Anda di halaman 1dari 120

Final Draft

PANDUAN
PENERAPAN
5R DI
SEKOLAH
Versi 1.0

Disusun oleh:

Tim Penyusun Panduan Penerapan 5R di Sekolah


- Yayasan Toyota Dan Astra -

1
Daftar Isi
* Pengantar

I. Apa itu 5R

* 5R dan Maknanya

* Metodologi 5R

II. Mengapa Sekolah Perlu Menerapkan 5R

III. Bagaimana Menerapkan 5R Di Sekolah

A. Persiapan Pelaksanaan 5R

* Prinsip Dasar dan Maksud Penerapan 5R

* Sasaran Penerapan 5R Di Sekolah

* Tahapan Persiapan Penerapan 5R Di Sekolah

1. Membangun landasan yang kuat


 Komitmen pimpinan sekolah
 Kemauan sekolah untuk berubah ke arah yang positif

2. Pembentukan organisasi 5R
 Komite 5R,
 Pembagian area/zona 5R dan penanggung-jawab area/zona 5R.
 Aktivitas Kelompok Kecil 5R
 Audit 5R
 Kendali Visual
 Pengingat dan Penyemangat

3. Pengenalan dan pemahaman 5R

B. Pelaksanaan 5R

 Penjelasan Garis Besar


 Keterlibatan seluruh unsur penyelenggara sekolah dan Siswa
 5R langkah demi langkah
 Beberapa strategi 5R
 Menjaga terus berputarnya roda 5R

 Penjelasan Lebih Rinci Tahapan atau Siklus 5R/5S

2
* Penutup: Mendapatkan hasil yang terbaik dari proses penerapan
5R di Sekolah

Sumber dan Rujukan

Appendiks: Contoh-Contoh Alat-Bantu Penerapan 5R Sebagai Rujukan

3
Pengantar

Dengan memanjatkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami dengan gembira
menghadirkan “Panduan Penerapan 5R Di Sekolah” versi 1.0 untuk kiranya bisa
dimanfaatkan khususnya oleh sekolah-sekolah yang ingin dan tertarik menerapkan 5R
atau biasa juga disebut 5S.

Panduan ini kami susun untuk lebih mendekatkan metodologi 5R/5S dengan situasi dan
kondisi yang secara aktual dihadapi oleh sekolah pada khususnya serta dunia
pendidikan pada umumnya. Seperti diketahui, kalau metodologi 5R itu – terutama
sasarannya – dilihat di permukaannya saja, hampir-hampir tidak terlihat sama sekali
kaitannya dengan dunia pendidikan. Tetapi, seperti nanti dijelaskan, di bawah
permukaan metodologi 5R yang terlihat atau kasat mata, ada ‘arus bawah’ yang, kalau
itu disadari dan kemudian dimanfaatkan seoptimal mungkin, akan menjadi daya dorong
tambahan yang ekstra kuat bagi sang ‘biduk’ sekolah untuk berlayar menuju pelabuhan
tujuannya yaitu melahirkan lulusan yang luhur, unggul dan tangguh. “Arus bawah” itu
adalah kesadaran dan semangat untuk senantiasa ‘memilah’, ‘menata’,
‘merapikan’ dan ‘membersihkan serta menjaga berfungsi-dengan-baiknya’ segala
sesuatu di lingkungan kita. Kalau kesadaran dan semangat itu ditanamkan ke anak
didik sebagai gaya hidup atau bahkan budaya, niscaya mereka akan terbiasa hidup
tertib dan teratur yang kemudian bisa dikembangkan menjadi kebisaan dan kebiasaan
bekerja sistematis, efisien dan efektif. Hasilnya apalagi kalau bukan lahirnya insan yang
luhur, unggul dan tangguh.

Dalam menyusun panduan ini, kami memang melakukan berbagai adaptasi agar
penjelasan penerapan 5R di panduan ini lebih sesuai dan relevan dengan situasi,
kondisi serta kepentingan sekolah sehingga gagasan praktis di balik konsep 5R,
terutama nilai-nilai 5R sebagai alat untuk mencapai sasaran dan tujuan yang
diharapkan sekolah, bisa lebih mudah dan lebih jelas dipahami oleh seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) sekolah.

4
Harapan kami, mudah-mudahan penjelasan panjang lebar mengenai 5R di panduan ini
akan bisa memberikan pemahaman mengenai 5R yang cukup mendalam sehingga ruh
5R (apa itu 5R, maknanya, prinsip dasarnya, maksud dan tujuannya) serta
metodologinya benar-benar dipahami dan diamalkan serta dilaksanakan dengan benar
dan konsisten. Dengan begitu diharapkan akan tumbuh, terutama di kalangan siswa,
etos kerja, rasa tanggung-jawab, kedisiplinan, kepedulian, inisiatif, dan kemampuan
bekerja dalam kelompok yang merupakan elemen budaya industri.

Kami menyadari bahwa panduan ini masih jauh dari sempurna. Tetapi kalau kami
mengejar kesempurnaan, barangkali panduan ini tidak akan pernah bisa terbit. Oleh
karena itu, walaupun mungkin masih banyak kekurangannya, kami memberanikan diri
untuk mengedarkan panduan ini, dengan catatan bahwa kami akan dari waktu-ke-waktu
menyempurnakan panduan ini dengan memanfaatkan masukan-masukan terutama dari
kalangan sekolah sebagai pihak yang paling berkepentingan dengan pemanfaatan
panduan ini.

Semoga panduan ini bermanfaat bagi sekolah-sekolah yang kami tahu banyak yang
ingin menerapkan metode 5R tetapi tidak atau tidak terlalu paham caranya.

Jakarta, Maret 2019

Yayasan Toyota dan Astra

5
I. APA ITU 5R

6
A. 5R

- Ringkas
- Rapi
- Resik
- Rawat
- Rajin

Istilah 5R adalah adaptasi dari istilah 5S yang merujuk pada istilah asli bahasa
Jepangnya, yaitu:
Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke.
Istilah bahasa Inggrisnya juga 5S, yaitu:
Sort, Set In-Order, Shine, Standardize, Sustain.

7
B. Makna 5R:

Ringkas:

Memilah dan memisahkan barang yang diperlukan atau berguna dan yang tidak
diperlukan atau tidak berguna, serta menyimpan apa-apa yang memang diperlukan dan
membuang apa-apa yang tidak diperlukan.

Rapi:

Menyimpan, menempatkan dan menata benda dan peralatan kerja dengan rapi.
Memberi identitas yang jelas serta menentukan tempatnya masing-masing sehingga
setiap orang bisa gampang menemukan dan mengembalikannya pada tempatnya
semula.

Resik:

Membersihkan dan menjaga kebersihan lingkungan sekolah / area pembelajaran


praktek/area kerja dan semua fasilitas yang ada di lingkungan sekolah/area
pembelajaran praktek/area kerja. Mengidentifikasikan penyebab kotornya lingkungan
sekolah/ area pembelajaran praktek/area kerja dan fasilitas-fasilitas yang ada di situ.
Memastikan fasilitas-fasilitas (sarana dan prasarana) yang ada di lingkungan
sekolah/area pembelajaran praktek/area kerja berfungsi sebagaimana mestinya.
Melakukan pembenahan yang efektif terhadap penyebab kotornya lingkungan
sekolah/area pembelajaran praktek/area kerja dan tidak berfungsinya fasilitas-fasilitas
yang ada di sana.

Rawat:

Menjaga tetap terjaganya 3R (Ringkas, Rapi, Resik). Menetapkan aturan-aturan dan


prosedur bagi bisa terciptanya lingkungan pembelajaran/kerja yang rapi, teratur dan
nyaman sehingga 3R yang pertama (Ringkas, Rapi, Resik) benar-benar menjadi
kebiasaan.

8
Rajin:

Menjaga terus ditaati dan dipraktekkannya 4R yang pertama (Ringkas, Rapi, Resik,
Rawat) dan menjadikannya budaya.

9
C. Metodologi 5R
Metodologi 5R berintikan serangkaian proses yang dirancang untuk membantu
menciptakan dan mempertahankan kondisi dan atmosfir suatu tempat atau area kerja
yang teratur, tertib, nyaman dan menyenangkan serta efisien, atau dengan kata lain
tempat atau area kerja yang ideal.

Metodologi 5R selama ini telah terbukti berhasil mengubah dan memperbaiki atmosfir,
wajah dan kondisi banyak tempat atau area kerja maupun fasilitas umum, seperti
stasiun-stasiun kereta api dan beberapa rumah sakit umum di kota-kota besar di Jawa.

Konsep di balik metodologi 5R sangat sederhana, dan telah terbukti efektif selama ini
karena berangkat dari dan berlandaskan akal-sehat (common sense) serta bisa
dilakukan oleh siapapun yang menginginkan kehidupan yang tertib, teratur, nyaman,
aman dan efektif.

Metodologi 5R juga sering disebut sistem pengelolaan atau pengaturan rumah tangga’
(housekeeping) karena memang perlu dilakukan terus menerus secara teratur. Kalau
tidak, kondisi rumah akan berantakan, kacau, tidak teratur, tidak nyaman dan tidak
menyenangkan bagi penghuni-penghuninya.

10
II. MENGAPA
SEKOLAH PERLU
MENERAPKAN 5R?

11
Banyak orang beranggapan bahwa aktivitas 5R hanya cocok untuk mereka yang
bergerak dalam bidang usaha manufaktur. Anggapan semacam itu bisa dimengerti
karena banyak dari aktivitas 5R disesuaikan dengan kondisi dan cara bekerja di industri
manufaktur. Bahkan manfaat aktivitas 5R yang sering disebutkan (zero defect, zero
waste, cost reduction, proses produksi yang lebih lancar, dlsb.) lebih terkait dengan
karakteristik industri manufaktur.

Tetapi pada kenyataannya, aktivitas 5R bisa sangat bermanfaat dan berguna di


hampir semua kegiatan, bahkan dalam kehidupan pribadi sekalipun, seperti di
rumah tangga kita masing-masing. Banyak instansi yang bergerak dalam usaha
non-manufaktur yang menerapkan dan menjalankan metodologi 5R secara benar
dan konsisten telah berhasil mengubah fasilitas usaha atau fasilitas pelayanan
mereka sekaligus juga meningkatkan kualitas pelayanannya. Itu pada gilirannya
berhasil mengubah secara luar biasa citra mereka.

Di supermarket dan mini-market, aktivitas 5R juga dijalankan, seperti: menempatkan


barang-barang di tempat masing-masing, memastikan penempatan produk sesuai jenis
dan kategorinya, serta memelihara kebersihan dan kerapian toko, sehingga pelanggan
senang dan nyaman berbelanja di sana yang pada gilirannya akan meningkatkan omzet
penjualan.

