Anda di halaman 1dari 13

Pemikiran-Pemikiran dalam Islam

1. Salafi Global
Salafisme diambil dari istilah Al-Salaf Al-Shalih yaitu tiga generasi pertama
muslim yang dipandang sebagai uswah bagi masa depan umat islam. Sebagai bentuk
pemurnian Islam, salafisme mengajarkan untuk kembali ke era tiga generasi pertama
umat islam, yaitu para sahabat Rasulullah SAW, para Tabi’in dan Tabi’al-Tabi’in. Pada
mulanya gerakan salafi dan wahabi merupakan gerakan yang berbeda, akan tetapi karena
ada beberapa pandangan yang kemudian membuat wahabi menyebut mereka sebagai
kaum salafi. Jadi, dapat dikatakan jika salafisme adalah suatu gerakan upaya pemurnian
terhadap ajaran Agama dengan berupaya untuk kembali kepada sumber asli ajaran Islam
yaitu al-Qur’an, dan al-Hadits.
Munculnya gerakan Salafi ini berawal dari gerakan yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab pada tahun 1703-1794, yang dikenal dengan gerakan
Wahhabi. Gerakan ini mengajak seluruh umat Islam untuk kembali ke ajaran-ajaran
fundamental Islam yang murni, yaitu Al-Qur`an dan Sunnah, serta melakukan
pembersihan tauhid dari berbagai bentuk kesyirikan. Di awal kemunculannya, Ibn Abdul
Wahhab banyak mengkritisi mengenai praktik peribadatan Islam yang menurutnya
banyak yang menyimpang dari ajaran Islam yang fundamental. Ia berupaya meluruskan
semuanya dengan dialog-dialog yang dikuatkan dengan dalil-dalil. Sayangnya, ia hanya
memahami dalil-dalil teks suci umat Islam tersebut dengan pemahaman harfiah yang
kaku. Ajaran dari Wahhab ini mengikat seluruh umat Islam, sehingga ia menggap umat
Islam yang tidak sepaham dengan ajarannya dan pengikutnya sebagai orang yang kafir,
musyrik, dan murtad.
Namun, pada praktik penyebarannya Wahhab tidak hanya menggunakan dialog-
dialog, akan tetapi tak jarang menggunakan kekerasan. Aksi kekerasan pertama yang
dilakukan adalah menghancurkan makam Zaid bin al-Khattab, Sahabat Rasulullah dan
saudara kandung Umar bin al-Khattab. Tindakan ini dilakukan atas dasar mereka yang
melabeli hal-hal yang dilakukan merupakan pemurtadan dan pengkafiran dengan dalil-
dalil harfiah terlebih dahulu. Mereka juga benar-benar kasar terhadap orang Islam yang
mengungkapkan cinta dan dedikasinya kepada Nabi Muhammad Saw. Bagi mereka, hal
itu hampir menyerupai ibadah yang menjurus kepada kemusyrikan, sehingga mereka
ingin meratakan kuburan Rasulullah saw., karena sering diziarahi oleh umat Islam dari
penjuru dunia. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab mendekati Muhammad bin
Sa’ud, dan membentuk aliansi yang dicanangkan akan melahirkan Kerajaan Saudi-
Wahhabi modern.
Mereka menganggap segala bentuk kegiatan yang mereka lakukan adalah sebagai
dakwah, baik itu dalam bentuk kekerasan atau bentuk apapun. Demi penyebaran ideologi
ini, dengan finansial yang berlimpah, mereka bekerja sama dengan Ikhwanul Muslimin,
yang terkenal memiliki kader yang terpelajar, tetapi tidak memiliki dana memadai.
Perkawinan dua gerakan ini melahirkan gerakan-gerakan Islam garis keras yang tersebar
di dunia hingga dewasa ini, di antaranya adalah al-Qaeda.
Secara garis besar, pemikiran salafi bertopang pada tiga prinsip utama yang
sekaligus metode pemikiran dari salafi, dalam rangka mewujudkan Islam seperti pada
generasi salafi. Pertama, mengutamakan teks wahyu di atas akal. Kedua, menolak kalam
atau persoalan teologi. Ketiga, ketaatan ketat pada Al-Qur’an, Hadis, dan konsensus.
