Anda di halaman 1dari 95

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN HARTA

BERSAMA DALAM PRAKTIK IZIN POLIGAMI

(Analisis Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/PA.Sgm)

DRAF PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum

Program Studi Hukum Keluarga Islam

Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

Oleh

ABD SAMAD

NIM: 10100118098

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ABD SAMAD

Nim : 10100118098

Tempat/Tgl. Lahir : SIDRAP 11 MEI 2000

Jurusan : HUKUM KELUARGA ISLAM

Fakultas : SYARIAH DAN HUKUM

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN


HARTA BERSAMA DALAM PRAKTIK IZIN POLIGAMI
(Analisis Putusan 419/Pdt.G/2020/PA.Sgm).

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini yang berjudul

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Harta Bersama Dalam Praktik Izin

Poligami (Analisis Putusan 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm) adalah benar hasil karya

penyusun sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat,

tiruan, plagiat, dibuat atau dibantu orang lain secara keseluruhan (tanpa campur

tangan penyusun), maka skripsi ini dan gelar yang diperoleh dapat batal demi

hukum.

Samata, 2022

Penyusun

ABD SAMAD
NIM; 10100118098

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini
sebagaimana semestinya tanpa hambatan.
Ucapan terima kasih tidak terhingga untuk kedua pahlawan tanpa jasa
yang telah mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada penulis yang tercinta
Ayahanda H. Sagena dan Ibunda Marhati, tanpa bimbingan dan doa restu kalian
penulis tidak dapat berada pada posisi seperti sekarang ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudariku yang tercinta dan keluarga
besarku serta seluruh pihak yang telah ikhlas memberikan bantuan dan curahan
pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pendidikan S1 (Strata satu)
di Jurusan Hukum Keluarga Islam di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan
studi S1 (Strata satu) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. Tentunya dalam penyusunan skripsi ini ada banyak tantangan
yang dihadapi penulis terutama penelitian ini dilakukan ketika masa pandemi
Covid-19, akan tetapi berkat ketekunan, semangat, bimbingan, petunjuk serta
bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat merampungkang penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak


yang ikut terlibat dalam memberikan masukan dan bimbingan dan petunjuk. Oleh
karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati menghanturkan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis untuk merampungkan
Skripsi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga
terutama kepada yang terhormat:

1. Ayahanda tercinta (almarhum) H.Sagena dan Ibunda (almarhuma)


Marhati pahlawan tanpa jasa yang telah merawat dan mendidik penulis
hingga bisa sampai pada tahap ini.

ii
2. Bapak Prof. Hamdan Juhannis M.A, Ph. D selaku Rektor UIN
Alauddin Makassar beserta jajarannya;
3. Bapak Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, LC., M.Ag selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar beserta
jajarannya;
4. Ibu Dr. Hj. Patimah, M.Ag selaku ketua Jurusan Hukum Keluarga
Islam UIN Alauddin Makassar beserta Dr. H. Jamal Jamil
S.Ag.,M.Ag selaku Sekertaris Jurusan Hukum Keluarga Islam;
5. Bapak Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing selaku pembimbing I dan Ibu
Nurfaika Ishak, S.H., M.H. selaku pembimbing II. Kedua beliau
ditengah kesibukannya telah banyak memberikan bimbingan, nasehat
dan petunjuk bagi peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Ibu Dr. Musyfika Ilyas, M.Ag. Selaku penguji I dan Bapak Ibnu
Izzah, S.H.I., M.H. selaku penguji II. Kedua beliau ditengah
kesibukannya telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan
petunjuk bagi peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini;
7. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf akademik dan pegawai Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.
8. Kepada saudara-saudariku dan keluargaku tercinta, yang selalu
memberikan support dan motivasinya kepada peneliti untuk terus
berusaha selama menjalani proses pendidikan S1 di Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Alauddin Makassar;
9. Ketua Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas 1B Bapak Drs. H.
Muhadin, SH., MH yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi
peneliti untuk melakukan penelitian di Pengadilan Agama Makassar
Kelas 1A.
10. Bapak Drs. H. Ahmad P., M.H. salah satu Hakim di Pengadilan
Agama Makassar Kelas 1A yang telah meluangkan waktu dan
tenaganya dalam proses wawancara dalam mengumpulan data, sehingga
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini hingga dapat
memperoleh gelar S,H;

iii
11. Kepada sahabat-sahabatku sekaligus juga sebagai keluarga kecilku
diperantauan terima kasih telah mengisi perjalanan pendidikan ini
selama 4 tahun lebih, pesanku tetap ingat sahabatmu ini dimanapun dan
kapanpun itu.
12. Kepada seluruh saudara-saudariku di LDRH (Lembaga Debat dan
Riset Hukum) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
yang telah memberikan banyak pengalaman yang tidak terhingga
dengan sejumlah ukiran prestasi di tengah-tengah kesibukan kuliah.
Terima kasih telah hadir dan berbagi suka dan duka yang berarti.
13. Kepada Keluarga Besar Romang Polong tercinta Alif Djorgi, Alwi
Rahman, Muhammad Wahyudi, Muhammad Iqbal Ramadhan,
Muhammad Imam Hidayat, Muhammad Wirawan Ady Pratama,
Riswandi, Arham Amiruddin, Harni Eka Wati, Alvian Rahmi,
Nurhasanah dan Sirajuddin yang selalu memberikan canda tawa dan
semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih
untuk semuanya, kalian terbaik.
14. Kepada sahabat-sahabatku Tim Pejuang Skripsi Andi Sartika,
Rabiatul Adawiah, Siti Khofifah, Hijrah, Musdalifah, Nurlaela
Masriana, Aunur Rafiq, Mursyid Azzahaby, Muhammad Assaqaf,
Alwi Rahman, Riswandi, dan Alif Djorgi yang selalu pantang
menyerah untuk menyelesaikan penelitiannya dan selalu memberikan
motivasi bagi peneliti sehingga bisa berada pada tahap ini.
15. Kepada saudaraku A. Agung Mallongi yang selalu memberikan saran,
masukan dan bimbingan kepada peneliti tanpa beliau peneliti tidak bisa
sampai pada tahap ini, terima kasih saudaraku.
16. Kepada partnerku irma rahmawati

iv
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya kedalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut :
1. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

tidak tidak dilambangkan


‫ﺍ‬ Alif
dilambangkan
‫ب‬ Ba B Be
‫ت‬ Ta T Te
‫ث‬ ṡa ṡ es ( dengan titik diatas)
‫ج‬ Jim J Je
‫ح‬ ḥa ḥ h (dengan titik dibawah)
‫خ‬ Kha Kh ka dan ha
J‫د‬ Dal D De
J‫ذ‬ Żal Ż zet (dengan titik di atas)
‫ر‬ Ra R Er
‫ز‬ Zal Z Zet
‫س‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy es dan ye
‫ص‬ ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ ṭa ṭ te (dengan titik dibawah)
‫ظ‬ ẓa ẓ zet (dengan titik dibawah)
‫ع‬ ‘ain ‘ Apostrof terbalik
‫غ‬ Gain G Ge
‫ف‬ Fa F Ef
‫ق‬ Qaf Q Qi
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ل‬ Lam L El

v
‫م‬ Mim M Em
‫ن‬ Nun N En
‫و‬ Wau W We
‫ها‬ Ha H Ha
‫ء‬ Hamzah ‘ Apostrof
‫ي‬ Ya Y Ye
Hamzah (?‫ )ء‬yang terletak diawal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi
tanda apapun. Jika ia terletak ditengah atau diakhir, maka ditulis dengan
tanda (‘).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.Vokal tunggal
bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya
sebagai berikut :
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ‫ا‬ Fathah A A

?ِ‫ا‬ Kasrah I I
ُ‫ا‬ Dammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara


harakat dan huruf, transliterasinya berupa gambar huruf, yaitu :
Tanda Nama Huruf Latin Nama
‫ى‬
َ fathah dan yā Ai a dan i
‫َو‬ fathah dan waw Au a dan u

Contoh :
َ‫َك ْيف‬ : kaifa
‫ هَوْ َل‬: haula
3. Maddah
Madda atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda yaitu :

vi
Harakat dan Nama Huruf dan Tanda Nama
Huruf
fatha dan alaif A dan garis di atas
‫ى‬... ǀ ‫ا‬... Ā
atau ya
‫ي‬ kasrah dan ya Ī I dan haris diatas
U dan garis dia
‫ُو‬ dammah dan wau Ū
atas
Contoh
َ‫َمات‬ : māta
‫َر َمى‬ : ramā
‫قِ ْي َل‬ : qila
ُ ْ‫يَ ُمو‬
‫ت‬ : yamūtu
4. Tā’ marbūṭah
Transliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua, yaitu: tā’ marbūṭah yang
hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya
adalah [t]. Sedangkan tā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat
sukun, transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah,
maka tā’ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:
‫طفَ ِل‬ ْ ‫ضةُُ اَأْل‬
َ ْ‫ َرو‬: rauḍah al-aṭfāl
ُُ‫ضلَة‬
ِ َ‫ ْالف‬Jُُ‫ اَ ْل َم ِد ْينَة‬: al-madinah al-fāḍilah
ُُ‫اَ ْل ِح ْكمة‬ : al-ḥikmah
َ
5. Syaddah ( Tasydid )
Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab, dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydid ( ‫) ﹼ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan
dengan perulangan huruf ( konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh :
J‫َربَّنَا‬ : rabbanā
‫و‬Jٌّ ‫َع ُد‬ : ‘aduwwun

vii
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ‫ا‬
‫ ( ل‬alif lam ma'rifah ). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang
ditransliterasikan seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf
syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi
huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).
Contoh :
َّ ‫اَل‬
ُ‫ش ْمس‬ : al-syamsu (bukan asy-syamsu)
ُُ‫اَل َّز ْل َزلَة‬ : al-zalzalah (bukan az-zalzalah)

7. Lafz al-Jalalah (‫) هللا‬


Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf
lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frase nominal),
ditransliterasikan tanpa huruf hamzah.
Contoh:
ِ ‫ ِديْنُ هللا‬dinullāh ِ ‫ بِاهلل‬billāh, adapun tā’ marbūṭah diakhir kata yang
disandarkan kepada lafẓ al-jalālah, ditransliterasikan dengan huruf [t].
Contoh: ِ ‫ هُ ْ?م فِ ْ?ي َر ْح َم ِة هللا‬hum fi raḥmatillāh.

8. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( ʼ ) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak ditengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak
diawal kata, ia tidak dilambangkan, kerana dalam tulisan Arab ia berupa
alif.
Contoh :
َ‫ تَْأ ُم ُروْ ن‬: ta’ murūna
‫َش ْي ٌء‬ : syai’un
ُ ْ‫ُأ ِمر‬
‫ت‬ : umirtu

B. Daftar Singkatan

viii
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah :
Swt. = Subḥānahū wa ta’ālā
Saw. = ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam
a.s = ‘alaihi al-salām
H = Hijriah
M = Masehi
SM = Sebelum Masehi
I. = Lahir Tahun (untuk orang yang masih hidup saja)
W. = Wafat Tahun
QS = Qur’an Surah
HR = Hadits Riwayat

ABSTRAK

ix
NAMA : ABD SAMAD

NIM : 10100118098

JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP


PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM
PRAKTIK IZIN POLIGAMI (Analisis Putusan 419/
Pdt.G/2020/PA.Sgm).

Skripsi ini membahas terkait dengan bagaimana Penetapan Hadhanah


Dalam Menjamin Keberlangsungan Pendidikan Anak Di Pengadilan Agama
Makassar Kelas 1A. Berawal dari adanya kewenangan yang dimiliki hakim dalam
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara hadahanah (Hak Asuh). Seperti
perkara yang pernah diputus oleh Pengadilan Agama Makassar Kelas IA dengan
Nomor Putusan 1850 Pdt.G/2014/PA.Mks. Pada perkara tersebut dikabulkan oleh
majelis hakim berkaitan masalah perceraian dan hadhanah yang pada ammar
putusannya menyatakan mewajibkan bagi tergugat (Ayah) untuk dapat memenuhi
pemenuhan kebutuahan anak setelah perceraian, salah satunya terkait masalah
pemenuhan dan penjaminan pendidikan anak hingga menyelesaikan pendidikan
strata 1 (S1).
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) yaitu
penelitian yang dilakukan langsung terjun kelokasi penelitian untuk dapat
mengumpulkan data-data penelitian yang lengkap dan valid. Adapun teknik
pengumpulan data pada penelitian ini yakni; observasi, wawancara dan
dokumentasi .
Berdasarkan dari serangkaian tahapan penelitian diatas, peneliti dapat
mengambil sebuah kesimpulan bahwa hakim memiliki hak dan kewajiban dalam
mengintepretasikan (menafsirkan) Undang-undang sebagai bagian dari produk
hukum. Terutamanya dalam mewujudkan kaidah fiqih yakni Dar’ul Mafsidi Awla
Min Jalbil-Masholihi (Menghilangkan kemadharatan lebih didahulukan daripada
mengambil sebuah kemaslahatan).
Implikasi penelitian ini yakni bahwa putusan hakim haruslah memiliki
konsep dan metode-metode yang jelas sehingga para pencari keadilan
(justiciabllen) dapat menerima dan melaksanakan putusan hakim. Sehingga hakim
harus dituntut memiliki integritas, intelektual dan berkapabilitas dalam menjalani
tugas dan bertanggung jawabnya. Bagi masyarakat, janganlah kita terlalu cepat
menarik sebuah kesimpulan terhadap putusan hakim yang selalu dianggap tidak
adil dan bersifat deskriminasi. Karena dalam menyelesaikan suatu perkara
bukanlah hal yang mudah tentunya melalui pembahasan, penafsiran pandangan
dan pertimbangan barulah hakim dapat kemudian memtusukan suatu perkara.

DAFTAR ISI

x
HALAMAN JUDUL........................................................................................

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.....................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

PEDOMAN TRANSLITERASI.......................................................................

ABSTRAK........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................1

B. Fokus Penelitian dan deskripsi penelitian....................................4

C. Rumusan Masalah........................................................................6

D. Kajian Pustaka.............................................................................6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.................................................9

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. HUKUM ISLAM.........................................................................................11

B. HARTA BERSAMA

1. Pengertian Harta Bersama...................................................................13

2. Dasar Hukum Harta Bersama..............................................................14

3. Tujuan Pembagian Harta Bersama......................................................17

4. Ruang Lingkup Harta Bersama...........................................................17

C. POLIGAMI

1. Pengertian Poligami............................................................................18

2. Dasar Hukum Poligami.......................................................................19

3. Syarat-Syarat Poligami........................................................................21

4. Prosedur Poligami...............................................................................25

xi
5. Akibat Poligami...................................................................................26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN LOKASI PENELITIAN...........................................36

1. Jenis Penelitian.....................................................................36

2. Lokasi Penelitian..................................................................36

B. PENDEKATAN PENELITIAN....................................................36

C. SUMBER DATA...........................................................................36

1. Sumber Data Primer.............................................................36

2. Sumber Data Sekunder.........................................................37

3. Sumber Data Tersier.............................................................37

D. METODE PENGUMPULAN DATA...........................................37

1. Observasi..............................................................................37

2. Wawancara...........................................................................37

3. Dokumentasi.........................................................................38

E. TEKNIK PENGOLAAN DAN ANALISIS DATA......................38

F. PENGUJIAN KEABSAHAN DATA............................................39

1. Perpanjangan Keikutsertaan......................................................39

2. Ketekunan Pengamat.................................................................39

3. Trigulasi.....................................................................................40

BAB IV PENETAPAN HARTA BERSAMA PADA PRAKTIK IZIN

POLIGAMI DITINJAU HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Nomor

419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm)

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Sunggimanasa..........................

xii
B. Persfektif Hukum Islam Terhadap penetapan Harta Bersama Antara Suami

Dan Istri Dalam Praktik Izin Poligami.................................................

C. Faktor-Faktor Dan Dampak Yang Ditimbulkan Dari Pembagian Harta

Bersama Dalam Praktik Izin Poligami Dalam Mengecah Terjadinya

Perceraiaan Analisis Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm............

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................

B. Saran..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

BIODATA PENULIS.......................................................................................

xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan ialah sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua

makhluknya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan, ia adalah

suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt, sebagai jalan mahkluknya untuk

berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.1 Menurut Wahbah al-Zuhaily

tentang perkawinan adalah suatu akad yang telah ditetapkan oleh syari’ agar

seorang laki-laki dapat mengambil manfaat untuk melakukan istimta’ dengan

seorang wanita atau sebalikmya.2 Perkawaninan ialah suatu ibadah yang

hukumnya sunnah, tujuannya untuk menjaga keturunan dan sebagai penyempurna

ibadah, selain itu perkawaninan merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh

syariat. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa sebuah

pernikahan merupakan awal dari pembentukan karakter individu dan masyarakat.

Sehingga, tidak salah bila pernikahan harus diatur agar memenuhi fungsi-fungsi

tersebut dengan baik.3

Oleh Karena ia menjauhkan individu dan masyarakat dari berbagai


kerusakan, serta dapat mendatangkan kemaslahatan untuk mencapai kebahagiaan

hidup di dunia dan akhirat. 4 Sebagaimana dalam firman Allah Swt dalam QS Ar-

Rum/30:21

1
Slamet Abidin dan Aminuddi, fiqh munakahat l (Bandung: Pustaka setia, 1999), h. 9
2
Wahbah al Zuhaily, al- Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz. 2, h. 29.
3
Nur hidayati dan Hartini, “Relevansi Kafa’ah Perspektif Adat Dan Agama Dalam
Membina Rumah Tangga Yang Sakinah”, Qadauna 1, no. 2 (2020), h. 2.
4
Arif Zunaidi, “Kedudukan Harta Bersama Perkawinan Poligami”, Fakultas Syariah II
no. 2 Juni (2018). h. 91.

