Dalam filsafat ilmu terdapat tiga aspek yang juga perlu kita pelajari, yaitu:
1. Aspek Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu
yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi
diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu
biasanya kita sebut dengan Metafisika.
Selain Metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan
mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris),
Probablistik (paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian terlebih
dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas),
dan paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka
mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan
berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang berantakan.
1. Aspek Epistemologi
Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana
cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.
Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu
yang kita pahami, semakin banyak khasanah kita. Dan pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam
menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya,
ditinjau dari segi ilmu teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Maka ilmu
untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.
Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-
Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang
Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
1. Aspek Aksiologi
Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam
aspek aksiologi ini ada Moral conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi
suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun, salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan
sosialisasi tentang menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Dan moral
adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah
sebuah tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu
dapat dikatakan ilmu apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal. Dan knowledgeadalah keahlian maupun
keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan dari suatu objek.
Sains merupakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan
model yang berfungsi menjelaskan data-data.
Paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga
menjadi sumber hukum, metode, dan penerapan ilmu yang menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri. Paradigma kemudian berkembang menjadi sebuah sumber nilai, kerangka berpikir, orientasi dasar, dan
sumber asas. Singkatnya, paradigma adalah sesuatu yang dapat dibuktikan oleh panca ibdra manusia
PARADIGMA
Ilmu adalah pengertahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan tersebut. Ilmu biasanya
mempelajari tentang aspek kehidupan manusia, hubungan namusia dan antarmanusia dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sedangkan Humaniora adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari apa yang diciptakan manusia dan
dipertentangkan dengan ilmu pengetahuan alam. Yang dimaksud dengan pertentangan disini adalah apabila kita
mempelajari asal-usul manusia, kita akan mengatakan manusia itu berasal dari Tuhan atau manusia itu ciptaan dari
Tuhan saat kita meninjau dari Humaniora, dan kita akan mengatakan manusia itu berasal dari revolusi kera saat kira
meninjau dari ilmu pengetahuan alam. Pada dasarnya saat kita mempelajari sesuatu dengan humaniora tidak ada
yang mampu menyangkal, karena humaniora dapat mempertanggungjawabkan hasil dari sebuah
pernyataannya.Hubungan antara paradigma dan humaniora adalah paradigma merupakan dasar dari humaniora agar
tidak melenceng..
Humaniora dapat membagi manusia menjadi beberapa tahap, yaitu homo animal, homo erektus, homo safien, homo
faber, homo luden, human, human being. Humaniora berfungsi meminimalis probabilitas negatif.
Paradigma dan ilmu sosial saling berkaitan, ilmu sosial adalah sebuah kaidah yang mendasari setiap disoplin ilmu.
Ilmu selalu bersifat empiris. Dan untuk membuktikan kebenaran sebuah ilmu tersebut dibutuhkan sebuah paradigma
sebagai acuan dasar kebenarannya. Ilmu sosial dan humaniora pun juga mempunyai hubungan, yaitu keduanya
sebagai kaidah dasar cara bernalar.
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.
Asalkan sesuatu itu memenuhi syarat-syarat dan ketentuan orang-orang yang ada di wilayah tersebut, sesuatu itu
langsung bisa diterima sebagai kumpulan ilmu pengetahuan. Penciptaan suatu ilmu bersifat individu, sedangkan
komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Seorang yang menciptakan sebuah ilmu disebut ilmuwan. Seorang
ilmuwan berperan penting dalam kelangsungan kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian, ilmuwan
mempunyai tanggungjawab penting dalam dirinya karena setiap makhluk hidup tidak dapat lepas dari sebuah
tanggungjawab. Tanggungjawab seorang ilmuwan lebih besar dari pada orang-oramg awam lainnya,karena seorang
ilmuwan mempunyai ilmu yang cukup diatas orang awam lainnya. Tanggungjawab seorang ilmuwan ini tidak hanya
mampu menelaah ilmu tetapi juga harus ikut bertanggungjawab atas kelangsungan sebuah ilmu tersebut digunakan,
sehingga ilmu tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupannya.
