| psikologis, seperti akibat keranjingan bermain video game
di gadget, smartphone, komputer, dll. (4) Trauma dengan sejarah
masalah lalu yang kelam, seperti kehilangan orang tua semasa
kecil, di-bully, diejek karena bentuk tubuh (body shaming)
diperskusi, diperkosa, dll. (5). Keadaan sosio, budaya dan
ekonomi yang rendah, seperti kemiskinan, kemelaratan,
diskriminasi, dil. Pada negara sudah maju, penanganan terhadap
penyakit mental ini cukup serius dilakukan, baik dengan
pendekatan Klinis, juga pendekatan non Klinis, seperti upaya
peningkatan kesejahteraan, trauma healing, rehabilitasi_ yang
intensif, dan upaya meningkatkan derajat kemanusiaan dengan
menghapus segala bentuk diskriminasi.
Menurut saya, bila ditilik dari perspektif kritis, penanganan
berbagai bentuk prevalensi penyakit di atas masih mengalami
hambatan di Indonesia khususnya, dan negara-negara
berkembang pada umumnya. Secara konseptual, hal ini
disebabkan beberapa hal, antara lain: (1)prioritas penanganan
kesehatan di dunia berkembang lebih pada mencegah kematian
pada kelompok usia kecil. Angka kematian bayi yang tinggi, yang
disebabkan karena rendahnya gizi, jelas menyita perhatian
pemerintah di negara berkembang, ditambah lagi dengan
Masalah gizi buruk. Sementara pada pihak lain, masalah
kesehatan dalam bentuk penyakit menular, penyakit tidak
lar dan penyakit mental justru, dari waktu ke waktu,
ningkat begitu cepat. Penanganan kesehatan di negara-
fe bang bertujuan untuk mengurangi angka kematian
enular, sedangkan di negara maju, tujuannya