Anda di halaman 1dari 11

Media Gizi Pangan, Vol.

XII, Edisi 2, Infeksi, Seng, balita gizi baik


Juli – Desember 2011

PERBEDAAN KEJADIAN INFEKSI SETELAH PEMBERIAN SENG


PADA BALITA GIZI BAIK USIA 3-5 TAHUN DI KABUPATEN BOJONEGORO
1 2, 2
Chaerunnimah , Bambang Wirjatmadi Merryana Adriani
1 Jurusan Gizi Poltekkes Makassar;
2 Departemen Gizi Masyarakat FKM Universitas Erlangga Surabaya

ABSTRACT

Background: Mortality rates of diarrhea in children aged 3-5 years is still high.
Zinc supplementation can reduce the incidence of diarrhea. Still little research
into the effect of zinc supplementation for prevention of diarrhea.
Objective: For knowing the effect zinc supplementation to prevention of diarrhea
in children aged 3-5 years in Bojonegoro.
Methods: The study design is the Pre Test Post Test Control Design conducted in
June 2011 for 2 months in Sumberrejo Bojonegoro district, with the subject of
children aged 3-5 years as many as 24 children, 12 children are given zinc
supplementation and 12 children given a placebo. Incidence of diarrhea was
observed and the level of consumption through food recall at the beginning and
end of the study.
Results: There were no significant differences in the incidence of diarrhea
between zinc and placebo groups. There are significant differences in
consumption of energy and protein levels between the zinc and placebo groups
(p <0.05).
Conclusion: There was no effect of zinc supplementation for prevention of
diarrhea. Zinc supplementation can increase food consumption.

Keywords: zinc, diarrhea

PENDAHULUAN

Tantangan utama dalam anak balita disebabkan oleh buruknya


pembangunan suatu bangsa adalah status gizi anak balita. Masa balita sering
membangun sumber daya manusia yang dinyatakan sebagai masa kritis dalam
berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. rangka mendapatkan sumber daya
Pencapaian pembangunan manusia manusia yang berkualitas (Aritonang,
diukur dengan Indeks Pembangunan 2010).
Manusia (IPM). Pada tahun 2003, IPM Angka morbiditas karena infeksi
Indonesia masih rendah yaitu berada masih tinggi. Diare merupakan salah satu
pada peringkat 112 dari 174 negara, lebih masalah kesehatan global khususnya di
rendah dari negara tetangga. Rendahnya negara-negara yang sedang berkembang.
IPM ini sangat dipengaruhi oleh Setiap tahun diperkirakan terjadi 1,5 milyar
rendahnya status gizi dan kesehatan kasus diare di dunia dengan 2,5 juta kasus
penduduk, yang terlihat dari masih kematian pada usia kurang dari 5 tahun
tingginya angka kematian bayi sebesar 35 sebagai akibatnya. Di negara berkembang
per seribu kelahiran hidup dan angka diperkirakan angka kejadiannya berkisar
kematian balita sebesar 58 per seribu antara 3,5-7 episode per anak per tahun
kelahiran hidup, serta angka kematian ibu dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2-5
307 per seratus ribu kelahiran hidup. episode per anak per tahun dalam 5 tahun
Lebih dari separuh kematian bayi dan pertama kehidupan. Di Indonesia,

50
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2,
Juli – Desember 2011 Infeksi, Seng, balita gizi baik