Dalam pengutamaan teks wahyu di atas akal, salafi tidak melihat kontradiksi antara akal
dan kitab suci. Namun, akal pikiran tidak mempunyai kekuasaan untuk menakwilkan,
menafsirkan, atau menguraikan Al-Qur’an, kecuali dalam batas-batas yang diizinkan oleh
kata-kata dan dikuatkan oleh Hadis. Kekuasaan akal pikiran sesudah itu tidak lain hanya
membenarkan dan tunduk kepada wahyu, kemudian mendekatkannya kepada alam
pikiran. Jadi fungsi akal dalam hal ini hanya menjadi saksi pembenaran dan penjelasan
dalil-dalil Al-Qur’an, bukan hakim yang mengadili dan menolak dalil-dalil. Mereka juga
cenderung menerima mutlak apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Pada dasarnya perpolitikan Salafi berbasis pada Islam fundamental. Jadi dalam
melakukan kegiatan politiknya, tentu saja harus berdasarkan Al-Qur’an, meskipun pada
praktiknya mereka hanya mengartikan secara harafiah saja. Salafisme dapat dengan
mudah beradaptasi dengan negara atau budaya mana pun, hal ini karena salafisme
menampilkan dirinya sebagai gerakan keagamaan yang tidak didasarkan pada budaya,
tetapi pada seperangkat norma berupa teks-teks agama utama yang dapat beradaptasi
dengan berbagai lingkungan dan juga di berbagai negara. Dalam pengertian ini, mungkin
secara unik cocok untuk memenuhi salah satu persyaratan dasar globalisasi kontemporer.
2. Jamaah Tabligh
Jamaah Tabligh merupakan sebuah organisasi transnasional yang berasal dari
India, yang didirikan oleh Muhammad Ilyas al-Kandahlawy atau Muhammad Ilyas bin
Muhammad Isma'il Al-Hanafi Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian Ad-
Dihlawi. Di negara inilah markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Jamaah Tabligh ini
muncul dilatar belakangi oleh aib yang merata di kalangan umat Islam. Maulana Ilyas
menyadari bahwa orang- orang Islam telah terlena jauh dari ajaran-ajaran iman. Dia juga
merasakan bahwa ilmu agama sudah tidak dimaksudkan untuk tujuan agama. Selain itu
keadaan umat Islam India yang saat itu sedang mengalami kerusakah akidah, dan
kehancuran moral. Umat Islam sangat jarang mendengarkan syiar-syiar Islam. Disamping
itu, juga terjadi percampuran antara yang baik dan yang buruk, antara iman dan syirik,
antara sunnah dan bid’ah. Nama Jamaah Tabligh merupakan sebuah nama bagi mereka
yang menyampaikan. Jamaah Tabligh resminya bukan merupakan kelompok atau ikatan,
tapi gerakan muslim untuk menjadi muslim yang menjalankan agamanya, dan hanya
satu-satunya gerakan Islam yang tidak memandang asal-usul mahdzab atau aliran
pengikutnya. Tujuan Muhammad Ilyas mendirikan gerakan ini, untuk menciptakan
sistem dakwah baru, yang tidak membedakan antara ahlus-sunnah dan golongan-
golongan lain. Serta larangan-larangan untuk mempelajari dan mengajar masalah
furu’iyah. Menurut mereka, hanya cukup mengajarkan keutamaan-keutamaan amal dari
risalah-risalah tertentu.
