Anda di halaman 1dari 3

Saya menyelesaikan studi Sarjana di Universitas Negeri Jakarta dengan spesialisasi

jurusan Psikologi. Semasa kuliah, saya aktif di berbagai organisasi mahasiswa seperti
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (BEMFIP) maupun kegiatan
sukarelawan; seperti mengajar anak-anak putus sekolah di program PPA-PKH atau
menjadi aktivis sosial di LSM Satu Hati: Pemerhati Anak dan Perempuan. Melalui
organisasi ini, saya belajar membangun rasa kepedulian sosial dan meningkatkan
kebermanfaatan diri kepada sesama.

Saya adalah seseorang yang selalu berusaha meningkatkan kapasitas akademik


melalui diskusi dan perdebatan ilmiah di berbagai forum nasional maupun internasional.
Sebagian besar konferensi yang saya ikuti menitikberatkan pada dua hal:
pemberdayaan perempuan dan akses terbuka pendidikan.
Minat saya di bidang pemberdayaan perempuan berawal ketika saya menghadiri
seminar “Penanganan Terhadap ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum)” yang
diselenggarakan oleh BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan) dan Pengadilan Negeri Kuningan tahun 2014. Dari seminar tersebut, saya
memperoleh pemahaman akan pentingnya edukasi kepada masyarakat tentang
pendidikan seks dan bahaya pornografi.

Selanjutnya, saya turut aktif melibatkan diri saya dalam kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh LSM Satu Hati, Dinas Sosial, dan juga P2TP2A (Pusat Pelayanan
Terpadu  Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Kuningan. Kami
mengunjungi rumah korban dan rumah pelaku kekerasan seksual. Tugas kami adalah
memberikan bimbingan terhadap keluarga korban/pelaku secara moril, psikologis, dan
menjelaskan apa yang dapat dilakukan di pengadilan.

Salah satu kasus yang kami tangani adalah kasus mengenai seorang remaja yang
berusia 15 tahun dihamili saudara angkatnya sendiri. Pelaku dituntut oleh orang tua
angkatnya untuk mendekam di penjara seumur hidup. Mengingat kejadian seks di luar
nikah itu dilandaskan rasa suka-sama-suka dan pelaku berusia di bawah 18 tahun,
dijatuhkan baginya hukuman hanya satu tahun penjara. Selepas dari penjara anak,
kami memberikan pelaku intervensi sosial-psikologis dan juga memasukkan dia ke
pesantren hafal quran. Saat ini, anak laki-laki itu telah menghafal beberapa juz Al-
Quran dan berkomitmen bahwa dia akan bertanggung jawab pada bayinya. Saat ini,
saya masih aktif menjadi bagian dari LSM Satu Hati dan mengadvokasi masyarakat
mengenai pentingnya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Dalam pendidikan, saya merupakan sukarelawan di PPA-PKH (Pengembalian Pekerja


Anak – Program Keluarga Harapan) yang diselenggarakan oleh Dinas sosial. Setiap
tahunnya, seratus anak putus sekolah di Kabupaten Kuningan dikumpulkan untuk diberi
bimbingan, motivasi, dan bantuan finansial agar mereka dapat melanjutkan sekolah
mereka minimal hingga jenjang SMA/SMK.
Dalam beberapa program yang diadakan oleh Kementerian PPA, saya ikut
mensosialiskan perudang-undangan mengenai perlindungan anak dan perempuan.
Bersama saya adalah salah satu anggota DPR-RI Bapak Surahman Hidayat yang
merupakan bagian dari Komisi VIII DPR-RI dengan ruang lingkup agama, sosial, dan
pemberdayaan perempuan.

Saat penyuluhan, saya menjelaskan mengenai intervensi Psikologis pada korban KDRT
melalui emotion-focused coping; yakni penyelesaian masalah emosi dengan cara
memaafkan diri sendiri dan pelaku. Penjelasan ini merupakan hasil penelitian skripsi
yang saya susun pada tahun 2017 setelah mengumpulkan kuesioner dari 60 wanita
korban KDRT di Indonesia. Saat ini saya sedang mengajukan petisi kepada Mahkamah
Konstitusi dan DPR-RI untuk merevisi UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang menjadi
salah satu penyebab tingginya jumlah KDRT di Indonesia.

