Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PENAMBAHAN MASA JABATAN PRESIDEN INDONESIA

JOKO WIDODO

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang-Undang Negara
Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Oleh karena itu, setiap kebijakan atau pun
tingkah laku masyarakat di batasi oleh hukum yang mengikat. UUD 1945 merupakan
hukum dasar atau konstitusi bagi negara Indonesia, dan setiap kebijakan yang dibuat
harus merujuk pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
Namun, akhir-akhir ini terdapat sebuah wacana yang akan bertentangan dengan
konstitusi, yaitu penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Secara
konstitusi, Pasal 7 UUD 1945 telah menegaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipiih kembali
dalam jabatan yang sama, hanya untu satu kali masa jabatan. Mellihat pada hal
tersebut, dapat dikatakan bahwa wacana penambahan masa jabatan presiden
merupakan salah satu bentuk inkonstitusional.

Pada awalnya, wacana penambahan masa jabatan presiden digaungkan oleh


anggota DPR dari fraksi partai Nasdem, dan ketua partainya sendiri ikut
memunculkan wacana tersebut. Mereka mengatakan bahwa, penambahan masa
jabatan presiden muncul dari kalangan pengusaha, sertta alasan dari penambahan
masa jabatan presiden tersebut, untuk melancarkan program-program pembangunan
yang telah dilakukan di masa pemerintahan saat ini. Wacana tersebut pun sampai ke
kalangan MPR. Wakil Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
mengatakan bahwa ia tidak mau menjawab wacana tersebut, karena masih belum
melihat urgensi dari penambahan masa jabatan presiden, bahkan ia mengatakan
bahwa semua pihak harusnya menanyakan kepada Partai Nasdem yang
mengusulkannya. Wacana tersebut memunculkan perdebatan dari berbagai kalangan
masyarakat. Beberapa kalangan masyarkat menilai, bahwa hal tersebut merupakan
bentuk dari tindakan inkonstitusional, serta usaha untuk melanggengkan kekuasaan
olgiarki. Tetapi beberapa kalangan masayrakat juga ada yang pro terhadap wacana
tersebut, karena mereka menilai bahwa pembangunan yang sedang gencar dulakukan
saat ini, merupakan bentuk dari kesuksesan pemerintahan sekarang.
Pembahasan
Wacana pernambahan masa jabatan presiden, membawa pada sebuah pemikiran
untuk mengkaji hukum dan konstitusi berdasarkan teori hukum. Salah satu teori
hukum yang akan penulis jelaskan adalah berdasarkan teori pengembanan hukum
yang ditulis oleh Meuwissen. Pengembanan hukum merupakan kegiatan manusia
berkenaan dengan adanya dan berlakunya hukum di dalam kegiatan masyarakat.
Kegiatan tersebut mencakup kegiatan membentuk, melaksanakan, menerpakan,
menemukan, meneliti, dan secara sistematikan mempelajar dan mengajarkan hukum
yang berlaku itu. Berdasarkan definisinya, kata dasar dari pengembanan adalah
“emban” yang berarti memikul tugas dan tanggungjawab secara moral atas suatu jenis
kegiatan tertentu.

Berdasarkan teori pengembanan hukum, bahwa ilmu hukum mempunyai fokus


perhatian sebagai das Sollen-Sein, atau hukum sebagai suatu sistem keharusan, yang
berumpu dan berakar pada dunia kenyataan kemasyarakatan, dan diarahkan balik
untuk menata dan mengatur dunia kenyataan kemasyarakatan tersebut. Maka, wacana
penambahan masa jabatan presiden dapat dilakukan ketika realitanya masyarakat
membutuhkan hal tersebut, dan hukum menjadi sarana untuk mewujudkan keinginan
masyarakat. Tetapi, permasalahannya adalah, terdapat kedua kubu masayrakat yang
menginginkan penambahan masa jabatan presiden. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan penambahan masa jabatan presiden, dengan mengacu pada teori
pengembanan hukum, harus mengadakan survey kepada masayrakat untuk
mendapatkan data yang aktual terkait keinginan masayrakat terhadap penambahan
masa jabatan presiden tersebut. Namun, melihat pada awal mula serta alasan
munculnya wacana tersebut, yaitu atas usulan para pengusaha, dan untuk melancarkan
program-program pembangunan, maka dapat dilihat bahwa wacana tersebut bukan
berasal dari kalangan masayrakat secara umum, tetapi dari kalangan tertentu untuk
melancarkan kepentingan pribadinya. Oleh karena itu, hukum tidak boleh
mengakomodir kepentingan-kepentingan sekelompok masayarakat tersebut.

Pada dasarnya, hukum harus memberikan keadilan terhadap masyarakat, agar


kepastian hukum dapat tercapai. Berdasarkan salah satu prinsip utama hukum, yaitu
Lex iniusta non est lex, yang aritnya hukum yang tidak adil tidak dapat dikatakan
sebagai hukum sama sekali, dan ketika masyarakat dihadapkan dengan hukum yang
mengisyaratkan ketidakadilan, masyarakat wajib untuk tidak mematuhinya. Selain itu,
berdasarkan prinsip hukum tersebut, menjelaskan bahwa ide keadilan hukum adalah
untuk menuntut pemberian kepada setiap orang atas hak perlindungan dan pembelaan
diri. Karena, pada dasarnya keadilan melekat pada tujuan hukum itu sendiri. Oleh
karena itu, jika melihat pada prinsip hukum tersebut, wacana penambahan masa
jabatan presiden dapat tidak dipatuhi oleh masyarakat, apabila hukum yang dibuat
tidak memberikan keadilan kepada masayrakat. Disinilah pembuktian wacana tersebut
menjadi penting, karena ketika akhirnya terbukti bukan berdasarkan keinginan
masyarakat secara umum, maka hukum akan tidak memberikan keadilan kepada
masyarakat. Serta, ketika pada akhirnya menemukan sebuah fakta, bahwa wacana
tersebut merupakan kepentingan politik semata, maka masayarakat wajib untuk tidak
mematuhinya.

Namun disamping itu, ketika masyarakat ternyata membutuhkan perpanjangan


masa jabatan presiden, maka hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah
konstitusi sesuai dengan prosedur amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang
tercantum pada Pasal 37 UUD 1945, yaitu perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Pasal yang sama mengatur, untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945, Sidang
MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota. Putusan untuk
mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa wacana penambahan
masa jabatan presiden merupakan salah satu bentuk inkonstitusional. Selain itu,
penambahan masa jabatan presiden bukan berdasarkan keinginan dari masyarakat
secara umum, tapi dari masayrakat kalangan pengusaha, untu melancarkan
kepentingan pribadi ataupun politiknya. Hal tersebut dapat diluhat dari alasan
munculnya wacana tersebu, yakni untuk melancarkan program-program yang sedang
berjalan. Oleh karena itu, hukum tidak boleh mengakomodir keinginan sebagian
kalangan masyarakat tersebut, karena berdasarkan teori dari pengembanan hukum
yang ditulis oleh Meuwissen, hukum dibuat berdasarkan keinginan masayrakat secara
umum, dan melihat pada kenyataan di masyarakat. Dan untuk itu, masyarakat dapat
mengabaikan hukum tersebut, apabila mengisyaratkan ketidakadilan (Lex iniusta non
est lex).

Anda mungkin juga menyukai