Dalam kegiatan melakukan dakwah, mereka terbagi menjadi beberapa kelompok
dan setiap kelompok membawa bekal masing-masing untuk mencukupi kebutuhannya
selama berdakwah. Biasanya mereka membawa uang saku secukupnya, peralatan masak,
peralatan tidur serta peralatan-peralatan yang lain sesuai dengan kebutuhannya. Setelah
semuanya dipersiapkan, mulailah mereka turun menyebar ke berbagai tempat di
perkotaan atau di pedesaan dan biasanya mereka menjadikan masjid atau mushalla
sebagai tempat kegiatan mereka, setelah itu mereka berkunjung ke masyarakat untuk
menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam dan mengajak mereka untuk meramaikan
masjid atau musholla. Jamaah Tabligh juga tersebar ke seluruh dunia, antara lain tersebar
di Pakistan dan Bangladesh negara-negara Arab dan ke seluruh dunia Islam. Jamaah ini
mempunyai banyak pengikut di Suriah, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Sudan, Irak
dan Hijaz. Dakwah mereka telah tersebar di sebagian besar negara- negara Eropa,
Amerika, Asia dan Afrika. Mereka memiliki semangat dan daya juang tinggi serta tidak
mengenal lelah dalam berdakwah di Eropa dan Amerika. Bahkan pada Tahun 1978, Liga
Muslim Dunia mensubsidi pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang
kemudian menjadi markas besar Jamaah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka disebut
Amir atau Zamidār atau Zumindār. Sedangkan Pimpinan pusatnya berkantor di
Nizhamuddin Delhi. Dari sinilah semua urusan dakwah internasionalnya diatur.
Jamaah Tabligh adalah gerakan yang sangat berhati-hati dalam menyampaikan
dakwah. Dalam ajarannya ada empat persoalan yang harus dijauhkan oleh para jamaah
baik itu ketika bergaul di kehidupan sehari-hari dengan masyarakat, maupun ketika
melakukan khuruj fi sabilillah untuk berdakwah di tempat lain baik itu selama tiga hari,
empat puluh hari, empat bulan bahkan satu tahun. Keempat persoalan yang harus dijauhi
oleh para Jamaah adalah yang pertama, jamaah dilarang untuk membicarakan hal-hal
yang bersifat khilafiyah, sebab para jamaah tidak boleh untuk ikut campur dalam
persoalan tersebut dan harus menghindari ketika pembicaraan tersebut muncul. Kedua,
para jamaah diharuskan untuk menghindari pembicaraan mengenai aib masyarakat, agar
para jamaah dapat menjaga lisannya dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan
konflik dalam masyarakat. Ketiga, jamaah dilarang untuk membicarakan status sosial
dalam masyarakat, pangkat dan jabatan serta dilarang untuk meminta sumbangan.
Keempat, menghindari pembicaraan mengenai politik. Para jamaah dilarang untuk
membicarakan tentang politik terutama membicarakan persoalan perbedaan ideologi
ataupun membicarakan pemilihan calon-calon tertentu dalam pemilihan umum ataupun
pemilihan kepala daerah.
Meskipun terdapat larangan untuk membicarakan persoalan politik, Jamaah
Tabligh juga mempunyai sikap terhadap politik itu sendiri khususnya di dalam
memandang sistem pemerintahan, misalnya Jamaah Tabligh melihat usaha untuk
membentuk sistem pemerintahan tersebut di zaman seperti ini merupakan sebuah
perjuangan yang sangat berat. Hal ini karena sistem politik Islam tidak akan terbangun
jika umatnya masih banyak yang melakukan perbuatan yang tidak baik dan jauh dari sang
pencipta, umat Iskam masih mengikuti budaya-budaya dari luar Islam yang tidak sesuah
dengan ajaran agama dan sebagainya. Oleh sebab itu, untuk membentuk sistem
pemerintahan Islam harus dimulai dari tingkat bawah, dimulai dari diri sendiri, dan
kemudian diperluas pada lingkungan hingga masyarakat luas. Dan yang dianjurkan oleh
Jamaah Tabligh adalah membangun keimanan dan ketakwaan umat Islam terlebih dahulu,
memperbaiki moral, akhlak dan memperbaiki ketauhidan umat.

3. Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Internasional berideologi Islam yang
didirikan pada tahun 1953 di Al-Quds, Palestina oleh imam pertamanya yaitu Taqiy al-
Din an-Nabhani. Gerakan Hizbut Tahrir menitikberatkan pada perjuangan umat manusia
dalam mengembalikan kehidupan islam melalui tegaknya pondasi Khilafah Islamiyah.