1. Pengertian ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerapkankan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan
tersebut, seperti ilmu hukum, pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Menurut Mohammad Hatta ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan lam suatu hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang
sama sifatnya, baik menurut kedudukannya maupun menurut hubungannya. Dapat disimpulkan ilmu merupakan
kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu
2. Pengertian ilmuwan
Ilmuan bermakna ahli atau pakar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ilmuwan bermakna orang yang ahli
atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, atau orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan. Dari
beberapa pendapat ilmuwan merupakan orang yang melakukan kegiatan atau aktivitas dalam kaitannya bidang
keilmuwan. Istilah ilmuan dipakai untuk menyebut aktivitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan
secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia
dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa
tanggung jawab itu ada di pundaknya.
Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Apabila dalam
suatu masyarakat terdapat suatu masalah, seorang ilmuwanlah yang mempunyai peran imperatif karena seperti
dikatakan diatas, dia mempunyai latar ilmu yang cukup untuk menempatkan masalah tersebut dalam proporsi yang
sebenarnya. Namun dalam bidang lain, seorang ilmuwan juga akan dihadapkan dengan masalah-masalah yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat umum dan kehidupan yang akan datang. Tanggungjawab sosial seorang
ilmuwan juga termasuk bagaimana menyelesaikan masalah dalam sebuah masyarakat.
3. Ciri Ilmuawan
Seorang ilmuawan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi, kejujuran, jiwa terbuka, dan tekad
besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah
penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus pilihan juga sekaligus
junjungan utama.
c. Adanya suatu gelar yang berdasarkan pendidikan formalnya yang ditempuh
Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru
dalam rangka profesionalitas keilmuannya.
Dalam Bahasa inggris, responsibiliti; dari latin responsum (jawaban konsep tanggung jawab), berdasarkan ide-ide
sebagai berikut:
a. Kewajiban.
Terdapat tindakan-tindakan yang harus dan dapat dijalankan oleh makhluk hrasional.
c. Ketaatan seseorang terhadap tindakan-tindakan ini berkaitan dengan ganjaran (penghargaan, pujian).
dan hukuman.
Masalah yang kadang terjadi dalam kehidupan dewasa ini adalah demonstrasi yang dimana masyarakat
mengekspresikan pendapatnya di depan umum, namun terkadang menimbulkan kerusuhan, atau remaja yang
melakukan penyimpangan sosial dengan melakukan kenakalan-kenakalan remaja. Seorang ilmuwan harus mampu
mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering
terjadi dimasyarakat. Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat umum yang mana
dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut dapat merumuskan jalan keluar
yang akan dilakukan.
Namun, bagaimana seorang ilmuwan harus bersikap ketika menghadapi sebuah pemikiran yang telah keliru dalam
masyarakat? Seorang ilmuwan tidak akan menolak maupun menerima suatu pemikiran begitu saja sebelum dia
meneliti dan mencermati pemikiran tersebut sebelumnya. Dan disinilah yang sangat membedakan orang awam
dengan seorang ilmuwan. Dia akan berbicara kepada masyarakat saat dia mengetahui sebuah pemikiran yang salah
tersebut. Dia akan menjelaskan dimana kesalah pemikiran tersebut, menjelaskan konsekuensi apa yang akan
diterima jika menggunakan pemikiran tersebut, dan akan menjelaskan pula pemikiran apa yang benar.
Ilmu dan ilmuwan merupakan satu kesatuan atau sebab akibat, yaitu ilmuwan mencari, menemukan, menerapkan
pengetahuannya yang terbentuk dalam sebuah teori atau ilmu. Ilmuwan dan tanggung jawab sosial pemikiran
tersebut, menjelaskan konsekuensi apa yang akan diterima jika mengguanakan pikiran tersebut, dan akan
menjelaskan pula pemikiran apa yang benar. Ilmuwan bertanggung jawab dalam hal memberikan ramalan-ramalan
berdasarkan pengetahuannya mengenai permasalahan-permasalahan yang sedang menggejala maupun yang
tersimpan dalam kehidupan masyarakat. Ilmuwan dalam rangka itu bukan saja mengendalikan pengetahuan dan
daya isinya, namun juga integritas kepribadiannya dalam suatu kehidupan sosial yang luas dan mendalam.
