Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem politik merupakan suatu cara yang dilakukan oleh suatu organisasi atau
dalam hal ini adalah Negara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sistem politik juga
dapat diartikan sebagai hubungan antara pemerintah dan rakyat bersama-sama dalam hal
pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan.1 Sistem politik pada masa sekarang ini
memiliki berbagai macam, namun salah satu sistem yang banyak digunakan oleh negara-
negara di dunia adalah sistem demokrasi, termasuk Indonesia. Sistem demokrasi ini
dikenal dengan kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat. Sementara Indonesia sendiri
terkenal akan demokrasinya yang seringkali berubah-ubah dari masa ke masa. Di
Indonesia demokrasi telah beberapa kali berubah, setelah berbagai perubahan hingga
pada akhirnya sekarang ini Indonesia menggunakan sistem demokrasi pancasila.
Demokrasi pancasila dijadikan sistem Negara karena pancasila merupakan dasar dan
sumber dari segala hukum di Indonesia, sehingga demokrasi pancasila dijadikan sistem
politik di Indonesia.2
Demokrasi pancasila digunakan pada berbagai aspek dalam kehidupan politik,
yang tentu saja disesuaikan dengan sila-sila dalam pancasila. Sila-sila ini kemudian
disesuaikan dengan kehidupan nyata yang ada di Indonesia. Demokrasi pancasila itu
memiliki berbagai prinsip-prinsip yang digunakan sebagai acuan dalam pembentukan
aturan-aturan, dimana prinsip-prinsip yang ada di dalam pancasila harus diterapkan dalam
aturan maupun dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tentunya prinsip-prinsip dibuat
berdasarkan cita-cita dari demokrasi maupun Indonesia itu sendiri. Sehingga diharapkan
nantinya prinsip-prinsip yang telah tertuamg inilah yang dapat membawa Negara sesuai
dengan apa yang diinginkan dan yang diharapkan, dan tentunya kearah yang lebih baik
lagi dari sebelumnya.

1
Habiya, “Sistem Politik”, Kompasiana, diakses dari:
https://www.kompasiana.com/habiya/59b94842c3637618413f7712/sistem-politik, pada tanggal 7 Desember
2019, 21:45
2
E-prints UNY, “Demokrasi Pancasila”, UNY, diakses dari: https://eprints.uny.ac.id/26628/4/4.%20BAB%20II.pdf,
pada tanggal 7 Desember 2019, 21:52

1
Dalam pelaksanaan demokrasi tentu akan ada budaya-budaya yang dilakukan.
Budaya-budaya ini disebut dengan budaya politik atau budaya demokrasi. 3 Budaya-
budaya politik ini yang akan dijalankan oleh para aktor dalam didalamnya. Budaya
politik yang sangat erat kaitannya dengan warga sipil adalah partisipasi politik. Namun,
menurut Gabriel Almond, budaya politik ada tiga, yaitu budaya politik parokial, subjekn
dan juga partisipan. Dalam suatu Negara demokrasi, yang sangat diharapkan oleh
pemerintah terhadap warga negaranya adalah budaya politik partisipan. Budaya politik
partisipan ini dimana warganya ikut berpartisipasi dalam politik negaranya. Partisipasi
dalam politik yang paling sering dilakukan oleh warga sipil adalah dalam pemilihan
umum dan penyampaian aspirasi. Dalam sistem demokrasi pancasila, seluruh masyarakat
Indonesia berhak dan memiliki hak yang sama dalam penyampaian aspirasi, namun tetap
dengan pertanggungjawaban atas setiap aspirasi yang telah diberikan. Namun, dalam
penyampaian aspirasi sering sekali terjadi pendiskriminasian umur atau yang biasa
disebut dengan ageism. Dimana ageism ini terjadi anatara kaum yang lebih muda dan
juga kaum yang lebih tua. Mereka menganggap bahwa kaum mereka lah yang lebih baik
sehingga muncul diskrimansi usia. Hal inilah yang akan dibahas yaitu diskriminasi usia
dalam budaya politik partisipan oleh Gabriel Almond.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana diskriminasi usia (ageism) di Indonesia dalam Budaya Politik partisipan oleh
Gabriel Almond?