Dalam konteks sekolah, pertanyaannya adalah apa manfaat menjalankan aktivitas 5R


bagi sekolah. Manfaat berupa “zero defect”, “zero waste”, cost reduction, “proses
produksi yang lebih lancar”, dlsb., jelas tidak atau kurang terkait dengan dan tidak
akan bisa dirasakan oleh sekolah karena sekolah tidak melakukan ‘proses produksi’
seperti yang umum dikenal dan ‘output’-nya juga bukan produk berupa benda atau
barang.

12
Manfaat apa yang bisa didapat sekolah
dari menjalankan aktivitas 5R?
Setidaknya ada 2 (dua) manfaat yang bisa didapat sekolah dari menjalankan aktivitas
5R, yaitu:
1. Meningkatnya manajemen mutu sekolah yang pada gilirannya akan
bermuara pada meningkatnya citra, prestise, dan peringkat sekolah
(meningkatnya ‘nilai jual’ sekolah)
Manfaat pertama yang bisa didapat sekolah adalah manfaat yang kasat mata
atau ‘tangible’, yaitu meningkatnya citra sekolah.
Sekolah sebagai tempat di mana kegiatan belajar mengajar berlangsung harus
dikelola sedemikian rupa sehingga kegiatan belajar mengajar bisa berlangsung
tertib, teratur, aman, nyaman dan menyenangkan, serta berhasil guna (efektif).
Dalam aspek ini, sekolah bisa mengambil manfaat dari aktivitas 5R karena
metodologi 5R, yang seperti dikatakan di atas juga sering disebut sebagai sistem
‘pengelolaan/pengaturan rumah tangga’ (housekeeping) yang harus dilakukan
terus menerus secara teratur, akan membuat sekolah menjadi tempat
kegiatan belajar mengajar yang bersih, tertata-rapi dan teratur yang pada
gilirannya akan meningkatkan prestise, citra, dan peringkat serta ‘nilai jual’
sekolah. Dengan demikian, penerapan 5R seyogyanya tidak dianggap sebagai
pekerjaan atau beban tambahan, melainkan dijadikan bagian tak terpisahkan
dari ikhtiar manajemen mutu sekolah.

2. Bisa Menghasilkan Lulusan Berkualifikasi Luhur, Unggul dan Tangguh

Selain manfaat yang kasat mata atau ‘tangible’, manfaat lain yang bisa didapat
sekolah adalah manfaat yang tak kasat mata atau ‘intangible’, yaitu bisa
dihasilkannya lulusan berkualifikasi luhur, unggul dan tangguh.

Seperti diketahui, “output” sekolah memang bukan produk berupa benda atau
barang, melainkan insan manusia (lulusannya). Tanpa bermaksud merendahkan

13
harkat dan martabat insan manusia lulusannya, sesungguhnya mereka itu dalam
pengertian tertentu bisa di’lihat’ juga atau bisa diibaratkan sebagai produk yang,
karena bukan benda atau barang, memiliki ‘spesifikasi’ yang lebih banyak
bersifat ‘intangible’ atau tidak bisa dipegang/abstrak, yaitu kualifikasi diri berupa
kemampuan intelektual/akademis, kompetensi keahlian/ilmu, karakter/mentalitas
atau yang sering juga disebut sebagai “hard skill” dan “soft skill”.

Sebagai ‘produk’, nilai (value) insan lulusan sekolah ditentukan dalam porsi
terbesarnya oleh kenyataan: apakah ‘spesifikasi’ yang mereka miliki sesuai
dengan apa yang diinginkan, diharapkan dan dibutuhkan bakal
‘konsumen’mereka, yaitu orang, lembaga, instansi, dunia industri dan
dunia usaha yang akan ‘menggunakan’ jasa mereka. Dengan kata lain,
apakah ‘spesifikasi’ mereka sesuai dengan persyaratan bakal ‘konsumen’
mereka.

Lalu, apakah ‘persyaratan’ yang dimaksud? Jumlah dan ragam persyaratan


sangat banyak karena orang, lembaga, instansi, dunia industri dan dunia usaha
tentunya memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Tetapi ada benang merah yang
bisa ditarik dari beragam persyaratan itu yaitu keharusan memiliki:

1. tingkat intelegensia yang memadai;


2. kompetensi keahlian yang relevan;
3. Penguasaan kompetensi keahlian yang akseptabel;
4. karakter/mentalitas yang sesuai.

Apa yang dilakukan sekolah seharusnya mengacu kepada kenyataan ini. Artinya,
sekolah harus berupaya “menghasilkan” (dengan mendidik dan melatih) lulusan
yang memiliki kualifikasi sesuai dengan yang diharapkan dan dibutuhkan oleh
bakal ‘konsumen’ mereka. Tingkat inteligensia barangkali sulit untuk di’benahi’
secara maksimal oleh pihak sekolah karena sedikit banyak dipengaruhi faktor
genetika. Tetapi penguasaan kompetensi keahlian yang memadai serta

14
tumbuhnya karakter/mentalitas/sikap yang sesuai adalah ranah garapan sekolah
dan merupakan tanggung-jawab sekolah.

Dalam konteks inilah sekolah bisa mengambil banyak manfaat dari menjalankan
aktivitas 5R. Bahkan aktivitas 5R yang dijalankan secara benar dan
konsisten akan bisa menjadi alat serta metode yang ampuh dan efektif bagi
sekolah dalam usaha mereka untuk menghasilkan lulusan yang
berkualifikasi luhur, unggul, dan tangguh.

Kualifikasi yang dimaksud lebih berkaitan dengan karakter/mentalitas/sikap. Dan


memang, metodologi 5R aslinya dirancang dan dikembangkan bukan terutama
untuk meningkatkan kompetensi keahlian melainkan untuk menciptakan sistem,
pola serta budaya kerja sistematis, efisien, dan efektif yang sangat krusial bagi
bisa berjalannya sistem produksi ramping (lean production system) atau sistem
produksi “Just-In-Time” (just-in-time production system)..

Insan yang memiliki kualifikasi luhur, unggul, dan tangguh harus memiliki paling
tidak 10 mentalitas atau karakter atau sikap (attitude) yang tidak hanya
diharapkan dan dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI)
melainkan juga akan menjadi modal pokok seseorang kalau ingin bisa tetap
‘survive’ dan bisa mengatasi situasi sulit dan hambatan macam apapun juga
nantinya. Ke -10 mentalitas atau karakter atau sikap itu adalah:

 Bersemangat/beretos kerja tinggi


 Berdaya Juang tinggi
 Tekun
 Teliti
 Jujur
 Bertanggung-jawab
 Disiplin
 Peduli
 Berinisiatif
 Bisa bekerja-sama

15
Ke-10 mentalitas atau karakter atau sikap (attitude) itulah yang diharapkan
akan tumbuh kalau siswa diajak dan didorong melakukan dan menjalankan
aktivitas 5R dengan benar dan konsisten.

16
III. Bagaimana
Menerapkan
5R Di Sekolah

17
A. Persiapan Pelaksanaan 5R

* Prinsip Dasar 5R:


Pada intinya, 5R bukan suatu standar tetapi lebih merupakan metode atau cara
pembentukan budaya. Penerapan 5R di sekolah dengan demikian harus dilakukan
secara sistematis dan konsisten, tidak sporadis dan angin-anginan.

* Maksud Penerapan 5R:


Terjadinya perubahan perilaku melalui perubahan tempat pembelajaran atau
tempat kerja

PENERAPAN 5R:
Perubahan Tempat Pembelajaran/Tempat Kerja 
Perubahan Perilaku  Perubahan Kebiasaan  Perubahan
Sikap  Budaya

Bandingkan dengan:

Penataran: Perubahan Sikap  Perubahan Perilaku  Perubahan Tempat


Pembelajaran/Tempat Kerja

18
* SASARAN PENERAPAN 5R DI
SEKOLAH

1. Meningkatnya prestise dan citra sekolah berkat terwujudnya


tempat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang tertib,
teratur, rapi, nyaman dan menyenangkan, serta aman.
2. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang lebih efektif karena
terciptanya kondisi, atmosfir dan suasana pembelajaran yang
ideal .
3. Siswa tumbuh menjadi pribadi yang luhur, unggul dan
tangguh, serta bisa dan biasa bekerja sistematis, efisien dan
efektif lewat ditanamkannya secara intensif
mentalitas/karakter/sikap/budaya 5R di kalangan siswa

19
* Tahapan Persiapan Penerapan
5R

o Membangun Landasan yang Kuat


o Pembentukan Organisasi 5R
o Pengenalan dan Pemahaman 5R
o Pelaksanaan 5R

1. Membangun Landasan yang Kuat.


 Komitmen Pimpinan Sekolah (Kepala sekolah dan
seluruh jajaran manajemen sekolah)
Seperti dikatakan di atas, 5R bukan standar melainkan suatu sistem, metode atau cara
untuk menghasilkan budaya atau kultur bekerja yang sistematis, efisien dan efektif.

Sistem, metode atau cara itu akan ampuh manakala seluruh eksponen suatu sekolah
memahami dan menyadari kebermanfaatannya serta melaksanakannya dengan penuh
kesadaran. Jelasnya, ke’ampuh’an metode 5R hanya akan dirasakan apabila metode
itu - baik maksud dan tujuannya, “how to”-nya, maupun kebermanfaatannya - disadari,
diyakini dan dihayati oleh seluruh eksponen sekolah yang melaksanakannya. Untuk itu,
sebelum melaksanakan dan menerapkan metode 5R, langkah yang mutlak harus
dilakukan adalah memastikan hal itu.

Yang pertama harus dipastikan adalah pola pikir pimpinan sekolah (kepala sekolah dan
seluruh jajaran manajemen sekolah) karena komitmen mereka adalah prasyarat
berhasil atau tidaknya penerapan 5R di sekolah itu. Sebagai ‘nahkoda’ sekolah,
peranan mereka sangat krusial dalam menentukan arah dan lintasan perjalanan
sekolah ke depannya. Mereka itulah yang pertama-tama harus dipastikan mengenal

20
dan memahami apa itu 5R, apa maksud dan tujuan serta manfaatnya (kenapa itu harus
dilakukan atau diterapkan), dan bagaimana penerapannya. Setelah itu, mereka juga
harus memiliki dan menunjukkan komitmen untuk melaksanakan dengan benar dan
konsisten keseluruhan 5 tahapan proses 5R. Komitmen itu tidak cukup hanya
ditunjukkan lewat persetujuan untuk menerapkan 5R, tetapi juga langkah-langkah
proaktif dan aktif yang kongkrit untuk senantiasa memastikan bahwa penerapan 5R di
sekolahnya berjalan sebagaimana mestinya. Itu termasuk menjadikan diri mereka
panutan atau ‘role model’ penerapan 5R yang harus bisa memberikan contoh dalam
penerapan 5R. Ini akan memunculkan rasa sungkan di kalangan staf sekolah yang lain
serta para siswa jika tidak melakukan hal yang sama. Mereka juga harus melakukan
‘gemba’ (peninjauan lapangan secara langsung) minimal seminggu sekali . Kegiatan ini
dilakukan untuk melihat perkembangan dan kemajuan pelaksanaan 5R di zona-zona
5R yang ada di sekolah, serta memberikan motivasi dan dorongan untuk lebih giat
menerapkan 5R.