1.1 Logika
Logika merupakan cabang filsafat yang berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan
sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu,maka logika merupakan “jembatan
penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan
yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu
kesimpulan.
Logika adalah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetauan ini menguraikan tentang
aturan – aturan serta cara – cara untuk mencapai kesimpulan.
Berdasarkan proses penalaran dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan atas logika deduktif
dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah
berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya.
Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan
pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan
sah. Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal
khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Kesimpulan hanya bersifat probabilitas
berdasarkan atas pernyataan – pernyataan yang telah diajukan. Bagi logika deduktif ada perangkat aturan yang dapat
diterapkan ampir – ampir secara otomatis, sedangkan bagi logika induktif tidak ada aturan – aturan yang demikian
itu kecuali hukum – hukum probabilitas. Sejarah Perkembangan Logika :
Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum
berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu,
disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi
Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang
pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius
(233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika.
Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas
lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan
Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua,
menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik
lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian
Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari
dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus
Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam
perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai
penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan
hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem
induksi.
Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem
von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum
sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan
logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk
John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-
pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi
penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan
merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri
merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang
logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-
Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara
sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan
Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan
besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik
dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn
(Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari
silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang
masing-masing dianggap sebagai himpunan.Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal
abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan
Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992
halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi
Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum.
Pelajaran logika cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam dengan
mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika di Indonesia sudah mulai
berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan pada perkembangan teori
himpunan.
1.2 Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu
sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang,
tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal
itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Etika marupakan cabang aksiologi yang pada intinya membicarakan predikat – predikat nilai benar dan salah.
Sebagai pokok bahasan yang khusus, etika membicarakan sifat – sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila
atau bajik.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli
berikut ini :
– Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
– Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang
dari segi baik dan buruk, sejauh yang
Etika lebih bersangkutan dengan pembicaraan mengenai prinsip – prinsip pembenaran dibandingkan dengan
pembicaraan yang bersangkutan dengan keputusan – keputusan yang sungguh – sungguh telah diambil. Etika tidak
memberikan pedoman – pedoman terperinci atau ketentuan – ketentuan yang tegas serta tetap mengenai bagaimana
caranya idup secara bijak.
Istilah etika dipakai dalam dua macam arti. Arti pertama dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan – perbuatan manusia. Arti kedua merupakan predikat yang dipakai untuk
membedakan hal – hal, perbuatan – perbuatan, atau manusia – manusia tertentu dengan hal – hal, perbuatan –
perbuatan, atau manusia – manusia yang lain.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi
bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk
mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan.
1.3 Estetika
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Hakikat keindahan dinamakan estetika. Secara sederhana, estetika adalah
ilmu yang membahas keindahan, meskipun demikian, estetika mempersoalkan pula teori – teori mengenai seni,
bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut estetika adalah
sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen
dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. sesuai dengan aspek atau sisi
kehidupan manusianya.
Untuk menemukan suatu kebenaran kita menggunakan logika yang pada dasarnya terdiri dari angkah- langkah
sebagai berikut.
1. Perumusan masalah : yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas- batasnya, serta
2. Penyusunan kerangka berfikir dalam mengajukan hipotesis : yang merupakan agumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk
konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis- premis ilmiah
yang telah teruji kebenaannya dengan memperhatikan faktor- faktor empiris yang relefan dengan
permasalahannya.
3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan
4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta- fakta yang relefan dengan hipotesis yang
diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penelitian apakah sebuah hipotesis yang diajukan ditolak atau
diterima.Hipotesis yang diterima dianggar menjadi pengetahuan karena telah memenuhi persyaratan
Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya
telah diuji secara empiris dengan tahapan- tahapan yang menggunakan logika. Ilmu tidak bertujuan untuk mencari
kebenaran absolute melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam tahap perkembangan tertentu.