1
2

ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫اجا لِّتَ ْس ُكُن ْٓو ا الَْي َها َو َج َع َل َبْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرمْح َةًۗا َّن يِف ْ ٰذل‬
‫ك‬ ً ‫َوم ْن اٰيٰت ٓه اَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم ِّم ْن اَْن ُفس ُك ْم اَْز َو‬
‫ت لَِّق ْوٍم يََّت َف َّكُر ْو‬
ٍ ٰ‫اَل ٰي‬

Terjemahnya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”.5

Dalam Tafsir Al-Misbah karya Bapak Doktor Muhammad Quraish Shihab

menerangkan bahwa ayat di atas bermakna tentang proses kejadian manusia

hingga mencapai tahap basyariyyat (manusia) kemudian berkembang biak dan

lahirlah anak, cucu dan cicit-cicit manusia di atas bumi ini.6

Pada peraktiknya pelaksanaan perkawinan dalam ajaran Islam mengenal

adanya istilah poligami, yang dimana poligami ialah bentuk perkawinan yang

dimana dalam waktu bersamaan seorang pria atau suami memiliki lebih dari satu

isteri.7

QS An-Nisa/4:3

ِ ‫طَ اب لَ ُك م ِم ن الن‬ ‫ام ٰى فَ انْ ِك ُح وا َم ا‬ ِ ِ ‫ِإ‬


ٰ ‫ِّس اء َم ْث ىَن‬
َ َ ْ َ َ َ‫َو ْن خ ْف تُ ْم َأ اَّل تُ ْق س طُ وا يِف الْ يَ ت‬
ِ ِ ‫ فَ ِإ ْن ِخ ْف تُ م َأ اَّل َت ع ِد لُ وا َف و‬Jۖ ‫ث و ر ب اع‬
َ ‫ ٰذَ ل‬Jۚ ‫ت َأ مْيَ انُ ُك ْم‬
‫ك‬ ْ ‫َْأو َم ا َم لَ َك‬ ً‫اح َد ة‬ َ ْ ْ َ َ ُ َ َ ‫َو ثُاَل‬
‫َأد ىَنٰ َأ اَّل َت عُ ولُ و ا‬
ْ
Terjemahnya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang

5
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya (Jakarta: Perum Percetakan Negara
RI, 2015), h. 406.
6
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran
Volume 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 33.
7
Mochamad Toyib dan Sudirwan, “Konsep Adil Dalam Poligami Perspektif Imam
Syafi’I”, Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam 2, no. 1 (2017). h. 25.
3

saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya”.8

Pada ayat di atas maka syari’at Islam telah mengatur dan membolehkan

adanya praktik poligami dengan jumlah batasan sampai empat orang isteri serta

mewajibkan berlaku adil kepada mereka semua, bukan salah satu dari mereka,

baik dalam urusan papan (tempat tinggal), pangan (makanan), sandang (pakaian),

serta lainnya yang bersifat kebendaan tanpa adanya perbedaan. Bilamana seorang

suami mengkhawatirkan berbuat dzalim dan kemudian tidak mampu memenuhi

semua hak-hak mereka, maka ia diharamkan untu berpoligami, bila yang sanggup

dipenuhi hanya dua maka baginya haram untuk menikahi dengan tiga orang, jika

sanggup hanya tiga orang maka haram baginya menikah dengan empat orang.

Perlu kita pahami juga bahwa Tujuan dari perkawinan adalah untuk

membentuk suatu rumah tangga yang kekal, bahagia dan harmonis yang di

dalamnya terdapat anak sebagai pelengkap kebahagiaan dari perkawinan yang

dimaksud itu. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa rumah tangga yang telah

dibangun dan dibina kadang kala tidak berjalan dengan mulus sesuai dengan apa

yang diinginkan, pasti di dalamnya terdapat banyak masalah yang akan

menimbulkan adanya percekcokan atau perselisihan antara suami dan istri


tersebut.9

Sehingga demi terciptanya tujuan poligami yakni mewujudkan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah yang berdasarkan pada nilai-nilai

keadilan tanpa adanya deskriminasi, karena pada dasarnya pokok Tujuan pokok

perkawinan adalah menciptakan keramahan dalam komunitas dan kepuasan

bersama. Maka hidup adalah hal terpenting dalam ikatan perkawinan yang harus

8
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. h. 77.
9
Nurul Khaerani dan supardin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pertimbangan Hakim
Pengadilan Agama Maros Dalam Penetapan Besaran Minimal Nafkah Anak (Analisis Putusan
Nomor:39/Pdt.G/2019/PA.Mrs)”, Shautuna 1, no.3 (2020). h. 677.
4

dipenuhi seorang suami untuk istrinya.10 Maka salah satu caranya adalah dengan

melalui penetapan terhadap pembagian harta bersama melalui putusan hakim

Pengadilan Agama sebelum disahkannya izin poligami. Dalam ensiklopedia

hukum Islam sendiri mengenal harta bersama dengan istilah harta gono-gini

sendiri yaitu harta yang didapatkan oleh suami dan istri selama masa

perkawinan.11

Penetapan harta bersama menjadi hal penting perlu ditetapkan sebelum

pelaksanaan poligami dikarenakan dengan adanya pembagian harta bersama akan

mencegah terjadinya konflik antara kepentingan para istri disebabkan karena

pencampuran antara harta yang berujung pada perceraiaan. Hal ini nampak pada

putusan yang diputuskan oleh Pengadilan Sungguminasa Putusan Nomor

419/Pdt.G/2020/PA.Sgm yang menjelaskan bahwa penetapan harta bersama perlu

ditetapkan oleh majelis hakim sebelum mengabulkan permohonan izin poligami.

Akan tetapi, tujuan dan makna dari pelaksanaan praktik poligami sering

disalahartikan sebagai bentuk perbuatan deskriminasi terhadap perempuan.

Sehingga pembahasan terkait pembagian harta bersama dalam praktik poligami

menjadi pembahasan yang menarik untuk dibahas, apakah dapat menjadi upaya
pencegahan terjadinya perceraian atau sebaliknya, terutama pada kasus yang

terjadi di Pengadilan Agama Sungguminasa pada Putusan Nomor

419/Pdt.G/2020/PA.Sgm. Setidaknya di Indonesia dasar hukum pembagian harta

bersama dalam suatu perkawinan, sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974, Bab VII pada Pasal 35, 36, dan 37.12

10
Hasri dan Saleh Ridwan, “Pemenuhan Nafkah Batin Narapidana Kepada Istri Di Lapas
Kelas 1 Makassar Dan Implikasinya Bagi Keharmonisan Keluarga”. Qadauna 3, no.3 (2021). h.
525.
11
M. Ali Hasan, Berbagi Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h. 71.
12
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Depok: Raja Grafindo, 2018), h.180.
5

Berdasarkan pada uraian di atas maka peneliti tertarik meneliti berkaitan

dengan tema “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Pembagian Harta

Bersama dalam praktik izin poligami Sebagai Upaya Pencegahan

Perceraian” dengan menganalisis kasus yang terjadi di Pengadilan Agama

Sungguminasa dengan Nomor Putusan 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm.

B. Fokus Penelitian dan Deskrepsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini membahas berkaitan dengan masalah penetapan harta

bersama dalam praktik izin poligami dengan menganalisa objek putusan dengan

Nomor 419/Pdt.G/2020/PA.Sgm, beserta pertimbangan-pertimbangan hakim di

Pengadilan Agama Sungguminasa ditinjau hukum Islam.

2. Deskripsi Fokus

a) Hukum Islam

Hukum Islam ialah berisikan aturan yang telah ditetapkan Allah Swt untuk

semua makhluknya atau lebih terkhusus manusia, yang diturunkan melalui Nabi

Muhammad Saw dan disampaikan kepada pengikutnya, yang syariat berkaitan

tentang kepercayaan (Aqidah) dan berkaitang tentang Amaliyah (perbuatan) .13


b) Harta Bersama

Harta bersama adalah harta kekayaan yang didapatkan selama perkawinan

diluar hadiah atau warisan. Maksudnya ialah harta yang didapatkan atas usaha

bersama atau sendiri-sendiri selama ikatan perkawinan berlangsung.14

13
Eva iryani, “Hukum Islam, Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia”, Universitas
Batanghari Jambi 17, no. 2 (2017). h.24
14
Wasmandan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Teras
Yogyakarta, Tahun 2011). h. 213.
6

c) Poligami

Poligami (beristri lebih dari satu) dalam bahasa Arab ialah ta’addud

zaujāt”. Ta’addud zaujat ialah jika seorang suami menikahi seorang istri dua atau

tiga pada waktu bersamaan meski istrinya berbeda tempat tinggal atau daerah.15

e) Putusan

Menurut sudiknon mertokusumo mengatakan putusan ialah suatu

pernyataan seorang hakim sebagai pejabat negara yang memiliki wewenang untuk

menyelesaikan suatu perkara antara pihak lain di muka persidangan.16

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka penulis

merumuskan dalam pokok masalah yaitu: Bagaimana Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Penetapan Harta Bersama Dalam Praktik izin Poligami (Analisis

Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm) ?

1. Bagaimana Presfektif Hukum Islam terhadap penetapan harta bersama antara

suami dan istri dalam praktik izin poligami ?

2. Bagaimana Implikasi hukum yang ditimbulkan dari penetapan harta bersama

dalam praktik izin poligami analisis putusan nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm?

D. Kajian Pustaka

Peneliti telah melakukan penelusuran berbagai literatur-literatur data yang

bersumber dari tulisan-tulisan hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan

dengan objek atau tema di atas. Adapun tulisan-tulisannya sebagai berikut:

1. Skripsi karya Amelia Afifah Hadi dari IAIN Ponorogo, pada tahun 2019,

dengan judul Analisis Maqaasid Syariah Terhadap Ketetapan Majelis Hakim

15
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Cet Ke-1, (Bandung: Pustaka Setia,
1999), h.131
16
H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2016), h. 203.
7

Pengadilan Agama Blitar Tentang Penetapan Harta Bersama Dalam Perkara

Izin Poligami (Studi Kasus Perkara No.2307/Pdt.G/2016/PA.BL). Penelitian

ini menjelaskan berkaitan dengan analisis suatu putusan pada perspektif

Maqaasid Syariah dengan melihat pertimbangan-pertimbangan hakim dalam

menetapkan harta bersama yang bertujuan untuk mewujudkan adanya suatu

keadilan dan kejelasan kepemilikan harta bersama. Perbedaan penelitian

penulis terletak pada konteks pembahasan yang dimana penulis mengkaji

tentang penetapan hakim dalam menetapkan harta bersama dalam pelaksanaan

praktik poligami sebagai bentuk upaya preventif (pencegahan) terjadinya

perceraiaan agar tujuan dari pelaksanaan poligami terwujud yakni

mewujudkan adanya keluarga yang sakinah mawaddah dan warrahmah.

Selain itu, peneliti akan lebih mengkaji dan mengulas lebih dalam terkait

pertimbangan hakim pada Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm.

2. Jurnal Karya Devi Juni Wardani, Dzulfikar rodafi dan Syamsu Madyan dari

Prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Agama Islam Universitas Islam

Malang, pada tahun 2021. Dengan judul Disparitas Putusan Hakim Pengadilan

Agama Kabupaten Malang Tentang Pemberian Izin Poligami (Analisis


Perkara Nomor 3534/Pdt.G/2020/PA.Kab.Mlg dengan Perkara Nomor

0402/Pdt.G/2020/PA.Kab.Mlg. Penelitian ini menjelaskan berkaitan dengan

penyebab terjadinya disparitas putusan berkaitan dengan masalah izin

poligami di Pengadilan Agama Kabupaten Malang dengan membandingkan

antara hasil putusan hakim. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian di

atas terletak pada objek penelitian yakni berkaitan dengan adanya penetapan

harta bersama dalam perkara poligami demi terwujudnya keluarga yang

harmonis dan mencegah terjadinya konflik yang berujung pada perceraian

dengan lokasi peneltian di Pengadilan Agama Sungguminasa dengan objek

penelitian Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm serta ditinjau hukum

Islam.
8

3. Skripsi karya Ahmad Fahmi. Institut Agama Islam Negeri Jember, Tahun 2020

dengan judul Dampak Poligami Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga

(Studi Kasus Pengasuh Pesantren di Kabupaten Jember). Penelitian ini

menjelaskan berkaitan dengan tentang dampak yang dapat ditimbulkkan

dengan adanya praktik poligami dalam menciptakan keharmonisan rumah

tangga, dengan objek penelitian di Pesantren di Kabupaten Jember. Perbedaan

penelitian penulis dengan penelitian di atas terletak pada objek penelitian yakni

berkaitan dengan adanya penetapan harta bersama dalam praktik poligami.

Selain itu, penelitian peneliti juga akan menjabarkan tinjauan hukum Islam

terkait adanya harta bersama sebagai bentuk upaya mecegah terjadinya suatu

perceraiaan yang berlokasi di Pengadilan Agama Sungguminasa dengan

menganalisi Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm.

4. Jurnal karya Siah Khosyi’ah. Al-Manahij Vol. XI No. 1, Fakultas Syariah dan

Hukum (FSH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tahun 2017. Dengan judul

Keadilan Distributif Atas Pembagian Harta Bersama Dalam Perkawinan bagi

Keluarga Muslim Di Indonesia. Penelitian ini menjelaskan berkaitan dengan

bagiamana konteks keadilan distributif dalam pelaksaan pembagian harta


bersama dengan melihat paraktik perkawinan keluarga muslim di Indonesia.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian di atas terletak pada objek

penelitian yakni berkaitan dengan masalah penetapan harta bersama dalam

perkara pengabulan izin poligami demi terwujudnya keluarga yang harmonis

serta mencegah terjadinya konflik yang berujung pada perceraian dengan

menganalisis pada Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm serta ditinjau

hukum Islam.

5. Skripsi karya Nurfajri Thahir, Jurusan Hukum Acara Peradilan Agama Dan

Kekeluargaan Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Tahun

2012. Dengan judul Penyelesaian Harta Bersama Perkawinan Poligami Pada

Pengadilan Agama Kelas IA Makassar. Pada penelitian ini menjelaskan proses


9

yang ditempuh dalam penyelesasian harta bersama perkawinan poligami dan

berkaitan pula denga hambatan-hambatan dalam penyelesaiannya. Perbedaan

penelitian penulis dengan penelitian di atas terletak pada objek penelitian yakni

berkaitan dengan masalah penetapan harta bersama dalam perkara pengabulan

izin poligami demi mewujudkan adanya keluarga yang harmonis serta

mencegah terjadinya konflik yang berpotensi menyebabkan perceraian dengan

menganalisis pada Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm yang ditinjau dari

hukum Islam.

Berdasarkan dari literature-literature di atas, belum ada yang membahas

berkaitan dengan Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan

Harta Bersama Dalam Praktik izin Poligami (Analisis Putusan Nomor

419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm) ?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai yakni;

a. Untuk mengetahui persfektif hukum Islam terhadap penetapan pembagian

harta bersama antara suami dan istri dalam praktik izin poligami.
b. Untuk mengetahui implikasi hukum yang ditimbulkan dari pembagian

harta bersama dalam praktik izin poligami dalam menjaga keharmonisan

rumah tangga di Pengadilan Agama Sungguminasa dengan Menganalisis

Putusan Nomor 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penyusunan penelitian ini yakni sebagai berikut;

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan kedepannya dapat menjadi rujukan

bahan informasi bagi masyarakat, mahasiswa dan akadimisi yang ingin


10

mengkaji dan mendalami lebih dalam berkaitan dengan permasalahan-

permasalahan yang berhubungan dengan penetapan harta bersama antara

suami dan istri dalam praktik izin poligami ditinjau hukum Islam.

b. Kegunaan Praktis

1. Sebagai bahan rujukan referensi yang dapat digunakan oleh mahasiswa

dalam proses penyusunan skripsi yang berhubungan dengan penetapan

harta bersama antara suami dan istri dalam praktik izin poligami dalam

persfektif hukum Islam.

2. Sebagai bahan rujukan informasi terkait masalah mengenai implikasi

hukum yang ditimbulkan dari pembagian harta bersama antara suami

dan istri dalam praktik izin poligami ditinjau hukum Islam.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Hukum Islam

Hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab, ialah

hakama-yahkumu bentuk mashdar nya ialah hukman. Kata al-hukmu ialah bentuk

tunggal dan kata ahkam merupakan bentuk jamak. Dari asal kata hakama

kemudian muncullah kata al-hikmah yang artinya kebijaksanaan. Artinya bahwa

seseorang yang sudah memahami hukum dan mengamalkannya dalam kehidupan

sehari-harinya sehinggah bisa dianggap orang yang bijaksana.17

Al-Fayumi dalam buku Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Hukum

Islam di Indonesia ia menyebutkan bahwa “hukum bima’na qadaa wafasal”

Hukum bermakna memutuskan, menetapkan, dan menyelesaikan setiap

permasalahan.18

Kata Islam ialah bentuk mashdar dari asal kata aslama-yuslimu-islâman

yang memiliki arti ketundukan dan kepatuhan serta bisa juga bermakna Islam,

damai, dan selamat. kalimat asal dari lafadz Islam ialah berasal dari kata salima-

yaslamu-salâman-wa salâmatan yang memiliki arti selamat (dari bahaya), dan

bebas (dari cacat).19

Sehingga jika digabungkan dua kata ‘hukum’ dan ‘Islam’ maka muncullah

istilah hukum Islam. untuk memahami arti dari kedua kata yang ada dalam istilah

hukum Islam, maka dapat disimpulkan bahwa hukum Islam ialah sekumpulan

norma-norma atau aturan-aturan yang datangnya dari Allah Swt

17
Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), h. 7.
18
Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), h. 1.
19
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 654.

12
dan Nabi Muhammad Swt. untuk mengatur semua tingkah laku manusia di

tengah-tengah masyarakat. Maka hukum Islam diartikan sebagai hukum yang

datangnya dari ajaran agama Islam. Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari

agama Islam yang dimana hokum tersebut diturunkan oleh Allah Swt untuk

kemaslahatan hamba-hambanya di dunia dan akhirat.