 Kemauan Sekolah Untuk Berubah ke Arah yang Positif


Untuk bisa sampai pada komitmen seperti yang disebutkan di atas, perlu adanya
‘trigger’ atau pemicu. Banyak hal bisa menjadi atau dijadikan ‘trigger’, salah satunya
adalah kenyataan bahwa tidak ada satu hal di muka bumi ini yang tetap atau tidak
berubah/tidak mengalami perubahan. Bahkan Herakleitos, filsuf Yunani, konon pernah
mengatakan bahwa “There is nothing permanent except change” (Tidak ada yang
permanen kecuali perubahan). Sementara itu, menurut asas hukum termodinamika II
yang diaplikasikan dalam peristiwa sehari-hari, “dalam suatu sistem tertutup, tanpa
campur tangan dari luar ketidakteraturan akan selalu bertambah.” Itu berarti bahwa
secara alamiah, proses (perubahan) akan cenderung ke arah tidak teratur.

Dari apa yang disampaikan di atas, bisa disimpulkan bahwa perubahan itu adalah suatu
keniscayaan, sesuatu yang sudah bisa dipastikan akan terjadi. Kalau perubahan itu
dibiarkan berjalan dengan sendirinya tanpa campur tangan dari luar, atau dengan kata
lain “tidak dikelola”, perubahan akan cenderung mengarah ke keadaan yang lebih
buruk/degradasi.

21
Demikian juga halnya dengan perjalanan penyelenggaraan sekolah. Dari waktu ke
waktu, penyelenggaraan sekolah akan mengalami perubahan. Hal itu tidak bisa
dihindari. Yang bisa dilakukan adalah melakukan ‘campur-tangan’ dalam bentuk upaya
pengelolaan untuk mengarahkan perubahan itu ke arah yang positif dan bukannya ke
arah yang negatif atau keadaan yang lebih buruk/degradasi. Salah satu cara atau
metode yang telah terbukti efektif untuk itu adalah metode 5R.

Kesadaran mengenai hal itu akan bisa menjadi ‘trigger’ atau pemicu yang luar biasa
kuatnya bagi tumbuhnya komitmen untuk menerapkan metode 5R secara benar dan
konsisten, karena tidak ada pimpinan sekolah yang mau dituding menjerumuskan
sekolahnya ke keadaan yang lebih buruk. Semua pimpinan sekolah pasti menginginkan
bahwa - paling tidak dalam masa kepemimpinannya - sekolahnya berubah ke arah yang
positif.

2. Pembentukan organisasi 5R
o Komite 5R
o Pembagian zona 5R dan penanggung-jawab zona 5R.
o Aktivitas Kelompok Kecil 5R
o Audit 5R
o Kendali Visual
o Promosi, Pengingat dan Penyemangat

 Komite 5R
Sesuai dengan prinsip dasar penerapan 5R (bahwa itu harus dilaksanakan secara
sistematis), pelaksanaan 5R harus dikoordinasikan oleh suatu organisasi tingkat
sekolah. Organisasi ini lazim disebut “Komite 5R”.

Komite 5R sekolah mutlak perlu karena komite ini merupakan manifestasi atau
perwujudan komitmen sekolah untuk menerapkan 5R secara benar dan
22
konsisten. Komite ini berfungsi sebagai sarana untuk memastikan dan dari waktu ke
waktu meningkatkan partisipasi dan keterlibatan seluruh eksponen sekolah dalam
penerapan 5R di area mereka masing-masing.

Komite 5R sekolah bisa dikatakan merupakan pengendali utama seluruh kegiatan


di sekolah yang terkait dengan penerapan 5R di sekolah tersebut. Komite ini
bertanggung-jawab atas:

 perencanaan penerapan 5R yang komprehensif;


 pelaksanaannya; serta,
 terus bergulirnya roda jalannya penerapan 5R dari waktu ke waktu.

Struktur organisasi Komite 5R disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-


masing sekolah tetapi harus minimal memiliki 4 fungsi ini, yaitu:

 Ketua,
 Sekretaris (sebagai Pelaksana Harian),
 Koordinator, dan,
 Fasilitator.

Ketua Komite 5R harus dijabat oleh kepala sekolah. Sekretaris adalah staf
pendidik/guru ataupun staf penunjang yang berpengalaman dan memiliki pemahaman
yang komprehensif mengenai seluk-beluk 5R. Koordinator adalah para penanggung-
jawab jurusan (Kepala/Ketua Jurusan) dan/atau unit kerja (Kepala/Ketua Unit Kerja).
Jumlah koordinator dengan demikian minimal sesuai dengan jumlah jurusan dan unit
kerja yang ada di sekolah. Sementara Fasilitator adalah pembimbing dan pemantau
pelaksanaan di lapangan terkait kebijakan, strategi dan keputusan-keputusan lain yang
diambil/diputuskan oleh Komite 5R. Mereka adalah staf pendidik dan staf penunjang
yang memiliki kepedulian dan pemahaman yang mendalam mengenai konsep 5R.
Jumlah Fasilitator disesuaikan dengan kebutuhan. Fasilitator seyogyanya tidak
merangkap sebagai Promotor/Pembimbing Aktivitas Kelompok Kecil 5R (Lihat uraian
mengenai “Aktivitas Kelompok Kecil 5R” di bawah) sehingga pelaksanaan tugasnya di
lingkup sekolah tidak terganggu.

23
Di awal penerapan 5R, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Komite 5R adalah
merumuskan rencana induk (master plan) pelaksanaan 5R di sekolah, dimulai dari
pengenalan dan pemahaman 5R kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
sekolah, sampai ke pelaksanaan penerapan 5R. Kegiatan pengenalan dan
pemahaman 5R kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) sekolah
merupakan hal yang krusial untuk bisa munculnya keterlibatan penuh dan partisipasi
aktif seluruh eksponen sekolah. Tanpa keterlibatan penuh dan partisipasi aktif mereka,
pelaksanaan penerapan 5R bisa dipastikan tidak akan berjalan sebagaimana yang
diharapkan.

Selanjutnya, Komite 5R juga harus merumuskan rencana aksi/rencana pelaksanaan


disertai dengan panduan pelaksanaan langkah-demi-langkah (step-by-step) untuk
masing-masing tahapan 5R dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti oleh
mereka yang akan melaksanakannya di lapangan, terutama para siswa. Rencana
aksi/rencana pelaksanaan itu seyogyanya menggunakan strategi pendekatan “dari
bawah ke atas” (bottom-up). Ini membutuhkan peran aktif koordinator-koordinator,
fasilitator-fasilitator, dan promotor/pembimbing untuk menumbuhkan kegairahan
beraktivitas 5R di lapangan lewat “Aktivitas Kelompok Kecil 5R” yang akan dijelaskan
lebih rinci nanti.

Pelaksanaan di lapangan harus dipantau oleh Promotor/Pembimbing (Lihat uraian


mengenai “Aktivitas Kelompok Kecil 5R di bawah) sehingga setiap penyimpangan atau
inkonsistensi segera bisa dilihat atau dideteksi untuk kemudiaan juga segera dikoreksi
atau diluruskan. Perkembangan pelaksanaan di lapangan harus secara berkala
(disarankan minimal sebulan sekali) dilaporkan oleh koordinator serta dibahas di dalam
rapat pleno Komite 5R. Dalam hal ada usulan perbaikan/pembenahan terkait kondisi
5R yang diusulkan/disarankan oleh “Aktivitas Kelompok Kecil 5R” (lihat uraian
mengenai “Jurnal Harian Aktivitas Kelompok Kecil 5R” di bawah), disarankan agar
usulan perbaikan/pembenahan yang sudah diperiksa oleh Promotor/Pembimbing dan
koordinator (Penanggung-jawab zona 5R) disampaikan/dipresentasikan oleh Kelompok
Kecil 5R yang bersangkutan. Ini sekaligus juga melatih kemampuan mereka
menyampaikan pendapat di depan umum.

24
Setelah roda pelaksanaan/penerapan 5R berjalan dengan baik, tugas dan tanggung-
jawab Komite 5R mencakup juga perumusan strategi ke depannya yang diharapkan
pada akhirnya bisa menjamin terus berhasilnya penerapan 5R dalam jangka panjang.
Strategi ke depan itu tergantung dari situasi dan kondisi sekolah masing-masing, tetapi
sebagai panduan, strategi itu minimal terdiri dari:

 Kode etik yang menggariskan standar perilaku yang diharapkan dari


seluruh eksponen sekolah (pimpinan sekolah, staf pendidik dan staf
penunjang serta seluruh siswa) terkait 5R.
 Standardisasi Kegiatan 5R. Di dalam standardisasi ini termasuk
“Checklist” 5R. “Checklist” ini adalah daftar hal-hal yang harus diperiksa
secara teratur di masing-masing zona 5R. Selain itu, yang tidak kalah
pentingnya juga adalah dirumuskannya dengan rinci cara dan metode
yang harus dilakukan pada setiap awal tahun ajaran untuk memberikan
pengenalan dan pemahaman 5R kepada siswa-siswa baru. Ini penting
karena siswa-siswa baru diharapkan juga menerapkan 5R serta menjaga
kondisi 5R yang sudah dicapai sebelumnya.
 Audit 5R. Audit 5R merupakan ‘pemetaan’ secara teratur dan berkala
kondisi penerapan 5R di lingkup sekolah (meliputi seluruh zona 5R di
sekolah). Audit 5R juga sekaligus memastikan berjalannya “Aktivitas
Kelompok Kecil 5R”, serta mengetahui secara langsung masalah, kendala
dan hambatan yang terjadi di lapangan, serta menghimpun dan
menampung saran-saran serta usulan yang tertuang di “Jurnal Harian
Aktivitas Kelompok Kecil 5R”. Audit 5R dikoordinasikan oleh Fasilitator
dan dilakukan oleh mereka-mereka yang ditunjuk dari waktu-ke-waktu
oleh Komite 5R (Lihat penjelasan lebih rinci mengenai Audit 5R ini di
bawah).
 Rapat Komite 5R. Frekuensi rapat hendaknya disesuaikan dengan situasi,
kondisi, serta kebutuhan sekolah masing-masing, tetapi minimal dilakukan
satu kali dalam satu bulan (Rapat Komite 5R Bulanan). Rapat membahas
antara lain:

