Kekerasan fisik : perbuatan yang diterima oleh korban sehingga mengakibatkan adanya luka
ataupun rasa sakit yang diterima oleh korban. Misalnya seperti terkena tamparan, pukulan,
terjambak, tendangan, menyulut dengan korek api ataupun dari rokok, melukai korban dengan
senjata tajam, ancaman-ancaman dengan satu objek atau senjata, dan pembunuhan.
Kekerasan seksual : Kekerasan seksual adalah setiap tindakan baik berupa ucapan ataupun
perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta
membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki.
Kekerasan psikis : kekerasan psikis adalah perbuatan yang ditunjukkan kepada korban yang
akan berdampak pada psikis dari individu sendiri, seperti halnya mengalami cemas yang
berlebihan, menurunnya tingkat kepercayaan, sudah tidak mampu lagi untuk hidup.
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam.
Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya
ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia
tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, harus
ada tenaga ahli yang mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal,
contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap
bermakna, hingga adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal :
merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita.
8. Faktor pedisposisi
Faktor predisposisi atau faktor yang melatarbelakangi seseorang melakukan perilaku
kekerasan diantaranya :
1. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak –kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan
jiwa padausia dewasa atau remaja.
2. Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar
dan frekuensi pengeluaran urinemeningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
3. Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
4. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah –olah perilaku
kekerasan diterima (permissive).
5. Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu.
Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan
dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu
meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.
9. Faktor Prestisipasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stressor
tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain)
maupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut
terhadap penyakit fisik, dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
2) Tindakan Keperawatan
A. Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan bagi semua pasien
ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang
direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi
informal memberikan pasien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu ketika
pasientenang. Aktivitas juga melibatkan pasien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan. Penjadwalan interaksi satu-satu dengan pasienmenunjukkan perhatian perawat
yang tulus terhadap pasiendan kesiapan untuk mendengarkan masalah pikiran serta perasaan
klien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman pasien.
B. Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi bersama dalam kelompok individu.
Para anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok
untuk membantu yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok
ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota
kelompok, pasiendapat mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping atau
menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang
penting
C. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan pasiendan anggota
keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,
merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptive, dan menguatkan perilaku
penyelesaian masalah keluarga.
D. Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan cara
mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya. Diman terapi ini mempunyai hubungan
personal antara pasien dan ahli terapi. Tujuan dari terapi individu yaitu memahami diri dan
perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal, memperbaiki hubungan interpersonal,
atau berusaha lepas dari sakit hati atau ketidak bahagiaan.