C. Tujuan
Untuk mengetahui diskriminasi usia (ageism) di Indonesia dalam Budaya Politik
partisipan oleh Gabriel Almond

3
Bitar, “Budaya Demokrasi – pengertian, macam, prinsip, unsure, pelaksanaan, contoh”, diakses dari:
https://www.gurupendidikan.co.id/budaya-demokrasi/, pada tanggal 7 Desember 2019, 22:13

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Budaya Politik
Budaya politik merupakan pola atau cara berperilaku masyarakat suatu negara
dalam hal-hal yang berhubungan dengan politik kenegaraan. Budaya ini dapat berupa tata
cara dalam kehidupan bermasyarakat, kehidupan bernegara, pelaksanaan administrasi
negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, serta norma kebiasaan yang tentu saja
berbeda di setiap wilayah. Budaya politik disebut pula sebagai suatu sistem nilai
kebersamaan dalam sebuah masyarakat yang sadar akan kehadrian mereka yang ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan secara kolektif dan pembuatan kebijakan
umum untuk seluruh masyarakat dalam negara tersebut.4
Budaya politik juga memiliki berbagai definisi dari para ahli, menurut Austin
Ranney, budaya politik merupakan seperangkat pandangan-pandangan mengenai politik
dan pemerintahan yang dipegang secara bersama. Menurut Moctar Massoed, budaya
politik adalah sikap dan orientasi warga pada negara terhadap kehidupan pemerintahan
negara serta politiknya. Kemudian menurut Mirriam Budiardji, budaya politik merupakan
keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, misalnya norma-norma, dan pola-pola
orientasi pada politik dan pandangan hidup secara umum. Sedangkan menurut Gabriel A.
Almond dan G. Bingham Powell, Jr budaya politik merupakan suatu sikap, keyakinan,
nilai serta keterampilan yang berguna bagi seluruh populasi, dan adanya kecenderungan
pada pola-pola khusus dibagian-bagian tertentu dari populasi.
Budaya politik memiliki ciri-ciri, yaitu adanya pengaturan kekuasaan dimana
dalam sistem politik tentu aka nada pengaturan atau pembagian kekuasaan. Selanjutnya
dalam proses pembuatan kebijakan pemerintah tentu saja disesuaikan dengan kondisi
politik dalam negaranya. Selain itu, terdapat pula kegiatan partai-partai politik, yang
ditandai dengan adanya pemilihan dan juga maraknya partai politik pada masa ini. Lalu,
ada pula legitimasi dalam kekuasaan.

4
Ruangguru, “Budaya Politik: Pengertian, ciri-ciri, macam-macam dan definisi lengkap”, diakses dari:
https://www.ruangguru.co.id/mengenal-budaya-politik-di-indonesia/, pada tanggal 7 Desember 2019, 22:39

3
Menurut Gabriel Almond budaya politik dibedakan menjadi tiga yaitu budaya
politik parokial, budaya politik subjek, dan juga budaya politik partisipan.5 Dalam budaya
politik parokial masyarakat suatu negara tidak pernah menaruh perhatian sama sekali
pada sistem politik di negaranya dan mereka juga jarang membicarakan tentang
sistem politik pada negaranya. Kedua adalah budaya politik subjek, dimana dalam budaya
politik subjek ini masyarakat suatu negara memiliki pemahaman yang sama sebagai
warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik di negaranya, akan tetapi ini
hanya sekedar perhatian saja, namun tidak mau ikut andil dalam perpolitikan tersebut,
atau hanya terlibat secara pasif. Sedangkan budaya politik partisipan merupakan budaya
politik yang dimana masyaraktnya berperan aktif dalam perpolitikan, mereka juga terlibat
langsung dalam penyelesaian suatu masalah politik karena mereka merasa memiliki
kekuatan politik dan memiliki tanggung jawab juga dalam perpolitikan negaranya.
Dalam budaya politik partisipan tentu yang menjadi fokus utama adalah
partisipasi warga negara terhadap perpolitikan di negaranya. Partisipasi yang dilakukan
antara individu yang satu dengan yang lainnya tentu saja berbeda. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan-perbedaan perspektif tergantung dari sisi mana mereka memandang
perpolitikan sehingga hal ini menentukan partisipasi mereka dalam perpolitikan di
negaranya. Pada budaya politik partisipan ini masyarakat menyadari bahwa dirinya
merupakan warga negara yang aktif sehingga harus bertanngungjawab akan hal tersebut
dan mereka juga menyadari bahwa mereka harus partisipatif dalam perpolitikan
negaranya. Lalu, mereka juga menyadari bahwa dirinya memiliki hak dan kewajiban
sebagai warga negara untuk ikut berpartisipasi, menerima maupun menolak kebijakan
politik pemerintah, dan tentu saja menuntut keadilan.
Partisipasi dalam politik yang dapat dilakukan meliputi menyaksikan debat capres
untuk mengetahui kualitas, visi dan misi para calon pemimpin politik dan menentukan
mana calon yang akan dipilih dalam pilpres nanti. Menyampaikan pemikiran
menggunakan media maupun secara langsung atas kebijakan politik yang dibuat oleh
pemerintah. Ikut turun ke jalan dan bergabung untuk menyuarakan pendapat. Mampu
menyampaikan aspirasi asal dapat dipertanggungjawabkan. Dan yang sudah sangat sering
dilakukan adalah mengikuti pencoblosan ketika pemilu.
5
Sejarah Negara Com, “Macam budaya politik menurut Gabriel Almond”, diakses dari: https://www.sejarah-
negara.com/budaya-politik-menurut-gabriel-almond/, pada tanggal 7 Desember 2019, 23:12