25
-Temuan-temuan Audit 5R (termasuk informasi mengenai kendala dan
hambatan serta saran-saran/usulan dari lapangan), dan memutuskan
langkah-langkah yang harus/perlu dilakukan ke depannya;
-Langkah-langkah yang lebih inovatif tetapi praktis (bisa dijalankan) yang
perlu dilakukan - berdasarkan temuan-temuan Audit 5R – untuk lebih
meningkatkan keterlibatan dan partisipasi seluruh eksponen sekolah.
-Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh eksponen sekolah terhadap
“Kode Etik” yang telah ditetapkan.
 Kompetisi internal kondisi 5R. Kompetisi internal ini bisa menumbuhkan
motivasi untuk terus menjaga kondisi 5R di zona masing-masing.
Memberikan ganjaran (rewards) serta pengakuan (recognition) pada zona
yang berhasil menciptakan kondisi 5R terbaik akan memicu tumbuhnya
antusiasme yang berkelanjutan untuk menerapkan 5R secara konsisten.
Komite 5R perlu mengevaluasi secara berkala efektivitas skema kompetisi
dan ganjaran yang diberikan sehingga pada kompetisi berikutnya bisa
dilakukan perbaikan/penyempurnaan.
 Promosi kegiatan 5R secara berkelanjutan. Selain dilakukan di awal
penerapan, promosi kegiatan 5R perlu dilakukan secara berkelanjutan. Ini
dimaksudkan untuk menjaga terus terjaganya “demam” 5R dalam jangka
panjangnya. Jenis kegiatan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan
kebutuhan masing-masing sekolah, tetapi minimal dilakukan setahun
sekali dan bisa berupa “Bulan 5R” yang diisi dengan berbagai macam
kegiatan yang ada kaitannya dengan 5R (seperti umpamanya: lomba
membuat slogan 5R, pameran/display perkembangan penerapan 5R
selama periode tertentu, acara khusus pemberian penghargaan terhadap
usul/saran dari “Aktivitas Kelompok Kecil” yang layak dan bisa diwujudkan
serta pameran hasil pembenahan/inovasi yang dilakukan berdasarkan
usul/saran tersebut). Lihat juga uraian mengenai “Promosi, Pengingat dan
Penyemangat” di bawah.

26
 Pembagian zona 5R dan penanggung-jawab
zona 5R.
Agar penerapan 5R ini efektif, lingkungan sekolah harus dibagi menjadi zona-zona 5R
dengan penanggung-jawabnya masing-masing. Ini dimaksudkan agar lingkup
penerapan 5R dan tanggung-jawabnya jelas serta pelaksanaannya bisa lebih intensif
karena arealnya berada di sekitar tempat beraktivitas dan skala penerapan 5R masih
dalam batas-batas kemampuan.

Tidak ada standar yang baku untuk pembagian zona sehingga pembagian zona bisa
disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan sekolah masing-masing. Yang
harus diperhatikan adalah bahwa satu zona tidak boleh berada di bawah tanggung-
jawab 2 (dua) atau lebih penanggung-jawab. Sebaliknya, 1 (satu) penanggung-
jawab bisa bertanggung-jawab atau memimpin lebih dari 1 (satu) zona tanggung
jawab.

Penanggung-jawab suatu zona 5R lazimnya adalah Ketua Jurusan/Ketua Program


Studi atau Ketua/Kepala Unit Kerja. Tetapi karena alasan-alasan tertentu, penanggung-
jawab suatu zona 5R yang ditunjuk bisa saja bukan Ketua Jurusan/Ketua Program
Studi atau Ketua/Kepala Unit Kerja. Dalam hal demikian, penanggung-jawab zona 5R
itu harus juga diangkat sebagai Koordinator di Komite 5R meskipun yang bersangkutan
bukan Ketua Jurusan/Ketua Program Studi atau Ketua/Kepala Unit Kerja.

Penanggung-jawab Zona 5R akan membagi zona di bawah tanggung-jawabnya


menjadi area-area kegiatan 5R di mana “aktivitas kelompok kecil 5R’ dilakukan setiap
hari (kecuali hari libur resmi/hari libur sekolah) dan menunjuk Promotor/Pembimbing
yang akan mengkoordinasikan, membimbing, mengawasi dan mengevaluasi ‘aktivitas
kelompok kecil 5R’ di area kegiatan masing-masing (Lihat “Aktivitas Kelompok Kecil 5R
Di bawah).

Promotor/Pembimbing ditunjuk dari guru-guru yang banyak beraktivitas di area


tersebut. Penunjukan Promotor/Pembimbing bisa dilakukan secara bergilir untuk

27
jangka-waktu minimal 2 (dua) bulan (Catatan: Jangka waktu ini ada kaitannya dengan
kemungkinan adanya usulan/saran yang diberikan oleh kelompok kecil 5R yang harus
diperiksa dan dipantau tindak-lanjutnya oleh Promotor/Pembimbing yang prosesnya
setidaknya akan memakan waktu 2 bulan).

Promotor/Pembimbing harus secara berkala melaporkan kegiatannya kepada


Koordinator yang kemudian akan merekapitulasikannya menjadi laporan bulanan
pelaksanaan 5R di zonanya untuk disampaikan di rapat bulanan Komite 5R.

Pembagian zona 5R menjadi area-area kegiatan “aktivitas kelompok kecil 5R” juga
disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan masing-masing zona 5R. Kendati
tidak ada standar yang baku, opsi pembagian zona 5R menjadi area-area “aktivitas
kelompok kecil 5R” di bawah ini bisa menjadi rujukan. Opsi tersebut tidak menutup
kemungkinan sekolah mengambil opsi lain yang dipandang lebih sesuai dengan situasi
dan kondisi yang ada di sekolah tersebut sehingga dinilai akan lebih efektif.

Opsi Pembagian Zona 5R menjadi area-area “aktivitas


kelompok kecil 5R”
Bisa saja satu area ‘aktivitas kelompok kecil’ adalah satu ruang kelas (untuk yang ‘non-
moving class’), tetapi bisa juga terdiri dari beberapa ruang kelas termasuk koridornya
(untuk yang ‘moving class’)

Dalam hal satu area ‘aktivitas kelompok kecil’ adalah satu ruang kelas (non moving
class), Promotor/Pembimbingnya sebaiknya adalah Wali Kelasnya masing-masing.

Apabila satu area ‘aktivitas kelompok kecil’ terdiri dari beberapa ruang kelas termasuk
koridornya (moving class), Promotor/Pembimbingnya ditunjuk oleh penanggung-jawab
zona bersangkutan dari Wali-Wali Kelas yang sering berada atau banyak beraktivitas di
area itu.

Untuk tempat-tempat tertentu yang tidak ada atau tidak mempunyai anggota-anggota

28
(members) tetap untuk melaksanakan “aktivitas kelompok kecil” seperti halnya di
bengkel praktek, laboratorium, perpustakaan, musholla, dlsb., penanggung-jawab zona
5R harus mengatur pelaksanaan “aktivitas kelompok kecil 5R khusus” di tempat-tempat
tersebut. Siswa yang ditunjuk melakukan aktivitas kelompok kecil 5R khusus semacam
itu adalah siswa yang ada kaitannya dengan area itu. Jadi untuk area bengkel praktek
otomotif, umpamanya, yang ditunjuk secara bergiliran adalah siswa jurusan TKR.

Penanggung-jawab Zona 5R harus memastikan bahwa jadwal tugas di area khusus itu
tidak berbenturan atau tumpang-tindih dengan jadwal aktivitas kelompok kecil 5R di
area kegiatan siswa-siswa itu sendiri. Promotor/Pembimbing aktivitas kelompok kecil
khusus ini ditunjuk oleh Penanggung-jawab zona 5R dari staf penunjang yang bertugas
atau menjadi penanggung-jawab (caretaker) di tempat-tempat khusus tersebut, seperti
misalnya: Toolman, Laborant, petugas kebersihan mushola, dlsb.

Agar pembagian zona 5R maupun area 5R jelas dan dimengerti serta dipahami oleh
seluruh eksponen sekolah, Komite 5R harus memastikan bahwa tata-letak (layout)
keseluruhan zona-zona 5R dan area-area 5R dibuat dalam bentuk gambar tata-letak
yang jelas dan mudah dipahami.

 Aktivitas Kelompok Kecil 5R


Pola aktivitas kelompok kecil 5R diadopsi dari pola yang dipakai pada aktivitas Gugus
Kendali Mutu (Quality Control Circle). Aktivitas kelompok kecil 5R juga dilandasi ruh
yang sama seperti pada aktivitas kelompok kecil di Gugus Kendali Mutu, yaitu ruh
budaya ‘improvement’ yang ditanamkan ke setiap individu dalam suatu organisasi agar
terlibat dalam upaya perbaikan di area kerja masing-masing. Bedanya adalah bahwa
kalau kegiatan kelompok kecil di Gugus Kendali Mutu ditujukan untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan pekerjaan mereka di tempat kerja
mereka, aktivitas kelompok kecil 5R lebih diarahkan untuk melakukan aktivitas 5R rutin
di area masing-masing, meskipun dalam melakukan aktivitas 5R rutin tersebut,

29
kelompok kecil 5R sering juga harus mengidentifikasikan masalah yang terkait dengan
pelaksanaan 5R di area kerja mereka.

Catatan: Bila menemukan masalah terkait pelaksanaan 5R di area kerja mereka,


kelompok kecil 5R akan pertama-tama mencoba mengatasinya terlebih dahulu. Tetapi
mengingat waktu pelaksanaan yang sangat terbatas (maksimal 2 x 30 menit per
shift/hari), ada kalanya permasalahan tidak bisa diatasi secara tuntas dan perlu
pembenahan/perbaikan lebih lanjut. Bila demikian halnya, permasalahan yang belum
bisa diselesaikan/diatasi secara tuntas tersebut dicatat dalam “Jurnal Harian Aktivitas
Kelompok Kecil 5R”, bilamana memungkinkan dengan usul/saran pemecahannya.

