Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis Wacana Kritis Van Dijk
Kritik Sosial Dalam Lirik Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis Wacana Kritis Van Dijk
SKRIPSI
Oleh:
Ira Florencia
13010117120003
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
HALAMAN PERNYATAAN
dalam Lirik Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis Wacana Kritis van Dijk” ini disusun
tanpa mengambil bahan hasil penelitian baik untuk suatu gelar atau diploma yang
sudah ada di universitas maupun hasil penelitian lain. Penulis juga menyatakan
bahwa skripsi ini tidak mengambil bahan dari publikasi atau tulisan orang lain,
terkecuali yang telah disebutkan dalam rujukan. Saya bersedia menerima sanksi
Yang menyatakan,
Ira Florencia
ii
MOTTO
Mazmur 37:23-24
PERSEMBAHAN
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis
Wacana Kritis van Dijk” ini telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan
Hari : Selasa
Disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis
Wacana Kritis van Dijk” yang ditulis oleh Ira Florencia telah diterima dan disahkan
oleh Panitia Ujian Skripsi skripsi Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Diponegoro pada:
Hari : Senin
Ketua
Dr. M. Suryadi, M.Hum. :...........................................................
NIP 196407261989031001
Anggota I
Drs. Ary Setyadi, M.S. :...........................................................
NIP 195809091984031002
Anggota II
Dra. Sri Puji Astuti, M.Pd. :..........................................................
NIP 196701161992032002
v
DAFTAR ISI
viii
A. Dimensi Teks ............................................................................................... 26
1. Dimensi Teks dalam Lagu “Jangan Diam, Papua” .............................. 26
2. Dimensi Teks dalam Lagu “Benih” ........................................................ 46
3. Dimensi Teks dalam Lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” ................. 58
B. Dimensi Kognisi Sosial ............................................................................... 73
1. Kognisi Sosial dalam Lagu ”Jangan Diam, Papua” ............................. 74
2. Kognisi Sosial dalam Lagu ”Benih” ....................................................... 75
3. Kognisi Sosial dalam Lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” ................ 75
BAB IV ................................................................................................................. 83
PENUTUP ............................................................................................................ 83
A. Simpulan ...................................................................................................... 83
B. Saran ............................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 85
LAMPIRAN ........................................................................................................... 1
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
INTISARI
Florencia, Ira. 2021. “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis
Wacana Kritis van Dijk”. Skripsi (S1) Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Diponegoro, Semarang. Pembimbing I: Drs. Ary Setyadi, M.S., Pembimbing II:
Dra. Sri Puji Astuti, M.Pd.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan analisis dimensi teks, kognisi
sosial, dan konteks sosial dalam ketiga lagu karya Yab Sarpote berjudul “Jangan
Diam, Papua”, “Benih”, dan “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. Teori yang diterapkan
dalam penelitian ini yaitu teori analisis wacana kritis model van Dijk. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dan metode catat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lagu “Jangan Diam, Papua”,
“Benih”, dan “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” yang ditulis oleh Yab Sarpote berisikan
kritik sosial yang hadir karena adanya ideologi yang berkaitan dengan hak dan
kebebasan dari sebagian komunitas masyarakat yang dibatasi. Kritik dalam lagu
disampaikan dengan menggunakan bahasa yang lugas dan kias. Penggunaan bahasa
lugas bertujuan memudahkan pendengar dalam mengimajinasikan permasalahan
dalam lagu dan menghindari adanya interpretasi berbeda. Penggunaan bahasa kias
mampu memperhalus makna sebuah kata, frasa, atau kalimat. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan dengan Yab Sarpote, ketiga lagu tersebut ditulis dengan
melibatkan proses kognisi sosial, yaitu skema dan memori.
xi
ABSTRACT
Florencia, Ira. 2021. “Kritik Sosial dalam Lirik Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis
Wacana Kritis van Dijk”. Thesis (S1) of an Indonesian Literature Study Program,
Faculty of Humanity, Diponegoro University, Semarang. Advisor I: Drs. Ary
Setyadi, M.S., Advisor II: Dra. Sri Puji Astuti, M.Pd.
This study aims to describe the analysis of three dimensions: text, social
cognition, and social context in three songs written by Yab Sarpote entitled
“Jangan Diam, Papua”, “Benih”, and “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. The thoery
applied in this study is the theory of critical discourse analysis approach of van
Dijk. Data collection methods used are the listening method and the recording
method.
The results of this study showed that the songs “Jangan Diam, Papua",
"Benih", and "Sudah Tak Ada Lagi Pulang" written by Yab Sarpote contained
social criticism that was present because of the ideology related to the rights and
freedoms of some limited communities. Criticism in songs is conveyed using
straightforward language and kias language. The use of straightforward language
aims to facilitate listeners in imagining problems in songs and avoiding different
interpretations. The use of kias language is able to refine the meaning of a word,
phrase, or sentence. Based on the results of interviews conducted with Yab Sarpote,
the three songs were written involving the process of social cognition, namely
schema and memory.
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musik merupakan karya seni yang abadi dari masa ke masa. Bahari (2008:55)
mendefinisikan musik sebagai ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi ritmik
yang meliputi vokal serta instrumental dengan fungsinya sebagai ekspresi dari
aspek emosional yang ingin diungkapkan. Dilihat dari perkembangan zaman, musik
telah menjadi bagian dari masyarakat di seluruh dunia. Salah satu contohnya adalah
penggunaan musik sejak zaman abad pertengahan yang berhubungan erat dengan
di sekitarnya. Lirik lagu juga dapat dikategorikan sebagai sebuah karya sastra
karya sastra (puisi) tentang curahan perasaan pribadi dan susunan kata sebuah
nyanyian.
Lagu yang dijadikan media untuk menyampaikan kritik sosial telah ada
sejak lama. Tahun 1960-an merupakan titik puncak dari pembuatan lagu protes
(Pratt, 1990:8). Pada saat itu, banyak lagu yang menyampaikan kritik terhadap
kecil. Salah satu contohnya adalah lagu berjudul ”Blowin’ in the Wind” yang ditulis
oleh Bob Dylan. Musisi asal Amerika Serikat ini dikenal banyak menyampaikan
1
2
kritik, terutama pada saat Perang Vietnam, Perang Dingin, dan gerakan hak-hak
Ada pula musisi dalam negeri yang vokal menyuarakan isu-isu sosial pada
awal tahun 1980-an, yaitu Iwan Fals. Musisi bernama asli Virgiawan Listanto ini
cukup konsisten dalam menyampaikan kritik terhadap rezim Orde Baru melalui
karya-karyanya. Salah satu contohnya adalah lagu berjudul ”Surat Buat Wakil
Rakyat” yang dirilis pada tahun 1987. Pada masa itu, banyak acara konsernya yang
dilarang ataupun dibatalkan oleh pemerintah karena alasan keamanan sebab lagu-
terjadinya kerusuhan. Hal ini membuktikan bahwa musik menjadi salah satu media
Musisi yang kerap mengangkat isu-isu sosial dalam lagunya disebut dengan
musisi folk. Secara historis, musik folk berkaitan dengan komentar terhadap isu
sentimen antikomunis pada tahun 1950-an, musik folk juga semakin banyak
sehari-hari.
Jumlah musisi Indonesia yang membawakan genre musik folk pada tahun
tidak tergabung dalam label rekaman besar sehingga mereka juga disebut sebagai
musisi indie. Kata indie berasal dari kata independen yang memiliki arti berdiri
3
sendiri, bebas, dan tidak terikat. Oleh sebab itu, musik indie dapat diartikan sebagai
musik yang diproduksi dan dipasarkan secara independen. Mereka tidak terikat
aturan dari pihak-pihak tertentu sehingga dapat berekspresi lebih bebas dalam
setiap karyanya dan tidak memiliki keharusan untuk mengikuti kemauan pasar.
Yab Sarpote merupakan salah seorang musisi asal Yogyakarta yang kerap
Toer dan Realisme Sosialis karya Eka Kurniawan adalah salah satu buku yang
membuatnya mulai tertarik dengan isu sosial, filsafat, ataupun kajian sastra. Pria ini
juga pernah menjadi seorang penabuh drum dalam grup musik bernama Ilalang
Zaman, yakni grup bentukan aktivis pers mahasiswa Universitas Sanata Dharma
2015, beliau melanjutkan karirnya sebagai seorang solois. Dikutip dari sebuah
musik menjadi salah satu ruang untuk mengekspresikan pemikiran dan perenungan
Lagu pertama yang dirilis ketika menjadi solois adalah “Jangan Diam,
Papua” yang sebelumnya juga pernah dirilis pada tahun 2013 saat masih tergabung
dalam grup musik Ilalang Zaman. Lagu tersebut pertama kali dinyanyikan dalam
Papua. Pada tahun 2015, lagu “Jangan Diam, Papua” dibuat dalam versi akustik
bersama Yolanda Tatogo dan Mateus Auwe (alm.). Lagu ini dilatarbelakangi oleh
berbagai kasus penindasan yang telah terjadi di Tanah Papua dan keinginan
4
masyarakat Papua untuk bebas dalam menentukan identitasnya sendiri. Lagu ini
Lagu keduanya berjudul “Benih” yang dirilis pada tahun 2016 merupakan
Kemanusiaan dan dikurasi di Museum Hak Asasi Manusia, Omah Munir. Lagu
Marsinah, Wiji Thukul, Udin, Salim Kancil, para korban Tragedi Mei 1998, serta
semua orang yang hilang atau dibunuh ketika berjuang demi kebenaran, keadilan,
pemerintahan Orde Baru ataupun setelah Orde Baru. Sebagian dari kasus-kasus
tersebut hingga kini bahkan belum selesai. Hal ini juga menunjukkan bahwa masih
Ketiga, lagu berjudul “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” dirilis pada tahun
2017. Lagu ini dilatarbelakangi oleh kisah para korban penggusuran paksa.
Penggusuran tersebut merampas lahan tempat tinggal dan lahan pertanian atau
perkebunan mereka. Lagu “Sudah Tak Lagi Pulang” mewakili cerita dari pertani-
petani yang terkena dampak penggusuran, antara lain akibat proyek infrastruktur,
petani.
5
Yab Sarpote dalam menulis lagu-lagunya dipengaruhi oleh dua hal utama.
Pertama, korelasi antara lirik lagu dengan situasi nyata yang terjadi di Indonesia.
Kedua adalah pikiran dan pandangan Yab Sarpote terhadap suatu permasalahan
sosial yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Lagu ”Jangan Diam, Papua”,
”Benih”, dan ”Sudah Tak Ada Lagi Pulang” mengusung tema besar yang sama,
memiliki kekuasaan di negara ini. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kritik
tidak hanya dapat disampaikan melalui dunia politik, tetapi juga dunia seni.
Para penulis lagu biasanya menggunakan berbagai macam gaya bahasa. Kritikan
dalam lagu-lagu tersebut pun dapat terlihat lebih halus tetapi pesan yang ingin
disampaikan oleh penulis lagu dapat tetap utuh. Lirik lagu dapat dikategorikan
bahasa tertinggi di atas kalimat atau klausa serta memiliki koherensi dan kohensi
mengenai lagu-lagu karya Yab Sarpote, khususnya yang mengangkat tema besar
yang sama. Lagu-lagu tersebut adalah “Jangan Diam, Papua”, “Benih”, dan “Sudah
Tak Ada Lagi Pulang”. Penelitian ini menggunakan teori analisis wacana kritis van
Dijk sebab penelitian tidak hanya fokus pada permasalahan sosial yang ditampilkan
dalam lirik lagu, tetapi juga pada kognisi sosial dari Yab Sarpote. Analisis wacana
6
kritis tidak hanya menganalisis bahasa dari aspek kebahasaan saja, tetapi juga
dimediasi secara kognitif karena struktur wacana dan sosial memiliki sifat yang
“Benih”, dan “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” akan menunjukkan bagaimana dan
mengapa lirik lagu tersebut dapat terbentuk sehingga kritik sosial yang tersimpan
di dalamnya pun dapat diungkap. Begitu pula korelasi antara lirik lagu dengan
menuangkan ideologinya dalam setiap lagu yang ditulisnya dapat diketahui melalui
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis dimensi teks dalam lirik lagu karya Yab Sarpote?
2. Bagaimana kognisi sosial yang mendasari produksi lirik lagu karya Yab Sarpote?
C. Tujuan Penelitian
berikut:
7
1. Mendeskripsikan analisis dimensi teks dalam lirik lagu karya Yab Sarpote.
2. Mendeskripsikan kognisi sosial yang mendasari produksi lirik lagu karya Yab
Sarpote.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
ilmu linguistik khususnya bidang analisis wacana kritis van Dijk. Selain itu,
2. Manfaat Praktis
ini pun diharapkan dapat menjadi sarana untuk memahami lirik lagu karya Yab
E. Metode Penelitian
penelitian linguistik pada umumnya, yaitu terdiri atas tiga tahapan: (1) tahap
penyediaan atau pengumpulan data; (2) tahap analisis data; dan (3) tahap penyajian
8
hasil analisis data (Sudaryanto, 2015:6). Tiga tahap tersebut dijabarkan sebagai
berikut.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan data sebuah lirik lagu. Teknik
yang digunakan dalam metode simak adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC)
dan teknik catat. Teknik ini dilakukan dengan cara menyimak lirik lagu yang
dilanjutkan dengan metode cakap yang menggunakan teknik cakap semuka, teknik
rekam, dan teknik catat. Teknik cakap semuka dilakukan dengan mewawancarai
Yab Sarpote sebagai penyanyi sekaligus penulis lagu yang dijadikan objek
penelitian. Selain itu, dilakukan pula teknik rekam dan teknik catat selama teknik
Pada tahap analisis lagu, data dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis
wacana kritis van Dijk. Analisis dimensi teks dalam teori analisis wacana kritis van
Dijk digunakan untuk membedah lebih dalam mengenai penggunaan tipe gaya
bahasa yang digunakan Yab Sarpote untuk menyampaikan kritik sosial dalam lagu-
lagunya. Kemudian, penulis mengolah data dari hasil wawancara dengan Yab
Sarpote. Dalam hal ini, diperlukan adanya proses reduksi data, yaitu memilih hal-
hal pokok dari hasil wawancara yang sesuai dengan fokus penelitian. Selanjutnya,
kognisi sosial yang memengaruhi Yab Sarpote dalam proses penciptaan lagu-
lagunya.
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal.
berupa sebuah penelitian mengenai struktur teks yang digunakan oleh oleh Yab
Sarpote dalam menyampaikan kritik sosial melalui lirik lagunya serta menjelaskan
bagaimana kognisi dan konteks sosial yang mendasari produksi lirik lagunya.
BAB II
A. Tinjauan Pustaka
Sajian bahasan dalam bab ini berkaitan dengan tinjauan pustaka yang bertolak dari
analisis wacana sebagaimana yang digunakan dalam analisis data. Adapun sajian
tinjauan pustaka bertolak dari hasil klasifikasi sumber referensi, yaitu jurnal
mengkaji penggunaan bahasa di media Suara Merdeka dan Harian Kompas. Hasil
Kompas berideologi idealisme pers yang objektif, netral, dan berimbang. Penelitian
tersebut membuktikan bahwa diksi yang digunakan dalam sebuah teks dapat
mengungkapkan ideologi atau sikap dari pembuat teks terhadap peristiwa tertentu.
Tresnanda (2015) meneliti “Makna Kritik Sosial pada Lirik Lagu Siang
Sebrang Istana Iwan Fals (Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk)”. Penelitian
ini berfokus pada struktur teks dengan memanfaatkan analisis linguistik, seperti
kosakata, kalimat, proposisi, dan paragraf. Lagu “Siang Sebrang Istana” ditulis
10
11
perlawan diwakili oleh penggunaan metafora dalam lagu. Dengan demikian, dapat
Sosial Film Pulau Buru Tanah Air Beta”. Penelitian ini mengungkapkan sudut
pandang lain dari sejarah melalui film Pulau Buru Tanah Air Beta. Film ini
yang telah dibangun oleh Orde Baru. Memori dan pengalaman hidup seorang
mantan tahanan politik, Hersri Setiawan, membantu proses pembuatan film. Oleh
sebab itu, tampak jelas bahwa lahirnya sebuah teks sangat dipengaruhi oleh kognisi
sosial dari pembuat teks. Kognisi tersebut dapat berupa memori mengenai apa yang
pernah diketahui atau dipahami dan memori berdasarkan pengalaman yang pernah
dialami sendiri.