1. Dari sudut multikulturalisme, pertanyaan tentang makna perilaku orang lain merupakan salah satu
pertanyaan pertama yang harus disampaikan sebagaiman yang telah kita ketahui, ciri utama kepekaan
multikultural adalah kesadaran bahwa orang lain melakukan sesuatu yang berbeda ari cara kita sendiri dan
cara- cara kelompok kita dalam melakukan segala sesuatu. Anda tidak dapat mengasumsikan bahwa apa
yang anda maksud dengan tutur atau isyarat atau praktik itu tidaklah sama dengan yang dimaksudkan orang
lain. Akibatnya kaidah utama multikulturalisme adalah sesuatu dihadapkan pada perilaku orang lain.
Janganlah memberikan pra anggapan bahwa perilaku itu memiliki maksut yang sama seperti saat anda
memperlihatkan perilaku tersebut, hendaknya selalu menanyakan apa maksut perilaku itu/? Dengan pra
anggapan bahwa makna ini kemungkinan berbeda dari apa yang tampak sekilas.
2. Tindakan manusia merupakan gambaran sipa dirinya karena adanya makna yang diungkapkannya.
3. Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang memilki
penalaran tinggi lalu makin berbudi? Sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki ataukah malah
sebaliknya, makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta? Manusia sangat berhutang pada ilmu dan
teknogi.
4. Menurut faham yunani bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan. Bersama itu terlihat sikap etika. Di
zaman yunani itu etika dan politik saling berjalan erat. Kebiksanaan politik mengajarkan bagaimana
manusia harus mengalahkan Negara. Sebaliknya, ilmu tidak mengubah apa- apa. Nilai dari ilmu terletak
pada penerapannya.
Estetika merupakan nilai- nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman- pengalaman kita yang
berhubunagn dengan seni. Hasil- hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip- prinsip yang dapat dikelompokkan
sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya.
Adapun yang mendasari filsafat pendidikan dan estetika pendidikan adalah lebih menitikberatkan kepada “Predikat”
keindahan yang diberikan pada hasil seni dalam dunia pendidikan sebagai mana diungkapkan oleh Rundall dan
Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni :
Namun lebih jauh dari itu untuk dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses
pengembangan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estesis-moral, dimana setiap persoalan
pendidikan coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak baik itu siswa,
guru, pemerintah, pendidik serta masyarat luas. Ini berarti pendidikan diorientasikan pada upaya menciptakan suatu
kepribadian yang kreatif, berseni.
3.1 Logika
Seperti diketahui penalaran merupakan suatu proses yang menghasilkan pengetahuan, yang harus
dipertanggungjawabkan, maka penarikan kesimpulan yang valit harus didapat dengan cara tertentu, Dalam berfikir
kita memerlukan sebuah penalaran itu yang sejalan dengan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan
dalam bahasa. Hal demikianlah kata logika itu ada. Dalam usaha untuk memasarkan fikiran-fikirannya serta
pendapat-pendapatnya. Filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan
menenjukkan kesesatan penalarannya. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang
bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Dengan adanya sebuah pemikiran hingga menghasilkan suatu
penarikan kesimpulan yang disebut dengan logika tersebut, harus mempunyai kefaliditasan sebuah argumen yang
ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen,
yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti-bukti yang diberikan ( premis ). Di dalam mengahasilkan suatu
kesimpulan terdapat dua cara yakni : penelaran diduktif dan penalaran induktif
Penalaran Deduktif merupakan penalaran yang membangun atau mengefaluasi argument deduktif.
Argument deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik/ merupakan konsekwensi logis dari premis-
premisnya. Argument dinyatakan falid atau tidak falid, bukan benar atau salah. Dinyatakan falid, jika
Penalaran induktif merupakan penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk
Deduktif Induktif
pasti benar
premis
dalam premis.