Logika penggunaan pola aktivitas kelompok kecil 5R dalam penerapan metodologi 5R


di sekolah adalah sbb.:

1) Sasaran penerapan 5R di sekolah tidak hanya ditujukan pada sarana dan


prasarana fisik sekolah, melainkan juga diarahkan untuk menanamkan kebisaan
dan kebiasaan bekerja sistematis, efisien dan efektif di kalangan siswa.
2) Kebisaan dan kebiasaan itu tidak bisa ditanamkan dan ditumbuhkan hanya lewat
pemberian pemahaman secara teoritis, melainkan harus lewat praktek bekerja
yang sesungguhnya, khususnya yang terkait dengan langkah-langkah 5R
sebagai metodologi untuk menanamkan kebisaan dan kebiasaan semacam itu.
3) Melibatkan siswa dalam jumlah besar (en masse atau secara massal) dalam
kegiatan praktek bekerja sesungguhnya terkait langkah-langkah 5R tidak efektif
bagi tumbuhnya kebisaan dan kebiasaan bekerja sistematis, efisien dan efektif.
4) Agar efektif, pelibatan siswa dalam kegiatan praktek bekerja sesungguhnya
terkait langkah-langkah 5R seyogyanya dilakukan dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari lima sampai sepuluh siswa.
5) Bekerja dalam kelompok kecil semacam itu, masing-masing siswa akan lebih
fokus dan bekerja lebih intensif dalam menjalankan tugas-tugas harian 5R
mereka sesuai standar dan checklist yang ditentukan.
6) Dengan bekerja lebih fokus serta intensif dalam menjalankaan tugas-tugas
harian 5R, akan lebih besar kemungkinannya bisa tumbuh-kembangnya etos

30
kerja serta kebisaan dan kebiasaan bekerja sistematis, efisien dan efektif di
kalangan siswa.

Pola aktivitas kelompok kecil 5R mirip dengan pola ‘siswa piket’ yang diterapkan atau
dipraktekkan selama ini di beberapa sekolah sehingga aktivitas kelompok kecil 5R bisa
juga disebut sebagai piket 5R. Tetapi berbeda dengan pola ‘siswa piket’ yang terkesan
hanya ‘formalitas’, tidak sistematis dan tidak terstruktur dengan baik, pola aktivitas
kelompok kecil 5R harus dijalankan secara sistematis dan konsisten, menggunakan
metodologi dan standar-standar aktivitas 5R yang telah ditetapkan.

Kelompok-Kelompok Kecil 5R melakukan tugasnya di area kegiatan 5R mereka


masing-masing (Lihat uraian mengenai “Pembagian Zona 5R….” di atas).

Promotor/Pembimbing (Lihat uraian “Pembagian Zona 5R…” di atas) membagi siswa-


siswa yang beraktivitas di area kegiatannya menjadi beberapa “Kelompok Kecil 5R”
sesuai situasi dan kondisi di area kegiatan tersebut. Promotor/Pembimbing kemudian
menjadwalkan tugas pelaksanaaan 5R harian mereka dalam 1 minggu (jadwal
mingguan).

Komposisi atau susunan anggota “Kelompok Kecil 5R” harus diganti tiap minggunya,
tetapi area tugasnya tetap, yaitu lokal/area di mana mereka melakukan aktivitias
belajar. Ini untuk menumbuhkan rasa ‘sense of belonging’ terhadap lokal/area itu.

Namun demikian, dalam hal sekolah menerapkan sistem ‘moving class’, sekolah bisa
menerapkan skema area tugas yang sesuai dengan situasi dan kondisi di sekolah
tersebut tetapi tetap bisa menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lokal/area di mana
mereka melakukan aktivitas belajar.

Masing-masing “Kelompok Kecil 5R” harus menunjuk Kepala Regu atau “Group
Leader”nya. Kepala Regu atau “Group Leader” mengkoordinasikan pelaksanaan tugas
kelompoknya (membagi tugas dan mengawasi pelaksanaannya) serta bertanggung-
jawab atas dilaksanakannya tugas kelompoknya dengan baik. Promotor/Pembimbing
harus memastikan bahwa semua siswa di area kegiatannya mendapatkan

31
kesempatan/giliran menjadi Kepala Regu atau “Group Leader” sehingga bisa melatih
jiwa kepemimpinan mereka.

Jadwal mingguan “Kelompok Kecil 5R” (Piket 5R) dan anggota-anggotanya serta area
tugasnya (dalam hal area tugasnya berganti-ganti) harus ditempelkan/ditampilkan di
papan informasi di area kegiatan masing-masing sesuai mekanisme yang ditentukan
oleh Penanggung-jawab zona 5R masing-masing sehingga semua pemangku
kepentingan di area kegiatan tersebut mengetahui siapa yang bertugas dan di mana
serta kapan.

Kelompok Kecil 5R pada dasarnya melakukan pekerjaan/tugas Ringkas, Rapi, dan


terutama Resik harian di area kegiatan mereka masing-masing berdasarkan ‘checklist’
dan mengacu pada standar yang ditentukan oleh manajemen/Komite 5R sekolah.

Catatan:
1. Aktivitas 5R harian yang dilakukan Kelompok Kecil 5R harus dibedakan dengan
aktivitas 5R yang dilakukan di awal penerapan dan pelaksanaan 5R yang melibatkan
seluruh warga sekolah atau setidak-tidaknya warga sekolah dalam jumlah yang lebih
besar di mana aktivitas 5R-nya adalah aktivitas 5R menyeluruh (comprehensive 5R
activities).
2. Aktivitas Kelompok Kecil 5R sesungguhnya adalah tindak-lanjut aktivitas 5R
menyeluruh yang sudah harus dilakukan sebelumnya. Aktivitas Kelompok Kecil 5R
adalah upaya untuk terus ‘menggelorakan’ kesadaran, semangat dan antusiasme ber-
5R di kalangan siswa dan sekaligus sebagai bagian dari langkah Rawat dan Rajin.
2. Aktivitas 5R harian yang dilakukan Kelompok Kecil 5R hanya terbatas pada kegiatan
5R di area masing-masing yang mencakup pemeriksaan kondisi 3R di area itu apakah
sesuai standar yang telah ditentukan.
3. Khusus menyangkut aktivitas pembersihan rutin, Kelompok Kecil 5R hanya
bertanggung-jawab pada pembersihan area mereka masing-masing serta area yang
berdekatan (neighbouring areas). Tugas harian rutin pembersihan dalam lingkup
sekolah yang lebih luas lainnya, seperti pembersihan WC/toilet, halaman sekolah serta
pekerjaan merapikan tanaman sebaiknya tetap ditangani petugas kebersihan sekolah.

32
4. Untuk urusan kebersihan harian WC/toilet, Kelompok Kecil 5R seyogyanya hanya
dilibatkan untuk memeriksa/memantau secara berkala kondisi kebersihan/fungsionalitas
WC/toilet yang berada dekat dengan area kegiatan masing-masing atau dengan kata
lain WC/toilet yang mereka gunakan. Pemeriksaan/pemantauan harian itu dilakukan
secara bergilir (sesuai jadwal yang ditentukan oleh Promotor/Pembimbing area itu) oleh
satuan tugas yang terdiri dari 2 (dua) orang siswa (1 siswa memeriksa dan 1 siswa
mencatat hasil pemeriksaan di lembar periksa yang disediakan) di area kegiatan itu
yang tidak termasuk Kelompok Kecil 5R yang sedang bertugas hari itu. Satuan tugas
pemeriksaan/pemantauan kondisi kebersihan/fungsionalitas WC/toilet memeriksa,
sesuai jadwal pemeriksaan yang ditetapkan manajemen sekolah/komite 5R, kondisi
kebersihan/fungsionalitas WC/toilet berdasarkan lembar periksa yang ditempelkan di
bagian luar WC/toilet. Setiap abnormalitas yang ditemui pada WC/toilet (seperti:
WC/toilet kotor, mampet, bau, air tidak mengalir, kran bocor/tidak berfungsi, tidak ada
ember dan gayung, dlsb.) harus dicatat di lembar periksa tersebut.
4. Beberapa sekolah menerapkan praktek menugaskan mereka yang melanggar disiplin
sekolah untuk melakukan pekerjaan membersihkan WC/toilet dan/atau halaman
sekolah. Sebagai langkah pendisiplinan, praktek itu lebih bisa diterima daripada
peng’hukuman’ secara fisik, tetapi seyogyanya, kebijakan sekolah seperti itu
disosialisasikan terlebih dahulu kepada wali siswa/murid untuk menghindarkan hal-hal
yang tidak diinginkan di kelak kemudian harinya.

Waktu pelaksanaan pekerjaan/tugas Kelompok Kecil 5R dibagi menjadi 2 (dua) sessi


pelaksanaan formal, yaitu sessi pagi (umpamanya ½ jam sebelum jam pelajaran
dimulai) dan sessi siang/sore (umpamanya ½ jam setelah jam pelajaran selesai).
Kendati demikian, sekolah bisa menetapkan sendiri waktu pelaksanaan
pekerjaan/tugas yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah yang
bersangkutan.

Di luar dua waktu pelaksanaan formal seperti disebutkan di atas (sessi pagi dan sessi
siang/sore), Kelompok Kecil 5R yang bertugas berperan sebagai Piket 5R yang secara
berkala melakukan patroli 5R untuk memeriksa terjaganya kondisi 5R di area
kegiatannya pada hari tugasnya itu. Waktu dan pembagian tugas untuk melakukan

33
patroli 5R ditentukan oleh Kepala Regu (Group Leader) dengan kesepakatan seluruh
anggota kelompok kecil yang terkait.

Di akhir tiap sessi pelaksanaan tugasnya, Kepala Regu (Group Leader) Kelompok Kecil
5R harus mencatat di “Jurnal Harian Aktivitas Kelompok Kecil 5R” (yang disediakan
oleh manajemen sekolah) garis besar semua aktivitas yang dilakukan kelompoknya
dalam menjalankan tugasnya serta temuan-temuan masalah/abnormalitas, baik yang
langsung bisa dibenahi/diperbaiki atau yang memerlukan perbaikan/pembenahan lebih
lanjut, bilamana memungkinkan dengan usul/saran perbaikan/pembenahannya.

Promotor/Pembimbing harus memeriksa “Jurnal Harian” Kelompok Kecil 5R yang


berada di bawah tanggung-jawabnya minimal sekali dalam 1 minggu. Abnormalitas
berserta usulan/saran pembenahannya yang dilaporkan di “Jurnal Harian” kemudian
direkapitulasikan oleh Promotor/Pembimbing dan disampaikan ke Penanggung-jawab
Zona 5R yang terkait untuk dibawa/dibahas dalam rapat bulanan Komite 5R.