Gerakan Hizbut Tahrir pertama kali dipeolopori oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani
yang kala itu merupakan seorang ulama dan pernah menjabat sebagai Mahkamah Syariah
di Palestina. Tujuan utama dari organisasi ini adalah untuk mengembalikan kaum
muslimin agar taat kembali dalam menegakkan hukum-hukum Allah SWT khususnya
dalam bidang politik seperti penerapan hukum Islam, perbaikan sistem perundang-
undangan dan hukum negara yang tidak islami menjadi berbasis Islam agar sesuai dengan
syariat Islam, dan membebaskan umat manusia dari pengaruh gaya hidup yang cenderung
Barat. Hizbut Tahrir berada dalam naungan Daulah Islamiyah yakni Daulah Khilafah
yang di mana dipimpin oleh seorang khalifah berdasarkan system pengangkatan oleh
kaum muslimin. Khalifah yang dimaksud kan merupakan seseorang yang nantinya dapat
didengar dan menjadi acuan dalam menjalankan pemerintahan berbasis Islami dan
berdasarkan Kitabullah juga Sunnah Rasullallah melalui dakwah dan jihad.
Gagasan Hizbut Tahrir yang terkenal yaitu yang dikemukakan pada tahun 1950-
an oleh Abdul Qadim Zalium yang merupakan imam kedua Hizbut Tahrir tentang konsep
pemerintahan islam, yang dapat mengatasi persoalan-persoalan di era kontemporer
sekarang ini. Kemudian, dengan adanya gagasan konsep yang diajukan oleh Abdul
Qadim Zalium, lahir lah sebuah kelompok studi yang biasa disebut kutlah yang mengkaji
fakta umat islam di masa lalu sampai masa depannya, sehingga kelompok studi kutlah
menetapkan bahwa sistem negara Khilafah merupakan sebuah konsep yang sangat ideal
untuk menegakkan tonggak Islam dalam kehidupan. Gerakan Hizbut Tahrir tidak hanya
berada di Palestina namun juga berkembang ke beberapa negara Arab di Timur Tengah
dan juga negara-negara Eropa, termasuk di Afrika seperti Libya, Belanda, Austria, Sudan,
Mesir, Turki, Aljazair, Inggris, Indonesia, Rusia, Perancis, Tajikistan, Kyrgyzstan, dll.
Hizbut Tahrir yang merupakan sebuah partai politik dengan berideologikan islam
dimana unsur politiknya sebagai aktivitasnya, sedangkan islam sebagai asas dari
partainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hizbut Tahrir merupakan sebuah partai
politik islam. Politik islam merupakan hasil dari penggabungan islam dengan sistem
kekuasaan yang melahirkan sikap serta kegiatan politik yang berorientasikan pada nilai-
nilai islam. Hizbut Tahrir merupakan salah satu partai politik yang memperjuangkan
dakwah islam agar seluruh umat muslim kembali pada kehidupan islam yang semestinya,
melalui ditegakkannya Khalifah-Islamiyah. Hizbut Tahrir dapat dikatakan sebagai salah
satu gerakan islam kontemporer yang cukup besar pengaruhnya. Dari berbagai banyak
gerakan islam lainnya, Hizbut Tahrir telah mengklaim dirinya sebagai partai politik yang
bersifat transnasionalisme atau lintas batas negara dengan cita-cita politiknya ingin
mengupayakan seluruh dunia islam berada dalam satu system kekuasaan yang disebut
khalifah. Dalam pandangannya, hanya dengan sistem khalifah lah hukum-hukum Allah
dapat ditegakkan dengan benar dan dapat disebarkan ke seluruh dunia melalui dakwah
dan jihad yang damai. Selain itu, Hizbut Tahrir juga memandang bahwa dengan
ditegakkannya kembali system khalifah merupakan sebuah kewajiban yang tak bisa
diabaikan.
Awal mula gerakan Hizbut Tahrir di Indonesia berawal pada tahun 1998 pada saat
Presiden Soeharto dilengserkan oleh gerakan reformasi. Hal ini membuka peluang yang
lebar untuk organisasi-organisasi lama yang dibungkam oleh rezim Soeharto, salah
satunya adalah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir Indonesia telah resmi beroperasi sejak tahun
2000 yang diketuai oleh Hafidz Abdurrahman. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah
mendeklarasikan dirinya bahwasanya mereka merupakan sebuah partai politik yang telah
terdaftar di Kementrian Dalam Negeri dengan Nomer 44/D.III.2/VI/2006.