morbiditas diare pada tahun 2000 sebesar Untuk mengurangi tingkat kejadian
301 per 1000 penduduk. Angka ini diare pada anak, sejak Mei 2004 WHO
meningkat bila dibandingkan dengan memberikan rekomendasi agar para
survei pada tahun 1996, yaitu sebesar 280 dokter memberikan suplemen zinc atau
per 1000 penduduk. Diare masih seng, di samping pemberian cairan oralit
merupakan penyebab utama kematian untuk rehidrasi oral. Seng akan
bayi dan balita di Indonesia dengan memelihara integritas epitel dan jaringan,
proporsi kematian bayi 9,4% dengan dengan menyokong pertumbuhan sel dan
peringkat 3 dan proporsi kematian balita menekan apoptosis (anti oksidan). Selain
13,2% dengan peringkat kedua (Depkes, itu, seng juga melindungi dari kerusakan
2002) akibat radikal bebas selama diare
Diare masih merupakan penyebab berlangsung (Anonim, 2007).
tingginya angka kesakitan dan kematian Pemberian suplemen seng pada
pada anak di negara berkembang. anak yang diare menurunkan durasi dan
Terjadi KLB diare di 15 propinsi pada beratnya diare. Pemberian seng dapat
tahun 2008 dengan jumlah penderita menurunkan frekuensi dan volume buang
sebanyak 8.443 orang, meningkat bila air besar sehingga dapat menurunkan
dibandingkan dengan tahun 2007, KLB risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Satu
terjadi di 8 propinsi dengan jumlah studi (antara lain yang dilakukan olah
penderita 3.659. Jumlah kematian pada Brooks, et al (2005)) yang menyatakan
tahun 2008 sebanyak 209 orang atau bahwa tidak ada perbedaan yang
Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,48% bermakna, tetapi studi yang lain
meningkat dibandingkan tahun 2007 memperlihatkan hasil yang bermakna
sebanyak 69 orang atau CFR sebesar dimana durasi dan beratnya diare
1,89%. Statistikk menunjukkan bahwa menurun dengan pemberian suplemen
lebih dari 70% kematian balita disebabkan seng (Gusti, 2008).
diare, pneumonia, dan malnutrisi (Depkes, Penelitian tentang pengaruh
2009). suplementasi seng telah banyak dilakukan
Penyakit infeksi saluran antara lain yang dilakukan oleh Sudiana
pernafasan akut (ISPA) merupakan dan I Gusti Ngurah (2005), Hasilnya
penyakit yang sering terjadi pada anak. menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
Penyakit batuk pilek pada balita bermakna antara kejadian diare dan
diperkirakan tiga sampai enam kali infeksi pada kelompok perlakuan dan
episode pertahun. Sedangkan untuk kontrol. Suplementasi seng bermanfaat
daerah perkotaan rata-rata seorang anak secara klinis menurunkan kejadian diare
mengalami ISPA 5-8 kali/tahun dan dan ISPA. Penelitian yang dilakukan oleh
kebanyakan merupakan ISPA ringan yang Lukacik, et al (2008) juga menunjukan
tidak serius (Depkes, 1996 dalam bahwa suplementasi seng mengurangi
Gusti,2008) durasi dan beratnya diare.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dalam pemantauan, sehingga peristiwa


eksperimental dengan desain penelitian yang terjadi selama waktu penelitian dapat
Randomized Pre Test Post Test Control direkam oleh peneliti. Kesalahan seleksi
Group Design, dengan pemberian dapat diminimalkan dengan melakukan
perlakuan secara Double Blind randomisasi, sedangkan ancaman
(Wirjatmadi, 1988). Alasan peneliti pengukuran dapat diminimalkan dengan
memilih desain ini adalah untuk menguji cara tidak memberitahu pengukur di
hipotesis dimana peneliti dapat kelompok mana subyek berada (Double
mengendalikan faktor yang akan Blind), melakukan pengukuran lebih dari
mempengaruhi validitas internal, yaitu satu kali, serta melatih pengukur agar
selama penelitian kedua kelompok tetap professional dan bersikap netral.

51
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2, Infeksi, Seng, balita gizi baik
Juli – Desember 2011