 Audit 5R
Kalau “Aktivitas Kelompok Kecil 5R” bisa disebut sebagai jantungnya aktivitas
pelaksanaan 5R di sekolah, Audit 5R adalah indera ‘pengelihatan’ dan indera ‘peraba’
yang digunakan oleh manajemen sekolah/Komite 5R untuk mengetahui pelaksanaan
kegiatan 5R di lapangan serta tingkat efektivitasnya.

Audit 5R merupakan ‘pemetaan’ secara teratur dan berkala kondisi penerapan 5R di


lingkup sekolah (meliputi seluruh zona 5R di sekolah) menggunakan checklist yang
ditetapkan oleh Komite 5R (Acuan atau rujukan checklist Audit 5R bisa dilihat di
Apendiks).

Audit 5R juga sekaligus memastikan berjalannya “Aktivitas Kelompok Kecil 5R”, serta
mengetahui secara langsung masalah, kendala dan hambatan yang terjadi di lapangan.

34
Audit 5R dikoordinasikan oleh Fasilitator dan dilakukan oleh mereka-mereka yang
ditunjuk dari waktu-ke-waktu oleh Komite 5R.

Selain sebagai pemetaan ketika tahap pelaksanaan 5R baru atau baru akan dimulai,
dalam tahap pelaksanaan 5R yang sudah “advanced” atau berjalan dengan baik, Audit
5R juga untuk memantau tingkat kesadaran untuk ber-5R yang bisa dikatakan menjadi
pilar tegaknya proses Rajin yang nanti akan diuraikan di bawah.

Tergantung kebijakan manajemen sekolah yang mengacu pada kondisi dan situasi
sekolah masing-masing, Audit 5R bisa dilakukan 2 mingguan (1 kali setiap 2 minggu)
atau bulanan (1 kali dalam sebulan). Hasil Audit 5R setelah dibahas di rapat Komite 5R
harus ditempelkan di papan informasi 5R di setiap Zona 5R sekolah. Ini untuk
menumbuhkan semangat bersaing yang sehat dan rasa bangga atas prestasi 5R yang
dicapai.

Pada tingkat pelaksanaan 5R yang sudah ‘advanced’ atau sudah berjalan dengan baik,
Audit 5R sebaiknya fokus pada langkah untuk memastikan bahwa rutinitas dan jadwal
yang ditetapkan pada proses Rawat (lihat uraian di proses Rawat di bawah) ditaati dan
dilaksanakan secara konsisten. Beberapa tolok ukur yang bisa dijadikan pegangan
adalah:

 Apakah prosedur yang benar dalam melaksanakan proses Ringkas, Rapi, Resik,
dan Rawat telah mejadi kebiasaan atau telah dilakukan secara naluriah.
 Apakah pelatihan atau pemberian pemahaman yang intensif mengenai 5R
kepada seluruh pemangku kepentingan sekolah telah dilakukan.
 Apakah sudah terlihat atau dirasakan dukungan dan keterlibatan seluruh
pemangku kepentingan sekolah dalam pelaksanaan proses Ringkas, Rapi,
Resik, dan Rawat.
 Apakah lingkungan sekolah, area tempat pembelajaran/area pembelajaran
praktek, dan area kerja telah tertata rapi, teratur, bersih dan fungsional.
 Apakah peralatan/perlengkapan/dokumen/arsip mudah ditemukan oleh siapapun
juga yang membutuhkannya.

35
Hasil Audit 5R ini harus dibahas dalam rapat Komite 5R bulanan dan ditindak-lanjuti
kalau memang perlu/harus ditindak-lanjuti. Mekanisme untuk tindak-lanjut ditetapkan
oleh pimpinan/manajemen sekolah masing-masing.

 Kendali Visual
Salah satu sasaran penerapan metodologi 5R di sekolah adalah agar siswa memiliki
mentalitas yang berkiblat pada wawasan budaya industri, atau mentalitas untuk bisa
dan biasa bekerja sistematis, efisien, dan efektif.

Menumbuhkan mentalitas semacam itu tidak cukup hanya dengan memberikan


pemahaman yang abstrak, tetapi mutlak perlu ditunjang oleh penerapannya secara
kongkrit dan konsisten pada seluruh praksis pembelajaran di sekolah. Untuk bisa
mendatangkan hasil seperti yang diharapkan, penerapan itu perlu dibingkai dalam
situasi dan kondisi pembelajaran yang walaupun tidak sama persis tetapi mirip dengan
situasi dan kondisi yang ada di dunia industri. Salah satu bingkai atau konteks
pembelajaran tersebut adalah kendali visual.

Kendali visual adalah metode untuk bisa terciptanya apa yang disebut sebagai “Visual
Workplace” (Tempat Kerja Visual) yang merupakan keniscayaan dalam sistem produksi
ramping (Lean Production System) atau sistem produksi “Just-In-Time” (Just-in-Time
Production System).

Kendali visual pada dasarnya adalah cara berkomunikasi atau penyampaian informasi
dengan menggunakan sarana visual. Informasi yang disampaikan biasanya adalah
harapan, kinerja, standar dan peringatan. Dengan menggunakan cara berkomunikasi
atau penyampaian informasi secara visual, diharapkan apa yang ingin dikomunikasikan
atau informasi yang ingin disampaikkan dapat dipahami tanpa harus
menginterpretasikannya terlebih dahulu. Dengan informasi visual berupa papan
petunjuk arah dan papan petunjuk tempat, umpamanya, seseorang akan dengan
mudah menemukan jalan atau jalur menuju ke tempat yang ingin ditujunya walaupun
orang tersebut masih asing dengan tempat itu. Demikian pula dengan pemberian label

36
pada semua barang yang disimpan di tempat penyimpanan, orang akan dengan mudah
menemukan barang itu bila membutuhkannya.

Kendali visual sesungguhnya adalah bagian dari kehidupan sehari-hari setiap orang
walaupun sering tidak disadari. Contoh yang paling gampang dan sering ditemui adalah
rambu-rambu lalu-lintas.

Kendali visual merupakan sistem yang menampilkan informasi dalam bentuk kontrol
visual, label, tanda-tanda, papan petunjuk arah, papan identitas lokasi, dan tanda-tanda
(markings) lain.

Kendali visual sekarang ini merupakan bagian tak terpisahkan atau bahkan unsur
esensial dalam sistem produksi modern. Hampir seluruh industri di dunia menerapkan
kendali visual.

Karena sasaran penerapan metodologi 5R di sekolah yang seperti dijelaskan di depan


menyangkut penanaman mentalitas yang berkiblat pada wawasan budaya industri di
kalangan para siswa, sekolah mau tidak mau harus juga menerapkan kendali visual
yang relevan dengan kegiatan sekolah.

Kendali visual yang relevan diterapkan di sekolah minimal terdiri dari:

 Jalur pejalan kaki


 Jalur penyebrang jalan
 Tanda “Stop Point Confirmation”
 Lajur parkir
 Jalur/petunjuk arah evakuasi ke daerah aman apabila terjadi keadaan darurat
 “Assembly Meeting Point”
 Garis pemisah area kerja/pembelajaran praktek
 Jalur pejalan kaki di area kerja/tempat pembelajaran praktek
 Label/petunjuk identitas di tempat penyimpanan sarana pembelajaran
 Label/petunjuk identitas/nomor di tempat penyimpanan perlengkapan dan
peralatan (tools and equipment)

37
 Label/petunjuk identitas/nomor di tempat penyimpanan dokumen/arsip
 Tanda area beresiko bahaya
 Label/petunjuk lokasi APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
 Label/petunjuk lokasi penyimpanan APD (Alat Pelindung Diri) beserta visualisasi
pemakaiannya
 Denah sekolah
 Papan petunjuk arah

Kendali visual di atas perlu diterapkan di sekolah secara ekstensif/luas di samping


sebagai konteks yang membingkai upaya penanaman wawasan budaya industri di
sekolah, juga untuk membuat sekolah menjadi lebih rapi, tertib, nyaman dan informatif.

Uraian mengenai beberapa alat-bantu kendali visual bisa dilihat di Apendiks. Uraian
lebih rinci mengenai kendali visual bisa dibaca di “Pedoman Prasarana Sekolah
Berwawasan Budaya Industri” yang juga disusun oleh Yayasan Toyota dan Astra.

 Promosi, Pengingat dan Penyemangat

Karena kegiatan 5R bukan kegiatan yang dilakukan setahun dua tahun melainkan suatu
aktivitas yang berkelanjutan, perlu adanya pengingat dan penyemangat yang dari waktu
ke waktu mengingatkan dan menyemangati para pemangku kepentingan sekolah untuk
terus mempertahankan komitmen mereka ber-5R.

Pengingat dan penyemangat itu antara lain berupa:

 Poster yang memuat slogan-slogan 5R


 Papan promosi kegiatan 5R
 Spanduk promosi 5R
 Pengakuan, penghargaan, ganjaran yang diumumkan/diberikan sebulan sekali
pada saat apel sekolah di Hari 5R.

38
 Hari 5R tiap bulan di mana seluruh pemangku kepentingan, tanpa kecuali,
secara bersama-sama melakukan aktivitas 3R (Ringkas, Rapi, Resik)
 Bulan 5R sekali setahun di mana di bulan 5R itu, sekolah menyelenggarakan
berbagai macam kegiatan yang ada kaitannya dengan 5R, seperti Quiz 5R,
Kontes 5R, Kompetisi Zona 5R terbaik, Penyegaran 5R, Audit 5R oleh pihak luar,
Studi Banding 5R, dlsb.

Diharapkan, dengan pengingat dan penyemangat itu, antusiasme ber-5R akan tetap
terjaga dan komitmen ber-5R untuk perbaikan sekolah tetap membara di hati setiap
pemangku kepentingan sekolah.

3. Pengenalan dan Pemahaman 5R


Metode 5R bisa ampuh atau efektif kalau seluruh eksponen sekolah memahami ruh 5R
(esensi serta maksud dan tujuannya) dan menyadari pentingnya menjalankan tahapan-
tahapannya dengan benar dan konsisten. Dengan kata lain, kunci suksesnya metode
5R adalah keterlibatan sepenuh hati seluruh pemangku kepentingan sekolah, yaitu
pimpinan sekolah, staf pendidik dan staf penunjang lainnya, serta para siswa. Mereka
tidak akan mau menjalankan metodologi 5R dengan benar dan konsisten kalau mereka
tidak memahami esensi dan nilai-nilai (values) 5R serta maksud & tujuan
penerapannya.