Perkataan yang diturunkan oleh Allah Swt dalam definisi di atas

menunjukkan bahwa hukum Islam itu adalah ciptaan Allah Swt bukan ciptaan

manusia. Allah Swt mempunyai hak untuk membuat dan menciptakan hukum,

yaitu antara lain menghalalkan sesuatu dan mengharamkan yang lainnya, jika

Rasulullah Saw menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, hal itu karena Allah

Swt juga yang memberi beliau kewenangan dan Allah Swt juga memrintahkan

kepada umat Islam untuk mentaatinya.20

QS Al-Jazayiah/45:18

‫ٰك َع ٰلى َش ِر ْي َع ٍة ِّم َن ااْل َ ْم ِر فَاتَّبِ ْع َها َواَل َتتَّبِ ْع اَ ْه َواۤءَ الَّ ِذيْ َن اَل َي ْعلَ ُم ْو َن‬
َ ‫مُثَّ َج َع ْلن‬
Terjemahnya:
“Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat
(peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah
engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”.21

QS Hud/11:1

‫ت ِمن لَّ ُد ْن َح ِكي ٍم َخبِ ٍري‬


ْ َ‫صل‬
ِّ ُ‫ت ءَايَٰتُهۥُ مُثَّ ف‬ ِ ‫ا ٓلر ۚ كِٰتَب‬
ْ ‫ُأحك َم‬
ْ ٌ
Terjemahan:
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
maha Bijaksana lagi Maha Tahu”.22

20
Muchammad Ihcsan, pengantar Hukum Islam, (Yogyakarta: percetakan muhammadiyah
“gramasurya” 2015) h. 2.
21
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya, h. 500
22
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya, h. 221
42

Sumber-sumber hukum Islam menurut Abdul Wahab Khalaf sebagai

berikut:
Telah ditetapkan dalam suatu ketetapan bahwa dalil syar’i yang
dipergunakan oleh hukum amaliah itu, dikembalikan kepada empat hal,
yakni al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma dan qiyas. Keempat dalil ini sudah
disepakati oleh umat Islam. Dengan inilah orang memberi dalil kepada
sesuatu itu. Juga orang sepakat atas bentuk susunan dalil tersebut untuk
mengambil sebagai dasar hukum. Susunan itu adalah; al-Qur’an, as-Sunah,
Ijma’ dan qiyas. Artinya, apabilah orang mengemukakan suatu persoalan,
maka mula-mula dilihat dalam terdapat dalam al-Qur’an maka (kemudian)
dilihat dalam as-Sunnah; kalau terdapat hukumnya dalam sunah ini maka
dijalankan. Tetapi kalau tidak ditemukan maka diperhatikan apakah para
mujtahid masa lalu pernah bersidang untuk memecahkan masalah itu
(Ijma’) kalau sudah terdapat hukumnya maka dijalankan. Tetapi kalau
tidak, maka dalam hal ini kita melakukan ijtihad sendiri yakni dengan
qiyas (analogi) kepada keputusan-keputusan yang berdasarkan nash.23
B. Harta Bersama

1. Pengertian Harta Bersama

Dari segi bahasa harta bersama di bagi 2 (dua) kata, ialah harta dan

bersama, menurut kamus besar bahasa indonesia, harta berarti barang atau uang

sebagainya yang menjadi kekayaan dan dapat berarti kekayaan berwujud dan

kekayaan tidak berwujud yang bernilai. Harta bersama ialah harta yaang di

pergunakan atau di manfaatkan bersama-sama.24

Harta bersama ialah harta kekayaan yang didapatkan selama perkawinan

diluar warisan atau hibah, maksudnya ialah harta yang didapatkan atas usaha

mereka atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan.25

Dalam Islam harta bersama diqiyaskan dengan istilah Syirkah abdan

mufawwadhah berarti perkongsian tenaga dan perkongsian tak terbatas. Harta

gono gini memang tidak diatur secara mendalam di fikih Islam, tetapi

23
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul fikih, terjm. Halimuddin (Jakarta: Rineka Cipta,
2012), h. 14-15.
24
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Pustaka, 1995, cet. Ke
VII, h, 342.
25
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta:
Liberty, 1999), h. 102.
43

keberadaannya tidak dapat diterima oleh sebagian ulama Indonesia. Dilihat realita

sekarang bahwa banyaknya suami dan istri di masyarakat Indonesia sama-sama

bekerja dan berusaha untuk mendapatkan nafkah untuk kehidupan keluarganya

sehari-hari dan untuk simpanan atau tabungan di masa tua serta jika keadaan

memungkinkan ada juga peninggalan untuk anak-anaknya jika mereka meninggal

dunia.26

Pengertian harta bersama menurut Sayuti Thalib menjelaskan bahwa harta

perolehan selama ikatan perkawinan yang didapat atas sebuah usaha masing-

masing secara sendiri-sendiri atau didapat secara usaha bersama merupakan harta

bersama bagi suami dan isteri tersebut.27

Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia, pengertian

harta bersama searah dengan pengertian harta bersama dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 35 ialah harta benda yang diperoleh suami istri

selama berlangsungnya perkawinan. Dijelaskan pula dalam Pasal 85 Kompilasi

hokum Islam (KHI) disebutkan bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan

itu tidak dapat menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami

istri, bahkan juga dijelaskan dalam Pasal 86 ayat (1) disebutkan bahwa pada

dasarnya tidak ada percampuran antara harta bersama dan istri karena

perkawinan.28

Bukan hanya dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang

harta bersama, tetapi juga diatur dalam UU perkawinan tentang harta bersama

dalam Bab VII Pasal 35 UU Perkawinan. Dalam Pasal 35 UU Perkawinan

menentukan bahwa:

Ayat (1) Menentukan:

26
Tihami & Sobari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap, Ct. 3 (Jakarta,
Rajawali Pers, 2013), h. 181.
27
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, ( Jakarta: Kencana,
2006), h. 108.
28
Kompilasi Hukum Islam (KHI), bab VII, pasal 35.
44

Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Ayat (2) Menentukan:


Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan hal
lain.29
2. Dasar Hukum Harta Bersama

Di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan kitab-kitab fikih tidak ada dijelaskan

secara terperinci tentang pengaturan harta bersama. Harta bersama ialah harta

kekayaan yang diperoleh antara suami dan istri selama mereka diikat oleh tali

perkawinan, atau dengan kata lain harta bersama ialah suatu harta yang diperoleh

dengan jalan syirkah antara suami dan istri sehingga adanya percampuran harta

satu dengan yang lain dan tidak dapat dibeda-bedakan antara harta yang lain. 30

Allah Swt berfirman dalam QS.An-Nisa/4:32

ْ ‫يب مِم َّ ا‬
Jۖ ‫اك تَ َس بُ وا‬ ِ ِ ِ ٍ ‫بع‬
ٌ ‫ ل لرِّ َج ال نَ ص‬Jۚ ‫ض‬ َْ ‫ض ُك ْم َع لَ ٰى‬ ِ
َ ‫ض َل اللَّ هُ بِ ه َب ْع‬
َّ َ‫َو اَل َت تَ َم َّن ْو ا َم ا ف‬
ٍ‫ان بِ ُك لِّ ش ي ء‬
َْ
ِ ِ ْ َ‫ِم ْن ف‬
َ ‫ ِإ َّن اللَّ هَ َك‬Jۗ ‫ض ل ه‬ َ‫اس َألُ وا اللَّ ه‬ ْ ‫يب مِم َّ ا‬
ْ ‫ َو‬Jۚ َ ‫اك تَ َس نْب‬
ِ ِ ‫و لِ لن‬
ٌ ‫ِّس اء نَص‬ َ َ
‫يم ا‬ ِ
ً ‫َع ل‬
Terjemahan:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah
kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada
bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada allah sebagian
dari karunianya, sungguh, Allah maha mengetahui seaga sesuatu”.31

Ayat di atas menjelaskan bahwa laki-laki dan permpuan apa yang mereka

usahakan maka mendapat bagian. Dalam kitab tafsir Al-Maraghi telah dipaparkan

bahwa Allah Swt telah membebani laki-laki dan wanita dengan berbagai

pekerjaan. Dan untuk laki-laki di bebankan perkara-perkara yang khusus bagi

29
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
30
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana
Prenada Media Group, 2008) h. 109.
31
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. h. 83
45

mereka, dan mendapatkan bagian-bagian khusus dari pekerjaan mereka tanpa

adanya kaum wanita. Bagi wanita dibebani berbagai pekerjaan khusus pula bagi

mereka, dan juga mendapatkan bagian-bagian khusus dari pekerjaan mereka tanpa

adanya kaum laki-laki. Kedua-duanya tidak boleh iri terhadap apa yang telah di

bebani apa yang telah di khususkan bagi mereka.32

Dasar hukum harta bersama bukan hanya dijelaskan dalam Al-Qur’an

tetapi juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dijelaskan

dalam Bab XIII Pasal 85 sampai dengan Pasal 91. Dari Peraturan paling baru

berkaitan dengan harta bersama di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai

berikut :

Pasal 85

Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan


adanya harta milik masing-masing suami atau istri.

Pasal 86

1. Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri
karena perkawinan.
2. Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian
juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.

Pasal 87

1. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah
penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain
dalam perjanjian perkawinan.
2. Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau
lainnya.

Pasal 88

32
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi 5, (Semarang : Toha Putra
1993), h. 35.
46

Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama,


maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.

Pasal 89

Suami bertanggung jawab menjaga harta bersam, harta isteri mupun


hartanya sendiri.

Pasal 90

Istri turut bertanggung jawab menjaga harta bersam maupun harta suami
yang ada padanya.

Adapun Pengaturan lebih lanjut tentang jumalah kekayaan harta bersama

telah diatur dalam

Pasal 91

1. Harta bersama sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 di atas dapat berupa


benda berwujud atau tidak berwujud.
2. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda
bergerak dan surat-surat berharga.
3. Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.
4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu
pihak atas persetujuan pihak lainnya.33

Adapun ketentuan pembagian harta bersama menurut syara’ sendiri yaitu

dalam Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam menentukan pembagian harta


bersama dengan cara separo atau seperdua antara suami dan istri.34

3. Tujuan Pembagian Harta Bersama

Konteks pembagian harta bersama yakni adanya sebuah kemaslahatan.

Adapun tujuan dari pembagian harta bersama ialah seorang istri yang bekerja di

rumah suaminya berhak mendapatkan upah. hasil keringat istri dalam keluarga

tidak dapat dipisahkan dengan harta yang dimiliki suami. Ketika ada percampuran

33
Kompilasi Hukum Islam (KHI), bab XIII, pasal 85-91.
34
Nurul Ainun Marfu’ah, dkk, “Legal Reasoning Hakim Dalam Menentukan Besaran
Bagian Harta Bersama Dalam Perkara Perceraian (Studi Putusan Nomor 139/Pdt.G/2017/Pa
Takalar 1B”, Qadauna 2, no.1 (2020). h.30.
47

antara harta suami dan istri, maka harus upah istri yang bercampur dengan harta

suami patut di bagi rata untuk menjaga hak-hak istri setelah melaksanakan

poligami.

Adapun Kemaslahatan lain dari pembagian harta bersama adalah untuk

mengurangi adanya potensi konflik antara istri pertama dan kedua terutama ini

terkait dengan masalah pengurusan kebutuah anak para istri.

Maka dari itu, untuk menjaga kemashalatan antara istri peratama, kedua,

ketiga, dan keempat perlu adanya pembagian harta agar di antaranya tidak ada

konflik gara-gara harta dan mencegah namanya perceraian.

4. Ruang Lingkup Harta Bersama

Menurut pandangan M. Yahya Harahap jika ditinjau secara historis

terbentuknya harta bersama, telah terjadi perkembangan hukum adat terhadap

harta bersama didasarkan pada syarat ikut sertanya istri secara aktif dalam

membantu pekerjaan suami. Jika istri tidak ikut secara fisik dan membantu suami

dalam memperoleh dalam mencari harta benda, maka hal tersebut tidak bisa

dikatakan sebagai harta bersama dalam perkawinan. Dalam sejarah lebih lanjut

pendapat ini mendapat kritik keras dari berbagai kalangan ahli hukum.35

C. Poligami

1. Pengertian Poligami

Dalam bahasa yunani Kata poligami berasal dari kata “poly” atau “polus”

berarti banyak, dengan kata lain “ganein” dan “gamos” yang berarti kawin atau

perkawinan, apabila digabungkan berarti suatu perkawinan yang memiliki istri

banyak, dan bisa jadi dalam arti yang tak terbatas. 36 Adapun pengertian poligami

secara terminologis diartikan suatu ikatan perkawinan salah satu diantaranya

35
M. Yahya harahap, Perlawanan Terhadap Eksekusi, ( Bandung, PT Citra Aditya Bakti :
1993), h. 194.
36
Labib MZ, Pembelaan Umat Muhammad ( Surabaya: Bintang Pelajar 1986). h. 15
48

mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaa. Pengertian kalimat

di atas “salah satu pihak” tetapi dalam istilah perempuan yang memiliki banyak

suami dikenal dengan poliandri, maka yang dimaksud poligami disini ialah suatu

ikatan perkawinan seorang suami yang mempunyai beberapa isteri (poligini)

dalam pasangan hidupnya dalam waktu bersamaan.37

Pengertian poligami dalam bahasa Arab ialah ta’addud zaujāt” yaitu

seorang laki-laki yang menikah lebih dari seorang isteri pada waktu yang sama

meskipun isterinya di daerah yang berbeda.38

Adapun Istilah Poligami menurut Soemiyati ialah perkawinan antara

seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang melebihi dari satu orang.

Menikahi perempuan lebih dari seorang diperbolehkan dalam Islam tetapi dibatasi

paling banyak empat orang.39 Dalam praktik Poligami Islam telah mengatur

secara lengkap dan sempurna, kebanyakan orang melakukan poligami sesuai

dengan ketentuan pada ajaran agama, yaitu untuk menolong wanita. Tetapi juga

kebanyakan orang melakukan poligami karena mengikuti hawa nafsunya, hal ini

sering terjadi terkhusus di Indonesia. Dengan hal itu, demi menjaga kemaslahatan

atau kepentingan lain maka diperlukan adanya batasan-batasan yang harus

diterapkan secara jelas dan tegas.

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, poligami yaitu suatu kebolehan

untuk menikah dengan lebih dari seorang wanita atau pria. Poligami dibagi

menjadi dua yaitu pertama, poligini atau polygyny. kedua, yaitu poliandri atau

polyandry yaitu suatu pola perkawinan dimana seorang wanita diperkenankan

untuk bersuami lebih dari seorang pria pada saat bersamaan.40

37
Abdul Aziz Dahlan, dkk. Ensiklopedia Hukum Islam “Monogami, Bihami, dan
Poligami”, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997). h. 1186.
38
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Cet Ke-1, (Bandung: Pustaka Setia,
1999). h. 131
39
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (yogyakarta:
liberty 1989), h. 74.
40
Soerjono Soekanto, Kamus Hukum Adat, Alumni, (Bandung, Cet. Ke-1., 2009). h. 206.
49

2. Dasar Hukum Poligami

Dasar hukum yang membolehkan adanya praktik pelaksanaan poligami

ialah:

QS. An-Nisa/4:3
ِ ‫و ِإ ْن ِخ ْف ت م َأ اَّل تُ ْق ِس طُ وا يِف الْ ي ت ام ى فَ انْ ِك ح وا م ا طَ اب لَ ُك م ِم ن الن‬
ٰ ‫ِّس اء َم ْث ىَن‬
َ َ ْ َ َ ُ ٰ َ ََ ُْ َ
ِ ِ ِ ِ
َ ‫ ٰذَ ل‬Jۚ ‫ت َأ مْيَ انُ ُك ْم‬
‫ك‬ ْ ‫ فَ ِإ ْن خ ْف تُ ْم َأ اَّل َت ْع د لُ وا َف َو اح َد ةً َْأو َم ا َم لَ َك‬Jۖ ‫اع‬
َ َ‫ث َو ُر ب‬ َ ‫َو ثُاَل‬
‫َأد ىَنٰ َأ اَّل َت عُ ولُ وا‬
ْ
Terjemahnya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya”.41

Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhialil Qur’an membahas bahwa

ayat ini bersifat mutlak, tidak ada batasan tempat-tempat keadilan. Maka, yang

dituntut olehnya ialah keadilan dalam semua bentuknya dengan segala

pengertiannya.42 Pada dasarnya ayat tersebut adalah ayat yang menjelaskan

tentang seseorang yang merawat anak yatim (menjadi walinya), dan menikahinya

kemudian ditakutkan akan adanya ketidakadilan terhadap hak-hak yang dimiliki

anak yatim tersebut, maka seorang wali atau orang yang menikahi anak yatim

disuruh untuk menikahi orang lain (berpoligami), dengan harapan harta anak

yatim yang sudah dinikahi tersebut tidak diselewengkan.43 Dalam Ayat ini juga

menjelaskan tentang rukhsah, kemurahan dalam melakukan poligami serta dengan

sikap kehati-hatian, seperti itu bila dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil, dan

dicukupkannya dengan monogami dalam kondisi seperti itu.44

41
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya, h. 83
42
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Jilid 2 (Jakarta: Gema Insani, 2002). h. 275.
43
Ibnu Hamdun dan Muh. Saleh Ridwan, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Dampak
Poligami Terhadap Istri Di Kabupaten Gowa”, Qadauna 1, no. 1 (2019). h.36.
44
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Jilid 2, h. 276.
50

Sedangkan yang dijelaskan dalam Tafsir Al-Jalalain bahwa adil ialah

sebagai giliran dan pembagian nafkah. Setelah M. Quraish Shihab mengkaji dan

menganalisis secara mendalam ayat ini mengumpulkan tentang kebolehan

poligami dan kebolehannya dapat diberlakukan dalam kondisi darurat dengan

suatu persyaratan yang cukup berat.45

Adapun penjelasan Imanuddin Husein mengatakan bahwa Allah Swt telah

membolehkan yang namanya poligami yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an

bahkan di dalam syariat poligami, dalam hal berpoligami bukan hanya terkandung

hikmah, tetapi hal itu mempunyai pesan-pesan strategis yang dapat

diaktualisasikan untuk kebahagiaan manusia. Berpoligami memiliki nilai sosial

ekonomis untuk mengangkat harkat dan martbat wanita. Untuk hal itu Islam telah

mensyariatkan poligami lengkap dengan adab yang harus dijunjung tinggi bagi

setiap laki-laki yang akan berpoligami.46

Dasar peraturan poligami di Indonesia adalah Undang Undang No. 1

Tahun 1974 pada Pasal 3 ayat 2 yang berbunyi: Pengadilan dapat memberi izin

kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabia dikehendaki oleh

pihak-pihak yang bersangkutan.47

Kompilasi Hukum Islam (KHI) seperti yang terlihat tidak berbeda dengan

Undang-undang Perkawinan dalam masalah poligami ini. Khusus yang beragama

Islam pelaksanaan poligami diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku I

tentang Hukum Perkawinan Bab IX Pasal 56.48

1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapatkan

izin dari Pengadilan Agama.