Fadilah & Joko (2017) meneliti “Pencitraan Soeharto dalam buku Andai
dalam buku Andai Pak Harto Nyapres, Kupilih! karya Maskur Arif Rahman”. Hasil
terhadap pemerintahan yang ada. Namun, pencitraan yang dibentuk penulis dalam
buku tersebut dianggap tidak netral karena hanya memandang keberhasilan yang
hal ini, penulis memiliki kebebasan penuh dalam melakukan framing terhadap
Fadhilah (2019) meneliti “Kritik dan Realitas Sosial dalam Musik (Analisis
Wacana Kritis pada Lirik Lagu Karya Iksan Skuter Lagu Petani)”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa realitas sosial yang diangkat dalam lagu adalah permasalahan
sistem oleh korporasi besar. Penderitaan para petani disebabkan oleh pembangunan
Berdasarkan hal tersebut, dapat ditunjukkan bahwa lagu dapat menjadi media dalam
Dangdut Koplo Jawa: Analisis Wacana Kritis van Dijk”. Penelitian ini hanya
berfokus pada lagu dangdut koplo Jawa modern tahun 2014-2017. Hasil penelitian
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebuah teks dipengaruhi oleh peristiwa tertentu
yang mendasarinya.
dilakukan penulis dengan beberapa penelitian sebelumnya terletak pada metode dan
teknik pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan metode cakap, yaitu dengan
wacana kritis model van Dijk yang tidak menggunakan teknik wawancara dalam
efektif untuk mengetahui lebih jauh mengenai kognisi sosial yang mempengaruhi
B. Landasan Teori
Istilah wacana kerap muncul di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial,
pakar linguistik yang mendefinisikan wacana sebagai sesuatu di luar atau lebih
besar dari kalimat. Fasold (1990:65) mengartikan studi wacana sebagai studi
penggunaan bahasa. Analisis wacana mempelajari bahasa sebagai aspek pusat dari
penggambaran suatu subjek dan ideologi yang dimilikinya. Bahasa tidak hanya
berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga alat identifikasi dari pihak mana
Informasi tentang struktur atau jenis teks, serta peran yang dimainkan oleh
setiap elemen dalam struktur tersebut dapat diketahui melalui analisis wacana
(Harris, 1952:30). Sementara itu, analisis wacana kritis berbeda dengan analisis
wacana karena memahami wacana bukan hanya sebagai studi bahasa (Eriyanto,
2009:7). Bahasa tidak hanya dianalisis dari aspek kebahasaan, tetapi juga
dihubungkan dengan konteks. Artinya, bahasa dapat digunakan untuk tujuan dan
praktik tertentu. Maka dari itu, permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat,
Analisis wacana kritis bukan hanya sebuah teori, melainkan juga sebuah
metode yang biasanya digunakan para peneliti dalam memahami hubungan bahasa
dengan masyarakat. Salah satu hal yang membedakan analisis wacana kritis dengan
metode analisis wacana lainnya adalah AWK tidak hanya berisikan deskripsi dan
dijelaskan oleh Wodak & Meyer (2001:2) bahwa analisis wacana kritis tidak hanya
kompleks. Oleh karena itu, analisis wacana kritis perlu dilakukan dengan
pandangan atau pemikiran dari pembuat teks. Pandangan atau pemikiran tersebut
tidak hanya bersifat pendapat atau kritikan, tetapi juga cara pembuat teks dalam
yang ingin dicapai oleh analisis wacana kritis: (1) menganalisis praktik wacana
permasalahan sosial; dan (4) memberikan solusi dalam menghadapi hambatan yang
Analisis wacana kritis merupakan salah satu studi yang banyak dikembangkan oleh
beberapa ahli. Salah satu pendekatan yang paling banyak dipakai adalah teori
analisis wacana kritis model van Dijk yang menggabungkan teori linguistik kognitif
dan teori sosial. Teun A. van Dijk (dalam Sobur, 2012:71) berpendapat bahwa
dimediasi secara kognitif. Hal ini dikarenakan struktur wacana dan struktur sosial
Berbeda dengan pendapat para ahli lainnya, van Dijk (2009:63) menyatakan
lebih memilih untuk menggunakan istilah studi wacana kritis sebab penggunaan
16
istilah analisis wacana kritis hanya menunjukkan sebuah metode analisis wacana
biasa. Istilah tersebut tidak menunjukkan adanya perspektif atau sikap kritis dalam
Teori AWK model van Dijk juga sering disebut sebagai kognisi sosial.
Dijk tidak cukup jika menganalisis teks semata karena teks merupakan hasil dari
suatu praktik produksi. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian tentang
bagaimana suatu teks diproduksi sehingga kita bisa mengetahui alasan teks itu
dibentuk. Pendekatan seperti itu merupakan bentuk khas yang menjadi kelebihan
dari AWK van Dijk. Wacana dalam pandangan van Dijk dibagi menjadi tiga
a. Dimensi Teks
Fokus dari analisis dimensi teks terletak pada struktur teks yang memanfaatkan
ilmu linguistik untuk menjelaskan atau memaknai suatu teks tertentu. Analisis pada
dimensi teks menunjukkan bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang
1) Struktur Makro
Struktur makro mengkaji makna umum dari keseluruhan teks. Hal ini dapat
diketahui dengan mengamati elemen tematik yang merupakan gagasan atau topik
utama dalam teks. Topik menunjukkan apa yang ingin disampaikan oleh pembuat
17
teks serta bagaimana pikiran atau pandangan dari pembuat teks terhadap suatu
peristiwa.
Topik atau tema dalam sebuah teks dapat diketahui dengan mengamati
pilihan kata atau kalimat yang digunakan. Eriyanto (2009:230) menjelaskan bahwa
wacana pada umumnya tidak hanya mencerminkan suatu pandangan atau topik
tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Hal ini yang disebut oleh van
Dijk sebagai koherensi global. Topik utama dalam sebuah teks akan didukung oleh
subtopik-subtopik lain yang saling mendukung satu sama lain sehingga membentuk
2) Superstruktur
bagaimana teks tersebut disusun mulai dari bagian awal, isi, penutup, dan
kesimpulan. Teks atau wacana pada umumnya memiliki skema atau alur.
dalam jurnal ilmiah memiliki skema, yaitu abstraksi, latar belakang, tujuan,
Elemen skematik merupakan salah satu unsur yang perlu diamati dalam
dan kurang ditonjolkan. Van Dijk memandang elemen skematik sebagai satu
kesatuan yang koheren dan padu. Hal ini berarti setiap bagian dalam teks
memberikan efek kepada para pembaca mengenai bagian mana yang dipentingkan
atau ditekankan dan bagian mana yang tidak terlalu dipentingkan. Cara penyusunan
seperti ini merupakan merupakan salah satu strategi pembuat teks dalam
3) Struktur Mikro
Struktur mikro mengkaji makna yang terdapat dalam sebuah teks dengan
bahasa. Struktur mikro dibagi ke dalam beberapa elemen pembahasan, yaitu elemen
a) Elemen Semantik
dalam sebuah teks. Elemen ini terdiri atas unsur-unsur pendukung, yaitu latar dan
maksud.
(1) Latar
Setiap teks pada umumnya memiliki latar belakang peristiwa yang mendasari
terbentuknya sebuah teks. Latar peristiwa dalam sebuah teks menentukan ke arah
mana pandangan pembaca akan dibawa. Hal ini juga menjadi salah satu faktor yang
(2) Maksud
implisit.
b) Elemen Sintaksis
digunakan dalam sebuah teks. Elemen ini terdiri atas unsur-unsur pendukung, yaitu
Bentuk atau susunan kalimat dapat menentukan makna yang terkandung dalam
teks, seperti yang terjadi dalam kalimat aktif dan pasif. Kalimat aktif bertujuan agar
Kata ganti dapat digunakan sebagai alat yang menunjukkan posisi seseorang dalam
wacana. Contohnya, penggunaan kata ganti saya dan kami dapat menunjukkan
bahwa sikap tersebut lahir dari pembuat teks. Sementara itu, penggunaan kata ganti
c) Elemen Stilistik
Leksikon, unsur yang perlu diamati dalam elemen stilistik, menunjuk pada
Sebuah kata pada umumnya tentu memiliki alternatif lain yang maknanya sama.
20
Namun, pembuat teks akan memilih salah satu dari sekian banyak pilihan yang
d) Elemen Retoris
sering kali menggunakan kiasan, ungkapan, metafora dalam menuliskan apa yang
ingin disampaikan dalam teksnya. Hal tersebut merupakan salah satu strategi
Salah satu kelebihan dari analisis wacana kritis model van Dijk terletak pada
dimensi kognisi sosial, yaitu mencari tahu bagaimana sebuah teks dapat diproduksi.
Analisis wacana kritis dalam pandangan van Dijk tidak hanya berfokus pada
struktur teks, tetapi perlu adanya pendekatan terhadap kesadaran mental atau
kognisi sosial dari pembuat teks. Pendekatan terhadap kognisi sosial tersebut
terdapat dalam teks sebab teks pada dasarnya tidak jatuh dari langit, tetapi lahir dari
Cara utama untuk memahami produksi berita dalam pandangan van Dijk
adalah meneliti proses pembuatan teks, termasuk proses pembuat teks dalam
oleh setiap individu berdasarkan pada skema yang juga disebut sebagai model.
Istilah skema pertama kali diperkenalkan oleh Jean Piaget pada tahun 1923.
orang, tempat, objek, atau peristiwa. Hal ini juga yang memungkinkan seseorang
untuk belajar dan berpikir lebih cepat. Skema ditentukan oleh pengalaman dan
sosialisasi, serta dapat membantu untuk menjelaskan realitas yang terjadi di balik
sebuah teks. Martha dan Iain Walker (dalam Eriyanto, 2009) menggambarkan
orang lain.
sendiri.
situasi tertentu.
peristiwa tertentu. Selain skema, memori juga merupakan elemen penting dalam
terhadap suatu hal yang membantu setiap individu dalam mengerti suatu pesan
Memori dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu memori jangka pendek
(short-term memory) dan memori jangka panjang (long-term memory). Kedua jenis
pertama kali disimpan dalam memori jangka pendek. Kemudian, memori jangka
kognisi sosial seseorang (Eriyanto, 2009:265). Memori ini dapat dibedakan lagi
menjadi dua jenis, yaitu memori episodik (episodic memory) dan memori semantik
Dengan demikian, memori episodik pada setiap orang tentunya berbeda karena
23
menyangkut pengalaman diri dalam ruang dan waktu yang bersifat subjektif.
tergantung pada tujuan dan paradigma teoretis yang digunakan. Wacana dianalisis
dengan memperhatikan tata dan gaya bahasa, pragmatis, retoris, atau struktur
lainnya yang dapat digunakaan dalam berbagai dimensi pada wacana. Namun, tidak
banyak yang mementingkan studi mengenai kondisi yang ada dalam wacana
tersebut, seperti kondisi sosial, politik, atau budaya. Hal inilah yang disebut sebagai
konteks (Van Dijk, 2009:158). Sebagaimana yang dijelaskan oleh van Dijk (dalam
Herlianto, 2021:6) bahwa konteks berhubungan dengan situasi atau lingkungan atas
menjelaskan apa yang dikatakan oleh seseorang, tetapi juga bagaimana mereka
mengatakannya. Dalam hal ini, situasi tertentu akan menentukan bagaimana dan
3. Kritik Sosial
sosial yang terjadi di sekitarnya. Hal ini yang mendasari manusia dalam
menyampaikan kritik sosial. Kata kritik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) memiliki arti kecaman atau tanggapan yang kadang-kadang disertai uraian
dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
Sementara, kata sosial dalam KBBI memiliki arti berkenaan dengan masyarakat.
Hal ini didukung oleh pendapat Soekanto (2006:64) bahwa sosial berhubungan
Bertolak dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kritik sosial hadir
kehidupan sekitarnya. Dengan demikian, kritik sosial memiliki peran penting dalam
4. Lirik Lagu
Lagu diartikan sebagai aransemen musik yang dapat ditambahkan lirik (teks) yang
secara jelas mengenai fungsi lirik sebagai media untuk mengekspresikan gagasan
pesan yang ingin disampaikan oleh pencipta lagu kepada para pendengarnya.
Lirik memiliki persamaan dengan puisi. Hal ini dibuktikan oleh definisi
media ekspresi penyair dalam menuangkan gagasan atau ide. Puisi juga menjadi
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa lirik termasuk ke dalam karya sastra, lebih
tepatnya puisi.
mengungkapkan bahwa salah satu tipe puisi adalah puisi tipe lirik dengan ciri-
cirinya, yaitu ditulis untuk mewujudkan suara penyair yang mengungkapkan sikap,
perasaan, serta aspirasi pribadi terhadap suatu peristiwa, musibah, objek, dan
memberikan aspek estetika melalui diksi yang digunakan. Penulis lagu dalam
menyusun liriknya secara kreatif akan memilih diksi yang dapat menambah nilai
estetis atau memperkuat pesan. Hermintoyo (2018) menyatakan bahwa lirik lagu
dibuat dengan pilihan kata dan susunan yang baik, serta adanya koherensi internal
sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa yang menonjol bersifat puitik.
BAB III
Bab ketiga berkaitan dengan analisis data yang didasari oleh teori analisis wacana
kritis Teun A. van Dijk. Secara lebih spesifik, analisis wacana kritis van Dijk
mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Teori
analisis wacana kritis dalam penelitian ini akan digunakan untuk membongkar
kritik sosial yang terdapat dalam tiga lagu karya Yab Sarpote, yaitu “Jangan Diam,
A. Dimensi Teks
Van Dijk membagi teks ke dalam tiga struktur, yaitu struktur makro, superstruktur,
dan struktur mikro. Struktur makro dapat menunjukkan makna umum yang
diperoleh dari topik atau tema dalam sebuah teks. Superstruktur menunjukkan
menunjukkan makna yang diperoleh dengan mengamati bagian kecil dari sebuah
Analisis lirik lagu “Jangan Diam, Papua” dalam dimensi teks dibagi menjadi tiga
struktur: (1) struktur makro; (2) superstruktur; dan (3) struktur mikro.
26
27
a. Struktur Makro
Tema dalam sebuah lagu memuat pesan yang ingin disampaikan penulis kepada
para pendengarnya. Tema utama yang terdapat dalam lagu “Jangan Diam, Papua”
adalah bentuk penindasan yang terjadi di Tanah Papua. Tema tersebut ditunjukkan
Data (1) dan (2) merupakan satuan lingual berbentuk kalimat yang berfungsi
untuk menunjukkan bentuk penindasan. Kata penindasan dalam data (1) makna
1996:28). Makna denotatif tersebut bertujuan agar para pendengar lagu dapat
mengerti dengan jelas mengenai gagasan yang disampaikan dalam lirik tersebut.
sejak lama. Dikutip dari Down To Earth (2011), konflik tersebut di antaranya
sumber daya alam di Papua. Wilayah Papua memang memiliki kekayaan alam yang
melimpah. Berdasarkan data Bappeda Provinsi Papua tahun 2009, Papua memiliki
2,5 miliar ton kandungan cadangan bahan tambang Emas dan Tembaga, 540 juta
meter kubik potensi lestari kayu komersial, dan 9 juta hektare hutan konversi
Ada pula subtema yang dapat ditemukan dalam lirik lagu tersebut. Subtema
1) Bentuk Kata
Penggunaan satuan lingual berupa kata ditemukan dalam lirik lagu “Jangan Diam,
(4) Oh Papua, darahku tak harus merah, tulangku tak mesti putih
Jangan tanya arti kemerdekaan diri
Oooh.. Lawanlah
Data (3) dan (4) merupakan satuan lingual berbentuk kata yang termasuk
terjadi. Selain itu, penggunaan partikel -lah dalam data (3) dan (4) dimanfaatkan
bahwa kata bangkitlah dan lawanlah merupakan bagian yang dipentingkan dalam
lagu.
2) Bentuk Frasa
Penggunaan satuan lingual berbentuk frasa ditemukan dalam lirik lagu “Jangan
(5) Kaka, esok hari bintang kejora sambut mentari pagi ini
subtema dalam lagu. Secara harfiah, bintang kejora memiliki arti ’bintang yang
biasa terlihat besar dan terang di sebelah timur pada dini hari’ (KBBI, 2021). Frasa
bintang kejora termasuk dalam bentuk kiasan yang memiliki makna simbol
29
menunjukkan adanya keinginan dan harapan masyarakat Papua untuk terbebas dari
penindasan.
3) Bentuk Kalimat
Penggunaan satuan lingual berbentuk kalimat ditemukan dalam lirik lagu “Jangan
subtema dalam lagu. Kalimat dalam data (6) termasuk ke dalam jenis kalimat
mengharapkan adanya reaksi berupa tindakan atau perbuatan dari pendengar atau
pembaca. Kalimat ini mendukung subtema yang ditunjukkan data (3) dan (4), yaitu
Kata jangan dalam data (6) berkolerasi dengan kata hancurkan karena
menunjukkan hubungan sebab akibat. Kata hancurkan berasal dari kata dasar
hancur yang secara harfiah dapat berarti ’merusak’ atau ’suasana hati yang sangat
sedih’ (KBBI, 2021). Dengan demikian, kehadiran kata hancurkan dalam kalimat
Papua atas kerusakan alam dan kesedihan yang selama ini dialami. Penggunaan
kalimat perintah dalam lagu ini mengharapkan adanya reaksi dari masyarakat Papua
b. Superstruktur
Karya sastra terbentuk dari sebuah struktur. Struktur tersebut terdiri atas
beberapa unsur yang memiliki hubungan yang saling berkaitan dan menentukan
(Pradopo, 2009:118). Hal ini yang mendasari pentingnya sebuah puisi untuk
dianalisis secara struktural. Sehubungan dengan itu, teori analisis wacana kritis juga
Bertolak dari uraian tersebut, lirik lagu perlu dianalisis secara struktural agar dapat
Lirik lagu di atas berisi kritikan atas penindasan yang selama ini terjadi pada
masyarakat Papua. Judul “Jangan Diam, Papua” yang dipilih oleh Yab Sarpote
mampu mewakili pesan utama yang disampaikan dalam lagu tersebut. Pemilihan
kata diam dalam poros paradigmatik sebagai kata yang hadir dapat dipertukarkan
dengan kata lain yang tidak hadir. Jika dilihat dari poros paradigmatik, kata diam
memiliki padanan kata, yaitu kata bungkam, bisu, menyerah, atau berhenti. Kata-
kata tersebut dapat disejajarkan dan menjadi pilihan bagi pengarang lagu. Namun,
kata diam merupakan kata yang dipilih dari berbagai pilihan tersebut.
Pilihan kata diam dalam judul dikatakan tepat karena penggunaan kata
tersebut mengandung makna ’tidak bersuara, tidak bergerak, dan tidak berbuat
(berusaha) apa-apa’ (KBBI, 2021). Ketiga hal ini dapat mewakili pesan yang ingin
disampaikan kepada masyarakat Papua. Pada bait pertama, ditemukan kalimat hari
ini penindasan rantai kaki tangan kami yang menggambarkan ketidakbebasan yang
32
dirasakan oleh masyarakat Papua. Sumber daya alam Papua yang banyak dikeruk
juga secara jelas digambarkan dalam bait pertama: hari ini kerakusan perkosa bumi
kami. Beberapa kata dalam poros sintagmatik dapat diubah urutannya tanpa
mengubah makna kalimat, seperti yang terjadi pada bait pertama diubah menjadi
penindasan rantai kaki tangan kami (sampai) hari ini dan kerakusan perkosa bumi
Papua terhadap segala bentuk penderitaan yang secara lebih lanjut juga
digambarkan pada bait ke-2 dan 3. Tujuannya adalah mengarahkan pikiran dan
pandangan pendengar lagu mengenai latar belakang lagu tersebut. Dengan begitu,
para pendengar lagu akan dapat lebih memahami keseluruhan isi lagu.
disampaikan melalui lagu ini. Citraan penglihatan ditemukan dalam bait ke-1 dan 3
penindasan rantai kaki tangan. Citraan tersebut membuat pendengar lagu seolah-
sungaiku diubah darah dan tanahku dibakar api dalam bait ke-3 seolah-olah
Papua.