Sebuah logika dipengaruhi dari kenyataan- kenyataan umum yang ada dalam kehidupan kita. Pengetahuan yang
dikumpulkan manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan fakta- fakta tersebut.
Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta- fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat
reproduksi dari objek tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar yang menyangga ujud fakta tersebut.
3.2 Etika
Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan juga mengenai hak dan kewajiban moral. Etika
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat ada sudah turun- temurun seperti sudah ada suatu ketetapan menentukan
mana yang benar dan mana yang salah. Penetapan dalam etika dipengaruhi oleh kebiasaan yang ada dalam
masyarakat. Di mana kebiasaan itu merupakan suatu peristiwa fakta yang sering terjadi dansecara tidak langsung
menjadi suatu etika.
3.3 Estetika
Estetika mempunyai suatu pengertian keindahan yang mana setiap orang berbeda menyikapinya. Cabang ilmu
filsafat ini sangatlah dekat dengan filosofi ini. Estetika ini bisa diwujudkan berupa suatu karya, namun perubahan
pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan itu sendiri. Jadi yang
mempengaruhi estetika bergantung pada individu masing- masing.
Sebelum kita mengetahui dan mempelajari lebih jauh antara hubungan Logika, Etika dan Estetika dengan ilmu
terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian ketiga unsur tersebut , dan beberapa pengertiannya adalah sebagai
berikut.
Logika :
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan
penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu
penarikan kesimpulan baru dianggap shahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut
cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan tersebut dinamakan logika, dimana logika secara luas dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih.
Oleh karena itu cukup jelas bahwa logika merupakan pengetahuan tentang kaidah berpikir dengan jalan pikiran yang
masuk akal , dan logika merupakan suatu penalaran dimana setelah itu akan muncul suatu metafisis “benar atau
salah.”
Etika :
Adalah perilaku terhadap kesantunan atau tata krama yang terikat oleh hukum sosial. Sesuatu yang dianggap baik
atau buruk didalam etika sangat bergantung pada budaya masing-masing individu atau bisa dikatakan bahwa etika
selalu bersikap normatif (sesuai dengan norma yang berlaku). Etika juga menjelaskan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
Estetika :
Cabang dari filsafat yang membahas dan menelaah tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya
dalam kata lain yang indah atau yang jelek. Estetika berhubungan erat dengan proses timbal balik antara subyek dan
obyek untuk memperoleh kesenangan. Estetika (keindahan) merupakan proses diakteki yang serasi antara beberapa
unsur, yaitu diri kita, manusia lain, lingkungan dan alam. Untuk dapat memperoleh estetika yang dianggap benar
ketiga unsur tersebut tidak dapat dilupakan.
Dari ketiga definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa logika, etika, dan estetika saling berhubungan erat dalam
pembentukan ide yang dituangkan dan dikelola berdasarkan logika . Dalam mempelajari ilmu-ilmu untuk
mendapatkan kejelasan dan tidak ada keraguan landasan, logika harus diterapkan untuk dijadikan sebagai pedoman.
Jika memang ilmu itu benar maka benar dan jika salah maka kita gunakan ilmu yang benar. Sehingga dalam
prosesnya kita dapat memahami dan menerapkannya dengan baik. Yang kedua etika dlam proses mempelajari ilmu
unsur etika sangat mendukung sebab etika berhubungan langsung dengan norma dan budaya . Dalam mempelajari
ilmu kita harus memperhatikan perilaku kita dan jangan sampai ilmu yang kita miliki merugikan dan bahkan
merusak norma dan kebudayaan yang kita miliki. Jika hal tersebut terjadi maka sanksi sosial lah yang akan kita
terima. Dan yang terakhir adalah nilai estetika (keindahan). Ilmu akan lebih bermanfaat , jika bisa disebut ilmu itu
indah, maksudnya ilmu dapat diterima dari beberapa unsur keindahan diri kita sendiri, manusia lain, dan alam serta
lingkungan.