45
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an; Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan
Umat (Bandung: Mizan, 1996). h. 199.
46
Imanuddin Husein, Satu Isteri Tak Cukup (Jakarta: Khaznah, 2003), h. 106
47
Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
48
Kompilasi Hukum Islam (KHI), bab IX, pasal 56.
51

2. Pengajuan permohonan izin dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan

menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIIIPP No.9 tahun

1975.

3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat

tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

3. Syarat-syarat Poligami

Syarat-syarat melaksanakan poligami dalam ajaram Islam yakni sebagai

berikut:

1. Jumlah istri yang dibolehkan dalam berpoligami paling banyak empat orang

wanita. Syarat ini telah disebutkan oleh Allah Swt dalam QS. An-Nisa/4: 3
ِ ‫و ِإ ْن ِخ ْف ت م َأ اَّل تُ ْق ِس طُ وا يِف الْ ي ت ام ى فَ انْ ِك ح وا م ا طَ اب لَ ُك م ِم ن الن‬
ٰ ‫ِّس اء َم ْث ىَن‬
َ َ ْ َ َ ُ ٰ َ ََ ُْ َ
ِ ِ ِ ِ
َ ‫ ٰذَ ل‬Jۚ ‫ت َأ مْيَ انُ ُك ْم‬
‫ك‬ ْ ‫ فَ ِإ ْن خ ْف تُ ْم َأ اَّل َت ْع د لُ وا َف َو اح َد ةً َْأو َم ا َم لَ َك‬Jۖ ‫اع‬
َ َ‫ث َو ُر ب‬ َ ‫َو ثُاَل‬
‫َأد ىَنٰ َأ اَّل َت عُ ولُ وا‬
ْ
Terjemahnya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya”.49

Al-Jasshas menyatakan bahwa penjelas dari ayat 3 surat An-Nisa di atas

berhubungan dengan anak yatim yang dinikahi walinya. Bahkan dalam pendapat

Al-Jasshas mengatakan bahwa pelarangan menikahi anak yatim ini begitu kuat.

Hal ini terlihat dengan dimasukkannya materi ini pada bab At-Tazwij Al-shighar

penikahan anak dibawah umur.

Aisyah dalam memahami Surat An-Nisa ayat 3 bahwa jika para

pemelihara perempuan yatim sedang dia khawatir dengan mengawini mereka

tidak mampu memberikan perlakuan yang adil, maka sebaiknya mengawinkan

49
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. h. 83
52

dengan perempuan lain. Oleh karena itu, ayat ini menjelaskan membolehkannya

pelaksanaan poligami sebenarnya bukan dengan maksud menunjuk pada sifat dan

makna yang berlaku umum, tapi mengandung maksud untuk menegakkan

keadilan terhadap anak yatim.50

2. Laki-laki dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

yang berkaitan masalah-masalah lahiriah seperti halnya dengan pembagian waktu

jika pemberian nafkah, dan hal-hal yang menyangkut kepentingan lahir.

Sedangkan yang menyangkut masalah batin, selamanya manusia tidak dapata

berlaku adil secara hakiki.51 Dalam prinsip islam keadilan disini memliki maksud

bahwa pelaksanaan poligami perlu diberikan batasan kebolehan perempuan yang

dipoligami oleh seorang laki-laki/suami dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan52

Adapun dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 55 ayat (1)

dan (2) dan Pasal 56 ayat (1) menyatakan syarat poligami, ialah:

Pasal 55

1. Beristri lebih dari satu bersamaan, terbatas hanya sampai empat istri.

2. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku

adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Pasal 56

1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin

dari pengadilan agama.

Pasal 57

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang

akan beristri lebih dari seorang apabila:

50
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta : Graha
Ilmu, 2011), h. 89.
51
Tihami, Sobari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian fikih Nikah Lengkap, h. 358.
52
Shippa Chotban, “Nilai Keadilan dalam Syariat Poligami”, Al-Qadau 5, no. 1 (2017). h.
179.
53

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Untuk memperoleh izin dari Pengadilan Agama, disamping persyaratan yang

disebutkan pada Pasal 55 ayat (2), ditegaskan lagi oleh Pasal 58 ayat (1), yaitu:

Pasal 58
1. Adanya persetujuan istri,
2. Adanya kepastian, bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka.53

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada

Pasal 5 menjelaskan syarat-syarat poligami yakni:

a) Adanya persetujuan istri;


b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
c) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka.54

Yang termasuk dalam syarat-syarat poligami sebagaimana yang terdapat

pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) dalam Undang-undang Perkawinan ialah:

Pasal 4 ayat (1)

(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana
tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib
mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

Pasal 4 ayat (2)

1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri sebagaimana


semestinya.

53
Kompilasi Hukum Islam (KHI), bab IX, Pasal 55-58.
54
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Perkawinan dan Perceraian Keluarga
Muslim, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h 31.
54

Perkawinan ialah untuk membentuk keluarga yang bahagia, jika isteri

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri maka harus

dikembalikan pada ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974, tentang kesejahteraan dan kebahagiaan itu adalah meliputi spiritual

dan materiil.55

2. Isteri mendapat suatu cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

Menceraikan isteri suatu hal yang sangat tidak diinginkan oleh pihak

keluarga dari perempuan, dengan berpoligami alasan di atas maka hal ini

lebih bersifat humanisme. Oleh karena itu, poligami dalam hal seperti ini

dipandang akan lebih berperikemanusiaan dibandingkan melakukan asas

monogami.56

3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Jika istri tidak bisa memiliki keturunan bukan kesalahan suami, jika istri

mandul maka majelis hakim akan menggali kemandulan itu dan meminta

surat keterangan dokter untuk lebih spesifik lagi, apakah isteri mandul atau

tidak. Tetapi jika suami yang mandul maka tidak bisa dijadikan sebagai

alasan untuk berpoligami.

Penjelasan pada Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa persetujuan yang

dimaksud dalam ayat 1 huruf (a) Pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami

apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai adanya persetujuan dan tidak

dapat menjadi pihak dalam perjanjian apabila tidak ada kabar dari istrinya selama

sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau dikarenakan suatu sebab lainnya yang

55
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Indonesia (Medan: CV Tahir Trading Co,
1978). h. 33.
56
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Indonesia, h. 34
55

perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan. Jika alasan dan syarat telah

terpenuhi, prosedur berpoligami tersebut maka dilakukan melalui pengadilan

dengan dikeluarkannya izin berpoligami oleh pengadilan yang berwenang.

Persyaratan dalam Pasal 5 (lima) ini merupakan bentuk syarat kumulatif yang

dimana seluruh syaratnya harus dapat dipenuhi suami yang akan berkeinginan

melakukan poligami.57

Berdasarkan penjelasan di atas sudah jelas menunjukkan bahwa 3 (tiga)

alasan yang dijadikan dasar hukum dalam pengajuan permohonan poligami.

Sehingga seorang suami tidak mudah lagi melakukan poligami, karena poligami

bukan perintah agama tetapi hanya dibolehkan dengan beberapa syarat-syarat atau

ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi.

4. Prosedur Poligami

Salah satu hal yang perlu dipertegas dalam perkawinan poligami yaitu izin

poligami yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Agama hal ini bertujuan agar

pemberian izin poligami tidak menuai konroversi dimasyarakat.58 Setidaknya ada

beberapa prosedur yang perlu dipenuhi.

Pasal 40 peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan


“Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka
dia akan mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan”.
Dalam Pasal 56 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan:59

1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin

Pengadilan Agama.

57
Esther Masri, “Poligami Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor I Tahun 1974
Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)”, Krtha Bhayangkara 13, no. 2, (2019).
h.238.
58
Hasbi, Supardin dan Kurniati, “Pertimbangan Hakim Terhadap Pemberian Izin
Perkawinan Poligami Menurut Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Sunguminasa)”, Al-Qadau 8, no. 1 (2021). h. 103.
59
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Edisi Revisi, (Cet. 1 Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h.142.
56

2. Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan

menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat

tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Dalam pasal 57 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan:

Pengadilan Agama hanya dapat memberikan izin kepada suami yang akan

beristri lebih dari seorang apabila:60

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pengadilan Agama setelah menerima permohonan izin poligami,

kemudian memeriksa :

1. Ada atau tidaknya suatu alasan yang dapat memungkinkan seorang suami

kawin lagi ialah meliputi keadaan seperti Pasal 57 KHI di atas

2. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun

terulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan

itu harus di ucapkan di depan sidang pengadilan

3. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup

istri- istri dan anak- anak, dengan memperlihatkan:

a. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani

oleh bendahara tempat bekerja.

b. Surat keterangan pajak penghasilan.

c. Surat keterangan lain yang yang dapat diterima oleh pengadilan.

60
Kompilasi Hukum Islam (KHI), bab IX, pasal 57.
57

Dalam ayat (2) Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam (KHI) ditegaskan :

Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 huruf b Peraturan

Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan istri atau para istri- istri dapat

diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan

tertulis, persetujuan ini dipertegas persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan

Agama.

Mengenai teknis pemeriksaan, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

Pasal 42 mengatur :

1. Dalam melakukan pemeriksaan mengenai syarat-syarat tersebut di atas

maka pengadilan harus memanggil dan mendengar istri yang

bersangkutan.

2. Pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat permohonan

beserta lampiran-lampirannya. Apabila Pengadilan Agama berpendapat

bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristri lebih dari seorang, maka

pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristri lebih

dari seorang dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.61

5. Akibat Poligami

Praktik Poligami hingga saati selalu memicu reaksi keras dan menjadi isu

meresahkan terutama di kalangan perempuan. Padahal di antara kita masih banyak

yang bingung ketika dimintai tanggapan tentang gagasan poligami. Sebagian

besar orang masih memandang keluarga poligami dengan stigma negatif dan

61
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksana Tentang
Perkawinan.
58

memiliki dampak bagi keluarga.62 Adapun akibat dalam melaksanaan poligami

yakni:

a) Dampak bagi pelaku

Kelebihan utama yang perlu ada pada seorang suami yang ingin

berpoligami ialah mampu dan berkuasa menanggung nafkah isteri-isteri dan orang

di bawah tanggungannya. Nafkah merupakan perkara penting dalam rumah tangga

karna memberi nafkah itu kewajiban suami. Haram hukumnya jika seseorang

melakukan perkawinan sedangkan tidak mampu mencukupi keperluan nafkah

isterinya. Maka kewajiban seorang ialah memberi makan dan pakaian kepada

isteri dengan cara yang baik.

QS.Al-Baqarah/2:233.
ِ ِ ٌ ‫نِ َس ا ُؤ ُك ْم َح ْر‬
َ‫ َو َّات ُق وا اللَّ ه‬Jۚ ‫ َو قَ دِّ ُم وا َأِل ْن ُف س ُك ْم‬Jۖ ‫ث لَ ُك ْم فَ ْأ تُ وا َح ْر ثَ ُك ْم َأ ىَّنٰ ش ْئ تُ ْم‬
ِِ ِ ‫ َو بَ ش‬Jۗ ُ‫َّك ْم ُم اَل قُ وه‬
َ‫ِّر الْ ُم ْؤ م ن ني‬ ُ ‫اع لَ ُم وا َأن‬
ْ ‫َو‬
Terjemahnya:
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”.63

Jika suami melakukan poligami, tetapi tidak bisa melakukan tanggung

jawabnya terhadap istri dan anak-anaknya, maka ini suatu pelanggaran baik dari

hukum negara maupun hukum agama, jika melakukan poligami kemudian

menelantarkan atau memudaratkan isteri dan anak-anaknya seperti makan minum

tidak mencukupi, tempat tinggal yang tidak terurus, maka suami tersebut telah

melakukan suatu perbuatan yang tidak layak kepada istri-istri dan anak-anaknya.

Maka hukum berpoligami ini bisa membawa kepada haram. Poligami sebenarnya

diamanatkan oleh Allah Swt untuk menolong kaum perempuan dan anak-anak

62
Ramlah dan Musyfikah Ilyas, “Praktik Poligami Di Kecamatan Campalagian Kabupaten
Polewali Mandar”, Qadauna 1, no.1 (2019), h. 65.
63
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya, h. 35.
59

tetapi dalam perkembangannya sekarang poligami hanya bertujuan untuk

bersenang-senang, sehingga akibat perbuatan poligami seorang laki-laki harus

berlaku adil dalam memberikan nafkah bagi istri-istri dan anak-anaknya.64

b) Dampak bagi anak

Tentunya anak menjadi pihak yang paling berdampak besar terhadap

praktik poligami yang bisa mempengaruhi perkembangan masa depan anak. Jika

suasana dalam rumah tangga yang tidak harmonis akan sulit terjadi proses

pendidikan yang efektif, jika seorang anak dibesarkan dalam suasana yang tidak

harmonis maka anak itu tidak akan memperoleh pendidikan yang baik dan efektif

sehingga dalam perkembangan kepribadian anak itu mengarah kepada hal yang

kurang baik. Akibat negatife yang dapat diperkirakan anak itu tidak betah tinggal

di rumah, kehilangan kepercayaan terhadap dirinya, berkembangnya sikap agresif

dan permusuhan serta bentuk-bentuk kelainan lainnya. Lebih parah lagi jika anak

itu masuk dalam lingkungan yang kurang menunjang. Kemungkinan Besar hal

tersebut akan merembes ke dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas lagi.

Akibat negatif dari keluarga yang berpoligami yang disebabkan karena hal-hal

sebagai berikut:65

1. Anak merasa kurang disayangi dalam keluarga.

2. Tertanamnya sebuah kebencian pada diri anak.

3. Tumbuhnya ketidakpercayaan terhadap diri anak.

4. Timbulnya traumatik bagi anak.

Sedangkan al-Athar dalam bukunya Ta’addud al-Zawzat mencatat empat

dampak negative poligami. Pertama, poligami dapat menimbulkan kecemburuan

di antara para istri. Kedua, menimbulkan rasa kekhawatiran istri kalau-kalau

64
Barzah Latupono, “Kajian Juridis Dampak Poligami Terhadap Kehidupan Keluarga”,
Bacarita Law 1, no.1 (2020), h. 22 – 23.
65
Barzah Latupono, Kajian Juridis Dampak Poligami Terhadap Kehidupan Keluarga, h.
23-25.
60

suami tidak dapat bersikap bijaksana dan adil. Ketiga, anak-anak yang lahir dari

ibu yang berlainan sangat rawan perkelahian, permusuhan dan saling cemburu.

Keempat, kekacauan dalam bidang ekonomi. Bisa saja pada awalnya suami

memiliki kemampuan untuk poligami, namun bukan mustahil suatu saat akan

mengalami kebangkrutan, maka yang akan menjadi korban akan lebih banyak.66

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

66
Andi Intan Cahyani, “Poligami dalam Perspektif Hukum Islam”, Al-Qadau 5, no. 2
(2018). h. 279.
61

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif

deskriptif dalam bentuk field reseracrh yang biasa dikenal juga dengan penelitian

lapangan. Pada penelitian ini peneliti akan melalui beberapa tahapan dalam

pengumpulan data yakni melalui tahap wawancara dan observasi di lokasi yang

menjadi objek penelitian.67

2. Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini yakni Pengadilan Agama Sungguminasa. Ada

beberapa alasan yang membuat peneliti memilih lokasi tersebut, dikarenakan

kasus izin poligami pernah dikabulkan oleh hakim di Pengadilan Agama

Sungguminasa.

B. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan normatif (syar”i)

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif (Syar’i) yaitu pendekatan

dengan menjelaskan terhadap suatu masalah yang didasarkan pada hukum Islam

yakni al-Qur’an, al-Hadis, kaidah ushul fiqh dan pendapat para ulama.

2. Pendekatan kasus

3. Pendekatan Yuridis Normatif

C. Sumber Data

1. Sumber Data Primer

Merupakan data yang diperoleh melalui hasil wawancara terhadap

responden yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini yang

67
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2005), h. 40.
62

menjadi responden yakni hakim Pengadilan Agama sungguminasa terkhususnya

bagi hakim yang telah memutuskan sengketa perkawinan berkaitan dengan

masalah izin Poligami.68

2. Sumber Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh melalui hasil bacaan dan kajian yang

medalam berkaitan dengan literature, penelitian terdahulu dan jurnal yang

memiliki hubungan dengan objek penelitian.69

3. Sumber Data Tersier

Merupakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data-data melalui

tinjauan hukum dengan menggunakan bantuan kamus hukum agar peneliti dapat

dimudahkan dalam menyelesaikan peneltian.

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data setidaknya ada tahap-tahapan yang

dilalui peneliti untuk dapat memperoleh dan merangkumkan sebuah data yang

selanjutnya digunakan sebagai data pendukung dalam proses penyusunan skripsi.