33
Bait 13
Jangan diam, dia hancurkan
Jangan diam, dia hancurkan
Jangan diam, dia hancurkan
Jangan diam, dia hancurkan Papuaku
Papua, papua, papua
Papuaku
pengulangan kata atau repetisi. Repetisi merupakan gaya bahasa yang mengulang
bunyi, suku kata, kata, frasa, atau kalimat yang ingin diberikan tekanan. Hal ini
satuan lingual yang dianggap penting. Bait tersebut menggunakan gaya bahasa
kata-kata yang ingin ditekankan atau dipentingkan selama beberapa kali berturut-
turut (Tarigan, 2013:182). Bait ke-13 dalam lagu tersebut mengulang lirik jangan
Pesan yang terkandung dalam lagu ini adalah ajakan bagi masyarakat Papua
agar lebih berani menyuarakan berbagai permasalahan yang terjadi pada mereka.
c. Struktur Mikro
Analisis struktur mikro dilakukan dengan melihat struktur teks, seperti kata,
kalimat, dan gaya bahasa. Kemudian, ada beberapa elemen yang perlu diamati
dalam struktur mikro, yaitu semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Elemen-
elemen tersebut menjadi dasar untuk menganalisis lirik lagu “Jangan Diam, Papua”
1) Elemen Semantik
yang menjadi tanda linguistik dan hal-hal yang ditandainya (Chaer, 2009:2).
Dengan kata lain, semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna. Analisis
elemen semantik dapat menunjukkan makna yang terdapat dalam lirik lagu “Jangan
Diam, Papua” yang diperoleh dengan mengamati makna primer dan makna
sekunder dalam teks. Elemen semantik berkaitan dengan dua unsur, yaitu (a) latar
a) Latar
Salah satu hal yang mendasari pembuatan teks adalah latar belakang peristiwa.
2009:235). Dengan begitu, pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dapat
tersampaikan sepenuhnya kepada para pendengar lagu. Latar peristiwa dalam lagu
pemikiran atau pandangan para pendengar lagu terhadap realitas yang terjadinya di
Tanah Papua.
35
Latar tersebut dapat diketahui dengan mengamati makna primer dalam lagu,
khusunya pada makna denotatif yang terdapat dalam kata penindasan pada bait
pertama. Kata penindasan dalam lagu “Jangan Diam, Papua” memiliki makna
dengan kekerasan’ (KBBI, 2021). Menurut studi yang dilakukan oleh Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam buku Papua Road Map (2009), terdapat
yang belum selesai; (4) kekerasan politik yang belum dituntaskan; dan (5)
pelanggaran HAM yang tak terselesaikan, seperti kasus Wasior, Wamena, dan
Paniai.
Selain itu, makna sekunder yang terdapat dalam lagu “Jangan Diam, Papua”
daya alam di Papua secara berlebihan. Makna sekunder yang ditemukan ialah
makna gramatikal dan makna figuratif. Makna gramatikal adalah makna yang
muncul karena adanya proses gramatikal, seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Makna gramatikal dalam lagu ini terdapat pada kutipan lirik rantai kaki
tangan yang hadir akibat adanya proses komposisi. Kata rantai memiliki arti
’sebuah tali dari cincin yang biasanya terbuat dari logam, plastik, dan sebagainya’
(KBBI, 2021). Ketika kata rantai digabungkan dengan frasa kaki tangan, maknanya
kutipan lirik rantai kaki tangan dapat dipahami sebagai gambaran keadaan
Makna sekunder lain yang ditemukan dalam lagu “Jangan Diam, Papua”
ditunjukkan pada kehadiran kata perkosa. Pada umumnya, kata perkosa dimaknai
2021). Hal ini berbeda dengan makna yang ingin ditampilkan dalam lagu. Kata
perkosa dalam lagu tersebut dimaksudkan sebagai tindakan eksploitasi yang terjadi
pada alam Papua. Dengan demikian, kata perkosa di sini termasuk dalam makna
b) Maksud
maupun implisit dalam sebuah teks. Berdasarkan tema dan latar yang telah
diuraikan sebelumnya, maksud lagu “Jangan Diam, Papua” dapat dipahami secara
jelas. Maksud yang ditampilkan dalam lagu ini ialah menyampaikan keinginan
penulis lagu agar masyarakat Papua terbebas dari segala bentuk penindasan. Dilihat
dari keseluruhan liriknya, lagu ini secara eksplisit memberi semangat kepada
kuncinya: bangkitlah, lawanlah, dan jangan diam. Partikel -lah dapat menandai
adanya predikat kalimat suruh bentuk inversi (Setyadi, 2018:114). Hal ini sesuai
dengan penggunaan partikel -lah dalam kata bangkitlah dan lawanlah. Dalam
37
konteks ini, penggunaan partikel -lah juga berfungsi untuk menegaskan bagian
Di samping itu, lagu “Jangan Diam, Papua” juga memiliki maksud lain yang
dirasakan oleh masyarakat Papua, kritik dalam lagu ini berkaitan dengan
keterbatasan kebebasan yang dirasakan oleh masyarakat Papua. Hal ini juga
membuktikan bahwa kritikan dapat disampaikan melalui media seni. Kritikan yang
tidak menggunakan bahasa yang lugas, pesan yang disampaikan tetaplah utuh.
2) Elemen Sintaksis
Sintaksis merupakan cabang ilmu linguistik yang berfungsi untuk membagi kalimat
dalam sebuah struktur, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen (Kom),
dan keterangan (Ket) (Chaer, 2015:20). Ada dua hal yang perlu diamati dalam
elemen sintaksis, yakni (a) bentuk kalimat dan (b) kata ganti.
a) Bentuk Kalimat
Analisis bentuk kalimat tidak hanya fokus pada kebenaran tata bahasa, tetapi juga
dapat menentukan makna yang ingin disampaikan pembuat teks melalui susunan
kalimat yang ditulisnya. Analisis ini merupakan bagian dari segi sintaksis yang
penulisan kalimat aktif dan kalimat pasif. Dalam kalimat berstruktur aktif,
seseorang menjadi subjek dalam situasi tertentu. Sementara itu, seseorang akan
menjadi objek jika ditulis dalam kalimat berstruktur pasif. Penggunaan kalimat
38
pasif ditemukan dalam lagu “Jangan Diam, Papua” yang terdapat dalam potongan
lirik berikut.
kalimat pasif. Fungsi subjek dalam kalimat tersebut terletak pada kata sungaiku dan
tanahku. Sementara, kata darah dan api menempati fungsi keterangan sebab.
Dilihat dari penempatan katanya, kata sungaiku dan tanahku diletakkan pada bagian
awal kalimat. Hal ini dapat memberi kesan tentang apa yang ingin ditonjolkan atau
difokuskan dalam lagu tersebut, yaitu dampak yang terjadi pada alam Papua.
b) Kata Ganti
Kata ganti mengacu pada kata benda lain. Penggunaan kata ganti dapat
menunjukkan posisi seseorang dalam sebuah wacana. Penggunaan kata ganti juga
ditemukan dalam lirik lagu “Jangan Diam, Papua”, seperti penggunaan kata kami,
Kata ganti kami termasuk dalam jenis kata ganti persona jamak. Penggunaan
kata ganti dalam data (9) dan (10) menunjukkan bahwa lagu tersebut ingin mewakili
alami. Penggunaan kata ganti kami secara tidak langsung juga dapat menunjukkan
39
bentuk solidaritas atau aliansi dari masyarakat Papua yang ingin ditunjukkan
Kata ganti dia dalam data (11) termasuk ke dalam jenis kata ganti persona
tunggal ketiga. Kata ganti dia ditujukan untuk pihak-pihak yang dikritik dalam lagu
Kata ganti -ku dalam data (12), (13), dan (14) merupakan jenis kata ganti
masyarakat Papua. Penggunaan kata ganti -ku dapat memperkuat pesan yang ingin
antarmasyarakat Papua.
3) Elemen Stilistik
Stilistika merupakan kajian sastra yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dan
bertujuan pada aspek estetikanya (Ratna, 2009:152). Hasil analisis elemen stilistik
akan mengungkapkan sikap dan ideologi tertentu yang ingin disampaikan oleh
pembuat teks. Hal ini dapat diketahui dengan memperhatikan pemilihan kata yang
digunakannya.
40
a) Leksikon
Fokus analisis elemen leksikon berkaitan dengan pemilihan kata yang dilakukan
pembuat teks. Sebuah kata umumnya memiliki alternatif lain yang maknanya sama.
Namun, seorang pembuat teks akan memilih salah satu kata yang dapat
menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Berikut merupakan beberapa pilihan kata
dalam lirik lagu “Jangan Diam, Papua” yang menjadi salah satu strategi dari Yab
Kata kerakusan berasal dari kata dasar rakus yang memiliki arti ’ingin
dalam kalimat mace, hari ini kerakusan perkosa bumi kami ditujukan untuk
(16) Kaka, esok hari bintang kejora sambut mentari pagi ini
Penggunaan frasa bintang kejora dalam lirik lagu “Jangan Diam, Papua”
ditemukan dalam kalimat kaka, esok hari bintang kejora sambut mentari pagi ini.
Seperti yang diketahui bahwa bintang kejora sangat identik dengan Papua sehingga
penggunaan frasa tersebut sangatlah tepat dalam lagu yang memang memiliki tema
tentang Papua. Dikutip dari tirto.id (2016), Clemens Runaweri, mantan politisi
Papua Barat, menyatakan bahwa Bintang Kejora atau Bintang Pagi adalah bintang
yang muncul sebelum matahari terbit. Oleh sebab itu, Bintang Kejora sering kali
dijadikan penunjuk arah bagi para nelayan ketika mereka berada di tengah lautan
tanpa kompas navigasi. Hal tersebut dapat mendasari alasan Bintang Fajar juga
dianggap sebagai simbol pengharapan orang Papua. Frasa tersebut dapat memberi
41
kesan kepada para pendengar lagu “Jangan Diam, Papua”, khususnya bagi mereka
yang berasal dari Papua agar merasa lebih dekat dengan lagu tersebut. Dengan
demikian, penggunaan frasa bintang kejora dapat menjadi salah satu strategi dari
Kata pace, mace, dan kaka merupakan kata sapaan yang digunakan oleh
masyarakat Papua. Pace adalah bentuk panggilan untuk seorang laki-laki. Mace
bentuk panggilan untuk seorang laki-laki atau perempuan. Pada awalnya, panggilan
pace atau mace hanya digunakan untuk panggilan kepada orang yang usianya tua.
Namun, pada saat ini panggilan pace dan mace juga dapat digunakan untuk orang-
orang yang masih berusia muda sebagai bentuk kenyamanan dan keakraban.
Dengan demikian, penggunaan kata pace, mace, dan kaka dalam lagu ini sangatlah
tepat karena dapat memberi kesan bahwa lagu tersebut familier dan dekat dengan
4) Elemen Retoris
Retorika merupakan seni berbicara. Hal ini sejalan dengan pendapat (Keraf,
1996:1) bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam retorika, yaitu
mengenai objek yang ingin disampaikan. Fokus elemen retoris dalam teori analisis
wacana kritis berkaitan dengan cara pembuat teks menekankan makna atau pesan
menarik dan lebih mudah dipahami. Adapun beberapa metafora yang digunakan
Pada data (18), digunakan metafora rantai. Kata rantai dalam kalimat
tersebut berasal dari kata merantai. Kata rantai diartikan sebagai ’tali dari cincin
yang berkaitan, biasanya terbuat dari logam, plastik, dan sebagainya’ (KBBI, 2021).
(19) terdengar kasar. Hal ini menjadi salah satu bentuk protes rakyat Papua akibat
(21) Oh Papua, darahku tak harus merah, tulangku tak mesti putih
Metafora air mata tak lagi menggugah nurani dalam lagu digunakan untuk
yang terjadi pada mereka. Dalam lagu “Jangan Diam, Papua” juga terdapat kalimat
43
darahku tak harus merah, tulangku tak mesti putih. Inilah yang disebut sebagai
defamiliarisasi dalam karya sastra. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh
teknik pengasingan. Teknik ini ditandai dengan adanya penggunaan gaya bahasa
yang menyimpang dari fakta yang biasanya dalam sebuah karya sastra. Hal ini
sejalan dengan pendapat Teeuw dalam buku Tergantung pada Kata (1980) bahwa
merah dan tulang yang berwarna putih seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi.
Namun, ditemukan kutipan lirik bahwa darah tidak harus berwarna merah dan
tulang tidak harus berwarna putih dalam lagu “Jangan Diam, Papua”. Hal ini secara
jelas berkebalikan dari fakta yang ada. Kalimat tersebut tampak aneh, tetapi berhasil
Kalimat darahku tak harus merah, tulangku tak mesti putih juga terdengar
tidak asing dan sekilas mengingatkan lirik lagu “Kebyar-Kebyar” yang diciptakan
oleh Gombloh: merah darahku, putih tulangku. Pemakaian metafora darahku tak
harus merah, tulangku tak mesti putih memiliki makna yang berkebalikan dengan
sendiri.
Pesan dalam lagu mengenai orang Papua yang berhak memilih idenititasnya
sendiri semakin diperkuat melalui kutipan lirik jangan tanya arti kemerdekaan diri.
44
Kutipan lirik ini mengandung makna bahwa setiap orang berhak memiliki
karena itu, kebebasan untuk merdeka bukanlah sebuah hal yang perlu dipertanyakan
kembali.
dalam lagu “Jangan Diam, Papua”. Keraf (2004:130) mengungkapkan bahwa gaya
bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang menyimpang dari konstruksi biasa
untuk mencapai efek tertentu. Gaya bahasa retoris terdiri dari beberapa jenis, yaitu
oksimoron. Berikut merupakan temuan gaya bahasa retoris dalam lirik lagu “Jangan
Diam, Papua”.
Data (22) termasuk dalam gaya bahasa retoris jenis anastrof atau inversi.
Anastrof merupakan gaya bahasa yang membalik susunan kata dalam sebuah
kalimat. Susunan kalimat yang seharusnya adalah harga diri kini sudah rendah.
Unsur kata tersebut diubah posisinya sebab ingin menekankan kata rendah dalam
Data (23) termasuk dalam gaya bahasa retoris jenis asonansi. Asonansi
merupakan gaya bahasa dengan pengulangan bunyi vokal yang sama. Pengulangan
45
bunyi vokal /a/ tampak pada kalimat jangan diam, dia hancurkan Papuaku.
melalui lagu tersebut. Selain itu, pengulangan bunyi vokal a tersebut juga dapat
Bait 1
Pace, hari ini penindasan rantai kaki tangan kami
Mace, hari ini kerakusan perkosa bumi kami
Bait 2
Rendah sudah kini harga diri
Sabar tak berarti lagi
Bait 3
Oh Papua, sungaiku diubah darah, tanahku dibakar api
Air mata tak lagi menggugah nurani
Oooh… Bangkitlah
Bait 4
Oh Papua, darahku tak harus merah, tulangku tak mesti putih
Jangan tanya arti kemerdekaan diri
Oooh… Lawanlah
Pengulangan bunyi vokal lainnya juga ditemukan dalam bait ke-1, 2, dan 3.
diperkuat oleh bunyi vokal /i/ berturut-turut yang membuat kesan liris pada lirik
dan dapat memperkuat arti. Gaya bahasa retoris lainnya yang ditemukan dalam lagu
ini adalah jenis hiperbola. Hiperbola merupakan gaya bahasa yang melebih-
lebihkan suatu hal. Gaya bahasa ini terdapat dalam data berikut.
Data (24) termasuk ke dalam gaya bahasa retoris jenis hiperbola. Hiperbola
merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal. Kalimat dalam data (24)
Setyadi (2017:28) bahwa “permainan bahasa” merupakan bentuk unik dari seni
berkomunikasi dengan penggunaan bahasa yang dikemas secara majas dan bersifat
dalam lirik lagu “Jangan Diam, Papua” merupakan salah satu strategi penulis lagu
untuk menciptakan suasana yang dramatis dan dapat memengaruhi emosi para
Analisis lirik lagu “Benih” dalam dimensi teks dibagi menjadi tiga struktur: (1)
a. Struktur Makro
Tema utama yang diangkat dalam lagu “Benih” adalah perjuangan orang-orang
yang masih hidup, hilang, atau telah dibunuh demi menegakkan kebenaran,
Data (25), (26), (27), dan (28) merupakan satuan lingual berbentuk klausa
yang menunjukkan tema utama dalam lagu “Benih”. Klausa untuk setiap mata yang
ditutupi di negara ini. Klausa untuk setiap suara yang dibungkam menggambarkan
ketidakadilan atau kebenaran di negara ini. Aksi protes yang dilakukan oleh
masyarakat juga sering kali dilarang atau digagalkan. Klausa untuk setiap darah
kasus para aktivis yang hilang atau dibunuh karena memperjuangkan hak-hak
rakyat.
Ada pula subtema yang dapat ditemukan dalam lirik lagu tersebut. Subtema
ditunjukkan melalui satuan lingual berbentuk frasa yang diuraikan sebagai berikut.
Frasa jiwa-jiwa baru dalam data (29) merujuk pada generasi-generasi baru
yang peduli dengan keadilan di negara ini. Kata jiwa mengandung makna ’nyawa
manusia’ atau ’orang utama yang menjadi sumber tenaga dan semangat’ (KBBI,
2021). Dalam hal ini, jiwa-jiwa baru tersebut adalah orang-orang yang diharapkan
perjuangan dalam membela kebenaran dan keadilan tidak akan berhenti begitu saja.