Pada era pasca reformasi, gerakan politik HTI dapat dikatakan lebih bebas dan
leluasa jika dibandingkan pada saat era Orde Baru. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
lahirnya berbagai macam kegiatan yang diadakan untuk mengkampanyekan sistem
khalifah, seperti diskusi, temu tokoh, pelatihan, konferensi, muktamar serta pembinaan
dan pengkaderan. Gerakan lainnya yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir adalah upaya
penggiringan opini masyarakat melalui media elektronik dan cetak yang dibuatnya.
Penggiringan opini tersebut dilakukan agar masyarakat bisa memiliki pemikiran seperti
yang diinginkan oleh kelompok tersebut serta agar mendapatkan dukungan untuk
menegakkan sistem khalifah yang berlandaskan islam. Selain melalui media, partai
Hizbut Taahrir juga menggunakan system perebutan kekuasaan dengan berusaha
memberikan pengaruh ke tengah-tengah masyarakat dengan cara menguasai sumber daya
strategis yang dimiliki seperti masjid, instansi pemerintah atau swasta, kampus, rumah
sakit dan lain sebagainya.
Strategi politik yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir salah satunya adalah dengan
melakukan demonstrasi. Hal ini diusahakan oleh HTI untuk menegakkan khilafah al-
islamiyah. Demontrasi merupakan media untuk membentuk opini publik dengan tujuan
mempengaruhi kebijakan pemerintah atau memberikan masukan kepada pemerintah
dalam membuat kebijakan ekonomi, politik, dan kebijakan-kebijakan yang
mempengaruhi kehidupan banyak orang. Selain menjadi media untuk memobilisasi massa
dalam kebangsaan, demonstrasi juga menjadi salah satu cara yang mudah untuk
mempengaruhi massa dan menciptakan nalar publik sesuai dengan yang diperjuangkan.

4. Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin merupakan suatu gerakan berdasarkan ideologi Islam yang
jaringannya berskala antarbangsa yang mempunyai pengaruh di negara-negara di dunia.
Ikhwanul Muslimin adalah sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1928 oleh
Hassan Al Banna di Ismailia, Mesir, setelah penghapusan kekhalifahan Islam di Istanbul
pada tahun 1924. Al Banna percaya bahwa kemunduran moral, kemerosotan ekonomi,
dan pendidikan anti-agama adalah bagian dari rencana yang disengaja dari kekuatan
Eropa untuk melemahkan dan mendominasi kaum Muslim, dan pemikiran inilah yang
kemudian menjadi alur lahirnya Ikhwanul Muslimin. Sebelum terbentuknya Ikhwanul
Muslimin, Hassan al-Banna telah lebih dahulu melakukan kegiatan-kegiatan dakwah.
Ikhwanul Muslimin memiliki prinsip dasar untuk memperjuangkan ajaran Islam sebagai
ajaran dasar dan kehidupan bermasyarakat dan beragama. Dalam gerakan dan
pemikirannya, Ikhwanul Muslimin mewakili masyarakat Mesir yang semakin resah
dengan ulah pemimpin politik dan tokoh intelektual Mesir yang sekuler dan Ikhwanul
Muslimin menjadi pionir bagi gerakan Islam lain di berbagai negeri Muslim.
Latar belakang pendirian Ikhwanul Muslimin tidak terlepas dari kondisi sosial dan
politik di Mesir saat itu, juga tidak terlepas dari pemikiran Hasan Al Banna. Terdapat tiga
alasan yang melatar belakangi lahirnya Ikhwanul Muslimin. Pertama, berdasarkan
kesejarahan Kerajaan Turki Utsmani, yang mana saat itu Islam tengah mengalami
stagnasi kekhilafahan dan Kerajaan Turki Utsmani tidak lagi mampu menjalankan roda
pemerintahan yang stabil. Terjadi upaya untuk menggeser hukum Allah dan digantikan
dengan hukum wad’h atau buatan manusia. Hal ini tentu tidak dapat diterima oleh
golongan Muslim tradisional, baik itu yang ada di Turki sendiri maupun Muslim
tradisional yang ada di berbagai negara lain, salah satunya adalah Mesir. Hasan Al-
Banna, sekaligus salah satu tokoh Muslim tradisional Mesir sangat mengkhawatirkan
keadaan Mesir ketika itu, dimana saat itu budaya barat berkembang di Mesir dikarenakan
jajahan bangsaasing, yaitu Inggris.