Adapun metode pengumpulan data yang akan peneliti tempuh yakni meliputi;

1. Pengamatan/ observasi

Pengamatan/observasi merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukaan melalui sesuatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan

terhadap keadaan atau prilaku objek sasaran.70 Dalam penelitian ini peneliti akan

melalukan observasi secara langsung di Pengadilan Agama Sungguminasa serta

melihat bagaimana perkembangan-perkembangan realitas yang terjadi terkait

dengan objek penelitian.

68
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosia: Format 2 Kuantitatif Dan Kualitatif,
(Surabaya: Airlangga university Press, 2005), h. 128.
69
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009,
Cet. Ke 8), h. 137.
70
Abdurrahman Fatoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususna Skripsi (Jakarta:
Rineka Cipta,2011), h.104.
63

2. Wawancara

Wawancara merupakam teknik pengumpulan data melalui proses tanya

jawab lisan yang berlansung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang

mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara.71 Menurut

Hopkins, wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam

kelas dilihat dari sudut pandang yang lain.72

3. Dokumentasi,

Dekumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan

data-data yang diperoleh melalui buku, catatan (dokumen) sebagaimana yang

telah dijelaskan oleh Sanapiah Faesal bahwa metode dokumenter, sumber

informasinya berupa bahan-bahan tertulis atau tercatat. Pada metode ini peniliti

pengumpulan data dari bahan-bahan tulis kemudian akan digabungan dengan data

hasil obsevasi dan wawancara sbelumnya. Tentunya antara data dari bahan-bahan

tulis harus relevan dengan data hasil obsevasi dan wawancara.73

E. Teknik Pengolaan dan Analisis Data

Pada teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif yang bersifat induktif, yaitu suatu bentuk analisis yang berdasarkan pada

data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan melalui pola hubugan tertentu.

Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam metode analisis data yakni

reduksi data, display data, dan coclusion drawing atau verification.74

1. Reduksi Data

Reduksi data yaitu metode dengan mengelola data mentah yang telah di

kumpulkan dari hasil observasi, interview dan dokumentasi, selanjutnya diringkas

agar mudah dibaca dan dimengerti. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis

71
Abdurrahman Fatoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususna Skripsi, h.105.
72
Sutrisno Hadi, Metodologi Reserch (Yogyakarta:Andi Ofset,Edisi Refisi,2002), h.157.
73
Sanafiah Faesal, Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial ( Surabaya: Usaha
Nasional, 2002).h.42-43.
74
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 147.
64

yang bertujuan mempertajam, memilih, memfokuskan, menyusun data sedemikian

rupa sehingga dapat menghadirkan sebua kesimpulan penelitian.75

2. Display Data

Display data (penyajian data) menurut Miles and Huberman adalah

metode yang paling sering digunakan dalam pengelolalahn data penelitian untuk

penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

naratif.76 Penggunan data tersebut sejatinya akan mempermudah pembaca

memahami sesuatu yang sedang diteliti. Melalui display data (penyajian data)

data-data penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel, matrik, grafik, dan bagan

yang bertujuan data-data dapat tersusun baik dan akan mudah dipahami.

3. Conclusion Drawing

Conclusion drawing atau biasa dikenal dengan penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Metode ini merupakan tahapan akhir dalam penelian yang akan

memberikan inti sari kesimpulan dari seluruh hasil data-data yang telah melalui

pengelolahan data. Tentunya suatu conclusion drawing yang berkualitas haruslah

objektif sesuai dengan data dan fakta yang ada yang diperoleh selama penelitian.77

F. Pengujian Keabsahan Data

1. Perpanjangan pengamatan

Pada tahap ini peneliti akan memulai memasuki lapangan, peneliti masih

dianggap sebagai orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan

belum lengkap, tidak mendalam, dan masih memungkinkan banyak hal yang

dirahasiakan. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti

dengan narasumber akan terjalin semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak

75
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Cet Ke-IV, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), h. 129-130.
76
Sugiyono, Metode Penelitian-Pendidikan-(Bandung: Alfabeta,2010).h.-341.
77
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data, h. 133.
65

ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada

informasi yang disembunyikan lagi.78

2. Meningkatkan ketekunan

Peneliti dapat meningkatkan ketekunan dalam bentuk pengecekan kembali

apakah data yang telah ditemukan itu benar atau tidak, dengan cara melakukan

pengamatan secara terus-menerus, membaca berbagai referensi buku-buku

maupun hasil penelitian yang dilakukan penelitia sebelumnya atau dokumentasi

yang terkait penelitian, sehingga kemudian wawasan peneliti akan semakin luas

dan tajam.79

3. Triangulasi

Sebuah konsep metodologis pada penelitian kualitatif yang perlu diketahui

oleh peneliti kualitatif selanjutnya adalah teknik triangulasi. Tujuan triangulasi

adalah untuk meningkatkan kekuatan teoritis, metodologis, maupun interpretatif

dari penelitian kualitatif.80

78
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 270
79
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, h. 272.
80
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data, h. 189.
35

BAB IV
PENETAPAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA PADA PRAKTIK IZIN
POLIGAMI DITINJAU HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Nomor
419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm)
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas IB
1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas IB

Gambar: Gedung Pengadilan Sungguminasa Gowa

Awal mulanya Kabupaten Gowa merupakan Kerajaan di Sulawesi Selatan


yang turun temurun diperintah oleh seorang Kepala pemerintah disebut “Somba”
atau “Raja”. Daerah TK.II Gowa pada hakikatnya mulai terbentuk sejak
beralihnya pemerintah Kabupaten Gowa menjadi Daerah TK.II yang didasari oleh
terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah
TK.II, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, yang diperkuat Undang –Undang
Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II di Sulawesi
(Tambahan Lembaran Negara RI No. 1822). Kepala Daerah TK.II Gowa yang
pertama “Andi Ijo Dg Mattawang Karaeng Lalowang “ yang juga disebut nama
Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin Tumenanga Rijongaya, dan merupakan
Raja Gowa yang terakhir (Raja Gowa ke XXXVI).
36

Somba sebagai Kepala pemerintah Kabupaten Gowa didampingi oleh


seorang pejabat di bidang agama Islam yang disebut “kadi” (Qadli). Meskipun
demikian tidak semua Somba yang pernah menjadi Raja Gowa didampingi oleh
seorang Qadli, hanya ketika agama Islam mulai menyebar secara merata dianut
oleh seluruh rakyat kerajaan Gowa sampai ke pelosok-pelosok desa, yaitu sekitar
tahun 1857 M. Qadli pertama yang diangkat oleh Raja Gowa bernama Qadli
Muhammad Iskin. Qadli pada waktu itu berfungsi sebagai penasehat Kerajaan
atau Hakim Agama yang bertugas memeriksa dan memutus perkara-perkara di
bidang agama, demikian secara turun temurun mulai diperkirakan tahun 1857
sampai dengan Qadli yang keempat tahun 1956.

Awal mula Kabupaten Gowa merupakan Kerajaan di Sulawesi Selatan


yang turun temurun diperintah oleh seorang Kepala pemerintah disebut “Somba”
atau “Raja”. Daerah TK.II Gowa pada hakikatnya mulai terbentuk sejak
beralihnya pemerintah Kabupaten Gowa menjadi Daerah TK.II yang didasari oleh
terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah
TK.II, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, yang diperkuat Undang –Undang
Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II di Sulawesi
(Tambahan Lembaran Negara RI No. 1822).

Kepala Daerah TK.II Gowa yang pertama “Andi Ijo Dg Mattawang Karaeng
Lalowang “ yang juga disebut nama Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin
Tumenanga Rijongaya, dan merupakan Raja Gowa yang terakhir (Raja Gowa ke
XXXVI).

Somba sebagai Kepala pemerintah Kabupaten Gowa didampingi oleh


seorang pejabat di bidang agama Islam yang disebut “kadi” (Qadli). Meskipun
demikian tidak semua Somba yang pernah menjadi Raja Gowa didampingi oleh
seorang Qadli, hanya ketika agama Islam mulai menyebar secara merata dianut
oleh seluruh rakyat kerajaan Gowa sampai ke pelosok-pelosok desa, yaitu sekitar
tahun 1857 M. Qadli pertama yang diangkat oleh Raja Gowa bernama Qadli
Muhammad Iskin. Qadli pada waktu itu berfungsi sebagai penasehat Kerajaan
atau Hakim Agama yang bertugas memeriksa dan memutus perkara-perkara di
37

bidang agama, demikian secara turun temurun mulai diperkirakan tahun 1857
sampai dengan Qadli yang keempat tahun 1956

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1957

Setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 terbentuklah Kepala


Jawatan Agama Kabupaten Gowa secara resmi , maka tugas dan wewenang Qadli
secara otomatis diambil oleh Jawatan Agama. Jadi Qadli yang kelima, setelah
tahun 1956, diangkat oleh Depertemen Agama RI sebagai Kantor Urusan Agama
Kecamatan Somba Opu (sekaligus oleh Qadli) yang tugasnya hanya sebagai do’a
dan imam pada shalat I’ed.

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR 87 TAHUN 1966

Berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 87 Tahun 1966 tanggal 3 Desember


1966, maka Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa secara resmi
dibentuk dan menjalankan tugas-tugas peradilan sebagaimana yang ditentukan
didalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 . Peresmian Pengadilan
Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa ialah pada tanggal 29 Mei 1967.
Sejak tanggal 29 Mei 1967 tersebut dapat dipimpin oleh Ketua Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syariah K.H.Muh. Saleh Thaha (1967 s/d 1976) Pengadilan
Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa menjalankan kekuasaan kehakiman di
bidang Agama membawahi 18 Kecamatan yang terdiri dari 46 Kelurahan dan 123
Desa.

2. Wilaya Yuridiksi Mahkamah Syariah Gowa


Pengadilan Agama Sungguminasa berada pada wilayah hukum Daerah TK
II Gowa,dengan letak georafis 12’ 38.16’ Bujur timur dari Jakarta dan 5 33.6’
Bujur Timur dari Kutub Utara. Sedangkang letak wilayah adminitrasinya antara
12’ 33.19’ hingga 13’15’17’ Bujur Timur dan 5’5’ hingga 5’34.7’ Lintang selatan
dari Jakarta.

Kabupaten Gowa berbatasan dengan :

Sebelum Utara Kabupaten Maros

Sebelah Timur Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng

Sebelah Selatan Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Takalar


38

Sebelah Barat Kotamadya Makassar

Bahwa yang dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari ialah bahasa daerah


Bugis Makassar, di samping bahasa Indonesia bagi mereka yang tinggal di
ibukota Kabupaten. Wilayah adminitrsinya Kabupaten Gowa pada tahun 2006
terdiri dari 18 Kecamatan Dan 167 Desa/Kelurahan dengan luas sekitar 1.883.33
kilometer persegiatau sama dengan 3.01 % dari luas wilayah Prop.Sulawesi
Selatan. Wilayah Kab.Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi yaitu
72,26%. Ada 9 wilayah Kecamatan yang merupakan dataran tinggi yaitu
Parangloe, Manuju, Tinggimoncong, Tombolo pao, Parigi, Bungaya,
Bontolempangan, dan Biring bulu.Dari total luas Kab.Gowa 35.30 %mempunyai
kemiringan tanah diatas 40’,yaitu Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong,
Bungaya, dan Tompo Bulu. Kab.Gowa dilalui banyak sungai yang cukup besar
yaitu ada 15 sungai. Sungai yang luas daerah aliran yang terbesar adalah sungai
Jeneberang yaitu 881 Km2 dengan panjang 90 Km.dengan luas daerah aliran yang
cukup besar yaitu ada 15 sungai.
39

Gambar: Wilayah Yuridiksi Kewenangan Mengadili Pengadilan agama


Sungguminasa Kelas IB

Berikut daftar Kecamatan, Kelurahan, dan Desa pada wilayah hukum


Pengadilan Agama Sungguminasa :

No Kecamatan Kelurahan/Desa
1 Somba Opu Kelurahan Sungguminasa
Kelurahan Bonto-Bontoa
Kelurahan Batang Kaluku
Kelurahan Tompo Balang
Kelurahan Katangka
Kelurahan Pandang-Pandang
Kelurahan Kalegowa
Kelurahan Tombolo
Kelurahan Tamarunang
Kelurahan Bontoramba
Kelurahan Paccinongang
Kelurahan Romang Polong
Kelurahan Samata
Kelurahan Mawang
2 Pallangga Kelurahan Pangkabinanga
Kelurahan Tetebatu
Kelurahan Parangbanoa
Kelurahan Mangalli
Desa Je'netallasa
Desa Bontoala
Desa Pallangga
Desa Bungaejaya
Desa Toddotoa
Desa Panakkukang
Desa Julukanaya
Desa Julubori
Desa Taeng
Desa Julupa'mai
Desa Kampili
Desa Bontoramba
40

3 Barombong Desa Tinggimae


Desa Kanjilo
Desa Lembang Parang
Desa Tamannyeleng
Desa Birngngala
Desa Moncobalang
Kelurahan Benteng Somba Opu
4 Bajeng Desa Bontosunggu
Desa Panciro
Kelurahan Tubajeng
Kelurahan Mata Allo
Desa Maccini Baji
Desa Pa'bentengang
Desa Maradekaya
Desa Pannyangkalang
Desa Bone
Kelurahan Kalebajeng
Kelurahan Limbung
Desa Tangkebajeng
Desa Paraikatte
Desa Lempangan
5 Bajeng Barat Desa Borimatangkasa
Desa Mandalle
Desa Manjalling
Desa Gentungan
Desa Tanabangka
Desa Kalemandalle
Desa Bontomanai
6 Bontonompo Kelurahan Bontonompo
Kelurahan Tamalayang
Kelurahan Kalase'rena
Desa Bontolangkasa Utara
Desa Bontolangkasa Selatan
Desa Barembeng
Desa Manjapai
Desa Bontobiraeng
Desa Romanglasa
41

Desa Katangka
Desa Bulogading
Desa Butegulung
Desa Bontobiraeng Selatan
Desa Kalebarembeng
7 Bontomarannu Kelurahan Borongloe
Kelurahan Bontomanai
Kelurahan Romang Lompoa
Desa Pakatto
Desa Nirannuang
Desa Sokkolia
Desa Romangloe
Desa Mata Allo
Desa Bili-Bili
8 Pattallassan Desa Timbusseng
Desa Pattallassang
Desa Pallantikang
Desa Paccellekang
Desa Sunggumanai
Desa Panaikang
Desa Je'nemadinging
Desa Borongpa'la'la
9 Bontonompo selatan Desa Sengka
Desa Tanrara
Kelurahan Bontoramba
Desa Tindang
Desa Pa'bundukang
Desa Salajengki
Desa Salajo
Desa Bontosunggu
Desa Jipang
10 parangloe Kelurahan Lannai
Kelurahan Bontoparang
Desa Barisallo
Desa Lonjoboko
Desa Belapunrangnga
Desa Botokassi
42

Desa Belabori
11 Manuju Desa Pattallikang
Desa Moncongloe
Desa Tanakaraeng
Desa Manuju
Desa Tamalate
Desa Bilalang
Desa Tassese
12 Tinggimoncong Kelurahan Malino
Kelurahan Bulutana
Kelurahan Gantarang
Kelurahan Pattapang
Kelurahan Bontolerung
Kelurahan Garassi
Desa Parigi
13 Tombolo pao Kelurahan Tamaona
Desa Pao
Desa Tonasa
Desa Kanreapia
Desa Tabbinjai
Desa Mamampang
Desa Erelembang
Desa Bolaromang
Desa Balasukka
14 Tompobulu Kelurahan Malakaji
Kelurahan Cikoro
Desa Bontobuddung
Desa Tanete
Desa Garing
Desa Rappoala
Desa Datara
Desa Rappolemba
15 Biringbulu Kelurahan Lauwa
Desa Tonrorita
Desa Taring
Desa Pencong
Desa Parangloe
43

Desa Lembangloe
Desa Beru Tallasa
Desa Borimasunggu
Desa Batu Rappe
Desa Batu Malonro
Desa Julukanaya
16 Bungaya Kelurahan Sapaya
Desa Bontomanai
Desa Mangempang
Kelurahan Jenebatu
Desa Buakkang
Desa Rannaloe
Desa Bissoloro
17 Bontolempangan Desa Bontoloe
Desa Julumate'ne
Desa Paranglompoa
Desa Bontotangnga
Desa Bontolempangan
Desa Pa'landingan
Desa Ulu Jangang
Desa Lassa-Lassa
18 Parigi Desa Majannang
Desa Jonjo
Desa Manimbahoi
Desa Sicini
Desa Bilanrengi

3. Kewenangan Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas IB


Pada masa ini kewenangan pengadilan agama sering terjadi beberapa kali
perubahan dikarenakan peraturan perundangan-undangan yang mengatur tentang
peradilan agama juga mengalami perubahan, yaitu: Undang-Undang No. 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
Undang-Undang Nomor. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Perubahan pertama menghapuskan hak
opsi dalam perkara penyelesaian sengketa waris yang semula para pihak berhak
untuk memilih ,enyelesaikan melalui pengadilan agama atau Pengadilan Negeri
44

dihapus menjadi kewenangan pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa


waris apabila pewaris beragama Islam. Dua perubahan peraturan perundang-
undangan tentang peradilan agama tersebut semakin banyak memberikan
kewenangan kepada peradilan Agama.81

Kewenangan Absolut Pengadilan Agama Undang-Undang Tentang


perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan agama.