Meskipun banyak pejuang yang telah gugur, perjuangan tersebut akan dilanjutkan
b. Superstruktur
Lirik lagu juga perlu dianalisis secara struktural. Hal ini bertujuan agar makna yang
ingin disampaikan dalam lagu ini dapat lebih mudah dipahami. Berikut merupakan
Benih
menelan banyak korban karena perjuangan mereka dalam membela kebenaran dan
keadilan di negara ini. Dilihat dari pemilihan kata benih dalam judul, hal ini dapat
dikaitkan dengan kalimat pada baris pertama pada bait ke-3: bunga-bunga yang
digugurkan oleh terik dan hujan. Kehadiran kata bunga-bunga, terik, dan hujan
dalam kalimat tersebut menjadi alasan adanya pemilihan kata benih karena masih
Pemilihan kata jiwa-jiwa pada kalimat akan tumbuh jiwa-jiwa baru yang
dipertukarkan dengan kata lain yang tidak hadir. Jika dilihat dari poros
paradigmatik, kata jiwa memiliki padanan kata, yaitu orang, insan, atau individu.
Kata-kata tersebut dapat disejajarkan dan menjadi pilihan bagi pengarang lagu.
Akan tetapi, kata jiwa merupakan kata yang dipilih dari berbagai pilihan tersebut.
Pemilihan kata jiwa dalam lagu ini tidak hanya dimaknai sebagai suatu individu,
tetapi dimaknai sebagai seseorang yang menjadi sumber semangat. Semangat yang
diletakkan di awal dan menjadi bagian pembuka dalam lagu “Benih”. Realitas dari
berbagai peristiwa yang pernah terjadi di negara ini diuraikan pada bait pertama dan
banyak dialami oleh warga negara sejak lama. Gambaran permasalahan ini sengaja
diletakkan di awal lagu karena memiliki fungsi tertentu. Pikiran dan pandangan
Gambaran latar belakang permasalahan pada bait pertama dan kedua ditulis
dengan menggunakan gaya bahasa repetisi. Gaya bahasa repetisi yang ditemukan
mengulang kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat. Hal ini dibuktikan
Bait 1
Untuk setiap mata yang dibutakan
Untuk setiap suara yang dibungkam
Akan tumbuh jiwa-jiwa baru yang menyuarakannya
Bait 2
Untuk setiap darah yang ditumpahkan
Untuk setiap nyawa yang dihilangkan
Akan hidup jiwa-jiwa baru yang menggantikannya
Bait pertama dan kedua di atas juga menunjukkan adanya penggunaan gaya
mengulang kata atau frasa yang berada di tengah baris. Hal ini dibuktikan dengan
merupakan jenis repetisi yang ditandai dengan kata atau frasa terakhir dalam sebuah
klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dalam klausa atau kalimat
Bait 4
Sekalipun hidup hanyalah menunda kekalahan
Silakan kubur kami
Kami adalah benih
”Benih”. Hal tersebut dapat ditemukan dalam bait ke-2, yaitu untuk setiap darah
yang ditumpahkan dan untuk setiap nyawa yang dihilangkan. Sementara, pada bait
ke-3 ditemukan adanya klausa bunga-bunga yang digugurkan oleh terik dan hujan.
peristiwa yang terjadi di Indonesia. Selain itu, citraan penglihatan dalam bait ke-2
dan 3 juga memberi imajinasi bagi para pendengar lagu mengenai terjadinya
51
berbagai kasus pembunuhan, penghilangan secara paksa, dan tindak kekerasan yang
pernah terjadi.
Kutipan lirik silakan kubur kami dalam bait keempat menggambarkan sikap
merupakan bait yang mengalami pengulangan paling banyak dalam lagu, yaitu
sebanyak tiga kali. Selain berfungsi untuk memberikan nilai keindahan, repetisi
pada bait tersebut juga berfungsi untuk menekankan pesan utama yang ingin
disampaikan dalam lagu ini. Bait ini juga dijadikan sebagai bait penutup yang
c. Struktur Mikro
Analisis struktur mikro dilakukan dengan melihat struktur teks, seperti kata,
kalimat, dan gaya bahasa. Kemudian, ada beberapa elemen yang perlu diamati
dalam struktur mikro, yaitu semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Elemen-
elemen tersebut menjadi dasar untuk menganalisis lirik lagu “Benih” yang
1) Elemen Semantik
Analisis elemen semantik dalam penelitian ini dapat menunjukkan makna yang
terdapat dalam lirik lagu “Benih”. Hal ini diperoleh dengan cara mengamati makna
primer dan makna sekunder yang ada dalam teks. Analisis elemen semantik
berkaitan dengan dua unsur, yaitu (a) latar dan (b) maksud.
52
a) Latar
Latar peristiwa dalam lagu “Benih” terletak pada bait pertama dan kedua. Latar
tersebut diletakkan pada bagian awal lagu agar pikiran dan pandangan para
pendengar lagu langsung terarah kepada peristiwa yang menimpa para aktivis
ataupun berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negara ini. Hal ini dapat
diketahui dengan mengamati makna primer dalam lagu, khusunya pada makna
Bait 1
Untuk setiap mata yang dibutakan
Untuk setiap suara yang dibungkam
Akan tumbuh jiwa-jiwa baru yang menyuarakannya
Bait 2
Untuk setiap darah yang ditumpahkan
Untuk setiap nyawa yang dihilangkan
Akan hidup jiwa-jiwa baru yang menggantikannya
Klausa yang terdapat dalam baris pertama dan kedua pada bait ke-1 dan 2
mengandung makna yang sesuai apa adanya. Contohnya, klausa untuk setiap suara
yang dibungkam memiliki makna bahwa adanya orang-orang yang tidak memiliki
kesempatan atau dilarang untuk bersuara. Dalam konteks ini, hal-hal yang
dengan Yab Sarpote, lagu ”Benih” dilatarbelakangi oleh berbagai kejadian di masa
Selain makna primer, ditemukan pula makna sekunder dalam lagu “Benih”.
Makna sekunder dapat diketahui karena sudah memahami konteks dalam lagu ini.
Makna sekunder yang ditemukan merupakan makna figuratif yang terdapat pada
53
kalimat bunga-bunga yang digugurkan oleh terik dan hujan. Kalimat ini sekilas
’tumbuhan dengan warna indah dan memiliki bau yang harum’ (KBBI, 2021). Hal
ini semakin diperkuat dengan kata digugurkan, terik, dan hujan yang masih
memiliki korelasi dengan kata bunga. Hal ini tampak berbeda ketika sudah
memahami konteks dalam lagu. Kata bunga dalam lagu “Benih” mengacu pada
para aktivis yang menjadi korban pelanggaran HAM berat, seperti kasus Wiji
b) Maksud
Berdasarkan tema dan latar yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dipahami
maksud dari ideologi penulis dalam lagu “Benih”, yaitu sebuah lagu yang ditujukan
masih hidup yang sudah berjuang di negara ini. Kritikan tersebut ditampilkan dalam
baris 1 dan 2 pada bait pertama: untuk setiap mata yang dibutakan dan untuk setiap
suara yang dibungkam. Kritikan ini ditujukan secara spesifik ditujukan untuk
sistem pemerintahan Orde Baru (wawancara mendalam dengan penulis lagu, bukti
terlampir). Jika dilihat dari lirik lagunya, lagu “Benih” banyak menggunakan
bentuk majas atau kias yang membuat kritikan dalam lagu ini sekilas tidak terlihat.
nyatanya berhasil mewakili berkaitan dengan hilangnya hak hidup dan kebebasan
berpendapat.
54
2) Elemen Sintaksis
Elemen sintaksis berkaitan dengan bentuk atau susunan kalimat yang terdapat
dalam lirik lagu. Ada dua hal yang perlu diamati dalam elemen sintaksis, yakni (a)
a) Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat dapat memengaruhi makna yang ingin dibentuk oleh pembuat teks.
Penulisan kalimat berstruktur pasif ditemukan dalam lirik lagu ”Benih” yang dapat
(30) Bunga-bunga yang digugurkan oleh terik dan hujan tak benar-benar mati
S P
yang digugurkan oleh terik dan hujan. Sementara, tak benar-benar mati menempati
menunjukkan apa yang sebenarnya ingin ditekankan dalam bagian tersebut, yaitu
b) Kata Ganti
Penggunaan kata ganti juga ditemukan dalam lirik lagu “Benih”, seperti
Kata ganti dia dalam data (31) termasuk dalam jenis kata ganti persona
tunggal ketiga. Kata ganti dia mengacu pada kalimat sebelumnya, yaitu bunga-
bunga yang digugurkan oleh terik dan hujan. Kata bunga-bunga yang digunakan
55
membela kebenaran dan keadilan, seperti para aktivis ataupun orang-orang lain
yang tidak dikenal namanya. Melalui penggunaan kata ganti dia, lagu ini ingin
Kata ganti kami dalam data (32) termasuk ke dalam jenis kata ganti persona
jamak. Penggunaan kata ganti kami dalam kutipan lirik tersebut memiliki makna
bahwa penulis lagu, Yab Sarpote, memposisikan dirinya sebagai bagian dari orang-
orang yang akan meneruskan perjuangan dalam membela kebenaran dan keadilan.
yang dilakukan oleh Yab Sarpote dalam menyampaikan kritik melalui lagu-lagunya
3) Elemen Stilistik
Analisis elemen stilistik dapat sikap dan ideologi tertentu yang ingin disampaikan
oleh pembuat teks. Hal tersebut dapat diketahui dengan memperhatikan pemilihan
a) Leksikon
Fokus analisis elemen leksikon berkaitan dengan pemilihan kata yang dilakukan
pembuat teks. Pemilihan kata tersebut merupakan bagian dari strategi dalam
kalimat sekalipun hidup hanyalah menunda kekalahan. Kata kalah memiliki arti
sebagainya’ (KBBI, 2021). Jika dihubungkan dengan konteks kutipan lirik tersebut,
kata kalah di sini memiliki maksud maut atau kematian. Oleh karena itu, dapat
setiap umat manusia akan berakhir dengan kematian. Kutipan lirik tersebut
terdengar tidak asing karena berasal dari salah satu larik pada puisi berjudul “Derai-
Derai Cemara” yang ditulis oleh Chairil Anwar pada tahun 1949. Penggunaan kata
kekalahan yang merupakan bentuk kiasan juga dapat memberi nilai keindahan
4) Elemen Retoris
Fokus elemen retoris dalam teori analisis wacana kritis berkaitan dengan cara
pembuat teks menekankan makna atau pesan dalam teks. Penggunaan metafora
dapat menghidupkan bahasa sehingga mampu membuat sebuah teks menjadi lebih
menarik dan lebih mudah dipahami. Adapun beberapa metafora yang digunakan
Pada data (34), ditemukan adanya penggunaan metafora benih. Kata benih
memiliki makna denotatif, yaitu ’bibit atau semaian yang akan ditanam; sesuatu
yang akan tumbuh atau akan menjadi; anak (orang) yang akan dididik lebih lanjut’
57
(KBBI, 2021). Apabila dihubungkan dengan konteksnya, kata benih dalam data di
atas memiliki makna bahwa generasi baru atau kehadiran orang-orang yang
meneruskan perjuangan akan selalu ada. Kutipan kami adalah benih ingin
menegaskan bahwa keadilan dan kebenaran akan terus dijunjung tinggi, meskipun
Pada data (35), digunakan metafora kubur. Konteks kalimat tersebut dapat
dikaitkan dengan penggunaan kata benih dalam data (34). Kalimat dalam data (35)
berjuang membela keadilan. Dalam hal ini, pihak-pihak yang dimaksud adalah
pemerintah, aparat keamanan, dan militer. Kata kubur di sini bukan berarti dikubur
kata lainnya yang digunakan dalam lirik lagu, seperti kata benih dan bunga-bunga.
Selain itu, penggunaan metafora kubur juga dapat menambah nilai keindahan dalam
lagu ini.
Metafora kalimat bunga-bunga yang digugurkan oleh terik dan hujan dalam
untuk membela kebenaran, keadilan, dan kemerdekaan di negara ini. Kata bunga-
“Gugur Bunga” yang ditulis oleh Ismail Marzuki pada tahun 1945. Lagu tersebut
58
ditujukan sebagai bentuk penghormatan bagi para pahlawan atau pejuang di negara
Data (37) dan (38) termasuk ke dalam gaya bahasa retoris jenis anastrof atau
inversi. Anastrof merupakan gaya bahasa yang membalik susunan kata dalam
sebuah kalimat. Apabila disusun ke dalam susunan kalimat yang benar, kalimat
atau jiwa-jiwa baru akan tumbuh untuk menyuarakannya dan jiwa-jiwa baru yang
menggantikannya. Namun, dalam data (37) dan (38) dapat dilihat adanya unsur kata
yang diubah posisinya. Hal ini dapat menunjukkan bahwa ada bagian yang ingin
Analisis lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” dalam dimensi teks dibagi
menjadi tiga struktur: (1) struktur makro; (2) superstruktur; dan (3) struktur mikro.
a. Struktur Makro
Tema utama yang diangkat dalam lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” adalah
Data (39) dan (40) merupakan satuan lingual berbentuk kalimat yang
menunjukkan subtema dalam lagu. Kedua kalimat dalam contoh data di atas
hanya kehilangan rumah, tetapi juga kehilangan sawah yang menjadi lahan untuk
mata pencaharian. Kalimat sudah tak ada lagi pulang menunjukkan rasa sedih
mereka karena sudah tidak memiliki tempat untuk pulang, yaitu kampung halaman
mereka sendiri.
Ada pula subtema yang ditemukan dalam lirik lagu tersebut. Subtema
1) Bentuk Frasa
Penggunaan satuan lingual berupa frasa ditemukan dalam lirik lagu “Sudah Tak
Ada Lagi Pulang”. Satuan lingual tersebut terdapat dalam data berikut.
Data (41) dan (42) merupakan satuan lingual berbentuk kata yang
bagaimana dampak kerusakan alam yang terjadi akibat adanya penggusuran paksa.
Pembangunan infrastruktur di atas lahan hijau merupakan salah satu fenomena yang
digambarkan dalam lagu ini melalui frasa tanah yang sekarat. Kata sekarat
memiliki arti ’dalam keadaan menjelang kematian’ (KBBI, 2021). Kehadiran kata
60
sekarat dalam frasa tanah yang sekarat menunjukkan kondisi buruk yang terjadi
pada tanah di wilayah pedesaan. Selain itu, lagu ini juga mengungkapkan
selamanya dalam lirik lagu ini menunjukkan situasi buruk yang berlangsung terus
2) Bentuk Klausa
Penggunaan satuan lingual berbentuk klausa ditemukan dalam lirik lagu “Sudah
Tak Ada Lagi Pulang”. Satuan lingual tersebut terdapat dalam data berikut.
Data (43) dan (44) merupakan satuan lingual berbentuk klausa yang
mendukung subtema sebelumnya dalam data (41) dan (42) mengenai kerusakan
tidak hanya berdampak pada lahan hijau, tetapi juga perairan di lingkungan
pola distribusi aliran sungai maupun perubahan kualitas sumber daya air sungai
(Gusriani, 2014:1).
61
b. Superstruktur
Lirik lagu juga perlu dianalisis secara struktural. Hal ini bertujuan agar makna yang
ingin disampaikan dalam lagu ini dapat lebih mudah dipahami. Berikut merupakan
hasil analisis struktural lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”.
Telah sirna
Bahagia di mata
Damai di wajah
Hidup telah hilang
Karena pembangunan
demi kemajuan
meminta korban
62
Telah sirna
Bahagia di mata
Damai di wajah
Hidup telah hilang
Karena pembangunan
demi kemajuan
meminta korban
Telah sirna
Bahagia di mata
Damai di wajah
Hidup telah hilang
“Sudah Tak Ada Lagi Pulang” bersifat naratif. Hal ini sesuai dengan bagaimana
cara penulis lagu, Yab Sarpote, menyampaikan pesan dalam lagunya, yakni seperti
orang yang sedang bercerita. Lagu ini menceritakan seseorang yang kehilangan dan
merindukan kampung halamannya. Judul “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” mampu
mewakili inti dari pesan yang ingin disampaikan dalam lagu tersebut. Pemilihan
kata pulang dalam poros paradigmatik sebagai kata yang hadir dapat dipertukarkan
63
dengan kata lain yang tak hadir. Jika dilihat dari poros paradigmatik, kata pulang
memiliki padanan kata, yaitu kata rumah, kampung halaman, atau desa. Kata-kata
tersebut dapat disejajarkan dan menjadi pilihan bagi pengarang lagu. Namun, kata
pulang merupakan kata yang dipilih dari berbagai pilihan tersebut. Pemilihan kata
pulang dalam judul dikatakan cukup tepat karena apa yang ingin disampaikan
dalam lagu ini bukan hanya kehilangan tempat tinggal, melainkan juga kehilangan
hal-hal lain yang tak bisa mereka dapatkan kembali, seperti lingkungan alam,
Lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” diawali dengan cerita mengenai
keindahan kampung halaman seseorang. Pada bait pertama dan kedua, lagu ini
secara jelas digambarkan pada bagian awal lagu. Gambaran seperti ini sengaja
sana.
Bait pertama dan kedua memberi kesan bahwa lagu “Sudah Tak Ada Lagi
Namun, hal ini disangkal oleh sintagma selanjutnya dalam bait ke-3, 4, dan 5.
Sintagma dalam bait ke-3: tapi pembangunan demi kemajuan meminta korban
mengungkapkan maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam lagu ini.
Bait 3
Tapi pembangunan
Demi kemajuan
Meminta korban
Bait 4
Telah sirna
Bahagia di mata
Damai di wajah
Hidup telah hilang
Bait 5
Selamat tinggal embun pagi,
bunga, sawah, dan rumah
Sudah tak ada lagi pulang
Kemudian, ditemukan juga penggunaan unsur citraan dalam lirik lagu ini.