Kedua, berdasarkan kondisi politik Mesir yang mana Islam sangat terdistraksi dengan
adanya kolonialisme. Mesir sendiri ketika itu berada dalam pengaruh kolonialisme Inggris. Hal
ini berdampak pada kondisi sosial budayaMesir dan banyak mengikis budaya masyarakat Mesir
yang islami. Ketiga, hal yang juga mempengaruhi berdirinya Ikhwanul Muslimin adalah realitas
situasi ekonomi dan sosial di Mesir pada saat itu. Akibat penjajahan Inggris, kondisi rakyat Mesir
mengalamikesemrawutan. Muncul kesenjangan antara golongan kaya dan miskin. Hasan Al
Banna melihat adanya dominasi asing, yaitu para manajer dari Eropa hidup mewah, sementara
penduduk pribumi hidup dalam keprihatinan digubuk-gubuk yang menyedihkan. Sementara itu,
dibidang sosial muncul degradasi sosial dan moral. Pemuda dan rakyat Mesir padaumumnya
sudah meninggalkan ajaran agama Islamnya dan silau terhadap capaian peradaban barat yang
dibawa oleh Inggris. Kondisi diatas menyebabkan hilangnya wibawa politik umat Islam.
Hasan Al-Banna memikirkan perlunya gerakan penyadaran umat. Untuk itulah kemudian
Hasan Al Banna mendirikan sebuah gerakan yang dibangun dengan orang-orang yang
sepaham dengannya. Adapun nama organisasi gerakan tersebut adalah Ikhwanul
Muslimin.
Oleh karena kelompok ini berdasarkan pada ajaran agama Islam, maka mereka
memandang bahwa agama Islam adalah agama yang universal dan menyeluruh, bukan hanya
sebatas agama yang hanya berbicara tentang ibadah saja. Tujuan dari Ikhwanul Muslimin ini
adalah untuk mewujudkan terbentuknya umat muslim yang menegakkan syariat Allah, bekerja
dengan dan untuk Allah, perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam bahkan hingga politik.
Lebih spesifik tujuan dari ikhwanul muslimin adalah mewujudkan terciptanya individu muslim,
rumah tangga islami, negara-negara yang berbasis islam, menegakkan keadilan dengan cara jihad
untuk membela kaum yang tertindas, menyatukan perpecahan di antara umat Islam, dan tentu
berda’wah dengan harapan dunia dapat menemukan ketentraman tentu dengan ajaran-ajaran Islam
itu sendiri. Kemudian terkait dengan landasan yang ada dalam Ikhwanul Muslimin ini sendiri,
terdapat lima landasan yakni: 1) Allahu ghayatuna yang artinya Allah tujuan kami; 2) Ar-Rasul
qudwatuna yang artinya Rasulullah teladan kami; 3) Al-Quran dusturuna yang artinya Al-Qur’an
landasan hukum kami; 4) Al-Jihad sabilunayang artinya jihad jalan kami; dan yang terakhir
adalah Syahid fisabilillah asma amanina yang artinya mati syahid di jalan Allah cita-cita kami
yang tertinggi. Dalam perpolitikan di berbagai negara, dapat dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin
ikut serta dalam proses demokrasi sebagai sebuah sarana perjuangan bukan tujuan. Contoh
utamanya adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir yang turut mengikuti proses pemilu di negara
tersebut. Kemudian Ikhwanul Muslimin lebih mendukung ide perubahan dan reformasi melalui
jalan damai dan dialog. Lagi-lagi hal ini menunjukkan bahwa Ikhwanul Muslimin ikut dalam
proses demokrasi.

5. Ahmadiyah
Informasi tentang paham Ahmadiyah di Indonesia tidak jelas. Ketidakjelasan itu
terlihat dari latar belakang kedatangannya di Indonesia. Orang-orang Indonesia
mengetahui kehadiran Ahmadiyah aliran Qadian melalui sekolah-sekolah di Qadian bagi
pemuda-pemuda di Sumatera. Sedangkan Ahmadiyah aliran Lahore tampaknya lebih
suka memakai cara mengirim propagandis-propagandis ke Indonesia tanpa harus melalui
permintaan dari orang-orang Indonesia.