1. Perkawinan

2. Waris

3. Wasiat

4. Hibah

5. Wakaf

6. Zakat

7. Infak

8. Shodaqoh

9. Ekonomi syariah; Meliputi:

a. Bank Syariah

b. Lembangan keuangan mikro syari’ah

c. Asuransi

d. reksadana syari’ah

e. obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menegah syaria’ah

f. sekuritas syari’ah

g. pembiayaan syaria’ah

h. pengadaian

81
Abdullah Tri Wahyudi, Kewenangan Bsolut Peradilan Agama Di Indonesia Pada Masa
Klonial Belanda Hingga Masa Pasca Reformasi, jurnal YUDISIA, vol. 7, No. 2 desember 2016. h.
302.
45

i. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah

j. bisnis syari’ah

4. Visi dan Misi Pengadilan Agama Makassar Kelas IB

VISI

“TERWUJUDNYA LEMBAGA PENGADILAN AGAMA


SUNGGUMINASA KELAS I B YANG AGUNG”

MISI

 Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Sungguminasa


 Memberikan pelayanan hukum bagi Pencari Keadilan
 Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Pengadilan Agama
Sungguminasa
 Meningkatkan kinerja Pengadilan Agama Sungguminasa yang
berbasis teknologi informasi

5. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas IB

Gambar: Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas IB


46

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Gowa terdiri jabatan fungsional


dan struktural, di dalamnya mrupakan ketua sebagai pucuk pimpinan dan di
dampingi oleh wakil ketua. Berikutnya hakim lainya sebagai pejabat negara yang
memiliki jabatan fungsional dengan melaksanakan tugas pokoknya ialah
menerima, memeeriksa dan mengadili semua perkara yang di ajukan. Sehinggah
fungsi dari bagian strukturOrganisasi Berdasarkan pada PERMA No. 7 Tahun
2015 sebagai Berikut:

a. Ketua
- Memimpin pelaksanaan tugas Pengadilan Agama;
- Menetapkan sasaran kegiatan setiap tahun;
- Menetapkan dan menjadwalkan rencana kegiatan;
- Membagi tugas dan mengarahkan pelaksanaan kegiatan di lingkungan
Pengadilan Agama;
- Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
- Mengadakan Rapat dinas,
- Menetapkan rumusan Pengadilan Agama;
- Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait;
- Menanggapi dan memecahkan masalah yang muncul di lingkungan
Pengadilan Agama;
- Mengadakan konsultasi dengan atasan setiap saat diperlukan;
- Menunjuk dan menetapkan tugas majelis hakim dan mengatur pembagian
tugas para hakim untuk melakukan sidang perkara;
- Menetapkan dan memerintahkan eksekusi/sita eksekusi suatu keputusan;
- Mengitsbatkan dan menentukan tim hisab rukyat hilal di Pengadilan
Agama;
- Menunjuk dan menentukan rohaniawan untuk mendampingi
penyumpahan pejabat/pegawai serta memberikan nasehat tentang hukum
Islam sebagai upaya penyuluhan hukum kepada masyarakat;
- Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan;
- Mengevaluasi prestasi kerja para aparat di lingkungan Pengadilan
Agama.
47

b. Wakil Ketua
- Mewakili Ketua Pengadilan Agama dalam hal :
- Memimpin pelaksanaan tugas Pengadilan Agama;
- Menetapkan sasaran setiap tahun kegiatan;
- Menetapkan dan menjadwalkan rencana kegiatan;
- Membagi tugas dan menentukan penanggung jawab kegiatan;
- Menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan kegiatan di lingkungan
Pengadilan Agama;
- Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
- Mengadakan rapat dinas;
- Menetapkan rumusan Pengadilan Agama;
- Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait;
- Menanggapi dan memecahkan masalah yang muncul di lingkungan
Pengadilan Agama;
- Mengadakan konsultasi dengan atasan setiap saat diperlukan;
- Menunjuk dan menetapkan tugas majelis hakim dan mengatur pembagian
tugas para hakim untuk melakukan sidang perkara;
- Menetapkan dan memerintahkan eksekusi/sita eksekusi dalam suatu
keputusan;
- Mengitsbatkan dan menentu tim hisab rukyat hilal di Pengadilan Agama;
- Menunjuk dan menentukan rohaniawan untuk mendampingi
penyumpahan pejabat/pegawai serta memberikan nasehat tentang hukum
Islam sebagai upaya penyuluhan hukum kepada masyarakat;
- Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan;
- Mengevaluasi prestasi kerja para aparat di lingkungan Pengadilan
Agama;
- Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Ketua Pengadilan Agama.

c. Hakim
- Menjadi Ketua dan Anggota Majelis sidang atas penunjukan Ketua
Pengadilan Agama;
- Meneliti dan mempelajari berkas yang akan disidangkan;
48

- Sebagai mediator terhadap pihak yang berperkara untuk melakukan


mediasi kepada pihak yang berperkara;
- Membantu Hakim Ketua Sidang dalam menyelesaiakan konsep
putusan/penetapan Pengadilan Agama;
- Membantu Hakim Ketua Pengadilan Agama dalam bidang hukum Syara
Hisab dan rukyat;
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Ketua Pengadilan Agama;
- Dalam pelaksanaan tugas, Hakim bertanggung jawab kepada Ketua
Pengadilan Agama;
- Hakim anggota pertama pada satu majelis, mengkonsep
putusan/penetapan dan hakim anggota kedua, memeriksa berita acara
sidang.

d. Panitera
- Memimpin pelaksanaan tugas kepaniteraan;
- Menetapkan sasaran kegiatan kepaniteraan;
- Menyusun dan menjadwalkan rencana kegiatan;
- Membagi tugas kepada bawahan dan menetapkan penanggung jawab
kegiatan Kepaniteraan;
- Menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan kegiatan di lingkungan
Kepaniteraan;
- Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
- Mengadakan rapat dinas;
- Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait;
- Menanggapi dan memecahkan masalah yang muncul di bidang
Kepaniteraan;
- Mengadakan konsultai dengan atasan setiap saat diperlukan;
- Menyusun konsep pembinaan hukum agama dan melaksanakan hisab
rukyat;
- Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan;
- Mengevaluasi prestasi kerja para aparat di lingkungan kepaniteraan;
- Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Ketua Pengadilan Agama;
49

- Memberikan pelayanan teknis di bidang administrasi pekara dan


administrasi peradilan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
- Bertanggung jawab terhadap administrasi perkara baik mengenai
pendaftaran perkara/persidangan, pengaturan arsip perkara dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan perkara;
- Bertanggung jawab terhadap penyusunan statistik dan dokumentasi
pengadilan serta pelayanan di bidang hukum syara, pelayanan sumpah,
hisab dan rukyat;
- Memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk kepada bawahannya
dalam pelaksanaan tugas;
- Sebagai koordinator Jurusita Pengganti dan bertanggung jawab langsung
atas kelancaran pelaksanaan tugas meja III;
- Menjadi panitera sidang atas penunjukan panitera;
- Mengadakan rapat-rapat berkala baik sebagai pejabat fungsional maupun
dengan seluruh pegawai yang menjadi bawahannya;
- Menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga hisab rukyat setempat;
- Mempersiapkan tenaga-tenaga untuk itsbat syahidal hilal;
- Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang ditentukan oleh Ketua.

e. Sekretaris
- Memimpin pelaksanaan tugas kesekretariatan;
- Menetapkan sasaran kegiatan kesekretariatan setiap tahun kegiatan
- Menyusun dan menjadwalkan rencana kegiatan;
- Membagi tugas kepada bawahan dan menetapkan penanggung jawab
kegiatan Kesekretariatan;
- Menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan kegiatan di lingkungan
kesekretariatan;
- Memantau pelaksanaan tugas bawahan;
- Mengadakan rapat dinas;
- Menyiapkan konsep rumusan kebijaksanaan pimpinan di bidang
Kepegawaian/Kesekretariatan;
- Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait;
50

- Menanggapi dan memecahkan masalah yang muncul di bidang


Kesekretariatan;
- Mengadakan konsultasi dengan atasan setiap saat diperlukan;
- Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan;
- Mengevaluasi prestasi kerja para aparat di lingkungan Kesekretariatan;
- Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Ketua.

6. Data Jumlah Perkara Izin Poligami Yang Masuk di Pengadilan Agama


Sungguminasa Kelas IB

Tabel Jumlah Perkara Yang Masuk di Pengadilan Agama Sungguminasa Kelas IB


Tahun 2020

No Jenis perkara Jumlah Mengajukan Tidak Keterangan


Perkara Banding Bandinng

1. Perkara di putus 1.628 12 1.614 34 tidak di


tahun 2020 putuskan
karena
melebihi 5
bulan

Total 1.628 12 1.614 34

Keadaan Perkara Sisa Tahun 2020 dan Yang Masuk di Pengadilan Agama
Sungguminasa Kelas IB Tahun 2021 Berdasarkan Klasifikasi Perkara

No Sisa 2020 Masuk Jumlah Putus Cabut Sisa


2021 beban 2021 2021 2021

1 75 1.634 1.709 1.490 179 40

Ket: perkara yang mengajukan tingkat banding 11 perkara dan perkara yang
mengajukan tingkat kasasi 5 perkara
51

Tabel Jumlah Perkara Izin Poligami Yang Masuk di Pengadilan Agama


Sungguminasa Kelas IB Tahun 2020 dan Tahun 2021

No Jenis perkara Jumlah perkara yang masuk

1 Izin Poligami pada tahun 2020 3

Total 3

2 Izin poligami pada tahun 2021 2

Total 2

B. Persfektif Hukum Islam terhadap penetapan Harta Bersama antara suami


dan istri

Allah mensyariatkan hukumnya bertujuan untuk menjaga kemaslahatan


hambanya dan menghindari kerusakan, baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan
tersebut hendak dicapai melalui taklif, yang pelaksanaanya tergantung pada
pemahaman sumber hukum yang utama, yakni al-qur’an dan hadits. Ada yang
mengatakan bahwa tujuan hukum Islam adalah mengambil maslahat dan
mencegah kerusakan.82

Dalam al-qur’an tidak di atur secara rinci tentang harta bersama. Hal itu,
kompilasi hukum islam (KHI) mengaturnya dengan dasar kebiasaan yang telah
diterima dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan tidak bertentangan dengan
syari'at. pada hukum Islam, kebiasaan semacam ini disebut urf yang bisa menjadi
dasar penentuan hukum.

Dalam Islam tidak di atur secara rinci tentang pembagian harta bersama.
Tetapi Islam hanya memberikan rambu-rambu secara umum dalam menyelesaikan
masalah harta bersama. Pembagian harta bersama tergantung kepada kesepakatan
suami dan istri. Kesepakatan ini di dalam Al Qur‟an disebut dengan istilah “Ash
Shulhu“, yaitu perjanjian untuk melakukan perdamaian antara kedua belah pihak
(suami istri) setelah mereka berselisih.

82
makalah, sekripsi, dan materi kuliah: Tinjauan Hukum (Pengertian,Tujuan, Fungsi)
(dukunmahasiswa.blogspot.com) (7 juni 2022)
52

Dalam ajaran islam, ijtihad itu diperbolehkan asalkan berkenaan dengan


masalah-masalah yang belum ditemukan dasar hukumnya. Masalah harta bersama
salah satunya, dimana didalamnya merupakan hasil ijtihad para ulama yang pada
intinya menggolongkan seluruh harta pencaharian didalam perkawinan kedalam
dalam kategori harta bersama kedalam syirkah atau perkongsian.

Masalah harta bersama merupakan persoalan hukum belum tersentuh atau


belum di pikirkan (ghoiru al-mufakkar fiih). Kajian ulama‟ tentang harta bersama,
K.H. Ma‟ruf Amin ketua Majelis Ulama‟ Indonesia (MUI) Pusat mengatakan
bahwa, harta bersama dapat disamakan atau digolongkan kedalam harta syirkah.
Harta bersama dapat diqiyaskan dengan syirkah karena dapat dipahami istri juga
dapat dihitung sebagai pasangan atau kongsi yang bekerja, meskipun tidak ikut
bekerja dalam pengertian yang sebenarnya. Maksudnya, istri bekerja dalam artian
mengurus rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian, bersih-bersih rumah,
mengurus anak dan pekerjaan domestic lainnya, juga dianggap sebagai aktifitas
kerja yang perannya tidak bisa dipandang sebelah mata.83

Harta bersama diqiyaskan dengan syirkah illat hukumnya adalah berkerja


sama. Apabila syirkah berkerja sama untuk mencapai bisnis, maka harta bersama
berkerja sama untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Isi ini
Harta bersama yang di artikan sebagai harta kekayaan yang di hasilkan
antara suami dan istri masih dalam ikatan pernikahan Atau dengan perkataan lain
harta bersama ialah harta yang di hasilkan melalui dari Syirkah antara suami istri
sehinggah adanya percampuran anatara harta yang satu dengan harta yang lain dan
tidak dapat di beda-bedakan dengan yang lain. Maka tidak disalahkan apabila
syirkah di laksanakan di indonesia. Dalam hal ini akan di bahas secara fikih.

1. Menurut Fikih

Harta bersama ialah harta kekayaan yang di peroleh antara suami dan istri
dalam ikatan perkawinan, atau harta yang hasilkan dari perkongsian antara suami
dan istri. Dalam kitab-kitab fiqih, perkongsian di sebut dengan syarikah atau
83
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian, (Bandung:
Alumni, 2005), h. 2
53

syirkah berasal dari bahasa arab. Para ulama mazhab sepakat bahwa ada
perkonsian yang di perbolehkan dan ada pula perkongsian yang tidak di
perbolehkan.

Harta bersama tidak di jelaskan secara rinci di dalam al-Qur’an itu sendiri
ataupun aturan tentang harta bersama apalagi dalam perkara poligami, tetapi
secara umum di munkinkang terbentuknya harta bersama dalam suatu perkawinan
sebagaimana di dalam surat An Nisa ayat 32, yang berbunyi:84

ِ ِ ‫صيب مِّمَّا ٱ ْكتَسبو ۟ا ۖ ولِلن‬ِ ِ ِ


َ ‫َّل ٱللَّهُ بِهۦ َب ْع‬
۟
‫يب مِّمَّا‬
ٌ ‫ِّسٓاء نَص‬
َ َ َُ ٌ َ‫ض ۚ لِّ ِّلر َجال ن‬ٍ ‫ض ُك ْم َعلَ ٰى َب ْع‬
َ ‫َواَل َتتَ َمن َّْوا َما فَض‬
ِ ٍ ِ ‫ٱ ْكتَسنْب َ ۚ و ْسـَٔلُو ۟ا ٱللَّهَ ِمن فَ ْ ِ ِ ِإ‬
ً ‫ضلهۦٓ ۗ َّن ٱللَّهَ َكا َن ب ُك ِّل َش ْىء َعل‬
‫يما‬ َ َ
Terjemahannya
“Dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisa: 32)
Dari beberapa tafsir, seperti tafsir Al Misbah, tafsir Al muyassar dan tafsir
jalalain memberikan penjelasan makna dari surah An Nisa ayat 32, yaitu sebagai
orang beriman tidak boleh merasa iri hati terhadap orang yang lebih banyak di
berikan karunia oleh Allah swt, sesungguhnya Allah swt telah mengatur alam ini
sedemikian rupa agar kalian mendapatkan bagian, sesuai dengan tabi’at perbuatan
dan haknya. Maka dari kalian, berharap agar karunianya ditambahkan oleh Allah
dengan cara mengembangkan bakat dan memanfaatkan kelebihan yang telah
dititipkan Allah kepadanya. Dalam hal ini yang berkaitan harta bersama yang
sudah dijelaskan sedikit sebelumnya.

Ayat di atas menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan apa yang mereka
usahakan maka mendapat bagian. bahwa Allah Swt telah membebani laki-laki dan
wanita dengan berbagai pekerjaan. Dan untuk laki-laki di bebankan perkara-
perkara yang khusus bagi mereka, dan mendapatkan bagian-bagian khusus dari
pekerjaan mereka tanpa adanya kaum wanita. Bagi wanita dibebani berbagai
pekerjaan khusus pula bagi mereka, dan juga mendapatkan bagian-bagian khusus

84
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya, h.
54

dari pekerjaan mereka tanpa adanya kaum laki-laki. Kedua-duanya tidak boleh iri
terhadap apa yang telah di bebani apa yang telah di khususkan bagi mereka.

Mengenai perkongsian antara suami dan istri ialah di perbolehkan selama


hal itu mencerminkan keadilan. Yusuf Qardhawi berpendapat keadilan menurut
Islam adalah hendaknya kita memberikan kepada segala yang berhak akan
haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apa pun, tanpa
melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan tidak
pula menyelewengkan hak orang lain.

C. Implikasi Hukum yang di Timbulkan Terhadap Penetapan Harta


Bersama (Analisis Putusan 419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm)

C. Pendekatan Hakim dalam penetapan harta bersama (Analisis Putusan


419/Pdt.G/2020/Pa.Sgm)
Pada perkara dengan Nomor Putusan 419/Pdt.G/2020/PA.Sgm berkaitan
dengan perkara permohonan izin poligami. Setidaknya memiliki beberapa
pertimbangan Majelis Hakim mengabulkan permohonan izin poligami.

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon pada


pokoknya sebagaimana telah diuraikan di muka.

Menimbang, bahwa majelis hakim telah berupaya menasehati Pemohon agar


mempertimbangkan keinginannya untuk berpoligami sebagaimana ketentuan
Pasal 154 R.Bg, bahkan telah melalui proses mediasi sesuai ketentuan Perma
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang dilakukan
oleh Dra. Hj. Hadidjah, M.H. namun segala upaya tersebut tidak menyurutkan
langkah Pemohon untuk mengajukan izin poligami.