Populasi penelitian ini adalah dengan nilai Z-Score -2 SD s/d +2SD


semua balita yang berada di Wilayah dan mengisi Informed Consent.
Kerja Puskesmas Sumberrejo daerah Dari sub populasi kemudian
perkotaan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa dilakukan pengambilan sampel penelitian
Timur. Kemudian pada populasi tersebut dengan tehnik acak sederhana (simple
dilakukan screening untuk diikutsertakan random sampling), sehingga didapatkan
dalam penelitian berdasarkan kriteria jumlah sampel sebanyak 24 balita gizi
inklusi. kurang. Setelah itu 24 balita dibagi
Sampel dalam penelitian ini menjadi 2 kelompok secara Allocation
adalah balita hasil screening yang diambil Random Sampling, kemudian ditentukan
secara acak dari sub populasi dan 12 balita sebagai kelompok perlakuan
memenuhi kriteria inklusi yang memiliki yang akan diberi suplemen seng.
status gizi baik berdasarkan indeks. Sementara 12 balita yang lain sebagai
Sampel penelitian terdiri dua kelompok, kelompok kontrol, hanya diberi placebo.
yaitu kelompok perlakuan dan kelompok Kemudian diukur berat badan dan
kontrol. Sampel penelitian yang tinggi badan diukur pada awal penelitian
diperlukan sebanyak 2 x 12 = 24 sebelum dilakukan intervensi. Setelah 2
responden,yang kemudian dibagi menjadi bulan berat badan diukur lagi dan dihitung
2 kelompok di mana 12 responden kejadian infeksi (diare/ISPA).
sebagai kelompok perlakuan yang Untuk mengetahui pola konsumsi
mendapat suplemen seng, dan 12 balita dan tingkat konsumsi balita, dilakukan
lainnya sebagai kelompok kontrol wawancara dengan mengisi food recall 24
mendapatkan plasebo. hours dan food frequency questionare,
Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan kuesioner yang
dilakukan secara simple random sampling, telah dipersiapkan. Pengambilan data
agar balita terwakili secara proporsional. tambahan meliputi karakteristik keluarga
Kemudian dilakukan screening dan karakteristik balita menggunakan
antropometri berdasarkan indeks BB/U kuesioner juga dilakukan pada awal
penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada kelompok perlakuan dan hepatitis dan ISPA (Infeksi Saluran
kontrol keadaan hygene dan sanitasi pernafasan Akut).
secara keseluruhan masih tergolong baik.
Walaupun masih ada 1 keluarga pada Pola Konsumsi
kelompok perlakuan yang tidak memiliki
jamban dan sebanyak 2 keluarga pada Pola konsumsi pangan
kelompok kontrol. Hal ini karena masih memberikan gambaran frekuensi
ada kebiasaan keluarga memiliki jamban konsumsi suatu pangan dalam periode
secara bersama-sama biasanya 1-3 waktu tertentu. Faktor yang dapat
keluarga. mempengaruhi pembentukan pola
Menurut Soetjiningsih (1995), konsumsi makan dari suatu tempat
sanitasi lingkungan memiliki peran yang adalah sikap dan kepercayaan terhadap
cukup dominan dalam penyediaan makanan yang mempengaruhi seseorang
lingkungan yang mendukung kesehatan untuk memilih makanan (Khumaidi,1994).
anak dan tumbuh kembangnya. Dalam penelitian ini, pola konsumsi makan
Kebersihan perorangan maupun dibedakan menjadi jenis konsumsi makan,
lingkungan memegang peranan penting frekuensi makan dan tingkat konsumsi.
dalam timbulnya penyakit. Akibat dari Jenis Konsumsi makan meliputi makanan
kebersihan yang kurang, maka anak akan pokok, lauk, sayur, buah dan susu. Untuk
sering sakit, misalnya diare, kecacingan, frekuensi makan dikelompokkan menjadi
makanan pokok, lauk hewani, lauk

52
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2,
Infeksi, Seng, balita gizi baik
Juli – Desember 2011

nabati,syur serta buah. Sedangkan untuk antara kelompok perlakuan dengan


konsumsi dibedakan menjadi tingkat kelompok kontrol diketahu bahwa tidak
konsumsi karbohidrat, protein dan lemak. terdapat perbedaan jenis konsumsi makan
antara kedua kelompok (p= 0,356).
Jenis Konsumsi
Hasil uji statistikk yang
membandingkan jenis konsusmi makan

Tabel 1
Jenis Konsumsi Makan Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberrejo, Kabupaten BojonegoroTahun 2011

Perlakuan Kontrol
Jenis Konsumsi Makanan Jumlah Persent Jumlah Persent
ase ase
Makanan pokok+lauk 0 0 0 0
Makanan pokok+lauk+sayur 0 0 0 0
Makanan pokok+lauk+sayur+buah 2 16,5 1 8,3
Makanan pokok+lauk+sayur+susu 7 58,5 4 33,4
Makanan pokok+lauk+sayur+buah+susu 3 25,0 7 58,3
Jumlah 12 100 12 100

Menurut Sediaotama (2008), dalam sayur dan buah sebagai sumber vitamin
susunan bahan makanan Indonesia, dan mineral. Susunan makanan dengan
bahan makanan dikelompokkan menjadi kombinasi dan jumlah yang cocok dapat
empat besar yaitu kelompok bahan memberikan semua zat gizi yang
makanan pokok, kelompok bahan dibutuhkan tubuh untuk mencapai derajat
makanan lauk pauk, kelompok bahan kesehatan yang optimal.
makanan sayur dan kelompok bahan Menurut Supariasa (2002), pola
makanan buah. Pengelompokan tersebut makan seseorang dapat diketahu melalui
berdasarkan bentuk lahiriahnya, bukan metode food frequency (FFQ). Metode
berdasarkan fungsinya dalam tubuh, frekuensi makan adalah untuk
sedangkan berdasarkan fungsinya dalam memperoleh data tentang sejumlah bahan
tubuh bahan makanan dikelompkkan makanan atau makanan jadi selama
menjadi bahan makanan sumber periode waktu tertentu seperti hari,
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan minggu, bulan atau tahun. Dengan
mineral. metode frekuensi makan dapat diperoleh
Dari hasil penelitian tentang jenis gambaran pola konssumsi bahan
konsumsi makanan tidak ditemukan makanan secara kualitatif. Untuk
keluarga balita baik pada kelompok mempermudah dalam pengukuran
perlakuan dan kelompok kontrol yang frekuensi makan, makanan dikelompokkan
hanya mengkonsumsi makanan pokok, berdasarkan bentuk lahiriahnya, yaitu
lauk dan sayur saja. Pada kelompok kelompok makanan pokok, lauk pauk,
perlakuan sebagian besar keluarga sayut dan buah serta kelompok jenis
(58,3%) mengkonsumsi makanan pokok , makanan lainnya.
lauk ,sayur dan susu, sedangkan pada Berdasarkan hasil penelitian pada
kelompok kontrol sebagian besar (58,3 %) kedua kelompok perlakuan dan kontrol,
mengkonsumsi makanan pokok , lauk jenis karbohidrat yang paling sering
,sayur dan buah. Menurut Almatsier dikonsumsi adalah nasi. Dalam susunan
(2002), makanan pokok berperan sebagai hidangan, makanan pokok memberikan
sumber utama energi berasal dari sumbangan energi terbesar bagi tubuh,
karbohidrat, lauk sebagai sumber protein, karena bahan makanan pokok

