jurusan Psikologi. Semasa kuliah, saya aktif di berbagai organisasi mahasiswa seperti
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (BEMFIP) maupun kegiatan
sukarelawan; seperti mengajar anak-anak putus sekolah di program PPA-PKH atau
menjadi aktivis sosial di LSM Satu Hati: Pemerhati Anak dan Perempuan. Melalui
organisasi ini, saya belajar membangun rasa kepedulian sosial dan meningkatkan
kebermanfaatan diri kepada sesama.
Selanjutnya, saya turut aktif melibatkan diri saya dalam kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh LSM Satu Hati, Dinas Sosial, dan juga P2TP2A (Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Kuningan. Kami
mengunjungi rumah korban dan rumah pelaku kekerasan seksual. Tugas kami adalah
memberikan bimbingan terhadap keluarga korban/pelaku secara moril, psikologis, dan
menjelaskan apa yang dapat dilakukan di pengadilan.
Salah satu kasus yang kami tangani adalah kasus mengenai seorang remaja yang
berusia 15 tahun dihamili saudara angkatnya sendiri. Pelaku dituntut oleh orang tua
angkatnya untuk mendekam di penjara seumur hidup. Mengingat kejadian seks di luar
nikah itu dilandaskan rasa suka-sama-suka dan pelaku berusia di bawah 18 tahun,
dijatuhkan baginya hukuman hanya satu tahun penjara. Selepas dari penjara anak,
kami memberikan pelaku intervensi sosial-psikologis dan juga memasukkan dia ke
pesantren hafal quran. Saat ini, anak laki-laki itu telah menghafal beberapa juz Al-
Quran dan berkomitmen bahwa dia akan bertanggung jawab pada bayinya. Saat ini,
saya masih aktif menjadi bagian dari LSM Satu Hati dan mengadvokasi masyarakat
mengenai pentingnya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Saat penyuluhan, saya menjelaskan mengenai intervensi Psikologis pada korban KDRT
melalui emotion-focused coping; yakni penyelesaian masalah emosi dengan cara
memaafkan diri sendiri dan pelaku. Penjelasan ini merupakan hasil penelitian skripsi
yang saya susun pada tahun 2017 setelah mengumpulkan kuesioner dari 60 wanita
korban KDRT di Indonesia. Saat ini saya sedang mengajukan petisi kepada Mahkamah
Konstitusi dan DPR-RI untuk merevisi UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang menjadi
salah satu penyebab tingginya jumlah KDRT di Indonesia.
Saya juga dalam persiapan presentasi dana hibah mengenai kesehatan reproduksi
perempuan untuk saya ajukan di International Conference on Family Planning 2018 di
Kigali, Rwanda. Konferensi ini akan dihadiri kurang lebih 3000 pembuat kebijakan di
dunia internasional di bidang Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan.
Harapannya, saya dapat memperoleh dana hibah USD 20.000 dari Bill & Melinda Gates
foundation untuk dapat mengadakan National Youth Festival on Family Planning di
Jakarta pada pertengahan tahun 2019.
Saya percaya, langkah pertama dalam advokasi adalah membangun komunitas, lalu
menjadikannya berkesinambungan. Dalam bidang pendidikan, Tahun 2017, saya
mendirikan Open Access Indonesia. Yaitu sebuah komunitas yang mengadvokasi
gerakan akses terbuka terhadap konten ilmiah dan mengkaji berbagai kemajuan open
education dan open access di dunia akademik. Organisasi ini dideklarasikan di
Kathmandu, Nepal dalam Asian Regional Meeting: Open in Action Bridging Information
Divide pada 2 Desember 2017 di depan 150 peneliti Asia.
Salah satu misi organisasi ini adalah memberdayakan anak muda Indonesia dalam
mengusung pendidikan terbuka agar dapat diakses siapa saja tanpa kendala finansial
maupun teknis. Harapannya mahasiswa Indonesia dapat mengakses jurnal-jurnal ilmiah
berkualitas secara gratis di Internet. Juga adik-adik dari keluarga kurang mampu dapat
mengakses pendidikan gratis melalui Open Education dan Open Textbook.
22 Desember 2018, Open Access Indonesia akan mengadakan Open Science Fair.
Open Science Fair adalah festival sains gratis yang memperlihatkan inovasi-inovasi
terbaru karya pelajar Indonesia. Rencananya kegiatan ini akan dilaksanakan di Aula
Mahftuhah Yusuf UNJ dan menghadirkan lebih dari 1500 pelajar dan mahasiswa. Saya
harap ke depannya pendidikan berkualitas dapat gratis untuk semua orang dan akses
terhadap penelitian semakin terbuka.
Bila saya berkesempatan untuk mendapatkan beasiswa ini, saya ingin meningkatkan
peran sebagai seorang aktivis sosial. Saya yakin, pendidikan lanjutan di Psikologi
Sosial merupakan bingkai kerja untuk memanfaatkan potensi yang saya miliki dan
mengasah kemampuan yang saya butuhkan di dunia akademik dan masyarakat. Selain
itu, salah satu cita-cita saya adalah menjadi seorang politisi perempuan yang tergabung
di Komisi VIII DPR-RI bidang Pemberdayaan Perempuan. Sehingga saya dapat
memperluas kontribusi saya lebih jauh dan secara fundamental memperbaiki sistem
yang menyebabkan ketimpangan dan ketidaksetaraan. Cara saya mewujudkan mimpi
saya adalah dengan terus berkontribusi aktif di masyarakat, menulis buku, dan
membangun networking dengan teman-teman dari berbagai kalangan, mulai dari media
hingga akar rumput. Termasuk di antaranya, dengan meningkatkan kapasitas akademik
dan skill saya melalui program beasiswa LPDP 2018.