230/7/2015 tentang Fasilitas Asuransi Pertanian
dimana peraturan tersebut membahas hal teknis program tersebut. Pemerintah telah
menjelaskan bahwa program tersebut akan memberikan penggantian sebesar Rp6 juta
per hektar dengan premi sebesar Rp. 180 ribu dimana pemerintah akan memberikan
subsidi sebesar 80% sehingga para peserta hanya perlu membayar sebesar Rp36. ribu.

Asuransi pertanian tersebut masih memiliki beberapa hal yang perlu untuk dievaluasi
kembali. Pertama dari segi ganti rugi, yang disebutkan sebesar Rp. 6 juta per hektar.
Jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan petani, maka angka tersebut kurang
mencukupi. Ongkos usaha tanaman tahun 2014 untuk padi sawah adalah sebesar Rp.
12,7 juta sedangkan untuk padi ladang adalah sebesar Rp. 7,8 juta. Padahal petani
juga bukan hanya perlu modal untuk bisa kembali bercocok tanam, tetapi juga
membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya sendiri serta rumah
tangganya sampai masa panen berikutnya.

Angka tersebut tentu saja akan berbeda di setiap daerah dan kemungkinan besar relatif
lebih mahal di luar Jawa yang notabene memiliki infrastruktur yang kurang memadai,
harga input yang tinggi dan pasokannya terbatas. Angka ganti rugi yang rendah akan
mengurangi minat para petani untuk berpartisipasi dalam program ini, kendati biaya
premi yang rendah karena disubsidi oleh pemerintah. Seandainya pemerintah berniat
menaikkan besaran ganti rugi pun, maka pemerintah masih perlu mengkaji ulang
apakah menutupinya dengan cara menaikkan premi yang tentu akan memberatkan
petani atau meningkatkan anggaran subsidi premi yang akan berdampak terhadap
APBN.

Hal ini semakin diperparah dengan pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap


asuransi masih rendah. Jangankan masyarakat petani yang mayoritas berada di
pedesaan, penduduk perkotaan yang memiliki akses lebih terhadap instrumen
keuangan masih sangat meragukan asuransi. Selain itu, asuransi pertanian hanya
memberikan perlindungan terhadap risiko gagal panen, padahal petani Indonesia
memiliki risiko lain seperti harga jual yang rendah dan harga input seperti pupuk dan
benih yang terlalu tinggi dan sulit dicari.

Kedua, permasalahan berikutnya adalah untuk saat ini pemerintah hanya


mengakomodir petani padi sebagai salah satu upaya mewujudkan swasembada petani.
Hal ini bisa dibilang wajar dan tepat karena program ini baru dimulai dan membutuhkan
waktu bagi pemerintah untuk bisa melakukan ekspansi agar bisa menampung asuransi
untuk semua petani. Dalam jangka panjang, diharapkan pemerintah mampu
memberikan akses asuransi kepada semua petani di Indonesia tanpa terkecuali
termasuk asuransi untuk subsektor dari pertanian seperti peternakan dan perikanan.

Ketiga, asuransi pertanian di Indonesia saat ini berbasis indemnity-based atau ganti


rugi, dimana pemerintah akan melakukan penggantian berdasarkan kerugian atau
kerusakan yang benar-benar terjadi dan dialami petani. Sistem ini memiliki kelemahan
terkait biaya yang tinggi yaitu biaya administrasi dan biaya lain-lain seperti biaya survey
risiko dan biaya inspeksi untuk memastikan apakah kerugian benar-benar dialami oleh
petani atau tidak. Apalagi dengan struktur pertanian di Indonesia dimana rumah tangga
tani di Indonesia mencapai 40.000.136 rumah tangga dengan luas lahan 8.581,19 m 2
(kurang dari 1 hektar) sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar bagi pihak
asuransi untuk mendata sekaligus melakukan inspeksi.

Keempat, sistem indemnity based lebih rentan memicu terhadap terjadinya adverse


selection dan moral hazard. Adverse selection adalah situasi dimana mereka yang
memilih untuk mengikuti asuransi pertanian adalah mereka yang memiliki risiko tinggi,
lebih besar dibandingkan premi yang dibayarkan. Moral hazard adalah situasi dimana
peserta asuransi bertindak lebih berisiko karena merasa setiap kerugian akan diganti
oleh pihak asuransi.

Moral hazard, dalam beberapa kasus seperti yang terjadi di India dapat berubah
menjadi fraud atau kecurangan dimana masyarakat secara sengaja menggagalkan
panennya untuk mendapatkan ganti rugi. Hal ini terjadi karena biaya pengawasan yang
tinggi bagi pihak asuransi untuk memastikan apakah kegagalan panen benar-benar
terjadi karena faktor yang sudah tertera dalam kontrak atau merupakan unsur kelalaian
atau bahkan kesengajaan dari pihak petani.

Beberapa hal bisa dilakukan pemerintah untuk lebih mengoptimalkan utilitas dari
asuransi pertanian. Pertama, asuransi pertanian sebaiknya menjadi sebuah program
wajib yang harus diikuti oleh semua petani. Hal ini tentu saja bukan hal yang mudah
terutama untuk meyakinkan mereka yang memiliki kepercayaan yang rendah terhadap
sistem asuransi dan petani yang sebenarnya memiliki risiko gagal panen yang rendah.
Namun, asuransi pertanian, selain untuk pengaman bagi petani apabila terjadi gagal
panen, asuransi pertanian juga sebagai pengenalan instrumen asuransi kepada petani.
Kebijakan untuk mewajibkan petani mengikuti asuransi pertanian sebaiknya diikuti
dengan sosialisasi yang intensif terhadap petani sehingga memahami pentingnya
asuransi dan mengerti teknis prosedurnya. Selain itu, perlu pertimbangan yang matang
terkait pengeluaran subsidi yang perlu dikeluarkan pemerintah untuk membiayai premi
asuransi petani tersebut.