53
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2,
Juli – Desember 2011 Infeksi, Seng, balita gizi baik

memberikan sumbangan karbohidrat bagi cukup baik pada kelompok perlakuan


tubuh. Dalam penelitian ini, sumber maupun kontrol
bahan makanan pokok yang lain sering
dikonsumsi selain nasi yaitu mie, roti dan
jagung. Bahan makanan lain seperti mie, Tingkat Konsumsi Makan
roti dan jagung baik pada kelompok
perlakuan maupun kontrol dikonsumsi Menurut konsumsi makan akan
sewaktu-waktu saja. Tidak terdapat mempengaruhi pola makan seseorang.
perbedaan frekuensi makan antara Pola makan yang baik akan
kelompok perlakuan dan kelompok kontro mempengaruhi kecukupan zat gizi dalam
(p=0,108). tubuh. Menurut Sediaoetama (1991),
Sumber karbohidrat yang terbesar tingkat konsumsi ditentukan olah kuantitas
didapatkan kelompok bahan makanan dan kualitas hidangan yang tersedia di
pokok, selain itu penghasil energi yang dalama susunan hidangan dan
lain yaitu protein dan lemak. Sebagai perbandingannya yang satu terhadap
penghasil energi, protein dibutuhkan untuk yang lain. Kuantitas menunjukkan
membentuk jaringan baru dan kuantum masing-masing zat gizi terhadap
memperbaiki jaringan yang rusak. kebutuhan tubuh. Bila susunan hidangan
Berdasarkan hasil penelitian, baik pada memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi
kelompok perlakuan maupun pada kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh
kelompok kontrol sumber lauk nabati yang akan mendapat kondisi kesehatan gizi
paling sering dikonsumsi yaitu tempe dan yang sebaik-baiknya.
tahu dengan frekuensi lebih dari 1 kali
dalam seminggu. Pada kelompok Tingkat Konsumsi Energi
perlakuan, sebanyak 41 % balita yang
mengonsumsi tahu dan tempe sebanyak Sumber energi dapat diperoleh dari
50% balita . Begitu pula pada kelompok karbohidrat, protein dan lemak yang
kontrol tahu dikonsumsi sebanyak 50 % terdapat dalam makanan. Karbohidrat
balita dan tempe sebanyak 33 % balita merupakan unsur gizi yang diperlukan
denga frekuensi lebih dari satu kali dalam tubuh dalam jumlah besar untuk
seminggu. Sumber proitein yang berasal menghasilkan energi dan tenaga.
dari hewani yang paling sering dikonsumsi Berdasarkan analisa statistikk yang
pada kelompok perlakuan dan kontrol membandingkan tingkat konsumsi energi
yaitu ikan dan telur. Daging jarang pada kelompok perlakuan dan kontrol
dikonsumsi, hanya sebulan sekali. menunjukkan ada perbedaan (p=0,03).
Menurut Almatsier (2002), protein Pada kelompok perlakuan
yang mempunyai nilai biologi tinggi atau diberikan sirup seng dan pada kelompok
bermutu adalah protein yang mengandung kontrol diberikan plasebo. Seng
semua jenis asam amino esensial dalam memperbaiki fungsi pengecap sehingga
proporsi yang sesuai untuk keperluan dapat mempengaruhi nafsu makan. Seng
pertumbuhan. Mutu protein ditentukan akan memperbaiki kadar seng saliva
oleh jenis dan proporsi asam amino yang sehingga taste buds berfungsi normal
dikandungnya. Pada umumnya semua yang akan mempengaruhi tingkat
jenis protein hewani seperti telur,daging , konsumsi makan seseorang. Menurut
ikan dan susu mempunyai nilai biologi Gibson (2005), seng berperan dalam
tinggi. Sedangkan sebagian besar protein fungsi biologis seperti peran seng dalam
nabati mempunyai nilai biologi rendah. reproduksi, meningkatkan ketajaman rasa
Dari hasil penelitian ini, pola konsumsi atau ketajaman indera pengecap.
makanan secara keseluruhan sudah