Citraan tersebut dapat memberi efek kepada para pendengar lagu agar mendapatkan
gambaran konkret tentang apa yang ingin disampaikan dalam lagu. Citraan pertama
yang ditemukan dalam lagu ini adalah citraan pendengaran yang terdapat pada bait
ke-2, yaitu petani bernyanyi. Citraan tersebut memberi imajinasi bagi para
pendengar lagu seolah-olah mendengar nyanyian dari petani. Citraan tersebut ingin
desa. Citraan penglihatan juga ditemukan pada bait ke-5, 6, dan 7. Pada bait ke-5,
ditemukan penggunaan kata embun pagi, bunga, sawah, dan rumah. Hal ini
pedesaan. Citraan penglihatan lainnya ditemukan pada dua bait di bawah ini.
Bait 6
Sawah kami dikubur
Pabrik-pabrik berkarat
Panen-panen gugur
di tanah yang sekarat
65
Bait 7
Sungai dan ikan mati
Mata air tak ada
Di kampung kami kini
Kemarau selamanya
imajinasi kepada para pendengar lagu agar seolah-olah dapat melihat bagaimana
alam yang terjadi, seperti tak ada lagi lahan hijau, pencemaran sungai, dan matinya
ekosistem sungai. Kesedihan yang terdapat dalam bait ke-3,4, dan 5 juga didukung
oleh penggambaran mengenai dampak yang terjadi pada alam di tempat tinggal
mereka. Keadaan tersebut dideskripsikan dalam bait ke-6 dan 7. Hal ini
memperlihatkan keadaan yang kontras dengan apa yang digambarkan pada bagian
awal lagu. Tak hanya itu, lagu ini juga menggambarkan masyarakat pedesaan yang
terpaksa pindah ke kota melalui citraan penglihatan pada bait ke-11, yaitu gedung-
Lagu ini diakhiri dengan adanya pengulangan bait ke-3,4, dan 5. Bagian
yang mengambil lahan kehidupan mereka masih terus dilakukan. Hingga akhirnya,
c. Struktur Mikro
Analisis struktur mikro dilakukan dengan melihat struktur teks, seperti kata,
kalimat, dan gaya bahasa. Kemudian, ada beberapa elemen yang perlu diamati
dalam struktur mikro, yaitu semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Elemen-
elemen tersebut menjadi dasar untuk menganalisis lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi
1) Elemen Semantik
Analisis elemen semantik dalam penelitian ini dapat menunjukkan makna yang
terdapat dalam lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. Hal ini diperoleh dengan
cara mengamati makna primer dan makna sekunder yang ada dalam teks. Analisis
elemen semantik berkaitan dengan dua unsur, yaitu (a) latar dan (b) maksud.
a) Latar
Latar peristiwa dalam lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” terletak pada bait pertama
dan kedua. Latar yang terletak pada bagian awal lagu berfungsi untuk mengarahkan
pikiran dan pandangan para pendengar lagu mengenai berbagai kasus penggusuran
paksa yang pernah terjadi di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan mengamati
makna primer dalam lagu, khusunya pada makna denotatif yang terdapat dalam bait
ketiga.
Bait 3
Tapi pembangunan
Demi kemajuan
Meminta korban
Ditemukan pula makna sekunder dalam lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”.
Makna sekunder dapat diketahui karena konteks dalam lagu ini telah dipahami.
Makna sekunder yang ditemukan merupakan makna figuratif yang terdapat pada
67
kata hidup dalam kalimat hidup telah hilang. Kata hidup dalam kalimat tersebut
tidak mengacu pada nyawa seseorang. Sebelum memahami konteks lagu tersebut,
kalimat hidup telah hilang dimaknai sebagai seseorang yang kehilangan nyawanya
hal ini akan tampak berbeda ketika sudah memahami konteks lagu. Kalimat hidup
telah hilang dimaknai sebagai ungkapan kesedihan dan kekecewaan seseorang yang
kehilangan tempat tinggal dan jati dirinya. Hal ini merupakan latar yang mendasari
pembuatan lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”, yaitu mengenai seseorang
yang tidak dapat kembali ke kampung halamannya, kehilangan lahan pertanian atau
b) Maksud
Lagu ini dikemas dalam bentuk sebuah cerita yang penulis lagu tujukan untuk
secara eksplisit dalam lagu. Lagu ini menyuarakan kesedihan dan juga kekecewaan
membuat mereka terpaksa migrasi dan memilih pekerjaan yang mereka tidak sukai
agar bisa bertahan hidup di wilayah perkotaan. Mereka yang awalnya menjadi
petani, kini harus mencari mata pencaharian lain, seperti buruh upahan, TKI, dan
ART.
Kritik sosial yang terdapat dalam lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”
berkaitan dengan hilangnya hak atas tempat tinggal. Penyampaian kritik dalam lagu
lain atau penambahan makna dari para pendengar lagu. Kritik dalam lagu ini
dikemas dalam bentuk teks naratif dan membuktikan bahwa kritikan tidak
2) Elemen Sintaksis
Elemen sintaksis berkaitan dengan bentuk atau susunan kalimat yang terdapat
dalam lirik lagu. Ada dua hal yang perlu diamati dalam elemen sintaksis, yakni (a)
a) Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat dapat memengaruhi makna yang ingin dibentuk oleh pembuat teks.
Penulisan kalimat berstruktur aktif dapat memberi kesan yang berbeda dengan
dalam lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” yang dapat dilihat dalam contoh berikut.
jenis kalimat majemuk setara yang memiliki dua klausa dan berstruktur pasif.
Kalimat termasuk jenis majemuk setara karena sebenarnya dipisahkan oleh kata
b) Kata Ganti
Dalam lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”, hanya terdapat penggunaan kata
Kata ganti kami dalam data (46), (47), dan (48) termasuk dalam jenis kata
ganti persona jamak. Penggunaan kata ganti kami dalam kutipan lirik di atas
memberi kesan bahwa Yab Sarpote sebagai penulis lagu memposisikan dirinya
Penggunaan kata ganti kami sangatlah tepat sebab lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi
Pulang” dikemas dalam bentuk teks naratif sehingga memberi kesan bahwa lagu
3) Elemen Stilistik
Analisis elemen stilistik dapat mengungkapkan sikap dan ideologi tertentu yang
ingin disampaikan oleh pembuat teks. Hal tersebut dapat diketahui dengan
a) Leksikon
Fokus analisis elemen leksikon berkaitan dengan pemilihan kata yang dilakukan
pembuat teks. Pemilihan kata tersebut merupakan bagian dari strategi dalam
Frasa kampung halaman ditemukan dalam kutipan lirik di kaki gunung ini
kampung halaman kami. Frasa kampung halaman memiliki arti ’tempat kelahiran’
70
atau ’daerah asal’ (KBBI, 2021). Penggunaan frasa tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat pedesaan tak lagi menempati wilayah tersebut. Selain itu, frasa
kampung halaman juga memberi kesan bahwa makna yang ingin disampaikan
terasa lebih dalam dibandingkan dengan menggunakan kata desa atau tempat
Kata hidup ditemukan dalam kutipan lirik hidup telah hilang. Ketika
mengetahui konteks dalam lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”, dapat dipahami
bahwa kata hidup di sini mengandung makna bahwa masyarakat pedesaan tak
hanya kehilangan bangunan rumah sebagai tempat hidup mereka, tetapi juga
pedesaan terpaksa pindah ke wilayah pinggiran kota atau perkotaan dan mengganti
pekerjaan mereka. Banyak dari mereka yang awalnya memiliki sawah tetapi beralih
profesi, seperti menjadi buruh, TKI, ART, dan kuli bangunan. Pekerjaan-pekerjaan
tersebut mungkin mereka tidak cintai. Namun, mereka tak punya pilihan lain selain
untuk bertahan hidup. Dengan demikian, pemilihan kata hidup dalam lirik lagu ini
sangatlah tepat karena mewakili seluruh aspek kehidupan seseorang. Hal ini terasa
berbeda apabila penulis lagu memilih kata rumah, desa, sawah, atau kampung
4) Elemen Retoris
Fokus elemen retoris dalam teori analisis wacana kritis berkaitan dengan cara
pembuat teks menekankan makna atau pesan dalam teks. Adapun beberapa
metafora yang digunakan dalam lirik lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” adalah
sebagai berikut.
Pada data (51), digunakan metafora mata dan wajah. Mata yang berfungsi
sebagai indra penglihat dalam data (51) memiliki maksud, yaitu segala bentuk
lingkungan alam di tempat tinggal mereka. Ketika lahan tempat tinggal tersebut
digusur, masyarakat pedesaan tak lagi dapat menikmati suasana lingkungan alam
listrik, lahan latihan militer kini menduduki lahan tempat tinggal dan sawah mereka.
Sementara itu, kata wajah dapat didefinisikan sebagai apa-apa yang tampak lebih
dulu. Metafora wajah dalam data (51) digunakan untuk mengiaskan masyarakat
pedesaan yang dipandang memiliki kehidupan yang tenang dan damai oleh
masyarakat lainnya.
dalam lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. Berikut merupakan temuan gaya bahasa
Bait 1
Di kaki gunung ini
Kampung halaman kami
Tanah subur sekali
Penghuninya murah hati
72
Bait 2
Di lereng yang sunyi
Petani bernyanyi
Bocah-bocah menari
Di sungai yang sendiri
Bait 11
Gedung-gedung yang tinggi
Di kota telah menanti
Kawan-kawan telah pergi
Jadi buruh abadi
Bait 12
Di kota tanpa hati
Uanglah segalanya
Persaingan mengganti
Rasa saling percaya
Kemerduan bunyi merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah puisi
atau lirik. Selain memberikan efek keindahan, kemerduan bunyi juga berfungsi
sebagai bentuk ekspresif dari penulis. Hal ini yang disebut sebagai sajak atau rima.
Sajak atau rima adalah pengulangan bunyi di dalam larik sajak atau pada akhir larik
sajak yang berdekatan (Sudjiman. 1986:64). Bait ke-1, 2, 11, dan 12 di atas
merupakan gaya bahasa yang mengulang vokal yang sama, baik di awal, tengah,
maupun di akhir kata, frasa, atau kalimat. Berdasarkan data di atas, bait ke-1, 2, dan
11 bersajak penuh (a-a-a-a). Sementara, bait ke-12 menggunakan rima silang (a-b-
a-b). Penggunaan rima silang pada bait di atas menimbulkan adanya kemerduan
Bait 6
Sawah kami dikubur
Pabrik-pabrik berkarat
Panen-panen gugur
Di tanah yang sekarat
73
Bait ke-6 di atas termasuk ke dalam gaya bahasa retoris jenis aliterasi.
Aliterasi merupakan gaya bahasa yang mengulang konsonan yang sama, baik di
awal, tengah, maupun di akhir kata, frasa, atau kalimat. Bait di atas menggunakan
rima silang (a-b-a-b) yang menimbulkan adanya bunyi kakafoni. Bunyi ini memberi
efek tidak menyenangkan dan memuakkan yang terdapat pada kata berkarat dan
mereka karena tak lagi memiliki sawah akibat adanya pembangunan infrastruktur.
Analisis dimensi kognisi sosial dalam teori analisis wacana kritis milik van Dijk
berfokus pada bagaimana sebuah teks diproduksi. Hal ini dapat diketahui
berdasarkan kesadaran mental dari pembuat teks. Oleh karena itu, diperlukan
adanya pendekatan kognitif dalam teori analisis wacana kritis untuk meneliti lebih
Kognisi sosial dari pembuat teks salah satunya dipengaruhi oleh skema.
Skema diri merupakan jenis skema yang memengaruhi Yab Sarpote dalam
dengan kepribadian diri kita sendiri. Pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang
dalam situasi tertentu merupakan bagian dari skema diri. Hal ini dibentuk sepanjang
hidup seseorang, seperti pengalaman di masa lalu, pola asuh, hubungan dengan
Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis yang ditulis oleh Eka Kurniawan
merupakan salah satu buku yang membuatnya tertarik dengan isu-isu sosial,
filsafat, dan kajian sastra. Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris ini juga
tergabung dalam pers mahasiswa dan membuat dirinya bertemu dengan banyak
orang yang senang membaca dan berdiskusi. Hal ini juga lah yang membuat Yab
membentuk kepribadian dirinya pada saat ini. Hal ini membuktikan bahwa skema
diri memang dibentuk dari pengalaman seseorang sebagai seorang teman, saudara,
orang tua atau peran lainnya di tengah masyarakat. Skema diri dapat memengaruhi
cara seseorang berpikir dan merasakan suatu hal, serta sikap seseorang dalam
sekitarnya yang diwujudkan melalui sebuah lagu. Setiap lagu yang ditulisnya
berawal dari berbagai fenomena kehidupan yang ditemukan. Lagu menjadi sebuah
dunia.
disampaikan oleh Yab Sarpote secara khusus kepada masyarakat Papua. Latar
belakangnya yang memiliki teman-teman yang berasal dari Papua juga menjadikan
lagu ini sebagai salah satu bentuk persahabatannya dengan masyarakat Papua. Yab
Sarpote melalui lagu ini ingin menceritakan keadaan masyarakat Papua yang
75
mereka.
Proses penciptaan lagu tersebut juga didasari oleh pengalaman pribadi yang
dimiliki Yab Sarpote. Hal ini yang disebut dengan memori episodik, yaitu memori
yang dimiliki oleh setiap orang terhadap peristiwa tertentu yang dialaminya.
perlakuan tidak adil. Hal tersebut yang pada akhirnya meyakini dirinya mengenai
yang hilang, dibunuh, ataupun masih hidup yang telah berjuang di negara ini.
Berbeda dari lagu “Jangan Diam, Papua”, proses penciptaan lagu “Benih” tidak
didasari oleh pengalaman pribadi dari Yab Sarpote. Lagu “Benih” ditulis
berbagai peristiwa tentang aktivis atau tragedi yang pernah terjadi di Indonesia. Hal
inilah yang disebut sebagai memori semantik, yakni memori yang berisikan
Lagu “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” merupakan lagu yang ditujukkan oleh Yab
penciptaan lagu tersebut didasari oleh memori episodik dari Yab Sarpote. Memori
episodik ini berisikan ingatan mengenai cerita hidup kakeknya yang kehilangan
sukarelawan bagi para warga yang terancam ataupun yang sudah terkena kasus
penggusuran. Salah satu contohnya adalah keterlibatan dirinya dalam aksi protes di
Kulon Progo.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “Kritik Sosial dalam
Lagu Karya Yab Sarpote: Analisis Wacana Kritis van Dijk”, dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
1. Hasil analisis pada dimensi teks menunjukkan adanya kritik sosial dalam lagu
”Jangan Diam, Papua”, ”Benih”, dan ”Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. Kritik sosial
tersebut hadir karena adanya ideologi yang berkaitan dengan hak dan kebebasan
dari sebagian komunitas masyarakat yang dibatasi. Dimensi teks dalam kritik sosial
masyarakat Papua, kisah para aktivis di Indonesia, dan kisah dari para korban
bahasa yang lugas dan kias. Penggunaan bahasa lugas memudahkan pendengar
interpretasi berbeda dari apa yang ingin disampaikan penulis lagu. Sementara itu,
penggunaan bahasa kias tidak hanya dapat memperhalus sebuah kata, frasa, atau
2. Lagu “Jangan Diam, Papua”, “Benih”, dan “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”
kognisi sosial, yaitu skema dan memori. Skema diri merupakan jenis skema yang
83
84
peristiwa.
B. Saran
Penelitian analisis wacana kritis van Dijk dengan pendekatan kognisi sosial masih
mendalami referensi yang lebih banyak, serta melakukan proses wawancara secara
juga berharap agar penelitian ini dapat dijadikan landasan, khusunya bagi peneliti
Abar, Ahmad Zaini. 1997. "Kritik Sosial, Pers, Politik Indonesia dalam Kritik
Sosial dalam Wacana Pembangunan." Jurnal UNISIA.
Amiruddin, & Soares, A. J. De. 2003. Perjuangan Amungme: Antara Freeport dan
Militer. Jakarta: ELSAM.
Astuti, Sri Puji. 2008. "Fungsi Bahasa dalam Wacana Iklan Media Cetak." Nusa:
Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, Vol. 3 (1).
Bhakti, Ikrar Nusa & Pigay, Natalius. 2016. "Menemukan Akar Masalah dan Solusi
Atas Konflik Papua: Supenkah? (Finding the Root of Problems and Solutions
to Papuan Conflict: Is it important?)". Jurnal Penelitian Politik, Vol. 9 (1), 18.
http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/443
Bhinnety, Magda. 2015. "Struktur dan Proses Memori." Buletin Psikologi. Vol. 16
(2), 74–88. https://doi.org/10.22146/bpsi.7375
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
----------. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Down To Earth. 2011. "Tanah Papua: Perjuangan yang Berlanjut untuk Tanah dan
Penghidupan." Edisi Khusus Papua No. 89-90.
85
86
Fadhilah, Yasin. 2019. "Kritik dan Realitas Sosial dalam Musik (Analisis Wacana
Kritis pada Lirik Lagu Karya Iksan Skuter “Lagu Petani”)." Jurnal
Commercium, Vol. 1 (2), 113–118.
Fadilah, Siti Nur & Joko, B. Wahyudi. 2017. "Pencitraan Soeharto dalam Buku
Andai Pak Harto Nyapres, Kupilih! (Kebosanan Orang-Orang Pinggiran
Menanti Kemakmuran) dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis van Dijk."
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Vol. 6 (2), 139–151.
kemkes.go.id. 2013. Tidak Benar Terjadi KLB Gizi Buruk Penyebab Kematian di
Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.
https://www.kemkes.go.id/article/view/2267/tidak-benar-terjadi-klb-gizi-
buruk-penyebab-kematian--di-kabupaten-tambrauw-papua-barat.html.
Diakses pada 18 September 2021.
Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
-----------. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kushartanti, Yuwono, U., & Lauder, M. R. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
87
-----------. 2018. Masih Ada: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta
Januari - September Tahun 2018. Jakarta: LBH Jakarta.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiawan, Rulli Pratiwi. 2010. "Penggusuran Permukiman Liar di Stren Kali Jagir:
Sebuah Tinjauan dari Sisi Hukum dan Humanisme." Seminar Nasional
Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota.