Berkenaan dengan awal kemunculan Ahmadiyah di Indonesia, Federspiel
menyatakan bahwa Ahmadiyah pada awalnya sampai ke Indonesia melalui para siswa
yang kembali dari sekolah Ahmadiyah di India pada akhir abad ke-19. Akan tetapi,
secara kronologis versi tersebut dipermasalahkan karena pada akhir abad 19 gerakan ini
baru lahir di India. Hamka menyatakan bahwa berita tentang Ahmadiyah tersebar melalui
buku-buku dan majalah-majalah yang terbit di luar negeri. Sebaliknya, artikel yang
muncul belakangan menunjukkan bahwa Ahmadiyah tidak dikenal di Indonesia sampai
tiga orang siswa Indonesia pergi belajar ke India pada tahun 1922. Setelah mendengar
pengajaran Islam di India tidak kurang hebat apabila dibandingkan dengan pengajaran
Islam di Timur Tengah, maka sejak itu banyak murid Indonesia berangkat ke India untuk
meneruskan pendidikannya ke Lahore menuju kampung Qadian. Kemudian mereka
mengirim informasi melalui surat tentang gerakan itu kepada orang-orang Islam di
Indonesia.
Sebelum mendirikan Gerakan Ahmadiyah, seperti dimaklumi bahwa
sesungguhnya Djoyosugito telah menanyakan kepada Hazrat Mirza Wali Ahmad Baig,
apakah beliau akan mendirikan organisasi Ahmadiyah di Indonesia. Jawaban Wali
Ahmad Baig adalah tidak akan mendirikan organisasi Ahmadiyah di Indonesia. Hazrat
Mirza Wali Ahmad Baig sesungguhnya hanya ingin memberikan pemahaman Islam yang
sejati, yakni Islam yang cocok dengan fitrah manusia. Sebagai tindak lanjut adanya
Maklumat No. 294, tanggal 5 Juli 1928, Djoyosugito dan Muh. Husni serta beberapa
kawan dari Muhammadiyah kemudian mendirikan De Ahmadiyah Beweging.
Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 10 Desember 1928. Anggota pada waktu itu
adalah Muh. Irsyad, Muh. Sabitun, R. Ng. Djoyosugito, Muh. Kafi Idris L, Latcuba,
Harjosubroto, KH Abdurrahman, R. Supratolo, dan Sudewo.
Pengurus yang telah tersusun, kemudian mengajukan surat permohonan untuk
dapat diakui sebagai Badan Hukum pada tanggal 28 September 1929, dan akhirnya
diakui sebagai Badan Hukum dengan surat tertanggal 4 April 1930 No. I, dan berita ini
dimuat dalam extra Bijvoegsel Jav. Courant 22 April 1930 No. 32. Organisasi ini sama
dengan pendapat organisasi Ahmadiyah yang berpusat di Lahore, yang juga berpendapat
bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi. Organisasinya bernama Ahmadiyyah
Anjuman Isha’ati Islam, Lahore. Berdirinya organisasi ini betul-betul mandiri, tidak ada
hubungan administrasi antara De Ahmadiyah Beweging dengan Ahmadiyyah Anjuman
Isha’ati Islam, Lahore.
Pada kurun waktu 1928-1936 semangat atau spirit untuk memperjuangkan Islam
di kalangan kaum terpelajar sangat tinggi. Belanda yang selalu mengikuti gerak gerik
pergerakan Islam di manapun, terutama di Indonesia juga selalu memperhatikan
pergerakan Islam Ahmadiyah. Pada waktu itu, kegiatan Muktamar belum diadakan setiap
lima tahun sekali, seperti pada waktu sekarang. Pada tahun 1932 berdiri kepengurusan
Gerakan Ahmadiyah di Surakarta, dan sebagai ketua yang terpilih adalah Muh. Kusban.
Kemudian pada waktu Muktamar III di Purwokerto, telah dapat diputuskan mengenai
Khittah Ahmadiyah yang hingga kini masih cukup relevan. Khittah berarti pedoman yang
berisi arah, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang harus ditempuh, sehingga usaha
yang dilakukan itu benar-benar dapat mewujudkan cita-cita yang diidamkan.” Atau
diartikan sebagai garis yang berisi tentang pemikiran untuk melaksanakan keyakinan dan
cita-citanya.