54
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2,
Juli – Desember 2011 Infeksi, Seng, balita gizi baik

Tabel 2
Tingkat Konsumsi Energi Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011

Perlakuan Kontrol
Tingkat Konsumsi
Energi Sebelum Setelah Sebelum Setelah
n % n % n % n %
Baik ( ≥100% AKG) 4 33,3 9 75,0 4 33,3 4 33,3
Sedang (>80-99%AKG) 6 50,0 3 25,0 6 50,0 5 41,7
Kurang (70-80% AKG) 2 16,7 0 0 2 16,7 3 25,0
Defisit ( < 70 % AKG) 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 12 100 12 100 12 100 12 100

Tingkat Konsumsi Protein sebagian protein yang dikonsumsi akan


digunakan untuk pemenuhan kebutuhan
Fungsi dari protein tidak dapat energi. Pertumbuhan dan rehabilitasi
digantikan oleh zat gizi yang lain. Protein membutuhkan tambahan protein. Dalam
akan berfungsi dengan optimal jika hal ini rehabilitasi, kecukupan protein dan
kebutuhan energi tercukupi. Menurut energi akanlebih tinggi karena akan
Karyadi dan Muhilal (1992), kecukupan digunakan untuk sintesis jaringan baru
protein hanya dapat dipakai dengan syarat yang susunannya sebagian besar terdiri
kebutuhan energi terpenuhi. Bila dariprotein.
kebutuhan energi tidak terpenuhi maka

Tabel 3
Tingkat Konsumsi Protein Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011

Perlakuan Kontrol
Tingkat Konsumsi
Protein Sebelum Setelah Sebelum Setelah
n % n % n % n %
Baik ( ≥100% AKG) 5 41,7 9 75,0 7 58,3 6 50,0
Sedang (>80-99%AKG) 5 41,7 3 25,0 3 25,0 4 33,3
Kurang (70-80% AKG) 2 16,6 0 0 2 16,7 2 16,7
Defisit ( < 70 % AKG) 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 12 100 12 100 12 100 12 100

Dari hasil penelitian, pada Berdasarkan uraian diatas peneliti


kelompok perlakuan sebelum dilakukan dapat menyimpulkan, untuk
intervensi jumlah konsumsi protein mengoptimalkan fungsi protein dengan
kategori baik (≥ 100% AKG) sebanyak 5 baik, maka kebutuhan energi harus
balita, setelah dilakuan intervensi, balita tercukupi. Kecukupan protein dan energi
yang tingkat konsumsinya termasuk sangat tinggi terutama dalam masa
kategori baik meningkat menjadi 9 balita. pertumbuhan balita. Masa balita sangat
Sedangkan pada kelompok kontrol rawan dengan gangguan gizi. Oleh
sebelum intervensi, tingkat konsumsi karena itu kebutuhan protein pada balita
protein kategori baik sebanyak 7 balita harus tercukupi untuk memperbaiki
dan setelah intervensi berkurang menjadi pertumbuhan dan perkembangan balita.
6 balita. Pengaruh intervensi berupa
pemberian sirup seng terhadap tingkat
konsumsi protein dapat terlihat pada
kelompok perlakuan (p=0,03)

55
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2, Infeksi, Seng, balita gizi baik
Juli – Desember 2011

Tingkat Konsumsi Lemak pada kelompok kontrol, sebelum dilakukan


intervensi jumlah balita yang konsumsi
Pada kelompok perlakuan, protein kategori baik sebanyak 5 balita.
sebelum dilakuan intervensi, terdapat 7 Setelah dilakukan intervensi pada
balita konsumsi protein tergolong baik dan kelompok kontrol, jumlah balita yang
tidak ada yang mengkonsumsi protein mengkonsumsi protein kategori baik masih
dalalam kategori deficit. Setelah dilakukan tetap 5 balita dan terdapat 1 balita yang
intervensi pada kelompok perlakuan mengkonsumsi protein kategori defisit.
konsumsi tingkat protein kategori baik
meningkat menjadi 10 orang. Sedangkan

Tabel 4
Tingkat Konsumsi Lemak Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011

Perlakuan Kontrol
Tingkat Konsumsi
Lemak Sebelum Setelah Sebelum Setelah
n % n % n % n %
Baik ( ≥100% AKG) 7 58,3 10 83,4 5 41,7 5 41,7
Sedang (>80-99%AKG) 4 33,3 1 8,3 6 50,0 4 33,3
Kurang (70-80% AKG) 1 8,4 1 8,3 1 8,3 2 16,7
Defisit ( < 70 % AKG) 0 0 0 0 0 0 1 8,3
Jumlah 12 100 12 100 12 100 12 100