Untuk itu, mereka perlu diberikan pemahaman mengenai seluk-beluk metode 5R.
Pemberian pemahaman itu tidak hanya terbatas pada seluk-beluk 5R sebagai teori
filosofis (aturan-aturan atau ‘rules’) tetapi harus juga menjangkau gagasan praktis di
balik konsep 5R, terutama nilai-nilai 5R sebagai alat untuk mencapai sasaran dan
tujuan yang diharapkan sekolah, yang hasil akhirnya (kalau sasaran dan tujuan itu
tercapai) akan mereka nikmati juga pada akhirnya nanti.

Pemahaman mengenai 5R diberikan kepada seluruh manajemen sekolah, staf


pendidik, staf penunjang lainnya, dan para siswa sehingga mereka benar-benar
memahami konsep 5R serta tahapan penerapannya. Tujuan pemberian pemahaman

39
adalah agar mereka paham ruh 5R (Apa itu 5R, maknanya, prinsip dasarnya, maksud
dan tujuannya), serta metodologinya, dan kemudian mau terlibat secara penuh dalam
penerapannya. Pemberian pemahaman ini dinilai efektif apabila seluruh eksponen
sekolah betul-betul memahami:

 pilar-pilar utama 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin),


 penerapannya di tempat mereka masing-masing,
 bagaimana 5R bisa menjadi alat untuk mencapai tujuan bersama,
 apa peranan mereka masing-masing dalam menciptakan dan mempertahankan
kondisi 5R yang efektif di tempat mereka masing-masing.

Selanjutnya, setelah mereka benar-benar memahami ruh serta nilai dan manfaat 5R
sebagai alat untuk mencapai sasaran dan tujuan bersama, mereka harus dilibatkan
dalam hampir semua tahapan pelaksanaan 5R, terutama yang menyangkut praktek-
praktek serta prosedur 5R. Sebagai pihak yang sehari-harinya melakukan aktivitas
nyata di area mereka masing-masing, suara, usul dan saran mereka juga harus
dipertimbangkan ketika merancang manajemen pelaksanaan 5R secara keseluruhan.

40
4. Pelaksanaan 5R1

A. Penjelasan Garis Besar

 Mutlak perlunya Keterlibatan seluruh pemangku


kepentingan sekolah (Manajemen Sekolah, Staf
Pendidik, Staf Penunjang, dan Siswa)

Memulai suatu hal yang sangat mungkin berimplikasi pada keharusan untuk melakukan
perubahan pola pikir dan perubahan perilaku secara radikal dan besar-besaran akan
menghadapi risiko penentangan. Untuk memperkecil risiko penentangan itu, langkah
pengenalan dan pemahaman seperti diuraikan di atas harus terlebih dahulu dilakukan.
Adalah akan menjadi sia-sia saja apabila – karena ingin segera menciptakan kondisi 5R
yang efektif – sekolah melakukan jalan pintas langsung masuk ke tahap pelaksanaan
5R tanpa terlebih dahulu mengkondisikan semua pemangku kepentingan untuk
bersedia dengan sepenuh hati terlibat dalam kegiatan itu. Kesalahan ini sering
dilakukan banyak sekolah. Mereka pikir dengan sistem komando dari atas (top down)
tanpa membangun kesadaran serta antusiasme dari bawah (bottom up), 5R bisa
diterapkan dengan sukses. Keinginan untuk mengambil jalan pintas semacam ini
seyogyanya tidak dilakukan karena itu sudah bisa dipastikan akan berakhir dengan
kegagalan.

Harus ditekankan sekali lagi di sini bahwa pelaksanaan 5R mutlak memerlukan


keterlibatan dengan penuh kesadaran seluruh eksponen sekolah terutama siswa-
siswanya. Seperti disebutkan di atas, sasaran akhir penerapan 5R di sekolah adalah
“tumbuhnya mentalitas/karakter/sikap budaya industri di kalangan siswa”. Itu bisa
terwujud hanya kalau siswa-siswa dilatih dan dibiasakan bekerja sistematis, efisien, dan
efektif dengan metode 5R. Tanpa keterlibatan penuh siswa, pelaksanaan 5R di sekolah
akan menjadi kurang optimal hasilnya.
1
Pelaksanaan 5R yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan di tahap awal penerapan 5R yang harus dibedakan
dengan pelaksanaan aktivitas harian kelompok kecil 5R yang merupakan tindak-lanjutnya seperti dijelaskan di
depan (lihat uraian mengenai “Aktivitas Kelompok Kecil 5R”)

41
Jadi, prasyarat yang harus dipenuhi sebelum melangkah ke pelaksanaan 5R adalah
memastikan semua pemangku kepentingan sekolah akan bersedia dengan penuh
kesadaran terlibat dalam penerapan metodologi itu pada aktivitas sehari-hari mereka
masing-masing di sekolah karena mereka paham dan menyadari kebermanfaatan
metodologi itu untuk mencapai tujuan bersama.

 Beberapa Strategi Pelaksanaan 5R


Metodologi 5R telah diakui sebagai salah satu metodologi pengelolaan tempat kerja
yang paling efektif dan populer. Metodologi ini dikembangkan oleh Toyota sekitar tahun
1970an sebagai salah satu fondasi Sistem Produksi Toyota (Toyota Production
System). Sekarang ini, metodologi 5R telah dipakai oleh ribuan perusahaan di seluruh
dunia karena terbukti efektif .

Walaupun konsep di balik metodologi ini sederhana dan hanya perlu akal sehat untuk
memahaminya, tidak banyak yang tahu bagaimana tepatnya metodologi ini sebaiknya
diterapkan. Berikut ini adalah beberapa strategi yang bisa menjadi acuan dalam
pelaksanaan 5R di sekolah:

 Membentuk tim pelaksana inti

Setiap kali memperkenalkan strategi baru yang berimplikasi luas, kita perlu membentuk
tim yang terdiri dari beberapa orang sesuai kebutuhan yang nantinya akan menjadi
pelopor, motor dan tulang punggung pelaksanaannya. Tim Pelaksana Inti 5R mewakili
seluruh lapisan atau segmen pemangku kepentingan di sekolah (manajemen sekolah,
staf pendidik, staf penunjang, dan siswa). Mereka itu harus terlebih dahulu diberi
pemahaman mengenai konsep 5R serta metodologinya karena mereka inilah yang
diharapkan akan menggulirkan untuk pertama kalinya pelaksanaan 5R di sekolah.

 Memetakan (mapping) kondisi awal

Sebelum melaksanakan 5R, tim pelaksana inti perlu memetakan terlebih dahulu kondisi
awal sebelum dilakukan 5R. Pemetaan ini penting untuk bisa mengukur secara akurat

42
nantinya perbaikan yang terjadi sebagai hasil dari 5R. Pemetaan ini juga perlu untuk
mengindentifikasikan area kritis atau area yang kondisi 3R-nya (Ringkas, Rapi, Resik)
sangat buruk yang perlu diprioritaskan penanganannya.

 Mulai dengan langkah kecil tetapi yang bisa dipastikan efektivitasnya

Banyak sekolah ‘tergoda’ memulai pelaksanaan metodologi 5R dengan program


perubahan yang ambisius dan langsung berskala luas. Strategi ini harus diakui kadang-
kadang mendatangkan hasil. Tetapi pengalaman empiris menunjukkan bahwa strategi
ini lebih sering berakhir dengan kegagalan. Mengingat hal itu, disarankan agar sekolah
seyogyanya mulai penerapan 5R ini dengan beberapa proyek kecil yang bisa
dilaksanakan dengan relatif cepat dan bisa menghasilkan perubahan atau perbaikan
yang kongkrit dan bisa diukur. Hal ini pada gilirannya akan membuktikan efektivitas 5R,
membuat tim pelaksana inti 5R lebih yakin dan percaya diri, serta bisa menjadi model
bagi pelaksanaan 5R selanjutnya. Penataan tempat penyimpanan alat di bengkel
praktek, umpamanya, bisa dilakukan dengan relatif cepat dan bisa mendatangkan hasil
kongkrit yang bisa dilihat. Demikian juga dengan pembuatan jalur pejalan kaki di
lingkungan sekolah.

 Meningkat tahap-demi-tahap

Setelah serangkaian proyek awal berhasil diselesaikan dengan hasil yang memuaskan,
momentum itu harus terus dipertahankan dan dijaga dengan terus menggulirkan roda
penerapan 5R. Untuk itu harus ditentukan proyek-proyek mana yang selanjutnya akan
ditangani. Pelaksanaannya harus terus dikawal dan didorong oleh Komite 5R. Ketika
aktivitas ini sudah bisa bergulir semakin kencang, kultur sekolah juga akan ikut berubah
ke arah yang positif.

Catatan: Karena 5R bukan standar melainkan hanya metode, strategi-strategi yang


disampaikan di atas juga bukan suatu hal yang baku. Strategi di atas dimaksudkan
hanya sebagai acuan dan bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing
sekolah. Sekolah bisa juga merancang strateginya sendiri sejauh itu dilakukan dengan

43
landasan siklus PDCA (Plan Do Check Action)  Lihat: Bagan arus (flowchart) “5S
Program vs PDCA Cycle” berikut ini.

44
 Pelaksanaan Langkah-Demi-Langkah
Dalam pelaksanaan 5R, satu hal yang harus digaris-bawahi adalah bahwa
pelaksanaan itu harus dilakukan sesuai urutannya. Dimulai dari R1, memilah
barang-barang yang ada di tempat kerja, kemudian R2, menatanya, lalu R3,
membersihkan secara teratur dan setelah itu R4, membuat standar apa yang harus
dilakukan untuk menjaga bisa terus dipertahankannya kondisi yang telah berhasil
dicapai dan akhirnya R5, menetapkan prosedur standar untuk memastikan bahwa
langkah-langkah sebelumnya terus dilakukan dan menjadi kebiasaan serta
budaya.

Langkah I : Ringkas

Langkah pertama ini intinya adalah aktivitas memilah untuk memastikan bahwa barang-
barang yang ada di tempat kerja memang benar-benar diperlukan dan berguna.

Langkah II: Rapi

Setelah dipilah, barang-barang yang ada di tempat kerja ditata sedemikian rupa
sehingga “ada tempat yang telah ditentukan untuk setiap barang dan setiap barang ada
di tempat yang telah ditentukan.”

Langkah III: Resik

Tempat kerja dan barang-barang serta peralatan yang ada di sana yang telah ditata
sedemikian rupa kemudian harus dibersihkan secara teratur. Langkah Resik juga
mencakup memeriksa apakah fasilitas, peralatan dan sarana yang ada berfungsi
sebagaimana mestinya.