Setyadi, Ary. 2017. "Permainan Bahasa: Apa dan Siapa." Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa
dan Sastra, Vol. 12 (2).
------------. 2018. "Sifat Pragmatis Partikel Lah dalam Kalimat Perintah." Nusa:
Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, Vol. 13 (1).
Somad, Adi Abdul. 2010. Mengenal Berbagai Karya Sastra. Bekasi: Adhi Aksara
Abadi Indonesia.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata
Dharma University Press.
Suharyo, Surono, & Amin, M. F. 2014. "Bahasa dan Ideologi: Menungkap Ideologi
dan Kekuasaan Simbolik di Balik Penggunaan Bahasa (Kajian Teks Media
Melalui Analisis Wacana Kritis)." Jurnal Humanika, Vol. 19 (1), 42–58.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/view/7960/6520
Teeuw, A. 1980. Tergantung pada Kata. Yogyakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Tim Analisis dan Evaluasi Hukum. 2005. Laporan Akhir: Tim Analisis dan
Evaluasi Hukum tentang Kerusakan Tanah Pertanian Akibat Penggunaan
Teknologi. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia.
Tresnanda, W. 2015. "Makna Kritik Sosial Pada Lirik Lagu Siang Sebrang Istana
Iwan Fals (Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk)." Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. http://eprints.untirta.ac.id/id/eprint/540
89
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Widjojo, Muridan S. 2009. Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving the
Present and Securing the Future. Jakarta: LIPI
Wodak, Ruth & Meyer, Michael. 2001. Methods of Critical Discourse Analysis.
London: SAGE.
LAMPIRAN
N Oh enggak. Yab Sarpote itu nama panggung. Yab itu dari anagram.
Anagram dari nama asli saya.
P Mungkin Mas bisa cerita tempat tanggal lahir, riwayat pendidikan, karya-
karya yang pernah dihasilkan.
N Dari lahir sampai SMA tinggal di Palembang. Kuliah di Jogja. Sampai
sekarang kerja di Jogja dan tinggal di Jogja karena orang tuaku asalnya
dari Jogja. Jadi pada pindah ke sini.
P Dulu di Palembang kerja gitu?
N Dulu orang tuaku kerja di Palembang.
P Kalau latar belakang pendidikan terakhir Mas gimana?
N Pendidikan terakhir aku S-1 Sastra Inggris di Universitas Sanata Dharma.
P Terus apa aja sih karya yang udah dihasilkan Mas Yab selama ini?
N Karya lagu atau musik ya? Atau apa sih?
P Apa aja sih Mas, semuanya.
N Kalo dari lagu dulu, lagu aku gak pernah bikin album. Itu mungkin juga
karena kemalesanku. Biasanya kan teman-teman bikin album, sebuah
pencapaian yang bisa jadi karya yang penuh. Tapi mungkin karena aku
males juga dan gak tau ya, cara kerja otakku mungkin kayak gitu. Di sela-
sela aktivitasku sebagai buruh upahan jadi mungkin manifestasi
kesibukanku tuh karya-karyaku dalam bentuk single. Jadi gak pernah yang
album yang isinya banyak gitu kan. Single-single itu yang pertama aku
pernah buat single… Sebelumnya aku pernah punya band namanya Ilalang
Zaman. Itu band yang serius sih. Yang ngeluarin karya gitu, kalo yang gak
serius gak usah ya. Dulu aku bergabung dengan Ilalang Zaman waktu
kuliah sampai mungkin setahun dua tahun setelah lulus. Setelah itu bubar.
1
2
Ilalang zaman itu aku jadi drummer. Itu perkusi gitulah. Sebenarnya aku
main musik gak terlalu mendalam Cuma beberapa alat musik bisa. Aku
bisa nyanyi, aku bisa main gitar, bisa main bass, bisa main piano dikit-
dikit sama bisa ngedrum atau perkusi. Nah SMA aku sebenernya perkusi,
ngedrum cuma pas kuliah ngedrum lagi. Nah sama Ilalang Zaman itu aku
bikin karya namanya “Jangan Diam, Papua”. “JDP” itu aku bikin.. aku
lupa, nanti bisa dicek lagi ya karena aku gak terlalu inget sih kapan-
kapannya itu. Waktu itu aku bikin lagu sama temen-temen di Ilalang
Zaman ngajak temen-temen di anak-anak Papua yang tergabung di Aliansi
Mahasiswa Papua. Jadi, aku bikin lagunya sih. Yang bikin aransemen band
tuh temen-temen Ilalang Zaman. Temen-temen AMP mereka ikut nyanyi,
kayak vocal groupnya. Itu aku buat pas lagi ada kasus kelaparan, wabah
kelaparan di Tambrauw. Tambrauw itu salah satu daerah di Papua. Busung
lapar, kelaparan, ada yang kena penyakit, meninggal, dll. Terus ada acara
solidaritas untuk Tambrauw. Yang ngadain tuh anak anak AMP, ada juga
anak-anak Himpunan Mahasiswa Aceh. Pokoknya yang peduli itu bikin
acara di titik nol, bikin panggung budaya gitu di titik nol Jogja. Di public
space gitu. Nah, waktu itu pertama kali lagu itu dinyanyiin di situ. Dari
situ, diseriusin, rekaman aja. Jadilah sebuah lagu, singel Ilalang Zaman.
“Jangan Diam, Papua” featuringnya anak-anak AMP. Sama yang Ilalang
Zaman itu, pokoknya yang notable, pencapaian-pencapaiannya pernah
bikin sebuah album kompilasi sama beberapa band kayak Banda Neira.
Satu kompilasi sama Fajar Merah, Merah Bercerita tuh pernah bikin satu
kompilasi album yang ngadain tuh AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia),
IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), pokoknya masyarakat
yang pro HAM itu, pro demokrasi. Terus bikin satu kompilasi album.
ngomongin hal kayak gitu, sekalian aku ngomong aku kayaknya gak bisa
lanjut karena aku ngeband bukan buat tujuan kayak gitu. Malah bikin
ngelangkahin kebahagiaanku, kayaknya aku lebih akan happy kalo aku
bermusik sendiri tanpa harus punya tanggung jawab ke temen-temen lain,
harus ikut pilihan-pilihan yang kadang kadang aku harus kompromi. Di
satu sisi itu, itu prinsipil buat aku. Nah yang kedua, hal yang gak kalah
prinsipil tuh waktu itu kan aku kerja. Waktu itu personil yang lain belum
lulus. Kan mereka relatively lebih bebas dan available sama kegiatan
apapun. Sementara aku ngga. Nah aku bilang, supaya aku gak jadi beban
buat grup ini, aku gak mau pilihan aku violate kalian. Jangan sampe
pilihanku dan situasi hidupku ini jadi kendala buat kalian. Jadi yaudah
keluar aja. Dan aku have no problem dengan bandku tapi hidup cuma
sekali. Musik salah satu tempatku bikin bahagia dan aku gak mau
melewatkan itu. Yaudah aku akhirnya keluar, aku bikin solo. Aku akhirnya
setelah solo, kan aku kayak mau bangun identitas baru nih, lepas dari
drummernya Ilalang Zaman. Aku mau lepas dari itu terus aku ngeluarin
“Jangan Diam, Papua” tapi versi akustik. Nah sama temen-temen yang
masih berafiliasi sama AMP, anak-anak Papua juga. Namanya Mateus
Auwe, dulu jurnalis pers mahasiswa tapi sudah meninggal karena sakit.
Terus Yolanda Tatogo kayaknya sodaranya ya. Kita buatlah video clip itu.
Lagu ini yang masuk kompilasi “Papua itu Kita” itu diadain sama temen-
temen. Terus ya satu grup sama Sisir Tanah, Ikhsan Skuter. Terus kan
organizernya namanya Zely. “Yab, siapa lagi nih yang mau diajak?” Nah
itu kan belum ada. Aku bilang coba aku ajak Ucok, Ucok Homicide. “Cok
kamu gak masuk sini?” Oh ya boleh boleh.” Keetulan dia punya lagu
tentang Papua. Waktu itu dia kolaborasinya dengan Siksa Kubur. Aku juga
temen sama Ucok in many ways, salah satunya di musik. Dan aku bilang
“Cok mau gak menuh-menuhin kompilasi nih?” “Ya gapapa pake aja”.
Terus jadilah kompilasi itu dibuat terbatas terus diluncurkan di tim itu. Itu
next notable works. Abis “Jangan Diam, Papua”, aku bikin singel “Benih”
itu. Intinya lagu tribute untuk temen-temen, semua orang sih yang masih
hidup atau sudah meninggal tapi intinya berkorban atau dedikasi hidupnya
buat cost-cost keadilan. Makanya Munir, banyak lah ya. Marsinah dan
segala macem. Diterbitin terus aku bikin.. Nah most of my musical sama
audio visual artworks biasanya garap sendiri. Karena pertama aku agak
punya problem sama kolaborasi sama banyak orang. Karena gak punya
waktu. Yang kedua, gak tau ya aku punya tendensi agak egois soal karya.
Pokoknya kalo aku punya bayangan gini gini, kudu gini. Terlalu idealis
sama musiknya. Jadi kalo imajinasiku terpapar sama keinginan orang lain
“ah kok jadi gini sih laguku” dan akhirnya gak puas dengan hal itu.
5
Akhirnya aku sebisa mungkin garap artworks karya-karyaku tuh aku garap
sendiri atau most of it aku kontrol sendiri, kendaliin direct sendiri.
Termasuk soal musik dan video clip aku garap sendiri, ngedit sendiri, gitu.
Benih, yang notable dari Benih yang di museum Omah Munir itu.
P Itu ceritanya gimana Mas? Kok bisa dikurasi di museum itu?
N Jadi istrinya Munir kan sama Imparsial, sama Kontras, pokoknya
organisasi-organisasi itu lah. Nah Istrinya Munir mereka mau bikin
museum Munir. Cuma kayaknya tuh yang baru jadi di Malang tuh
prototype nya deh bukan yang beneran, and then nanti ada museum HAM
lagi yang lebih gede, sepengetahuanku. Nah sambil mereka meluncurin
dan memperkenalkan itu, mereka buka open submission. Nah aku ikut.
Kirim submission. Setelah kirim, nah terpilih lah jadi salah satu pemenang
yang dikurasi di sana. Nah waktu peluncurannya aku diundang disuruh
jadi pembicara cuma aku gak bisa. Waktu itu sih pas eksekusi
penggusuran di Jogja yang traditional airport. Waktu itu, pas lagi rame
ramenya itu. Agak riweuh. Aku bilang gak bisa, aku titip salam aja buat
temen temen. Itu kalo Benih notablenya. Terus yang berikutnya, aku bikin
“Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. Nah kalo itu dedikasinya kayak cerita
representatif cerita hidup kakekku. Kayaknya pernah aku tulis deh di
caption youtube itu atau di webku. Aku pernah tulis representasi cerita
kakekku yang dulunya petani cuma karena ada program negara bikin
sebuah proyek akhirnya dia gak punya sawah.
P Di daerah mana Mas?
N Di Borosuci, Kulon Progo.
P Tapi itu sempet masuk berita gak kasusnya?
N Nggak sih. Gak sampe kayak Wadas misalnya. Lebih kayak program
pemerintah dan itu udah lama.
P Desanya bener-bener digusur semua atau gimana?
N Ada yang dijual, ada yang mau gak mau harus jual karena gak enak.
Sekaligus itu juga kayak semacam cerita yang gak asing di Indonesia
mungkin bahkan di dunia karena kebanyakan petani, apalagi, salah satunya
yang paling banyak atau orang yang dulu hidupnya di desa. Itu kan banyak
mereka harus migrasi dan jadi buruh di pinggiran kota, atau kota, atau jadi
TKI karena gak ada lagi mata pencaharian di desa kan? Terus itu mereka
jadi buruh di kota, jadi TKI, mungkin juga ART di kota kota. Karena
mereka yang dulunya petani atau cari uang lewat sumber daya di desa tuh
udah gak ada lagi. Nah makanya aku bilang mereka gak bisa pulang lagi,
udah gak ada rumah. Yang mereka bisa lakukan kan cuma cari uang,
hidup. Kayak orang kota. Ini bukan hidupku ini cari uang. Kita kan kadang
kadang gak bisa milih ya, kita cari uang aja, bukan hidup. Makanya
6
seringkali kita gak mencintai kerjaan kita karena kita gak punya pilihan.
Tapi kalo petani misalnya yang lahir sudah jadi petani, yang orang tuanya
petani, mereka merasa kalau pekerjaan mereka ini bukan paksaan, mereka
happy aja cuma karena digusur atau gak bisa dijual dengan harga yang
layak akhirnya mereka gak punya pilihan lagi. Jadi pulang di situ tuh
bukan hanya pulang ke rumah yang fisik, bukan house tapi home. Gak bisa
pulang ke eksistensi mereka. Pulang ke who they are anymore. Who they
were karena udah masa lalu. Gak hanya soalnya fisik yang tergusur udah
berubah tapi karena being mereka, eksistensi hidup mereka. Aku gak tau
nih aku jadi apa. Buruh juga aku gak suka, buruh serabutan, kuli
bangunan, mereka gak bahagia. Cuma mereka gak bisa ngapa ngapain. Itu
ceritanya yang “Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. Terus yang terakhir yang
“Perempuan di Bawah Jembatan”. Sebenarnya itu lagu udah lama, ku
ciptain sejak ada kasus pemerkosaan dan pembunuhan salah satu
mahasiswa UGM namanya Maya. Jadi dia dulu punya angkringan, buat
tambah tambah uang. Tapi pas dia jualan, ada pelanggannya yang jahat
yang istilahnya sudah mengamati dia, memata-matai dia, sering beli di
situ. Nah udah punya niat jahat. Sampai suatu waktu, Maya pulang. Beres
beres pulang selesai jualan angkringan. Diikutin, mau diperkosa. Tapi
karena si Maya ini melawan kayaknya polisi bilang ada tanda tanda
perlawanan malah dimatiin sama si orang jahat ini. Sempet heboh
kasusnya di Jogja. Terus jaringan-jaringan perempuan di Jogja, pokoknya
perempuan lah, dan yang gak terafiliasi dengan organisasi perempuan
bikin acara di titik nol. Seperti acara berkabung, memperingati dan
mendesak pemerintah gitu gitu di titik nol. Nah aku diundang dan aku
bikin lagu itu. Weh parah juga kasusnya aku bilang. Nah aku bikin lagu
itu. Aku mau nyumbang lagu lah. Dinyanyiin pertama kali di acara itu.
Dulu sempet ku upload live acara itu. Cuma butuh direcord lebih proper
masa live gini doang. Nah ini aku record terus aku bikin video clipnya juga
sekalian biar engagement orang lebih kena. Ada sih orang yang bikin
musik doang udah engage. Tapi kayaknya kalo aku sih seringkali ngeliat
kalo dibuat visualisasinya lebih engage lagi ya soalnya anak-anak kan
seneng youtube, visual, seneng nonton budayanya. Itu aku bikin sendiri.
P Aku mau nanya Mas, Mas kan kayak jadiin musik tempat kabur Mas ya, nah
itu tuh ketertarikan Mas sama musik dimulainya dari kapan?
N Kayaknya relate sama latar belakang keluargaku. Keluargaku kan Katolik
ya. Aku kan lahir di sebuah keluarga Katolik. Orangnya kan seneng nyanyi
ya atau at least they are engaged in some music activities, pasti nyanyi,
main musik, paduan suara. Entah Katolik atau Kristen pasti akrab lah sama
hal kayak gitu. Nah tentu aja orang tuaku dan saudara saudaraku seneng
7
nyanyi dan seneng bermusik. Nah tapi yang paling seneng main musik tuh
aku. Kakakku paling paduan suara, nyanyi mazmur gitu.
Nah selayaknya orang Katolik, Kristen ya mereka seneng nyanyi. Di
rumah atau di gereja pasti akrab dengan musik, akrab dengan nada. Di
rumah kalau ada acara acara misal keluarga gitu, adalah nyanyi nyanyi
dan memang dari kecil aku kan dikader ibuku jadi penyanyi. Maksudku
kader tuh bukan penyanyi profesional cuman bisa nyanyi gitu. Kadang
kadang di gereja di suruh nyanyi, di sekolah disuruh ikut kompetisi.
Pokoknya masih kecil aku sering ikut kompetisi menyanyi, mau yang
sendiri atau koor atau paduan suara gitu. Jadi aku juga jadi banci tampil
sebenernya karena aku senang bernyanyi dan ibuku sangat encourage,
sangat mendorong. Positif, seneng anaknya bisa nyanyi. Jadi nyanyi jadi
bagianku sejak kecil. Aku main musik sejak SMP ya, main gitar.
pas-pasan. Jadi kayak musik itu sebuah hal yang mahal cuman Ibu aku
pengen. Jadi aku belajar banyak mengakses alat-alat musik di sekolah
kayak di SMP ada alat alat band, ada ekskul. Di SMA juga ada alat alat
band dan aku punya band juga di SMA. Jadi aku mengakses alat alat
musik di sekolah. Di rumah cuma punya gitar bolong satu. Tapi alat musik
lain harus aku akses di sekolah karena gak punya uang buat beli. Pernah
kok minta sama ibuku ya waktu SMP atau SMA, waktu lewat toko alat
musik. Waktu itu aku naksir gitar listriknya gibson yang les paul cuman
yang murah murah. Waktu jamannya Padi masih hits gitu, aku liat Piyu
main, gila keren banget gitarnya. Aku lewat depan toko musik, terus aku
ngomong “aku mau masuk sini dulu Bu” terus aku pengen beli itu. Berapa
waktu itu, dua juta. Langsung dibilang sama Ibu aku, Ibu belum punya
uang, nanti ya. Sampe sekarang gak dibeli beli. Aku belum paham waktu
itu, kok belum punya uang sih. Namanya juga pikiran anak kecil, anak
remaja. Gitu soal musik sih, emang struggling. Bahkan sampai kuliah aku
gak punya alat musik. Baru setelah aku lulus dan aku cari uang sendiri
malah sekarang jualan alat musik, gitar branded gitu yang bekas bekas. I
don’t know tapi itu kayaknya suatu bentuk pelampiasan karena dulu aku
gak bisa punya alat musik dan aku pengen punya alat musik. Dan waktu
aku kuliah akhir akhir dan setelah aku lulus, kan aku masih kerja dan
uangnya gak sebanyak sekarang ya. Aku ngeliat gitar yang bermerk kayak
“kapan ya bisa beli kayak gitu”. Dulu pernah waktu pengen beli gitar
akustik, naksir gitar akustik tuh merknya Martin. Dan Martin tuh mahal
banget. Kalo mungkin orang jual tuh kayak biola eropa yang harganya
berapa puluh juta, berapa belas juta. “Bisa gak ya aku beli kayak gitu” Nah
aku sering tuh dengerin di Youtube, suaranya keren banget. Kalo beli baru
kan gak mungkin ya, harganya 20jt, 15jt gitu gitu. Di Indonesia tuh rame
juga gitar second hand yang original masih bagus dan why not. Akhirnya
aku cari dan aku kontak salah seorang penjual gitar branded second hand.