Fungsi beberapa vitamin akan balita. Menurut Gibson (2005) seng


berjalan dengan baik dengan kehadiran berperan dalam fungsi kekebalan yaitu
lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan dalam fungsi sel T dan dalam
terutama yang mengandung kolestrol pembentukan antibody oleh sel B. Seng
sangat tidak dianjurkan akan berdampak juga sangat penting untuk fungsi optimal
buruk bagi kesehatan. sistem kekebalan tubuh. Topik ini telah
ditinjau secara detail oleh Shankar dan
Prasad (1998) dan Fracker et al, (2000),
Kejadian Infeksi yang diketahui bahwa seng berperan
penting dalam fungsi sel kekebalan,
Pemberian seng pada balita terutama di lomfosit thymic-dependent (T-
diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel).
kekebalan tubuh sehingga dapat
mengurangi kejadian sakit terutama pada

Tabel 5
Kejadian Infeksi (Diare/ISPA) Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011

Perlakuan Kontrol
Penyakit
n % n %
Infeksi 2 16,7 8 66,6
Tidak Infeksi 10 83,3 4 33,4
Jumlah 12 100 12 100

Penyakit diare masih merupakan kematian masih cukup tinggi. Penyakit


masalah kesehatan, terutama pada anak diare dapat disebabkan oleh berbagai
balita, karena angka kesakitan dan jenis mikroorganisme, termasuk

56
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2,
Infeksi, Seng, balita gizi baik
Juli – Desember 2011

diantaranya kuman-kuman menunjukkan peningkatan konsumsi


enteropathogen dan virus teutama energi,protein dan lemak. Diharapkan
rotavirus. Penelitian yang dilakukan oleh dengan adanya peningkatan konsumsi
Hidayat,dkk (1997) tentang pengaruh makanan maka kebutuhan tubuh akan zat
pemberian seng terhadap diare gizi dapat terpenuhi. Fungsi seng tidak
menunjukkan adanya efek yang akan berjalan optimal jika kebutuhan zat
bermakna. Pemberian seng ternyata mikro dan makro tidak terpenuhi. Dalam
dapat memperpendek masa menjalanakan fungsinya, seng
berlangsungnya diare. Pemberian seng membutuhkan kehadiran protein, besi dan
juga telah terbukti menurunkan resiko vitamin A.
terjadinya diare ( Surjawidjaja dkk, 1999). Metabolisme vitamin A dalam
Penelitian yang dilakukan oleh tubuh secara langsung dan tidak langsung
The Seng Againts Plasmodium Study berinteraksi dengan zat gizi mikro Fe
Group (2002), yang menyatakan bahwa (besi) dan seng, dan digambarkan
ada hubungan antara pemberian seng sebagai sebuah sistem gir yang saling
terhadap kejadian penyakit infeksi akut mengait (interlocking gear system).
pada anak-anak. Penelitian lain yang Sistem dan manipulasi terhadap salah
dilakukan oleh Scrimshaw et.al(1997) juga satu zat giz mikro dalam tubuh akan
menyatakan bahwa ada adanya hubungan mempengaruhi dan berakibat pada zat gizi
antara asupan seng terhadap sistem mikro lainnya (Hartiningsih, 2008).
imunitas. Seng berperan dalam fungsi
Hasil uji statistikk menunjukkan kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan
ada perbedaan kejadian infeksi antara dalam pembentukan antibodi oleh sel B.
kelompok perlakuan dan kontrol Seng juga penting untuk fungsi optimal
(p=0,036). Pada kelompok perlakuan sistem kekebalan tubuh. Kekurangan gizi
diberi suplemen seng. Suplementasi seng merusak sistem kekebalan tubuh,
diberikan dalam bentuk sirup, dengan menekan fungsi kekebalan tubuh untuk
dosis 1 sendok teh perhari. Setiap satu bertahan dari organisme patogen.
sendok takar (5 ml) mengandung 7 gram Kekurangan gizi menyebabkan gangguan
seng. Sedangkan pada kelompok kontrol fungsi kekebalan tubuh yang disebabkan
diberikan plasebo. oleh asupan tidak mencukupi sebagai
Defisiensi seng berkaitan dengan akibat dari kekurangan energi protein dan
kekebalan terhadap infeksi, tingkat kekurangan dalam mikronutrien seperti
keparahan dan durasi peningkatan diare, vitamin A, zat besi, seng dan yodium.
dan keterbelakangan pertumbuhan. Ada Fungsi sistem kekebalan tubuh
beberapa bukti bahwa defisiensi seng juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang
mempengaruhi anak-anak kognitif dan dikonsumsi sebagai komponen yang
perkembangan motorik dan perilaku dibutuhkan tubuh untuk menjaga
(Gibney, 2004). pertahanan kekebalan yang cukup
Konsumsi makanan setelah terhadap bakteri, virus, jamur dan parasit
pemberian seng pada kelompok perlakuan (Gibney, 2003)

KESIMPULAN

1. Pola makan pada kedua kelompok 2. Keadaan higiene dan sanitasi


sebagian besar terdiri dari makanan lingkungan baik pada kelompok
pokok,lauk,sayur buah dan susu, perlakuan dan kontrol dalam kategori
frekuensi makan makanan utama 2 baik.
kali sehari dan tingkat konsumsi pada 3. Suplementasi seng dapat mengurangi
kelompok perlakuan cenderung kejadian infeksi.
mengalami peningkatan setelah
dilakukan intervensi.