Setelah Muktamar III, para intelektual muda dengan semangat tinggi ingin
menerbitkan Qur’an Suci dengan tafsirnya dalam bahasa Belanda. Tidak lama kemudian
didirikan Qur’an Fonds Comitee. Pada tahun 1938 telah berhasil diterbitkan buku De
Religie van den Islam, buku karya Maulana Muhammad Ali yang diterjemahkan oleh
Sudewo. Kegiatan Gerakan Ahmadiyah atas perintah pemerintah tentara Jepang harus
dibekukan. Pada masa penjajahan Jepang, kegiatan organisasi Ahmadiyah hanya
melanjutkan penerjemahan buku-buku Islam, diantaranya adalah menerjemahkan Qur’an
Suci Jarwa Jawi yang dikerjakan oleh Djoyosugito dan Mufti Syarif.
Pada tahun 1936-1944 dapat dikatakan bahwa kegiatan para intelektual dan orang
dewasa pada waktu Perang Dunia II adalah berupaya berjuang untuk menuju
kemerdekaan Indonesia. Hampir semua rakyat Indonesia, dan juga warga organisasi
Ahmadiyah berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, dengan
sendirinya hampir semua kegiatan dakwah atau pengajian juga praktis terhenti. Dalam
Muktamar di Purwokerto pada tahun 1947 ditetapkan berdirinya Perguruan Islam
Republik Indonesia (PIRI), dan juga bahwa Gerakan Ahmadiyah Indonesia dapat
menerima dan memperjuangkan Pancasila sebagai Asas Negara. Seperti yang dikatakan
pada waktu itu hingga menjelang Pemilu 1955, arus yang menghendaki Islam sebagai
asas negara masih sangat kuat. Namun, Gerakan Ahmadiyah Indonesia nampaknya telah
menyadari bahwa sebagai dasar perjuangan untuk syiar Islam, Pancasila sudah tepat
apabila dijadikan sebagai dasar negara.
Sejak 1958, PIRI lepas dari GAI. Organisasi PIRI kemudian berbentuk yayasan
yang berdiri sendiri. Dengan lepasnya PIRI dari GAI, syiar Islam yang digerakkan oleh
Gerakan Ahmadiyah sedikit mengalami goncangan. Kesulitan-kesulitan yang timbul juga
disebabkan oleh hebatnya gerakan organisasi yang berpaham materialistis, yang telah
menambah keprihatinan di masyarakat. Dalam Muktamar Gerakan Ahmadiyah tahun
1958, diputuskan untuk membentuk Badan Penerbitan yang disebut Darul Kutubil
Islamiyah yang khusus mengurus hal ikhwal mengenai penerbitan. Sebagai tugas
pertamanya, adalah mengurus terbitnya Qur’an Suci Djarwa Djawi. Yang menjabat
sebagai pimpinan Darul Kutubil Islamiyah adalah HM. Bachroen.
REFERENSI
Ubaidillah "GLOBAL SALAFISM DAN PENGARUHNYA DI INDONESI" Jurnal Thaq
Afiyy AT, Vol. 13, No. 1, Juni 2012
Haykel, B. ‘On the Nature of Salafi Thought and Action’ in Meijer, R. Global Salafism:
Islam’s New Religious Movement (New York: Columbia University Press, 2009),
33-51.

An-Nadwi, Abul Hasan. Sejarah Dakwah dan Tabligh Maulana Muhammad Ilyas Rah.
Bandung: Al Hasyimiy, 2009.

Khalis, Afif dan Nur. Mengenal Hizbut Tahrir Partai Islam Ideologis. Bogor: Pustaka
Thariqul Izzah, 2000.

Hasan, Akhmad Muawal. 2018. Hassan al-Banna, Ikhwanul Muslimin, dan Partai Keadilan
Sejahtera. E-News paper, Tirto.id.

Zaenal Abidin, Dari Ahmadiyah Untuk Bangsa. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2007.

Anda mungkin juga menyukai