4
B. Diskrimansi Usia (Ageisme)
Diskriminasi usia atau ageisme adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap
individu atau kelompok berdasarkan dari umur mereka. Istilah ageisme ini sendiri
diperkenalkan pada tahun 1969 oleh ahli gerontologi asal Amerika Serikat, Robert N.
Butler untuk menggambarkan diskriminasi yang terjadi terhadap warga senior di
Amerika. Ia mendefinisikan ageisme sebagai kombinasi dari tiga elemen yang saling
berhubungan yaitu sikap prasangka terhadap warga senior, umur yang sudah tua, dan juga
proses penuaan; praktik diskriminasi; serta praktik dan kebijakan institusional terhadap
warga senior. Istilah ageisme ini kemudian digunakan pula untuk menggambarkan
prasangka dan diskriminasi terhadap remaja atau anak-anak, termasuk mengabaikan ide
mereka karena mereka dianggap terlalu muda, atau mengasumsikan bahwa mereka harus
berprilaku dengan cara tertentu karena umur mereka.
Terdapat beberapa bentuk dari ageism, yaitu adultisme, jeunisme, dan adultokrasi.
Adultisme merupakan anggapan terhadap orang dewasa yang bias terhadap anak-anak,
pemuda, atau orang muda lain yang dianggap bukan orang dewasa. Kemudian jeunisme
merupakan diskriminasi terhadap orang tua dan lebih mementingkan orang muda.
Adultokrasi adalah suatu bentuk egosentrisme orang dewasa yang berlebihan, atau
sebuah konvensi sosial yang mendefinisikan "kedewasaan" dan "ketidakdewasaan", dan
menempatkan orang dewasa dalam posisi yang lebih dominan dari orang muda, baik
secara teoretis maupun praktik.

C. Diskriminasi Usia dalam Partisipasi Politik Gabriel Almond


Pada partisipasi politik Gabriel Almond, bentuk diskriminasi yang paling sering
terjadi adalah adultokrasi. Dimana pada adultokrasi ini para orang dewasa menganggap
bahwa merekalah yang lebih dominan daripada kaum muda. Selain itu mereka juga sering
beranggapan bahwa merekalah yang lebih pintar dan lebih berpengalaman daripada kaum
muda. Padahal belum tentu anak muda yang mereka diskriminasi tersebut tidak lebih
pintar dari orang dewasa.
Fenomena yang sering terjadi adalah pada saat penyampaian aspirasi. Dimana
orang dewasa menganggap jika aspirasi anak muda itu tidak berbobot, karena aspirasi