57
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2,
Infeksi, Seng, balita gizi baik
Juli – Desember 2011

SARAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2. Suplementasi seng sebaiknya diberikan


suplementasi seng memberikan pada anak dengan status gizi normal.
pengaruh yang lebih baik terhadap 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tingkat konsumsi makan dan kejadian tentang pengaruh suplementasi seng
sakit pada balita, sehingga pemberian terhadap status gizi balita yang
seng dapat dipertimbangkan sebagai menderita gizi buruk.
suplemen dalam penanggulangan
masalah gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmu Development Research Center.


Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Ottawa. Canada.
Pustaka Utama. Brooks, W.A.,et al. (2005). Efficacy of Zinc
in Young Infants With Acute
Amerongen, AVN.(1988). Ludah dan Diarrhea. www.ajn.org. (Sitasi 14
Kelenjar Ludah: Arti Bagi Juni 2011).
Kesehatan Gigi. Yogyakarta: Cunnane. (1988). Meneral Seng Bagi
Gadjah Mada University Press. Pertumbuhan Anak.
http://gizibalita.blogspot.com/2009/
Anonim. Diare Masih Jadi ”Pembunuh”. 03/mineral-seng-bagi-
Pikiran Rakyat. 11 November 2007 pertumbuhan-anak.html. (Sitasi 22
Apriadji, WH. (1986). Gizi Keluarga. Maret 2010).
Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Departemen Kesehatan RI. (2008). Riset
Aritonang, I. (2010). Menilai Status Gizi Kesehatan Dasar (Riskesdas),
untuk Mencapai Sehat Optimal. Laporan Nasional 2007. Jakarta:
Yogyakarta: Penerbit Leutika dan Badan Penelitian dan
CEBIOS Pengembangan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. Profil
Arisman, MB. (2007). Gizi Dalam Daur Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta, 2002
Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Departemen Kesehatan RI. (2008). Profil
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Kesehatan Indonesia 2008.
EGC. Jakarta: Departemen Kesehatan
Berg, A. dan Sayogyo. (1986). Peranan Republik Indonesia; 2009
Gizi Dalam Pembangunan Dijkhuizen, M.A., Wieringa, F.T., West,
Nasional. Jakarta: Rajawali. C.E. and Muhilal (2004) Zinc plus
Bellanti, J.A. (1993). Imunologi III. β-carotene supplementation of
Penerjemah: Wahab, A.S. pregnant women is superior to β-
Yogyakarta Gadjah Mada carotene supplementation alone in
University Press. improving vitamin A status in both
Brown, KH anda Sara EW. (2000). Zinc mothers and infant. Am J. Clin
anda Human Health Result of Nutr. pp 80:1299-1307. [Sitasi 20
Resent Trials and Implication for Februari 2011]
Program Intervention anda
Research. Internatioanl

58
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2,
Juli – Desember 2011 Infeksi, Seng, balita gizi baik

Gibson, R. (1990). Principles of Nutritional Khumaidi, M. (1994). Gizi Masyarakat.