Menimbang, bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan izin poligami


dengan dalil-dalil yang pada pokoknya bahwa Pemohon akan menikah lagi
dengan seorang perempuan yang bernama Suci Mayasari binti Saiman, Termohon
telah menunjukkan keikhlasannya rela untuk di madu dengan membuat surat
pernyataan secara tertulis sementara Pemohon juga telah membuat surat
pernyataan secara tertulis untuk berlaku adil terhadap isteriisterinya kelak dan
55

Pemohon mampu memenuhi kebutuhan hidup isteri-isteri Pemohon karena


Pemohon mempunyai penghasilan yang cukup sebagai wirausahawan untuk
menghidupi 2 (dua) orang isteri, selain itu selama 19 (sembilan belas) tahun
membina rumah tangga, Pemohon dengan Termohon telah memperoleh harta
bersama berupa:

 1 (satu) unit rumah beserta tanahnya seluas 150 m2 (seratus lima puluh
meter persegi) yang terletak di Jalan Gassing Dg. Tiro RT. 003 RW. 005
Kelurahan Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa,
sebagaimana diuraikan dalam Akta Jual Beli Nomor: 79/KSO/KBK/I/06,
Persil Nomor. 2 S.II, Kohir nomor. 929 C.1;
 1 (satu) unit rumah beserta tanahnya seluas 162 m2 (seratus enam puluh
dua meter persegi) yang terletak di Jalan Gassing Dg. Tiro RT. 003 RW.
005 Kelurahan Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa,
sebagaimana diuraikan dalam Akta Jual Beli Nomor: 118/2011, Persil
Nomor. 2 S.II, Kohir nomor. 752 C.1;
 1 (satu) unit rumah beserta tanahnya seluas 92 m2 (sembilan puluh dua
meter persegi) yang terletak di Jalan Gassing Dg. Tiro RT. 003 RW. 005
Kelurahan Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa,
sebagaimana diuraikan dalam Akta Jual Beli Nomor: 280/2016, Persil
Nomor. 2 S.II, kohir nomor. 463 C.1;
 1 (satu) unit motor Nomor Polisi: DD 3488 YI Tahun : 2018 No. Rangka:
MH1JM1115JK 593733 No. Mesin: JM11E1573341
 1 (satu) unit mobil Nomor Polisi: DD 1320 LO Tahun : 2016 Nomor
Rangka: MHFE2CK3JGK040898 Nomor Mesin: 35ZDGA5506.

Menimbang, bahwa dalam jawabannya Termohon mengemukakan halhal


sebagai berikut :

1. Bahwa Termohon ridho dan memberikan izin kepada Pemohon untuk


menikah dengan perempuan lain (berpoligami).

2. Bahwa Termohon memberikan izin kepada Pemohon untuk menikah


dengan perempuan lain (berpoligami) karena Termohon iba terhadap
56

Pemohon sekaligus khawatir menanggung dosa apabila tidak sanggup


untuk memenuhi kebutuhan biologis Pemohon yang meminta
berhubungan suami istri minimal 4 kali dalam sehari.

3. Bahwa Termohon ikhlas memberikan izin kepada Pemohon menikah


lagi dengan perempuan lain (berpoligami) untuk menghindari hal-hal
negatif yang dapat ditimbulkan apabila kebutuhan biologis Pemohon tidak
dapat dipenuhi dengan baik oleh Termohon, apalagi berpoligami juga
adalah jalan syar’i yang diatur dalam alqur’an.

4. Bahwa benar antara Pemohon dan Termohon telah sepakat mengenai


wanita yang akan dijadikan isteri kedua Pemohon yaitu wanita yang
bernama Suci Mayasari binti Salman.

5. Bahwa Termohon meyakini Pemohon dapat menafkahi dan berlaku adil


kepada Termohon dan istri keduanya secara lahir maupun bathin.

6. Bahwa benar selama perkawinan Pemohon dan Termohon telah


mendapatkan harta bersama sebagaimana yang telah disebutkan dalam
permohonan Pemohon.

Menimbang, bahwa pokok masalah yang diperoleh dari tahapan jawab


menjawab antara Pemohon dan Termohon adalah sebagai berikut :

1. Apakah benar permohonan izin poligami yang diajukan Pemohon


beralasan?

2. Apakah benar Termohon memberikan izin kepada Pemohon untuk


berpoligami tanpa ada paksaan?

3. Apakah benar Pemohon mampu menafkahi Termohon beserta calon istri


keduanya dan mampu berbuat adil kepada Termohon dan calon istri kedua
Pemohon?

4. Apakah benar Pemohon dan Termohon memiliki harta bersama berupa


3 (tiga) rumah beserta tanah, 1 (satu) buah mobil dan 1 (satu) buah motor.

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P1 yang diajukan oleh Pemohon


berupa fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor 637/68/XI/2001, yang dikeluarkan
57

oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Somba Opu,
Kabupaten Gowa pada tanggal 12 November 2001, telah bermeterai cukup dan
telah dicocokkan dengan aslinya sehingga memiliki kekuatan pembuktian
sebagaimana ketentuan Pasal 285 R.Bg, maka telah terbukti bahwa Pemohon
dengan Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah, sehingga baik
Pemohon maupun Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan permohonan perceraian.

Menimbang, bahwa terkait bukti P2 berupa Kartu Keluarga, bukti mana


merupakan akta autentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian lengkap
sebagaimana ketentuan Pasal 285 R.Bg, oleh karenanya telah terbukti bahwa
antara Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang menetap dalam satu
naungan rumah tangga serta menetap dalam satu rumah.

Menimbang, bahwa bukti P3 berupa Surat Pernyataan Keridhoaan


Dipoligami meskipun merupakan akta dibawah tangan, namun diakui oleh
Termohon sebagai akta yang dibuat dan ditandatangani oleh Termohon dan
dipertegas dengan pernyataan lisan dalam jawabannya sebagaimana yang
dikehendaki dalam ketentuan Pasal 58 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam sehingga
memiliki kekuatan pembuktian, oleh karenanya terbukti adanya keridhoan dari
Termohon sebagai istri pertama Pemohon untuk memberikan izin kepada
Pemohon menikah lagi (berpoligami) dengan perempuan lain.

Menimbang, bahwa bukti P4 berupa Surat Keterangan Penghasilan


meskipun merupakan akta dibawah tangan, namun diakui oleh Termohon
kebenaran isi dalam akta tersebut sehingga memiliki kekuatan pembuktian karena
telah sesuai dengan ketentuan Pasal 41 huruf (c) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, oleh karenanya terbukti bahwa Pemohon memiliki penghasilan rata-
rata sejumlah Rp36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah) setiap bulannya.

Menimbang, bahwa bukti P5 berupa Surat Pernyataan Berbuat Adil


merupakan akta dibawah tangan, namun diakui oleh Termohon kebenaran isi
dalam pernyataan tersebut sehingga memiliki kekuatan pembuktian karena telah
sesuai dengan ketentuan Pasal 41 huruf (d) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
58

1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang


Perkawinan, oleh karenanya terbukti bahwa Pemohon siap untuk berbuat adil
terhadap isteri-isteri serta anak-anaknya.

Menimbang, bahwa terhadap bukti P6 berupa Surat Perjanjian Pembagian


Harta Bersama, majelis menilai bukti tersebut hanya berupa akta dibawah tangan
yang bersifat pengakuan sepihak, oleh karenanya bukti tersebut hanya
dipertimbangkan sebagai bukti permulaan kepemilikan Pemohon dan Termohon
terhadap harta bersama yang diakui sebagai harta bersama Pemohon dan
Termohon.

Menimbang, bahwa terhadap bukti P7 dan P8 berupa Surat Tanda


Kendaraan Bermotor masing-masing sebuah mobil dan motor atas nama Sugito
dan Vivin Advian, majelis berpendapat bukti tersebut bukanlah merupakan bukti
kepemilikan, namun majelis hakim dapat mempertimbangkannya sebagai bukti
permulaan berkaitan dengan kepemilikan Pemohon dan Termohon atas mobil
maupun motor tersebut.

Menimbang, bahwa terkait bukti P9, majelis berpendapat bukti tersebut


merupakan akta autentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian lengkap
sebagaimana ketentuan Pasal 285 R.Bg, oleh karenanya telah terbukti bahwa
Pemohon dan Termohon memiliki sebidang tanah dan rumah berukuran 150 m2
yang terletak di Jalan Gassing Dg. Tiro Persil Nomor 2 SII, Kohir Nomor 929 C1.

Menimbang, bahwa terkait bukti P10, karena bukti tersebut merupakan


akta autentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian lengkap sebagaimana
ketentuan Pasal 285 R.Bg, oleh karenanya telah terbukti bahwa Pemohon dan
Termohon memiliki tanah dan rumah berukuran 80 m2 yang terletak di Jalan
Gassing Dg. Tiro Persil Nomor 2 SII, Kohir Nomor 463 C.1.

Menimbang, bahwa selain bukti (P) tersebut, Pemohon juga telah


mengajukan bukti keterangan dua orang saksi, namun demikian berkaitan tentang
pemberian izin Termohon kepada Pemohon untuk berpoligami serta alasan-alasan
yang melatarbelakangi pemberian izin Termohon tersebut hanya didasarkan
informasi dari Pemohon dan Termohon bukan berdasarkan pengetahuan saksi
sendiri, oleh karenanya keterangan kedua orang saksi tersebut hanya
59

berkualifikasi testimonium de auditu sebagaimana ketentuan Pasal 308 R.Bg dan


Pasal 1907 KUH Perdata.

Menimbang, bahwa meskipun keterangan kedua orang saksi terkait


pemberian izin Termohon kepada Pemohon untuk berpoligami serta alasanalasan
yang melatarbelakangi pemberian izin Termohon tersebut tidak dapat
dipertimbangkan, namun kedua saksi Pemohon mengetahui bahwa Pemohon
memiliki kendaraan berupa sebuah mobil Toyota Rush dengan Nomor Polisi DD
1320 LO dan sebuah motor Honda Beat dengan Nomor Polisi DD 3488 YI, oleh
karenanya majelis berpendapat keterangan tersebut dapat melengkapi kekuatan
bukti permulaaan yang diajukan Pemohon dan Termohon berupa bukti P7 dan P8
berkaitan kepemilikan Pemohon dan Termohon atas mobil Toyota Rush dengan
Nomor Polisi DD 1320 LO dan sebuah motor Honda Beat dengan Nomor Polisi
DD 3488 YI.

Menimbang, bahwa keterangan saksi pertama dan ketiga Pemohon


tersebut dapat dipertimbangkan lebih lanjut karena telah memenuhi syarat formal
dan materil pembuktian saksi. Menimbang, bahwa Termohon meskipun telah
diberikan kesempatan mengajukan alat bukti, namun Termohon menyatakan tidak
mengajukan alat bukti apapun.

Menimbang, bahwa berdasarkan dalil Pemohon dihubungkan dengan


pengakuan Termohon, bukti-bukti Pemohon serta hal-hal yang terungkap di
persidangan, maka majelis menemukan fakta-fakta sebagai berikut :

1. Bahwa antara Pemohon dan Termohon adalah suami isteri sah

2. Bahwa antara Pemohon dan Termohon masih tinggal bersama dalam satu
rumah.

3. Bahwa Termohon ridho dan ikhlas memberikan persetujuan kepada Pemohon


untuk berpoligami dengan alasan Termohon tidak sanggup lagi melayani
kebutuhan biologis Pemohon yang membutuhkan hubungan suami isteri 4 kali
dalam sehari.

4. Bahwa Pemohon memiliki penghasilan rata-rata sejumlah Rp36.000.000,- (tiga


puluh enam juta rupiah) setiap bulannya.
60

5. Bahwa Pemohon berkomitmen untuk berbuat adil baik kepada Termohon


maupun calon isteri keduanya.

6. Bahwa selama berumah tangga Pemohon dan Termohon memiliki harta


bersama berupa :

 Sebidang tanah dan rumah berukuran 150 m2 yang terletak di Jalan Gassing
Dg. Tiro Nomor 2 SII, Kohir Nomor 929 C1 dengan batas-batas :  Sebelah
Utara : Tanah milik Agustinus Hada  Sebelah Timur : Tanah milik Dg. Tarra
 Sebelah Selatan: Tanah milik Dg. Tarra  Sebelah Barat : Tanah milik Dg.
Tika

 Sebidang tanah dan rumah berukuran 80 m2 yang terletak di Jalan Gassing


Dg. Tiro Nomor 2 SII, Kohir Nomor 463 C1 dengan batas-batas :  Sebelah
Utara : Jalan Kapling  Sebelah Timur : Tanah milik Sutarno  Sebelah
Selatan: Tanah milik Sirua/Jalan Setapak  Sebelah Barat : Tanah milik Sittiara
binti H. Sampara

 Sebuah motor Honda Beat dengan Nomor Polisi DD 3488 YI

 Sebuah mobil mobil Toyota Rush dengan Nomor Polisi DD 1320 LO

Menimbang, bahwa pada prinsipnya perkawinan dalam Islam menganut


asas monogami, sehingga pada dasarnya seorang pria hanya boleh memiliki
seorang istri sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, namun demikian undang-undang
tersebut juga membuka kemungkinan apabila seorang suami ingin beristeri lebih
dari seorang, hal mana ketentuan tersebut telah digariskan lebih dahulu dalam
Alqur’an Surah an-Nisaa ayat 3:

‫ث َو ُربٰ َع ۚ فَاِ ْن ِخ ْفتُ ْم‬ ِ ‫واِ ْن ِخ ْفتم اَاَّل ُت ْق ِسطُوا ىِف الْيت ٰٰمى فَانْ ِكحوا ما طَاب لَ ُكم ِّمن الن‬
َ ‫ِّساۤء َم ْثىٰن َوثُ ٰل‬
َ َ ْ َ َ ُْ َ ْ ُْ َ
‫ك اَ ْد ٰنٓى اَاَّل َتعُ ْولُْو ۗا‬ ِ ِ ِ
ْ ‫اَاَّل َت ْعدلُْوا َف َواح َدةً اَْو َما َملَ َك‬
َ ‫ت اَمْيَانُ ُك ْم ۗ ٰذل‬

Terjemahannya:
61

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Menimbang, bahwa meskipun ketentuan tentang kebolehan beristeri lebih


dari seorang telah diatur dalam alqur’an dan ketentuan perundang-undangan,
namun kedua ketentuan tersebut juga telah mengatur pembatasan-pembatasan
terkait degan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang suami yang ingin
melakukan poligami. Menimbang, bahwa syarat-syarat pembatasan poligami
tersebut salah satunya disebutkan dalam Alqur’an Surah an Nisaa ayat 3 yang
memberikan syarat dapat berlaku adil bagi suami yang ingin berpoligami, apabila
tidak bisa berlaku adil maka sebaiknya cukup dengan satu isteri.

Menimbang, bahwa selain syarat yang disebutkan dalam alqur’an, negara


dalam hal ini pemerintah juga semakin memberikan pengetatan terhadap
kebolehan berpoligami dengan mensyaratkan keadaan tertentu bagi istri Pemohon
poligami yang harus terpenuhi secara optional apabila ingin mendapatkan izin dari
Pengadilan Agama yaitu 1) istri tidak dapat melaksanakan kewajibannya 2) istri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3) istri tidak
dapat melahirkan keturunan, sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal 4
ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 41
huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 57
Kompilasi Hukum Islam, selain syarat berkaitan dengan keadaan istri Pemohon
Poligami, terdapat juga syarat-syarat kumulatif yang harus dipenuhi oleh
Pemohon izin poligami yaitu, 1) Harus mendapat persetujuan dari istri 2)
memiliki kemampuan untuk menjamin kehidupan isteri-isteri dan anak-anaknya
3) Mampu berlaku adil, hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat
(1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 41 huruf
(b), (c), (d) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
62

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 55 ayat (2)
serta Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam.

Menimbang, bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan izin


poligami dan dalam pemeriksaan perkara telah membuktikan bahwa Termohon
yang merupakan istri Pemohon tidak sanggup lagi memenuhi kewajibannya
melayani kebutuhan biologis Pemohon yang membutuhkan 4 kali hubungan
suami isteri dalam sehari, oleh karenanya pengajuan izin poligami yang diajukan
Pemohon beralasan karena telah memenuhi ketentuan Pasal Pasal 4 ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 41 huruf (a)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam.

Menimbang, bahwa berkaitan dengan syarat-syarat kumulatif yang harus


dipenuhi Pemohon sebagaimana ketentuan dalam Alqur’an Surah an-Nisaa ayat 3
serta Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
jo. Pasal 41 huruf (b), (c), (d) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Pasal 55 ayat (2) serta Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam, Pemohon telah
membuktikan adanya persetujan Termohon sebagai isteri untuk memiliki isteri
lebih dari seorang, adanya kemampuan untuk menjamin kebutuhan isteri-isteri
beserta anak-anaknya dengan penghasilan yang saat ini dimiliki oleh Pemohon
dan Pemohon juga telah meyakinkan majelis hakim dengan surat pernyataan
bersedia berbuat adil yang oleh majelis menilai telah cukup menunjukkan
komitmen sekaligus itikad baik dari Pemohon untuk berbuat adil kepada isteri-
isterinya.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut


diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa telah terdapat cukup alasan
hukum untuk mengabulkan permohonan Pemohon dengan mengizinkan Pemohon
untuk melaksanakan perkawinan kedua (poligami) dengan perempuan yang
bernama Suci Mayasari binti Saiman.

Menimbang, bahwa berkaitan dengan pengajuan penetapan harta bersama


dalam perkara aquo, majelis berpendapat penetapan harta bersama yang berkaitan
63

dengan adanya izin poligami memiliki kepentingan yang urgent untuk menjamin
serta memberikan kepastian hukum atas harta bersama Pemohon dan Termohon
sebelum Pemohon menikah lagi dengan isteri keduanya sehingga menjamin hak-
hak dari Termohon sebagai isteri pertama hal ini sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam.

Menimbang, bahwa majelis hakim telah melakukan pemeriksaan setempat


mengenai obyek sengketa tersebut, hal mana dalam pemeriksaan tersebut dapat
dipastikan bahwa keberadaan obyek tersebut benar adanya, lengkap dengan
ukuran dan batas-batasnya.