Saya juga dalam persiapan presentasi dana hibah mengenai kesehatan reproduksi
perempuan untuk saya ajukan di International Conference on Family Planning 2018 di
Kigali, Rwanda. Konferensi ini akan dihadiri kurang lebih 3000 pembuat kebijakan di
dunia internasional di bidang Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan.
Harapannya, saya dapat memperoleh dana hibah USD 20.000 dari Bill & Melinda Gates
foundation untuk dapat mengadakan National Youth Festival on Family Planning di
Jakarta pada pertengahan tahun 2019.

Saya percaya, langkah pertama dalam advokasi adalah membangun komunitas, lalu
menjadikannya berkesinambungan. Dalam bidang pendidikan, Tahun 2017, saya
mendirikan Open Access Indonesia. Yaitu sebuah komunitas yang mengadvokasi
gerakan akses terbuka terhadap konten ilmiah dan mengkaji berbagai kemajuan open
education dan open access di dunia akademik. Organisasi ini dideklarasikan di
Kathmandu, Nepal dalam Asian Regional Meeting: Open in Action Bridging Information
Divide pada 2 Desember 2017 di depan 150 peneliti Asia. 

Salah satu misi organisasi ini adalah memberdayakan anak muda Indonesia dalam
mengusung pendidikan terbuka agar dapat diakses siapa saja tanpa kendala finansial
maupun teknis. Harapannya mahasiswa Indonesia dapat mengakses jurnal-jurnal ilmiah
berkualitas secara gratis di Internet. Juga adik-adik dari keluarga kurang mampu dapat
mengakses pendidikan gratis melalui Open Education dan Open Textbook.

22 Desember 2018, Open Access Indonesia akan mengadakan Open Science Fair.
Open Science Fair adalah festival sains gratis yang memperlihatkan inovasi-inovasi
terbaru karya pelajar Indonesia. Rencananya kegiatan ini akan dilaksanakan di Aula
Mahftuhah Yusuf UNJ dan menghadirkan lebih dari 1500 pelajar dan mahasiswa. Saya
harap ke depannya pendidikan berkualitas dapat gratis untuk semua orang dan akses
terhadap penelitian semakin terbuka.

Mimpi saya mengenai Indonesia di masa depan dapat disederhanakan dengan


terwujudnya amanat UUD 1945, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum” yang termaktub dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Karena semenjak
kematian RA. Kartini lebih dari 100 tahun lalu, diskriminasi dan kekerasan terhadap
kaum perempuan masih sering terjadi. Perempuan seringkali dipandang sebelah mata
dalam posisi strategis, seperti politisi maupun direktur perusahaan. Justru, kekerasan
terhadap perempuan semakin marak, 33% perempuan Indonesia mengalami kekerasan
fisik, seksual, atau psikis (UNFPA Indonesia, 2017).

Sementara, dalam hal pendidikan, saya harap pendidikan berkualitas di Indonesia


dapat dinikmati dan diakses oleh siapa saja. Bukan hanya dinikmati oleh anak-anak dari
orang kaya, namun juga oleh mereka yang tinggal di daerah kumuh, 3T, disabilitas,
ataupun lahir di kalangan keluarga tidak mampu.

Bila saya berkesempatan untuk mendapatkan beasiswa ini, saya ingin meningkatkan
peran sebagai seorang aktivis sosial. Saya yakin, pendidikan lanjutan di Psikologi
Sosial merupakan bingkai kerja untuk memanfaatkan potensi yang saya miliki dan
mengasah kemampuan yang saya butuhkan di dunia akademik dan masyarakat. Selain
itu, salah satu cita-cita saya adalah menjadi seorang politisi perempuan yang tergabung
di Komisi VIII DPR-RI bidang Pemberdayaan Perempuan. Sehingga saya dapat
memperluas kontribusi saya lebih jauh dan secara fundamental memperbaiki sistem
yang menyebabkan ketimpangan dan ketidaksetaraan. Cara saya mewujudkan mimpi
saya adalah dengan terus berkontribusi aktif di masyarakat, menulis buku, dan
membangun networking dengan teman-teman dari berbagai kalangan, mulai dari media
hingga akar rumput. Termasuk di antaranya, dengan meningkatkan kapasitas akademik
dan skill saya melalui program beasiswa LPDP 2018.

Anda mungkin juga menyukai