Assement. New York: Oxford Jakarta: BPK Gunung Mulya.
University Press. Kuntoro, (2007). Metode Statistikk.
Gibson, R. (2005). Principles of Nutritional Surabaya: Pustaka Melati
Assement. 2nd ed. New York: Kuntoro,(2007). Metode Sampling dan
Oxford University Press. Penentuan Besar Sampel.
Surabaya: Pustaka Melati.
Gibney, M. (2005). Nutrition And Kurniawati,F. (2010). Pengaruh
Metabolisme. Nutrition Society. Suplementasi Seng dan Probiotik
Gibney, M. (2004). Public Health Nutrition. Terhadap Durasi Diare Akut Cair
Nutrition Society. Anak. Tesis. Semarang.
Gusti I, (2005). Pengaruh Suplemen Seng Universitas Dipanegoro.
Terhadap Morbiditas Diare dan Linder, MC. (1992). Biokimia Nutrisi Dan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Metabolisme Dengan Pemakaian
pada umur 6 bulan – 2 tahun. Secara Klinis. Jakarta: Universitas
Pasca Sarjana. Semarang. Indonesia Press.
Fakultas Kedokteran Universitas Lukacik, Ronald L.Thomas and Jacob
Diponegoro V.Ananda. (2007). A Meta Analysis
Hartiningsih, S.(2002). Peran Status Gizi of The Effect of Oral Zinc In The
dan Status Infeksi Pra Treatment of Acute And Persistent
Suplementasi Terhadap Hambatan Diarrhea. The American Journal of
Peningkatan Kadar Retinol Dan Clinical Nutrition. (Sitasi 14 Juni
Imunitas Pasca Suplementasi 2011).
Ulang Vitamin A Dosis Tinggi Pada Mundiastuti, L., dan Wirjatmadi, B. (2002).
Balita. Pasca Sarjana. Surabaya. Perbedaan Status Gizi Anak Usia
Universitas Airlangga. 1-3 Tahun Yang Mendapat Dan
Hagnyonowati., Purwaningsih, E dan Tidak Mendapat Seng Di
Widajanti, L (2005). Risiko Kelurahan Jagir Kecamatan
Defisiensi Seng dan Vitamin A Wonokromo dan kelurahan Bendul
terhadap Kemampuan Adaptasi Merisi Kecamatan Wonocolo Kota
Gelap. In PERSAGI eds. Prosiding Surabaya. Tesis.Surabaya:
Temu Ilmiah Konggres XIII Persagi Universitas Airlangga.
2005: Jakarta. Notoatmojo, S. (2003). Ilmu Kesehatan
Herman, S (2007) Studi Masalah Gizi Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar.
Mikro di Indonesia (Perhatian Jakarta: Rineka Cipta.
Khusus pada Kurang Vitamin A, Prasad, AS. (1997). Zinc in Human
Anemia dan Seng). Laporan Nutrition. Devision of Hematology.
Penelitian. Bogor. Puslitbang Gizi. Departemen Medicine. Wayne
Julianti.,dkk.(2003). Pengaruh State University School of
Suplementasi Seng Terhadap Medicine. Detroit Michigan.
Morbiditas Pada Anak Usia 2-5 Pudjiadi, S. (2001). Ilmu Gizi Klinis Pada
Tahun. Semarang. Universitas Anak. Cetakan ke-4. Jakarta: Balai
Dipanegoro. Penerbit FK UI.
http://eprints.undip.ac.id. (Sitasi 26 Profil Kesehatan Kabupaten Bojonegoro.
Juni 2011). (2008). Dinas Kesehatan
Karyadi, D. (1996). Kecukupan Gizi Yang Bojonegoro
Diajurkan. Jakarta: PT. Gramedia Sanders, S (2003). Molekular Basic of
Pustaka Utama. Human Nutrition.
Karyadi dan Muhilal. (1992). Aspek Sediaoetama, AD. (1991). Ilmu Gizi II.
Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Jakarta: Dian Rakyat.
Cetakan ke-1 Jakarta: Yayasan Soejatiningsih. (1995) . Tumbuh Kembang
Obor Indonesia. Anak, Jakarta, EGC

59
Media Gizi Pangan, Vol. XII, Edisi 2, Infeksi, Seng, balita gizi baik
Juli – Desember 2011

Surjawidjaja, dkk,(1999). Kadar Hambatan


Senyawaan Seng Sulfat Terhadap
Beberapa Jenis Kuman
Entropatogen. Jakarta. Universitas
Trisakti
Smith L and Haddad L. (2000). Explaining
Chilid Malnutrion in Developing
Countries. (Abstrak) (Sitasi, 5 Juli
2011).
Shanker, A.H. And Prasad, AS. (1998).
Zinc and Immune Function: The
Biological of Altered Resistence to
Infection. Am J Clin Nutr.; 68
(Sitasi, 5 Juli 2011).
Suhardjo. (1989). Sosio Budaya Gizi.
Bogor: IPB.
Suhardjo. (1992). Pemberian Makanan
Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta:
Kanisius.
Supariasa, NID., Bachyar, B., Fajar, I.
(2001). Penuntun Status Gizi.
Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Tim Pendidikan Medik Pemberantasan
Diare (PMPD) (1999). Buku Ajar Diare.
Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
WHO. (1996). Zinc: Trace Element in
Human Nutrition and Health.
Geneva: WHO.
WHO and FAO. (2001). Human Vitamin
And Mineral Requirements.
Bangkok, Thailand.
Widya Karya Pangan dan Gizi, LIPI.
(2004). Jakarta. Departemen
Kesehatan RI.
Wirjatmadi, B. (1998). Prinsip-prinsip
Dasar Metode Penelitian Gizi
Masyarakat. Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
Pascasarjana. Surabaya.
Universitas Airlangga.

60

Anda mungkin juga menyukai