Menimbang, bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis


hakim telah terbukti harta-harta yang diperoleh selama masa perkawinan
Pemohon dan Termohon adalah :

a. Sebidang tanah dan rumah berukuran 150 m2 yang terletak di Jalan Gassing
Dg. Tiro Nomor 2 SII, Kohir Nomor 929 C1 dengan batas-batas :

 Sebelah Utara : Tanah milik Agustinus Hada

 Sebelah Timur : Tanah milik Dg. Tarra

 Sebelah Selatan: Tanah milik Dg. Tarra

Sebelah Barat : Tanah milik Dg. Tika b. Sebidang tanah dan rumah berukuran
80 m2 yang terletak di Jalan Gassing Dg. Tiro Nomor 2 SII, Kohir Nomor
463 C1 dengan batas-batas :

 Sebelah Utara : Jalan Kapling

 Sebelah Timur : Tanah milik Sutarno

 Sebelah Selatan: Tanah milik Sirua/Jalan Setapak

 Sebelah Barat : Tanah milik Sittiara binti H. Sampara c. Sebuah motor Honda
Beat dengan Nomor Polisi DD 3488 YI d. Sebuah mobil mobil Toyota Rush
dengan Nomor Polisi DD 1320 LO Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 35
ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengatur
bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh dalam masa perkawinan,
oleh karenanya berdasarkan ketentuan tersebut majelis menetapkan harta
64

yang diperoleh Pemohon dan Termohon selama masa perkawinan Pemohon


dan Termohon sebagai harta bersama Pemohon dan Termohon.

Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka


berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara dibebankan kepada
pemohon . Memperhatikan segala ketentuan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta berkaitan dengan perkara ini.

MENGADILI

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian.

2. Mengizinkan Pemohon #nama Pemohon untuk melakukan perkawinan kedua


(poligami) dengan perempuan yang bernama Suci Mayasari binti Saiman.

3. Menetapkan harta berupa :

e. Sebidang tanah dan rumah berukuran 150 m2 yang terletak di Jalan Gassing
Dg. Tiro Nomor 2 SII, Kohir Nomor 929 C1 dengan batas-batas :

 Sebelah Utara : Tanah milik Agustinus Hada

 Sebelah Timur : Tanah milik Dg. Tarra

 Sebelah Selatan: Tanah milik Dg. Tarra

Sebelah Barat : Tanah milik Dg. Tika f. Sebidang tanah dan rumah
berukuran 80 m2 yang terletak di Jalan Gassing Dg. Tiro Nomor 2 SII,
Kohir Nomor 463 C1 dengan batas-batas :

 Sebelah Utara : Jalan kaflin

 Sebelah Timur : Tanah milik Sutarno

 Sebelah Selatan: Tanah milik Sirua/Jalan Setapak

 Sebelah Barat : Tanah milik Sittiara binti H. Sampara g. Sebuah motor


Honda Beat dengan Nomor Polisi DD 3488 YI h. Sebuah mobil mobil
Toyota Rush dengan Nomor Polisi DD 1320 LO Adalah harta bersama
Pemohon dan Termohon.
65

4. Menolak selain dan selebihnya

5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp


1.786.000 (satu juta tujuh ratus delapan puluh enam ribu rupiah).

Berdasarkan uraian pertimbangan hukum dan amar putusan yang telah


ditetapkan oleh majelis hakim diatas maka penelitian telah melakukan analisis
putusan serta telah melakukan wawancara kepada A. Muhammad Yusuf Bakri
S.H M.H. yang merupakan salah satu hakim pengadilan agama sungguminasa
kelas 1B, dalam mengabulkan penetapan harta bersama dalam praktik izin
poligami ialah:

hakim mengabulkan izin poligami dan penetapan harta bersama tersebut


sudah di jelaskan dalam undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 telah di
ubah dengan undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 di atur pada pasal 3 ayat (1)
bahwa pada prinsipnya perkawinan dalam islam menganut asas monogami,
sehinggah pada dasarnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri. Hal itu,
pasal 35 ayat (1) undang-undang Nomor 1 Tahun 1974tentang mengatur bahwa
harta bersama adalah harta yang di peroleh dalam masa perkawinan.

Pada ketentuan dalam kebolehan beristeri lebih dari seorang telah di atur
dalam undang-undang, namun ketentuan tersebut juga telah mengatur
pembatasan-pembatasan terkait dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang suami yang ingin melakukan poligami. negara dalam hal ini pemerintah
juga semakin memberikan pengetatan terhadap kebolehan berpoligami dengan
mensyaratkan keadaan tertentu bagi istri Pemohon poligami yang harus terpenuhi
secara optional apabila ingin mendapatkan izin dari Pengadilan Agama yaitu 1)
istri tidak dapat melaksanakan kewajibannya 2) istri mendapat cacat badan atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3) istri tidak dapat melahirkan keturunan,
sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 41 huruf (a) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

hakim mengabulkan izin poligami tersebut itu di jelaskan dalam al-


qu’an surah an-nisa ayat 3.
66

‫ث َو ُربٰ َع ۚ فَاِ ْن ِخ ْفتُ ْم‬ ِ ‫واِ ْن ِخ ْفتم اَاَّل ُت ْق ِسطُوا ىِف الْيت ٰٰمى فَانْ ِكحوا ما طَاب لَ ُكم ِّمن الن‬
َ ‫ِّساۤء َم ْثىٰن َوثُ ٰل‬
َ َ ْ َ َ ُْ َ ْ ُْ َ
‫ك اَ ْد ٰنٓى اَاَّل َتعُ ْولُْوا‬ ِ ِ ِ
ْ ‫اَاَّل َت ْعدلُْوا َف َواح َدةً اَْو َما َملَ َك‬
َ ‫ت اَمْيَانُ ُك ْم ۗ ٰذل‬

Terjemahannya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Pada ketentuan dalam kebolehan beristeri lebih dari seorang telah di atur
dalam al-quran, namun ketentuan tersebut juga telah mengatur pembatasan-
pembatasan terkait dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang suami
yang ingin melakukan poligami. syarat-syarat pembatasan poligami salah satunya
ialah mampu berlaku adil, apabila tidak bisa maka sebaiknya tidak melakukan
poligami. Dan juga diatur Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam, selain syarat
berkaitan dengan keadaan istri Pemohon Poligami, terdapat juga syarat-syarat
kumulatif yang harus dipenuhi oleh Pemohon izin poligami yaitu, 1) Harus
mendapat persetujuan dari istri 2) memiliki kemampuan untuk menjamin
kehidupan isteri-isteri dan anak-anaknya 3) Mampu berlaku adil.

Maka dari itu implikasi hukum dari penetapan harta bersama ialah
mencegah dari perceraian dan mencegah pertikaian di sebab kan adanya
percampuran harta.

1. mencegah dari perceraian

Dengan adanya implikasi hukum dari penetapan harta bersama ini


dalam praktik izin poligami, maka seorang hakim menetapkan harta bersama
antara suami dan istri dalam praktik izin poligami untuk mencegah dari
perceraian. Perceraian merupakan hal yang tidak di sukai oleh allah swt tetapi
allah membolehkannya. Sehinggah untuk mencegah dari perceraian tersebut
67

dalam penetapan harta bersama dalam praktik izin poligami. Adapun indikator-
indikator dalam mencegah perceraian ialah

a. adanya kesepakatan

dengan adanya kesepakatan anatara suami dan istri bahwa sahnnya


seorang istri memberikan izin kepada suami untuk menikah lagi atau berpoligami,
karena syarat-syarat untuk melakukan poligami ialah adanya izin dari istri
sebagaimana di jelaskan dalam undang-undang.

b. adanya harta

harta merupakan yang perlu di perhatikan karena sebagai seorang suami


harus bisa menafkahi istrinya sebagaimana di jelaskan dalam al-qur’an

sehinggah seorang suami harus memberikan nafkah kepada istri dan ana-

anaknya, baik dalam urusan papan (tempat tinggal), pangan (makanan), sandang

(pakaian), serta lainnya yang bersifat kebendaan. Sehinggah seorang suami ingin

melakukan poligami maka harus dapat memberikan nafkah. Jika tidak mampu

memenuhi semua hak-hak mereka, maka ia diharamkan untuk berpoligami, bila

yang sanggup dipenuhi hanya dua maka baginya haram untuk menikahi dengan

tiga orang, jika sanggup hanya tiga orang maka haram baginya menikah dengan

empat orang. Sehinggah ingin melakukan poligami maka harus berlaku adil dan

bisa menafkahi istri-istrinya dan anak-anaknya.


c. permasalahan kebutuhan hiper sexs

hiper sexs adalah orang dalam kelebihan dalam sexs, hal ini banyak
merupakan persoalan yang jarang di temukan tapi bisa mengakibatkan sebuah
perceraian, karena apabila seorang istri tidak meampu melayani suaminya ia tidak
kuata dalam melakukan hal tersebut seorang bisa menceraikan istrinya, da

2. mencegah pertikaian di sebabkan adanya percampuran harta

Pertikiana merupakan hal yang di larang oleh allah. Sebagaimana di dalam


al-qur’an
68

Dengan penetapan harta bersama dalam praktik izin poligami dapat


mencegah dari pertikain tersebut karena adanya kesepakatan anatara kedua belah
pihak yang telah di tetapkan oleh pengadilan agama.

Bahwa sahnya penetapan harta bersama ini di lakukan agar dapat


mencegah dari perselisihan anatara istri yang satu dan istri kedua nantinya pada
saat sudah menikah.

Menurut hakim A. Muhammad Yusuf Bakri S.H M.H mengatakan bahwa


pendekatan hakim dalam menetapkan harta bersama yaitu, pendekatan sebagai
pencegahan perceraian dan mencegah dari perkelahian.

1. pencegahan perceraian

2. mencegah dari perkelahian


69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
B.Saran
70

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Boedi. dan Beni Ahmad Saebani, Perkawinan dan Perceraian
Keluarga Muslim, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Cet Ke-1, Bandung: Pustaka
Setia, 1999.
Al zuhaily,Wahbah. al- Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz. 2.
Ali, Zainudin. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika, 2006.
Al-Maragi,-Ahmad Mustafa.mTerjemahan Tafsir’Al-Maraghi 5,-Semarang: Toha
Putra-1993.
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosia: Format 2 Kuantitatif Dan
Kualitatif, Surabaya: Airlangga university Press, 2005.
Dahlan, Abdul Aziz. dkk. Ensiklopedia Hukum Islam “Monogami, Bihami, dan
Poligami”, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
71

Emzir, Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Cet Ke-IV, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014.
Faesal, Sanafiah. Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial, Surabaya: Usaha
Nasional, 2002.
Fatoni, Abdurrahman. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususna Skripsi
Jakarta: Rineka Cipta,2011.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Reserch Yogyakarta: Andi Ofset, Edisi Refisi, 2002.
Harahap, M. Yahya. Perlawanan Terhadap Eksekusi, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti: 1993.
Hasan, M. Ali. Berbagi Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Husein, Imanuddin. Satu Isteri Tak Cukup Jakarta: Khaznah, 2003.
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial, Jakarta: Erlangga, 2009.
Ihcsan, Muchammad. pengantar Hukum Islam, Yogyakarta: percetakan
muhammadiyah “gramasurya” 2015.
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta:
Perum Percetakan Negara RI, 2015.
Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul fikih, terjm. Halimuddin Jakarta: Rineka Cipta,
2012.
Labib MZ, Pembelaan Umat Muhammad Surabaya: Bintang Pelajar 1986.
Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2006.
------, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta,
Kencana Prenada Media Group, 2008.
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011.
Muinawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nuroniyah,Wasmandan Wardah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Teras
Yogyakarta,Tahun 2011.
Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa departemen pendidikan dan
kebudayaan, kamus besar bahasa indonesia, edisi kedua, jakarta, balai
pustaka, 1995, cet. Ke VII.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Jilid 2 Jakarta: Gema Insani, 2002.
Rasyid, H. Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2016.
Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Edisi Revisi, Cet. 1. Jakarta:
Rajawali Pers, 2013
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur‟an; Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai
Persoalan Umat Bandung: Mizan, 1996.
-------, Muhammad Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2005.
Soekanto, Soerjono. Kamus Hukum Adat, Alumni, Bandung, Cet. Ke-1, 2009.
72

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan


Yogyakarta: Liberty, 1999.
-------, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, yogyakarta:
liberty 1989.
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, jakarta: intermasa, 1985.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Cet. Ke 8.
Bandung: Alfabeta, 2009.
-------, Metode Penelitian Pendidikan Bandung: Alfabeta, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2005.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan di Indonesia, UI-Press, Jakarta, Cetakan
Kelima, 1986.
Tihami & Sobari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap, Ct. 3 Jakarta,
Rajawali Pers, 2013.
Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2005.
JURNAL
Cahyani, Andi Intan, “Poligami dalam Perspektif Hukum Islam”. Al-Qadau 5, no.
2 (2018): h. 279.
Chotban, Shippa, “Nilai Keadilan dalam Syariat Poligami”. Al-Qadau 5, no. 1
(2017): h. 179.
Hamdun, Ibnu dan Muh. Saleh Ridwan, “Tinjauan Hukum Islam Tentang
Dampak Poligami Terhadap Istri Di Kabupaten Gowa”. Qadauna 1, no. 1
(2019): h. 36.
Hasbi. dkk, “Pertimbangan Hakim Terhadap Pemberian Izin Perkawinan Poligami
Menurut Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Sunguminasa)”, Al-Qadau 8, no. 1
(2021). h. 103.
Hasri dan Saleh Ridwan, “Pemenuhan Nafkah Batin Narapidana Kepada Istri Di
Lapas Kelas 1 Makassar Dan Implikasinya Bagi Keharmonisan Keluarga”.
Qadauna 3, no. 3 (2021): h. 525.
Hidayati, Nur dan Hartini, “Relevansi Kafa’ah Perspektif Adat Dan Agama
Dalam Membina Rumah Tangga Yang Sakinah”. Qadauna 1, no. 2 (2020):
h. 2.
Iryani, Eva. “Hukum Islam, Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia”. Universitas
Batanghari Jambi 17, no. 2 (2017): h. 24.
Khaerani, Nurul. dan Supardin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pertimbangan
Hakim Pengadilan Agama Maros Dalam Penetapan Besaran Minimal
Nafkah Anak (ANALISIS PUTUSAN NOMOR:39/Pdt.G/2019/PA.Mrs)”.
Shatauna 1, no. 3 September (2020): h. 677.
Latupono, Barzah. “Kajian Juridis Dampak Poligami Terhadap Kehidupan
Keluarga”. Bacarita Law 1, no. 1 November (2020): h. 22-25.
Mar’fuah, Nurul Ainun, dkk. “Legal Reasoning Hakim Dalam Menentukan
Besaran Bagian Harta Bersama Dalam Perkara Perceraian (Studi Putusan
Nomor 139/Pdt.G/2017/Pa Takalar 1B”. Qadauna 2, no.1 (2020): h. 30.
73

Masri, Esther. “Poligami Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor I Tahun 1974


Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)”. Krtha
Bhayangkara 13, no. 2 Desember (2019): h. 238.
Ramlah dan Musyfikah Ilyas, “Praktik Poligami Di Kecamatan Campalagian
Kabupaten Polewali Mandar”. Qadauna 1, no.1 (2019): h. 65.
Toyib, Mochamad dan Sudirwan. “Konsep Adil Dalam Poligami Perspektif Imam
Syafi’I”. Al Wasith: Studi Hukum Islam 2, no. 1 (2017): h. 25.
Zunaidi, Arif. “Kedudukan Harta Bersama Perkawinan Poligami”. Fakultas
Syariah II, no. 2 Juni (2018): h. 91.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana
Tentang Pekawinan.
74

DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Dokumentasi Penelitian

Pendataan Jumlah Kasus Hadhanah yang diputuskan oleh Pengadilan


Agama Makassar Kelas IA bersama Panitera Muda (Panmud) Ibu Hj.
Fatimah

Wawancara dengan salah satu hakim di Pengadilan Agama Makassar Kelas

1A bernama Drs. H. Ahmad P., M.H.


75

Berfoto dengan salah satun Informa/Narasumber hakim Pengadilan Agama

Makassar Kelas IA bernama Drs. H. Ahmad P. M.H

Struktur organisasi Pengadilan Agama Makassar Kelas IA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


76

Penulis pada skirpsi ini mengambil judul

“TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PENETAPAN

HADHANAH DALAM MENJAMIN

KEBERLANGSUNGAN PENDIDIKAN

ANAK DI PENGADILAN AGAMA

MAKASAR KELAS IA (Analisis

Putusan 1850 Pdt.G/2014/PA.Mks).

Nama lengkap Andi Agung Mallongi,

Nim: 10100118102, merupakan anak ketiga dari 4 (empat) bersaudara dari

pasangan Ayahanda Andi Muhammad Nasri dan Ibunda Andi Rosmiati. Riwayat

pendidikan formal penulis di Sekolah Dasar Negeri 2 Sabilambo, Kelurahan

Sabilambo, Kecamatan Kolaka pada tahun 2007-2012, penulispun melanjutkan

pendidikan di Madrasah Tsanawiya Negeri 1 Kolaka di tahun 2012-2015,

selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Madrasah Aliyah Negeri 1 Kolaka di

tahun 2015-2018. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan

pendidikannya ke perguruan tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin

Makassar dan berhasil lulus di Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah

dan Hukum pada tahun 2022.

Sebagai mahasiswa di jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah

dan Hukum, penulis pernah menjadi pengurus di Ikatan Penggiat Peradilan Semu

(2019-2020), Pengurus Dewan Mahasiswa (2020-2021), Himpunan Mahasiswa

Jurusan Hukum Keluarga Islam (2019-2020) dan salah satu pendiri Lembaga

Debat dan Riset Hukum (LDRH) Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
77

Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Penulis pun pernah beberapa kali mengukir

prestasi pada tingkat regional maupun nasional diantaranya; Juara 1 Internal Moot

Court Compettion Tahun 2019, Juara 3 Lomba Debat Hukum Nasional Alauddin

Law Fair, Juara 1 Lomba Debat Pekan Ilmiah FSH Uinam Tahun 2021. Juara 2

Lomba Debat Hukum Poros Intim PTKIN Se-Indonesia Timur Tahun 2021. Juara

3 Lomba Debat Hukum OASE PTKIN Se- Indonesia tahun 2021. Peserta

Delegasi Constitutional Drafting Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia

(MPR RI) tahun 2020.


78

Anda mungkin juga menyukai