Selain itu, pertanian di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Mulai dari
jenis sawah, pola waktu tanam, jenis tanaman, cuaca dan kondisi geografis, yang
menyebabkan satu daerah dengan yang lain memiliki risiko yang berbeda. Karena perlu
kajian lebih mendalam dari pemerintah mengenai risiko, premi dan ganti rugi yang perlu
dikenakan berdasarkan faktor-faktor tersebut yang seharusnya berbeda-beda. Akan
menjadi tidak adil apabila petani dengan risiko yang rendah perlu membayar premi
yang sama dengan petani berisiko tinggi padahal jumlah ganti rugi yang diberikan
sama. Begitu pula apabila ganti rugi yang diberikan sama padahal biaya yang
dikeluarkan petani berbeda karena perbedaan jenis tanaman.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa petani memiliki risiko lain terkait dengan
kepastian harga jual dan harga input serta ketersediannya di pasar. Ini dapat menjadi
pertimbangan bagi pemerintah untuk memasukkan kriteria ini ke dalam kontrak
asuransi atau menyusun program lain yang terintegrasi dengan asuransi pertanian.
Misalnya, pemerintah akan memberikan harga yang lebih murah serta akses ke faktor
input semisal pupuk yang lebih baik kepada petani yang memiliki asuransi pertanian.
Strategi seperti ini diharapkan lebih persuasif untuk mengajak masyarakat berasuransi
sekaligus memberikan kepastian keuntungan kepada petani yang berdampak terhadap
terwujudnya ketahanan pangan yang sustainable sekaligus meningkatkan
kesejahteraan petani.

Dengan berbagai tinjauan terhadap asuransi pertanian, penulis berpendapat bahwa


program ini perlu untuk dilanjutkan bahkan ditingkatkan sebagai sebuah niat baik
pemerintah untuk memakmurkan petani Indonesia. Program ini perlu untuk terus
diawasi dan dievaluasi secara berkelanjutan agar menjadi lebih efektif dan efisien.
Selain itu dalam jangka panjang, banyak manfaat yang bisa didapatkan dari program ini
yakni menghindari semakin berkurangnya rumah tangga tani dan lahan pertanian dari
tahun ke tahun serta meningkatkan daya beli petani Indonesia sehingga bisa menjadi
profesi yang lebih diminati.

Pertanian merupakan salah satu usaha yang rawan terhadap dampak negatif
perubahan iklim, seperti banjir dan kekeringan yang dapat menyebabkan gagal panen.
Jika tidak diantisipasi dengan tepat, hal ini berpotensi melemahkan motivasi petani
untuk mengembangkan usaha tani, bahkan dapat mengancam ketahanan pangan.
Kemampuan petani beradaptasi terhadap perubahan iklim terkendala oleh modal,
penguasaan teknologi, dan akses pasar. Pendekatan konvensional dengan
menerapkan salah satu atau kombinasi strategi produksi, pemasaran, finansial, dan
pemanfaatan kredit informal diperkirakan kurang efektif. Oleh karena itu diperlukan
sistem proteksi melalui pengembangan asuransi pertanian terutama untuk padi.
Pembahasan dan penyempurnaan Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani antara lain menyebutkan untuk melindungi
petani dari gagal panen akibat kekeringan, banjir ataupun serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT). Kementerian Pertanian menargetkan program asuransi
pertanian dapat dijalankan mulai tahun 2014. Secara sistem, Kementerian Pertanian
telah melakukan uji coba di tiga provinsi dengan menggandeng perusahaan asuransi
PT Jasindo (Jasa Indonesia). Kriteria yang ditetapkan untuk asuransi pertanian yaitu
petani maksimal lahannya seluas dua hektar dengan tingkat puso atau gagal panen
seluas 75 persen dengan target sebaran di 17 provinsi sentra produksi padi di
Indonesia. Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan uji coba asuransi pertanian
sebagai upaya memberikan perlindungan jika petani mengalami gagal panen, dengan
memberikan ganti rugi keuangan sebagai modal kerja usaha tani untuk penanaman
berikutnya. Skala pilot project asuransi diujicobakan untuk tanaman padi seluas 3.000
hektar dengan lokasi Jawa barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan. Uji coba ini
melibatkan partisipasi BUMN Pertanian. Dengan pola kemitraan, BUMN memfasilitasi
pembiayaan premi asuransi sebesar 80 persen, sedangkan 20 persen sisanya menjadi
tanggungan petani. Sebagai contoh awal, premi asuransi ditetapkan sebesar Rp
180.000 per hektar dimana sekitar Rp 144.000 ditanggung BUMN pupuk dan sisanya
sebesar Rp 36.000 menjadi tanggungan petani. Dengan premi sebesar itu apabila
petani gagal panen (puso), maka dia akan mendapatkan santunan sebesar Rp
6.000.000 per hektar. Keberhasilan proyek percontohan ini akan mampu menjelaskan
bahwa asuransi pertanian bisa diberlakukan dalam skala yang lebih luas dan pada
tahun-tahun berikutnya sehingga program asuransi pertanian yang menguntungkan
bagi petani dapat menyebabkan mereka bisa membayar premi sendiri tanpa subsidi

Anda mungkin juga menyukai