Dan waktu itu budgetku 5jt, aku tanya seri gitar Martin tuh yang mahal
kayaknya setelah aku liat liat harga secondnya 20 jt terus waktu itu
walaupun aku tau harganya segitu, aku waktu itu memberanikan diri siapa
tau bisa, terus aku bilanglah sama penjualnya itu “gan, gitar Martin yang
ini ada gak ya yang 5 juta?” terus sama si dia cuma diketawain “hehehe”
gitu doang gak dibales lagi. Aku kan merasa ini sangat meremehkan aku.
Tapi ya udah gak mungkin aku beli ini. Sampe akhirnya bikin gitar custom
namanya waktu itu Pak Hadi, cukup terkenal namanya Pak Hadi di Jogja.
Mitos, konon dia yang dulu bikin gitar gitarnya Eros. Konon. Pak Hadi tuh
kayak mitos di kalangan musisi. “Dulu tuh Eros bikin di sini waktu dia gak
punya uang” Akhirnya aku bikinlah gitar tiruan. Waktu itu kayak Gibson.
9
Tapi aku cukup kecewa sama jadinya, ternyata pengrajin gitar atau
namanya lutier, kalo mereka kerja sendiri atau dengan tenaga kerja sedikit,
mereka akan mengerjakan itu gak terlalu rapi. Karena mereka sibuk, waktu
mereka terbatas, orderan banyak, akhirnya mereka gak bisa pay attention
to more details. Terjadilah ke gitarku ini. “Waduh itu gitarku yang ku beli
susah payah dengan hasil nabung kok begini amat ya” Aku kecewa terus
akhirnya aku kasih ke orang. Terus aku nabung lagi, niatin beli yang
memang bermerk dan ternyata emang beda sih kalo buatnya pake quality
control. Dari pengalamanku itu karena aku tau susah beli gitar brand yang
baru karena aku punya tabungan dikit dikit yaudah aku kumpulin duit aja
buat usaha jualan gitar.
P Mas punya gak band atau penyanyi favorite?
N Punya sih. Kalo musisi favorit, Iron and Wine terus Tallest Man on Earth.
Kalo yang luar luar itu. Terus Bob Dylan walaupun gak terlalu itu juga.
Kebanyakan referensiku folk sih, musisi musisi folk yang gitar.
P Berarti salah satu role model Mas ketika menciptakan lagu yang
mengandung kritik sosial gitu Bob Dylan?
N One of them sih. Walaupun gak selalu. Kalo di lokal, Franky Sahilatua.
Franky itu aku senang tapi aku senang liriknya. Biasanya kalo aku bikin
lirik tuh gak selalu ke musisi. Biasanya aku malah ke penyair, ke poet.
Beberapa lirik aku gak terlalu suka dari musisi musisi favorit, tapi dari
penyair aku suka. Penyair yang aku suka, perempuan, penyair Afrika.
Warsan Shire. Tapi dia tinggal di Inggris sih sekarang. Itu kalo lirik sih.
Kalo ngomongin soal aliran, aku seneng kayak “Sudah Tak Ada Lagi
Pulang” tuh lebih kayak folk ya, narasi folk, narrative text, dia nyeritain
kisah hidup seseorang. Kalo yang “Perempuan Mati di Bawah Jembatan”
kan gak naratif. Cuman puitis. Jadi kadar puitis lebih kayak syair.
Ketimbang “Sudah Tak Ada Lagi Pulang” tuh kayak cerita, kayak orang
bercerita, walaupun ada rimanya tapi kadar poeticnya tidak sekental
“PMDBJ”. Ada yang ‘perempuan sekedar jadi keping keping’ gitu kan
kadar poeticnya lebih kental. Kayak “STALP” semacam di kampung kami
gini… kayak cerita.
P Mas suka nulis lirik lagu awalnya karena suka puisi atau ketidaksengajaan
aja?
N Pembuatan lagu sih di start ketika ada fenomena dalam hidup. Aku nemuin
potret hidup apa. Misalnya aku nemuin fenomena Papua misalnya. Aku
nemuin fenomena kalo Papua itu ditindas oleh NKRI. In my opinion. Dari
situ aku ngendapin pandanganku tentang fenomena itu dan biasanya jadi
lagu. Biasanya aku mengekspresiin what I think itu jadi sebuah lagu. Nah
sama kayak Benih. Aku liat fenomena wah banyak orang mati ya gara gara
10
perjuangin keadilan, kebenaran, segala macem, jadi lagu. Sudah Tak Ada
Lagi Pulang juga. Jadi biasanya startnya dari keadaan, most of the time.
P Aku pernah baca di salah satu artikel, katanya Mas mulai peka terhadap
isu sosial sejak aktif di pers mahasiswa dulu. Ada latar belakang lain gak?
N Aku jadi kayak filosofis, politis waktu aku pertama kali.. Pers mahasiswa
mengintensifkan pengalaman itu, jadi membentuk aku yang sekarang. Tapi
sebenernya sebelum masuk pers mahasiswa aku seneng baca, memang.
Pas kuliah aku seneng ke perpus terus aku baca. Waktu itu aku baca
bukunya Eka Kurniawan yang Pramoedya Ananta Toer dan Sastra
Realisme Sosialis. Kayaknya itu skripsinya Eka Kurniawan yang dijadiin
buku. Dia analisis karya-karyanya Pramoedya Ananta Toer. Dari situ aku
mulai tertarik sama isu sosial, filsafat, kajian sastra. Karena aku sastra
inggris waktu itu kan. Itu di awal perkuliahan.
P Berarti itu salah satu buku penting yang membentuk diri Mas sekarang?
N Ya, salah satu buku yang penting bukunya Eka Kurniawan itu. Itu
kayaknya yang aku ingat yang aku baca soal sastra ya. Dan itu kajian kritis
ya, kajian sastra, kajian teks, entah kenapa aku bisa jadi suka mengkaji
sastra dari bukunya Eka Kurniawan karena dia penyajiannya menarik.
Asik juga ya baca buku kajian sastra yang akhirnya jadi populer. Terus
setelahnya, aku baca baca buku filsafat. Aku mulai minjem buku filsafat
barat, filsafat eksistensialisme, nietzsche, yang ajaib ajaib aku bacain
semua. Itu merubah seluruh pondasi masa kecilku sampe aku remaja.
Karena dulu pondasi masa kecilku tuh religiusitas orang tuaku. Masa masa
kecil aku disuruh gereja. Sampe sekarang Ibuku sangat religius orangnya.
Pertemuanku dengan buku buku itu yang merubah seluruh pondasi
pemikiranku dan pandanganku. Pers mahasiswa mengintensifkan hal itu
karena aku ketemu orang orang yang sejenis. Orang di jurnalistik pasti
seneng baca. Ada temenku juga anggota persma dia senang baca filsafat.
Seneng diskusi. Seneng berbagi referensi bacaan, seneng ngobrol soal
agama dan lain lain. Sampe akhirnya makin kritis, sama hidup, sama yang
kita liat di sekitar dan ya makin lama makin suka berontak dan protes.
P Mas pernah bilang di suatu wawancara kalau menyampaikan kritik lewat
musik tuh terasa lebih puas dibandingkan dengan wacana? Itu kenapa?
N Ini gak merendahkan wacana. Musik in some ways adalah discourse juga.
In different way, dalam bentuk yang berbeda. Mungkin kalimat itu aku
ucapkan waktu aku masih puber aja. Semakin tua, aku ngeliat diriku
sendiri kayak what the hell, ngapain sih lebay banget. Malah agak sinis
sama heroisme mungkin konteksnya begini, waktu itu aku masih puber.
Dan mungkin heroik banget dan melihat musik musik semacam RATM itu
kalo mereka bikin konser sampe rusuh, kisruh, bentrok sama polisi sampe
11
ribuan orang dateng dan kayaknya yang aku inget vokalisnya atau Tom
Morello bilang “musik itu bisa melampaui apa yang gak bisa dilakukan
oleh peluru atau apa, jadi saat kata kata gak bisa melampaui batas batas
negara, musik bisa menghubungkan orang” tapi sekarang aku lihat
kayaknya sama aja. Discourse, text sama kayak novel. Pokoknya text lah.
Punya peran yang mirip mirip walaupun efeknya beda. Cara orang
menikmati dan dapet inspirasi dari itu tuh berbeda, tapi gak lebih rendah.
Kalo aku ngeliatnya sekarang.
P Oh iya, Mas dulu katanya suka punk ya?
N Punk memiliki porsi yang dominan dibanding genre musik lain saat itu.
Punk as a music genre atau punk as a sub culture. Memang di Ilalang
Zaman, punk menempati posisi musik yang dominan dibanding genre pop,
rock, dsb. Dan waktu itu Ilalang Zaman kan 3 orang, itu formasi punk
sebenarnya. Dan memang vokalisku waktu itu dan basisnya adalah orang
yang seneng punk. Karena musik kami yang perlawanan sosial dan kritik
sosial sangat dekat dan related dengan punk as a music. Makin kesini aku
melihat punk as a special, membentuk iya tapi gak satu satunya.
P Mungkin kita bisa masuk ke pembahasan tiap lagu ya Mas. Aku mulai di
lagu “Jangan Diam, Papua” dulu kali ya. Aku mau nanya nih, pandangan
Mas terhadap berbagai kasus yang ada di Papua tuh gimana?
N Pandangan umum, ditarik aja semua militer, polisi. Dan aku pikir Papua
butuh didengarkan, butuh duduk bareng. Yang selama ini terjadi kan gak
pernah ada duduk bareng. Jangankan ngomongin referendum ya, duduk
bareng untuk mendialogan keinginan kita semua atau sebagian orang di
Papua tuh gak pernah. Yang sering terjadi sampe sekarang bahkan, kayak
kemaren kan mobilisasi aparat bersenjata ke Papua. Jadi yang dilakukan
Indonesia ke Papua itu mereka mensupply terus angkatan bersenjata.
Tentara, militer, tentara yang organik atau gak organik. Jadi modenya tuh
memang mode invasi. Ngomongin guru aja, lebih banyak tentara sama
polisi dibanding guru. Karena memang kepentingan penguasa di negri itu
bukan apa apa selain emang kepentingan ekonomi politik. Bahkan even
soekarno kan Papua di invasi karena keinginan Soekarno sebenernya. Jadi
kalo ngomongin sekarang, NKRI cuma meneruskan saja, meneruskan
ambisi Soekarno. Kondisinya sekarang tambah kacau. Apalagi selagi ini
ditulis kan lagi mobilisasi gede gedean di Puncak Jaya.
P Kalau menurut Mas, apasih isu utama yang dihadapi masyarakat Papua?
N Isu utamanya yang pertama adalah sejarah. Sejarah mereka itu butuh
dijelaskan, sejarah kependudukan Papua itu perlu dijelaskan. Selama ini
kita tau sejarahnya Papua bergabung, integrasi secara sukarela tetapi
banyak hal yang disembunyikan dari Peppera. Dari Papua berintegrasi ke
12
Indonesia tuh dipaksa malah. Banyak hal yang ditutupi, sejarahnya. Kita
lah sebagai orang, gimana sakitnya sejarah kita aja ditutupi dan ditutup
dengan versi lain. As a human, sebagai seorang sebuah kolektif. Misalnya
aku nih masyarakat Jawa. Terus ada masyarakat lain di luar pulau ini
mereka menduduki faksi terus sampe sekarang itu tuh gak pernah
dijelaskan kalo itu tuh sejarahnya gak seperti itu. Itu sejarahnya dulu,
paling penting. Soalnya dari sejarah, semuanya itu akan mengikuti. Kayak
misalnya dari hal lain adalah hal kemanusiaan. Karena sejarahnya aja udah
dikubur, didirikannya lah sejarah oleh NKRI tuh yang bener tuh begini.
Akhirnya hal yang tidak cocok dengan sejarah itu disingkirin.
Disingkirinnya macem macem, dibunuh, diperkosa, banyak lah hal
kemanusiaan. Terus masalah politik juga. Kenapa Indonesia sampe
sekarang gak berani ngadain referendum di Papua kalo memang mereka
merasa orang Papua mencintai Indonesia, ya kalo merasa mereka cinta
adain aja referendum pastikan menang cuman kenapa ga berani. Itu kan
juga pertanyaan
P Dari jawaban Mas itu kayaknya Mas udah lama ngikutin kasus
perkembangan Papua. Apa faktor utama Mas yang peka atau peduli
terhadap permasalahan di Papua?
N Aku personally karena merasa dulu hidup di keluarga pas-pasan, ya
sekarang juga hidup di keluarga pas-pasan, mungkin karena aku kerjanya
dan duitnya agak sedikit lebih banyak dibanding dulu sebelum kerja, aku
ngembangin empati sebenernya ke orang orang. Kalo kata My Chemical
Romance tuh “the broken, the underdog” ya orang orang yang secara
sosial excluded atau marginalized itu aku punya empati ke apapun itu,
entah ke waria, tunawisma, pasti punya special place di kepalaku buat
orang orang kayak gitu. Tapi dalam kasusnya Papua, aku dulu punya
temen. Dia kuliah di Ilmu Sejarah Sanata Dharma waktu itu. Namanya
John Pekei, marganya Pekei, dia orang Papua. Dia waktu skripsi nulis soal
sejarah Papua dari sudut pandang yang berbeda daripada Indonesia. Tau
gak waktu dia sidang skripsi, waktu dia selang skripsi dia sering curhat
sama aku, dia susah. Karena skripsinya dipersulit untuk meloloskan skripsi
yang punya perspektif berbeda. Kalo skripsinya perspektif kemerdekaan
Papua seperti itulah, tapi Sanata Dharma waktu itu bagian dari Indonesia
dan problematis buat program studinya. Yang agak lebih menyedihkan lagi
waktu dia, seingetku ya, waktu sidang dia disuruh nyanyi Indonesia Raya
dulu. Itu bagiku menyedihkan karena dia sama aja diminta untuk
mengingkari apa yang dia percayai soal idenitas bangsa dia. I mean kalo
misal gak suka ya you don’t need to be rude like that. Tapi aku melihat
kok bisa orang sidang skripsi disuruh nyanyi Indonesia Raya dulu. Dan
13
kasus kasus kayak temenku ini gak terjadi cuman ke dia. Bahkan di Papua
sendiri harus orang nyanyi Indonesia Raya. Kemaren yang pengungsi yang
baru baru ini disuruh lari karena ada mobilisasi besar besaran aparat
bersenjata di Puncak Jaya, semua pengungsi itu yang lari disuruh negakin
bendera Indonesia supaya mereka selamat, supaya mereka gak ditembakin.
Kan absurd banget. Dan itu pengalaman pertama soal si Pekei. Aku ngeliat
sendiri orang-orang Papua di Jogja itu diperlakukan gak adil sebagai
masyarakat. Sebagian besar mungkin. Dulu aku pernah di asrama
mahasiswa papua, ada orang non papua dateng tanya tanya soal orang
papua terus nanya “ada yang namanya ini gak” “gak ada” “ditanya
langsung aja mbak ke anak anaknya” terus dia bilang “ah enggak mas,
takut” “kan ke manusia juga mbak, masa takut” “nggak ah, mas aja yang
nanya ntar aku dikasih tau” aduh menyedihkan banget itu. Ada lagi, waktu
itu aku kan naik motor. Temenku yang Papua, badannya emang gede keker
gitu, panggil aku pas aku naik motor kan aku noleh. Aku gak liat depan,
aku hampir nabrak orang Batak. Dia itu udah mau marah dan mau mukuli
aku. Datanglah kawanku yang Papua ini. Tadi dia yang udah mau marah
terus liat temenku yang Papua ini langsung “oh enggak Mas, gak jadi”
padahal temenku cuman mau nanya “mas kenapa? Gapapa kan?” terus
temenku suka curhat juga, “kami tuh suka dianggep ngeri, dianggap
menakutkan, padahal aku kalo lagi sedih ya nangis juga”. Jadi, betapa
kuatnya apa ya dihumanisasi masyarakat tuh temen temen Papua. Belom
lagi, kalo ada orang orang yang kukenal juga ngomongin aroma orang
orang Papua. “Mas kok betah sih bau begitu?” Kayak bener bener “hahh”.
Makin makin ngerasa gak bener nih pandangan pandangan orang sama
perlakuan negara dan masyarakat. Karena aku melihat dan mengalami
sendiri.
P Mas ngikutin perkembangan permasalahan Papua dari pengalaman pribadi.
Terus buku buku atau nonton berita juga?
N Ya ya pastinya. Nonton berita, baca berita, baca buku, buku buku soal
Papua,
P Ada tuh Mas aku nemu Kitorang Setengah Binatang. Bagus sih itu,
N Bapak Filep kan yang nulis?
P Iya. Terus waktu Mas nulis kan katanya dilatarbelakangi sama kasus
kelaparan itu, ada kasus lain gak?
N Banyak sih kasus Papua gak abis abis. Selain Tambrauw, ada juga
mengenang tragedi uncen berdarah, yang pernah ada bentrok di depan univ
cendrawasih itu, yang beberapa polisi meninggal dan ada juga mahasiswa
Papua, ada juga peringatan Arnold AP, musisi papua yang dibunuh oleh
kopasus. Itu udah terkenal bgt di kalangan temen temen Papua.