5
yang mereka sampaikan tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Padahal belum tentu
aspirasi mereka lebih bagus dan benar daripada anak muda tersebut, walau kadang anak
muda lebih terkesan asal bunyi saja. Tak jarang pula pada saat berbicara politik, orang
dewasa meremehkan anak muda yang hanya sebatas anak sekolahan ataupun kuliahan,
padahal mereka tidak mengetahui seluk-beluknya ataupun pendidikannya seperti apa,
mereka hanya melihat dari tampilannya saja. Contoh yang sangat besar pula, ketika
seseorang anak muda yang berhasil menjadi badan legislatif suatu Negara banyak yang
akan mempertanyakannya apakah ia benar-benar mampu untuk melakukan tugas yang
berat karena mereka dianggap tidak memiliki pengalaman yang cukup.
Selain itu, contoh lainnya pada saat pemilihan kepala negara maupun kepala
daerah. Dimana jika anak muda berpendapat tak jarang orang dewasa menentang,
kembali lagi dengan alasan anak muda yang masih kekurangan ilmu dan pengalaman
sehingga tidak sepantasnya berkata seperti itu. Padahal belum tentu yang orang dewasa
sampaikan lebih baik daripada yang disampaikan oleh kaum muda. Namun, tak hanya
terhadap anak muda, diskriminasi usia ini juga terjadi terhadap orang dewasa atau orang
yang sudah lanjut usia. Dimana kaum muda menganggap mereka sudah tidak mampu lagi
untuk terjun langsung ke politik. Padahal hal tersebut belum tentu adanya, karena bisa
jadi orang dewasa lebih mampu karena penhalaman yang dimilikinya.
Namun, segala bentuk dari diskriminasi usia atau ageism ini tidak dapat
dibenarkan. Karena menurut Gabriel Almond dalam budaya politik partisipan semua
orang berhak untuk berpartisipasi dalam perpolitikan dalam negaranya. Selain itu, dalam
demokrasi pancasila juga dijelaskan bahwasanya seluruh masyarakat memiliki hak yang
sama tanpa adanya perbedaan untuk ikut serta berpartisipasi dalam perpolitikan suatu
negara asalkan mereka mampu bertanggungjawab atas hal tersebut. Oleh karena itu,
seluruh lapisan masyarakat tidak boleh takut untuk menyampaikan aspirasinya dan ikut
berpartisipasi aktif dalam perpolitikan, karena seluruh lapisan masyarakat memiliki hak
yang sama tanpa adanya batasan umur.

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Sistem politik yang ada di berbagai negara tentu berbeda sesuai dengan
pandangan dari negara tersebut. Sistem politik pada masa sekarang ini memiliki berbagai
macam, namun salah satu sistem yang banyak digunakan oleh negara-negara di dunia
adalah sistem demokrasi, termasuk Indonesia yang menggunakan sistem demokrasi
pancasila. Dalam pelaksanaan demokrasi tentu akan ada budaya-budaya yang dilakukan.
Budaya-budaya ini disebut dengan budaya politik atau budaya demokrasi.
Budaya politik menurut Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr ialah
suatu sikap, keyakinan, nilai serta keterampilan yang berguna bagi seluruh populasi, dan
adanya kecenderungan pada pola-pola khusus dibagian-bagian tertentu dari populasi.
Gabriel Almond juga membedakan budaya politik menjadi tiga yaitu budaya politik
parokial, budaya politik subjek, dan juga budaya politik partisipan. Dimana dalam budaya
politik partisipan merupakan budaya politik yang dimana masyaraktnya berperan aktif
dalam perpolitikan.
Pada partisipasi politik Gabriel Almond, tak membendung adanya diskriminasi
usia. Dimana bentuk diskriminasi yang paling sering terjadi adalah adultokrasi, yaitu para
orang dewasa menganggap bahwa merekalah yang lebih dominan daripada kaum muda
dan mereka mengganggap dirinya lebih pintar dan memiliki pengalaman dari anak muda.
Namun, tak hanya terhadap anak muda, diskriminasi usia ini juga terjadi terhadap orang
dewasa atau orang yang sudah lanjut usia. Namun, sudah seharusnya seluruh lapisan
masyarakat tidak boleh takut untuk menyampaikan aspirasinya dan ikut berpartisipasi
aktif dalam perpolitikan, karena seluruh mereka memiliki hak yang sama.

7
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Jackson, Robert, George Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional: Teori dan
Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.

Nelson, T. (Ed.) (2002). Ageism: Stereotyping and Prejudice against Older People. MIT


Press. ISBN 978-0-262-64057-2.

https://ec.europa.eu/info/policies/justice-and-fundamental-rights/combatting-discrimination/tackling-
discrimination_en

https://www.kompasiana.com/habiya/59b94842c3637618413f7712/sistem-politik

https://eprints.uny.ac.id/26628/4/4.%20BAB%20II.pdf

https://www.gurupendidikan.co.id/budaya-demokrasi/

https://www.sejarah-negara.com/budaya-politik-menurut-gabriel-almond/

http://sosiologis.com/budaya-politik-partisipan

Anda mungkin juga menyukai