14
begitu juga video clip dia menjadi counter narasi pertama pertama. Yang
kedua bisa dibaca dilirik. Kayak contohnya awal awal menjelaskan kondisi
di Papua banyak penindasan, eksploitasi. Terus juga mengkritik soal
pemaksaan kehendak identitas Papua bagi politik Indonesia kan
mengNKRI-kan Papua. Bahkan mengibarkan bintang kejora aja gak boleh.
Padahal bintang kejora itu bukan simbol negara, itu identitas politik
sebenernya, simbol harapan. Bukan pertama tama soal simbol negara dulu
deh. In some ways, kayaknya Gusdur lebih pinter daripada presiden lain.
Tapi bahkan Gusdur punya keterbatasan, identitas juga. Ya karena
kemudian “Jangan Diam Papua” ya karena kalo Papua diam ya Papua akan
habis. Karena gak ada lagi kan yang bisa nyuarain mereka selain mereka
sendiri. Ya orang Indonesia kayak aku nih bisa, tapi berapa sih jumlahnya?
Kalo mereka diem, ya habis, diem sama saja mati.
P Dari yang Mas sampein tadi, Mas tuh sebenernya ada gak sih pegangan
politik?
N Pegangan politik? Aliran politik gitu? Aku gak megang sih, cuman
simpatik. Aku sampe sekarang masih kayak wanderer sebenernya, kayak
pengembara, seneng mengeksplorasi. Not only politic sih soal pandangan
hidup juga. Ya kalo politik seenggaknya demokrasi, kesetaraan gender,
dan hal hal yang ku pikir wajar di temen temen. Terus juga aku agak sensi
kalo ada hierarki yang terlalu ngatur orang, mendikte orang. Tapi isme
enggak. Nggak ada.
P Apa yang sebenernya Mas pengen bgt sampein ke masyarakat Papua lewat
lagu ini?
N Kalo ke masyarakat Papua bukan kontennya, tapi ini kayak a few coins,
nyumbang dikit buat kalian. Kayak aku kasih pesen, enggak. This is the
way, mungkin kayak tanda persahabatan kalo ke temen temen Papua.
Karena I don’t think temen temen Papua butuh diajarin tentang perjuangan
mereka atau mungkin dikasih tau tentang pesan apapun. Karena hidup
mereka udah sebuah cerita sendiri dan aku gak bermaksud dengan laguku
memberi pesan apapun terus juga ngajarin mereka. Justru malah lagu itu
lebih ke audience Indonesia, ke orang Papua sendiri, as a friend, kamu
jangan pernah diem ya. Kamu jangan pernah nyerah ya. Lebih kesitu. Tapi
kalo pesan kamu nanti gini gini. Lebih kayak friendship way to say
semangat yaaa.
P Kita mulai bahas lirik ya. Kan di lirik ada kutipan “darahku tak harus
merah, tulangku tak mesti putih” Itu maknanya apa sih Mas? Itu juga
ngingetin aku sama lagu Kebyar Kebyar ya
N In some ways mungkin direct opposition lagu kebyar kebyar. Biasanya aku
melihat lagu itu kontestasi. Teks itu kontestasi dengan teks lain. Kebyar
16
kebyar itu kan konteks nasionalisme Indonesia. Mungkin in one way aku
dengan lagu itu mau menjadikan teks itu kontestasi dengan lagu itu bahwa
kamu gak harus merah putih kok inside your heart, kamu bisa jadi bintang
kejora or some other identities. Jadi itu kritik nasionalisme Indonesia yang
dampaknya sudah kita lihat sampe sekarang kan di Papua seperti itu. Jadi
bisa disebut kritik sih, metafor soal tulangnya yang putih dan darah yang
merah.
P Apa karena mereka suka gak dianggep bagian dari masyarakat Indonesia?
N Not tidak dianggep sih. Dianggep atau tidak, identitas kan gak bisa
dipaksain. I mean, masalah Papua itu bukan masalah mereka gak dianggep
bagian dari Indonesia. Masalah Papua adalah membuat mereka menjadi
Indonesia dan menyatukan mereka sampe sekarang ini bermasalahnya,
dari sejarahnya bermasalah. Karena kan sejarahnya gak seperti yang kita
tau. Peppera sendiri bermasalah, bisa dibaca di bukunya Filep kan? Jadi
bahkan ketika orang Indonesia ingin tulangnya putih darahnya merah.
Tanya dulu sama mereka, mereka mau gak?
I: Terus kalo kutipan “jangan tanya arti kemerdekaan diri” makna lebih
dalamnya gimana sih?
P Terus kalo kutipan “jangan tanya arti kemerdekaan diri” makna lebih
dalamnya gimana sih?
N Waktu itu aku nulisnya mungkin.. freedom itu bukan sebuah hal yang
perlu diragukan lagi. Itu esensi untuk seluruh manusia. Semua manusia
gak bisa hidup deh tanpa kebebasan, termasuk memilih kebebasan
identitas sendiri, memilih cara mereka mau hidup kayak apa, mau makan
sagu kek, nasi, beras, ya terserah mereka. Lebih ke situ sih. Jadi jangan
sampe ragu lagi sama arti kemerdekaan yang kamu rasa, dengan makna
kemerdekaan itu apa, yakin aja sama kemerdekaan
P Tadi Mas bilang kalau masyarakat Papua itu diam, mereka habis. Di sini
tuh konteksnya bagaimana?
N Silent ya artinya mereka gak lagi protes. Soal misalnya penggusuran,
eksploitasi alam, mobilisasi aparat bersenjata gede gedean, jadi mereka
udah pasrah, terima aja gitu karena takut karena mungkin hopeless, they
don’t think they will succeed, bisa banyak hal dan semua perjuangan kalo
orang udah nyerah, gak punya harapan, mereka akan diam. Yaudah gak
ada apa apa lagi.
P Nah kita berbicara nih keinginan mereka buat merdeka, kalo pandangan
Mas tentang hal tersebut tuh gimana? Mas tuh dukung atau nggak?
N Aku sih dukungnya gini. Apapun yang mereka pilih as a community gitu,
ya aku akan dukung karena esensi dari self determination kan
17
kemerdekaan saat sebuah kelompok dapat memilih apa yang terbaik apa
yang mereka rasa ini yang terbaik buat aku
P Di video Youtubenya “Jangan Diam, Papua” ada kutipannya Arnold AP.
Bagaimana Mas memandang sosok itu?
N Arnold AP, ya dia musisi yang lahir dari rahim Papua dengan keadaaan
seperti itu. Walaupun dia kelas menengah dan terdidik juga, antropolog
kan. Dia orang Papua, dia lahir dari kondisi yang seperti itu dan dia speak
to power, berbicara di hadapan kekuasaan yang kekuasaan gak nyaman
dengernya. Aku salut dan takjub sama orang orang seperti Arnold karena
ya bagi mereka, mereka gak takut apa apa kalo mereka pengen ngomong.
Death itu udah suatu konsekuensi. I don’t think they would mind,
kayaknya mereka gapapa
P Arnold AP bisa dibilang sebagai role model Mas juga gak?
N Role model.. ya mungkin salah satu tapi mungkin aku dan Arnold punya
kepala masing masing. Aku salut dengan Arnold. Tapi menjadi Arnold ya
aku nggak. Menginspirasi iya, tapi kalo pengen jadi seperti Arnold tuh
ngga
P Tadi kan Mas bilang media banyak membahas eksotisme Papua. Kalau
menurut Mas sekarang gimana? Masih sama atau sedikit lebih baik?
N Era sekarang aku pikir lebih baik daripada jaman orba karena lebih banyak
pers alternatif, media alternatif walaupun juga penyerangan ke media
alternatif baik penyerangan ke situsnya atau mediumnya, kayak dihack,
ditraffic biar gak bisa dibuka itu sering kejadian kan ke pers pers alternatif
di Papua. Nyampe ke serangan ke jurnalisnya sendiri. Kemaren si
jurnalisnya Jubi, Victor Mambor, dia baru kena terror. Jadi mobilnya
dicoret coret sama dipecahin oknum. Menurutku sih itu aparat, siapa lagi
yang punya kepentingan kayak gitu? Ya gak sedikit lebih baik tapi not that
much lah
P Lagu “Jangan Diam, Papua” banyak nerima respon positif nih dari
masyarakat Papua. Terus lagu itu juga bahkan sempet dinyanyiin di PN
JakPus. Ada lagi gak Mas yang Mas dapetin dari lagu itu?
N Ya mungkin bagi sebagian komunitas masyarakat Papua terutama
mahasiswa, laguku jadi familier tidak asing bagi mereka. Jadi kalo aku
ngisi acara, ada sesi sing along, aku seneng kan artinya jadi temen di
kehidupan mereka. Walaupun aku juga seneng temen temen Papua bikin
lagu sendiri, tapi at least ah aku bisa jadi temen nih. Kayak temen
seperjalanan kalian. Dinyanyiin di pengadilan ya seneng. Seneng bahagia
sedih karena dinyanyiinnya di pengadilan bukan di pantai atau dimana
18
P Ketika Mas menulis lagu itu, Mas memposisikan dirinya sebagai siapa sih?
Sebagai bagian dari masyarakat Papua atau pihak luar yang sedang
mengkritik keadaan tersebut?
N Aku kalo disebut sebagai orang Papua, secara historis sih ngga. Tapi as a
spirit, sebagai jiwa, im a part of them in this way.
P Kita masuk ke lagu kedua ya Mas. Tadi kan Mas bilang ya lagu “Benih”
dilatarbelakangi oleh perjuangan orang orang yang masih hidup atau telah
meninggal. Boleh diceritain lebih detail lagi gak tentang hal itu?
N Kalo lebih detail mungkin di video clip itu banyak ya ada apa apa aja. Tapi
ya kalo aku cerita sih mungkin kayak kejadian di Aceh saat demo itu, terus
juga kejadian Talangsari, kejadian selama Orba sampai pasca Orba. Kayak
Munir kan pascaorba. Pas Orba kayak Marsinah, Wiji Thukul, mungkin
orang orang lain yang gak dikenal, gak kita kenal, gak terkenal mungkin
juga mati tapi gak ada pemberitaan juga. Salim kancil juga itu
pertambangan pasca orba.
P Berarti fokusnya ke peristiwa pas orba dan pasca orba ya?
N Heem.
P Terus pandangan Mas tentang hal hal itu gimana?
N Soal peristiwa itu sendiri ya keparat. Kok bisa terjadi dan sedih ya kok bisa
kejadian banyak orang yang mati, hidupnya jadi sulit atau keluarganya jadi
sulit karena kehilangan mata pencaharian, kehilangan orang yang dicintai.
Kayak Bu Sumarsih tuh sampe sekarang nuntut negara buat negakin
keadilan buat anaknya yang ditembak di Semanggi.
P Awal ketertarikan Mas sama hal hal ini tuh masih nyambung sama yang
tadi ya? Karena Mas empati jadinya tertarik sama isu isu sosial seperti ini.
N Iya, bener.
P Terus kalo ngikutin kasus kasus kayak gini Mas lewat apa?
N Kalo dari kasus yang udah lewat dari buku sejarah tentunya atau dari
lembaga yang concern sekali, KONTRAS, SIKOHI, LBH, bahkan sampe
sekarang media sosial banyak diperingati kejadian semanggi, 98, aceh,
talangsari. Jadi pelanggaran pelanggaran ham yang belum tuntas selalu
diperingati.
P Kan banyak nih kasus-kasus tersebut, ada gak sih salah satu kasus yang
menarik perhatian Mas?
N Gak ada sih yang specifically lebih istimewa. Mungkin yang satu lebih
terkenal, yang satu lebih terexpose. Jadi sama aja buat aku.
P Kita ngomongin lirik ya Mas. Pihak mana sih yang menjadi sasaran dalam
lagu Benih? Apakah kata terik dan hujan mewakili pihak pihak tersebut?
19
N Kalo bikin lagu itu buat semua ya, bukan buat pihak pihak tertentu. b ya
diandaikan benih ini pejuang pejuangnya, bunga bunga yang pejuang
pejuang yang udah mati atau bertahan. Ya yang matiin bunga nya itu sih
kekuasaannya. Kalo mau narik dari maknanya gitu.
P Penggunaan kata benih itu disesuaikan dengan kata bunga bunga?
N Tentu ya berkorelatif ya, berkorelasi. Ada bunga, ada benih, pasti korelatif
lah. Kalo ngomongin benih, terus mangga, ya itu saya jualan toko buah
apa gimana.
P Apa yang Mas harapkan sih lewat lagu ini? Selain jadi tribute ya
N Aku bikin lagu tuh gak muluk muluk ya. Jadi hal yang menginspirasi tuh
udah cukup buat aku.
P Kan ada kutipan “jiwa jiwa baru yang menyuarakannya,
menggantikannya” apakah itu sebagai pembuktian kalau perjuangan akan
terus lanjut atau gimana?
N Ya, I think. Kayak aku kan dulu aku gak ada loh. Dulu wiji thukul ada, aku
gak tau apa apa. Aku ini bagian dari orang orang baru, yang baru lahir, in
some way aku bagian dari jiwa jiwa itu
P Terus aku nemuin nih kutipan dari puisinya Chairil Anwar “Derai Derai
Cemara” Itu sengaja disisipin dan maksudnya apa?
N Aku sering kali melihat, pertama aku gak meyakini ada kebaruan yang
bener bener baru dalam sebuah teks sebenernya. Kadang kadang aku
ngambil aja dari kutipan kutipan yang pernah ada dari penyair atau musisi
di masa lalu yang aku kontekstualkan dalam karya aku sendiri, yang diberi
lagi dengan makna baru. Mungkin Chairil nulis itu maksudnya gak
blablabla. Nah ini menariknya buat aku dari seorang seniman, dia bisa
memberikan interpretasi baru dari kalimat yang sama atau mirip bagi karya
dia sendiri, dia ngembusin nafas yang baru. Karya bisa diinterpretasikan
dalam bentuk pemahaman baru. Termasuk kayak tadi kebyar kebyar kan
dia metafora yang sebenarnya mirip. Tapi dalam lagu dia malah justru
kritik.
P Kita masuk ke lagu ketiga ya Mas. Tadi sih udah diceritain ya Mas kalo itu
dari cerita hidup kakek mas, boleh diceritain lebih detail lagi gak?
N Detailnya sih ya negara bikin proyek, ya akhirnya mengambil lahan yang
dulunya milik warga. Diambilnya gak selalu dengan cara kekerasan ya tapi
dengan tekanan sosial, sosialisasi, td yang gak pengen ngejual tapi
akhirnya ngejual karena tetangganya ngejual segala macem. Tapi titik
fokusku adalah dia tidak hanya mewakili pengalaman kakekku, tapi
seluruh orang yang tinggal di desa atau yang gak di desa tapi mengalami
penggusuran ruang hidup. Mau di Kulonprogo dengan bandara baru atau
Kulonprogo dengan tambang pasir besi atau yang digusur Resort proyek
20
Bali kedua, proyek jalan tol, proyek apapun lah kepentingan negara dan
kekuasaan. Nah itu dia di wadas, yang terbaru. Pasti ada orang orang yang
disingkirkan, dibuang dari ruang hidupnya. Kayak di wadas, bayangin aja
kalo mereka sekarang petani, mereka gak bisa apa apa selain jadi petani.
Kalo lahannya rusak, mereka kan gak bisa jadi petani, mereka harus kerja
lain. Nah ini mereka udah abis, bayangin aja udah terlunta lunta kan pasti
hidupnya.
P Waktu Mas nulis lagu itu, apa sih yang menjadi pemicu utama? Apa
karena tiba tiba teringat cerita Kakek Mas atau ada hal lain?
N Not specifically soal Kakek. Karena dulu aku sering terlibat bantu bantu
warga di Kulonprogo untuk lawan tambang, bantu bantu warga lawan
bandara. Aku cukup sering sih dateng dateng ke titik titik warga di banyak
tempat, untuk ya sekedar bantu bikin media, nyatet rapat, jadi aku terpapar
oleh perjuangan perjuangan itu yang terancam atau sudah digusur. Salah
satunya petani, nah kan aku ngeliat kasus petani yang jadi tki juga karena
udah gak ada sawah atau jadi tukang bangunan karena sawah udah dijual.
Atau dulunya mereka yang mau makan nasi sayur tinggal ambil, mereka
gapunya sekarang, mereka harus beli. Ada pengalaman pribadi.
P Itu waktu kuliah?
N Kuliah iya, pas akhir akhir semester mungkin ya. Pas selesai kerja juga
mungkin beberapa tahun aku juga terlibat. Sekarang lagi fokus aja jadi
seniman aja.
P Kakek Mas pernah cerita langsung gak sih tentang yang Beliau rasakan?
N Kalo secara intim nggak. Karena waktu itu masih kecil, masih remaja.
Belom terlalu concern kayak sekarang cuma aku kayak “ooh”. Kayak, itu
tanah kakek bukan tanah kakek lagi. Cuma oooh. Kan waktu kecil atau
remaja pikirannya gak sepolitis sekarang.
P Mas Yab sendiri pernah gak punya pengalaman tempat tinggalnya
mungkin ada gosip mau digusur atau gimana?
N Aku mungkin termasuk yang punya privilege gak merasakan itu.
Kayaknya aku masih di zona aman. Tapi as a boy born in working class
family, orang tuaku juga merasakan problem problem penindasan kelas
pekerja tapi gak terkait dengan kasus itu.
P Terus aku mau nanya nih, di lagu itu kan ada kutipan orang orang pergi
ninggalin desa jadi buruh abadi. Sebenernya pandangan Mas tentang itu
gimana sih?
N Ada proses namanya proletarisasi, jadi proses migrasi orang yang dulunya
punya mata pencaharian desa kayak petani, peternak, dll ke daerah kota
karena udah hilang mata pencahariannya atau alat produksinya di desa. Itu
proses yang mengerikan menurutku. Itu terjadi di banyak tempat di dunia,
21