Langkah IV: Rawat

Setelah segala sesuatu yang ada di tempat kerja telah ditata secara rapi dan dijaga
kebersihan serta dipastikan berfungsi, langkah-langkah dan praktek-praktek yang
memungkinkan kondisi semacam itu perlu dibakukan sehingga semua orang akan
melakukannya dengan cara yang sama.

45
Langkah V: Rajin

Langkah terakhir dalam satu siklus metode 5R adalah memastikan bahwa perubahan
positif yang sudah dicapai dijaga kontinuitasnya dalam jangka panjangnya. Strategi
terbaik dalam melakukan ini adalah selalu memantau perkembangan dan kemajuan
yang dicapai dari waktu ke waktu dan segera mengambil tindakan koreksi manakala
ditemukan kecenderungan penurunan. Selain itu, pengenalan dan pemahaman yang
intensif mengenai konsep dan metodologi 5R perlu ditanamkan kepada siswa-siswa
baru di awal tahun pelajaran sehingga mereka bisa mengikuti dan meneruskan tradisi
positif yang sudah terbentuk.

 Menjaga Terus Berputarnya Roda 5R


Mencermati tiap langkah 5R yang diuraikan di atas, kebanyakan orang menganggap
bahwa langkah kelima, Rajin, adalah hal yang gampang dilakukan. Tetapi, pengalaman
empiris menunjukkan bahwa banyak lembaga mengalami kegagalan dalam
menerapkan metodologi 5R ini secara berkelanjutan hanya karena gagal menjalankan
langkah kelima, Rajin, ini dengan baik dan efektif.

Kebanyakan dari lembaga-lembaga itu sangat antusias di awal pelaksanaan metodologi


5R. Antusiasme ini memang membuat roda penerapan 5R bisa berputar kencang pada
awalnya. Sayangnya, mereka kemudian tidak fokus lagi. Hal itu tidak menjadi masalah
kalau yang mereka jalankan itu metodologi yang ‘sekali pakai jadi’, tetapi metodologi 5R
merupakan siklus yang harus terus dilakukan berulang-ulang seperti halnya orang
mengendarai sepeda harus menjaga roda sepedanya terus berputar kalau tidak ingin
jatuh. Penerapan metodologi 5R menuntut komitmen jangka panjang.

46
B. Penjelasan Lebih Rinci Tahapan atau Siklus 5R
5R adalah metode yang sangat bermanfaat untuk menciptakan suatu tempat
pembelajaran atau tempat kerja yang teratur, tertib, menyenangkan, nyaman, aman dan
efektif. Berikut ini tahapan atau siklus 5R - yang telah dijelaskan secara ringkas di
segmen sebelum ini - dieksplorasi lebih dalam termasuk bagaimana metode itu
sebaiknya diterapkan sehingga efektivitasnya maksimal.

I. R1  Ringkas

Poin-Poin Penting:

1) Memilah dan menyingkirkan barang yang tidak diperlukan


2) Tetapkan kriteria barang/alat yang akan disingkirkan
3) Strategi label merah (Red Tag)
4) Identifikasi penyebab menumpuknya barang

Ringkas merujuk pada praktek memilah semua barang, peralatan, dlsb. di area
kegiatan belajar mengajar atau di tempat pembelajaran praktek. Tujuan proses Ringkas
adalah menyimpan hanya barang dan peralatan yang diperlukan atau berguna di area
kegiatan belajar mengajar atau tempat pembelajaran praktek, serta menyingkirkan
barang, peralatan, dlsb. yang tidak diperlukan atau tidak berguna dari area kegiatan
belajar mengajar atau tempat pembelajaran praktek. Ini membuat area atau tempat
tersebut menjadi ringkas dan tidak dipenuhi barang.

Proses Ringkas adalah langkah yang pertama kali harus dilakukan dalam penerapan
metodologi 5R karena hanya setelah kondisi ringkas bisa diwujudkan, proses-proses
selanjutnya bisa dijalankan dengan efektif. Proses Ringkas merupakan kesempatan
untuk menentukan barang-barang dan peralatan, mana yang benar-benar perlu ada
dan barang-barang serta peralatan mana yang harus disingkirkan. Pengalaman empiris
selama ini menunjukkan bahwa proses Ringkas yang dilakukan di beberapa sekolah

47
berujung pada disingkirkannya sekitar 60% barang-barang yang tadinya berada atau
disimpan di suatu tempat.

Aturan praktis dalam melakukan proses Ringkas adalah2:

* Tidak ada barang yang tidak diperlukan berada di tempat kerja.


* Tidak ada barang yang berlebih jumlahnya.

Ketika melakukan proses Ringkas, perlu sikap yang tegas dan tanpa kompromi karena
menentukan barang, peralatan, dlsb. yang tidak diperlukan bukan suatu hal yang
mudah. Kita selama ini sudah terbiasa dengan kondisi ‘tidak ringkas’, sehingga
menganggap semua barang, peralatan, dlsb. yang ada di suatu tempat memang
seharusnya ada di situ.
Proses Ringkas terdiri dari setidaknya 5 langkah atau tahapan, yaitu:

1. Menentukan tempat atau area di mana proses Ringkas akan diaplikasikan dan
ambil foto tempat/area itu sebelum proses Ringkas dilakukan.

2. Memeriksa tempat atau area itu dengan pertanyaan:


 Barang apa ini?
 Milik siapa?
 Sejak kapan berada disitu?
 Mengapa berada disitu?
 Apakah masih digunakan?
 Seberapa sering dipakai?
 Kapan terakhir digunakan?

3. Memilah barang-barang yang ada di tempat atau area itu:


 Perlu? :

2
Termasuk alat tulis kantor, dokumen, arsip, peralatan, benda/bahan kerja, serta mesin-mesin

48
 Sering? (simpan di tempat kerja tetapi jumlahnya sesuai kebutuhan)
 Kadang-kadang? (simpan di dalam lingkungan kerja tetapi jumlahnya
sesuai kebutuhan)
 Jarang? (simpan di gudang tetapi diberi label sehingga mudah dicari
kalau dibutuhkan)
 Tidak Perlu? :
 Bernilai? (bisa dijual)
 Tidak bernilai? (dibuang)
 Ragu-ragu?
Barang-barang yang termasuk kategori “ragu-ragu” (termasuk dokumen/arsip
dan alat tulis kantor/ATK di bagian administrasi) ditandai/ditempeli label merah
(red tag). Label merah adalah alat bantu berupa lembaran kertas berwarna
merah. Contoh atau acuan label merah bisa dilihat di Apendiks.
Label merah itu setidaknya harus memuat informasi:
 nama/jenis barang tersebut,
 tanggal penempelan label,
 alasan penempelan label,
 lokasi asal barang,
 batas waktu penyimpanan,
 keputusan yang diambil pada akhir batas waktu penyimpanan
(Dikembalikan, dibuang, lainnya).
Barang-barang berlabel merah ditempatkan di Tempat Penyimpanan Sementara
(TPS). Rujukan Tempat Penyimpanan Sementara bisa dilihat di Apendiks.
Keberadaan barang-barang berlabel merah (red tag) di TPS harus ada batas
waktunya yang sebaiknya jangan terlalu lama (biasanya 1 bulan). Sebelum lewat
batas waktunya, barang-barang berlabel merah yang diklaim masih diperlukan
bisa dikembalikan ke tempat asalnya. Setelah lewat batas waktunya, barang-
barang berlabel merah di TPS yang tidak diklaim sebagai masih diperlukan akan
ditentukan statusnya selanjutnya oleh manajemen sekolah.

49
Catatan:
i. Walaupun sikap tegas dan tanpa kompromi perlu diambil, dalam menentukan kriteria
pemilahan barang-barang yang diperlukan dan tidak, mereka yang beraktivitas di
tempat itu harus dilibatkan/didengar pendapatnya karena merekalah pihak yang paling
berkepentingan dan nantinya akan terus menjaga kondisi Ringkas.
ii. Termasuk dalam barang yang tidak diperlukan/tidak berguna adalah barang-barang
yang rusak, tidak berfungsi lagi, kadaluarsa, atau jumlahnya berlebih.

4. Mengambil foto setelah proses Ringkas dilakukan di tempat atau area itu3.

5. Melakukan evaluasi penerapan Ringkas di tempat atau area itu serta melakukan
standardisasi apabila penerapan Ringkas dinilai telah menciptakan kondisi Ringkas
yang diinginkan.

2. R2  Rapi
Poin-Poin Penting:
1) Mengelompokkan barang sesuai fungsinya
2) Menentukan lokasi penyimpanan dan penempatan
3) Menempatkan barang sesuai lokasi yang ditentukan
4) Menerapkan kendali visual (label identitas/lokasi, dlsb.)
5) Membuat peta/denah tata-letak penempatan barang

Setelah dilakukan proses Ringkas, sedikit banyak sudah bisa dipastikan bahwa yang
ada di tempat kerja adalah barang-barang yang diperlukan/berguna. Tibalah giliran
sekarang menatanya dengan proses Rapi.
Proses Rapi merujuk pada praktek-praktek membenahi dan menata tempat
penyimpanan barang/dokumen serta mengatur tata-letak tempat kerja sehingga:

3
Pengambilan foto setelah proses ringkas harus dengan sudut pengambilan yang sama dengan pengambilan foto
sebelum proses Ringkas

50
 barang/dokumen mudah ditemukan
 barang/dokumen mudah diambil
 barang/dokumen mudah disimpan kembali ke tempat semula

Prinsip dasar proses Rapi adalah “ada tempat yang telah ditentukan untuk setiap
barang dan setiap barang ada di tempat yang telah ditentukan.”

 Langkah-Langkah Proses Rapi

1. Mengambil foto tempat/area itu sebelum proses Rapi dilakukan.

2. Proses Rapi biasanya diawali dengan membuat klasifikasi/pengelompokan barang


atau dokumen yang ada di tempat kerja berdasarkan:
 Frekuensi Pemakaian: Rendah, Sedang, Tinggi
 Kesamaan jenis/kategori barang atau dokumen: Alat Tulis Kantor (ATK), Arsip,
dokumen kegiatan belajar mengajar, mesin, peralatan, bahan atau benda kerja,
dlsb.
 Fungsi: Alat potong, Alat las, dlsb.

3. Setelah membuat klasifikasi/pengelompokan, langkah selanjutnya adalah


mengelompokkan barang atau dokumen yang ada di tempat kerja berdasarkan
klasifikasi/pengelompokan itu dan menyimpannya di tempat penyimpanan (laci,
‘document holder’, filing cabinet, rak, lemari, ruang dokumen, ruang alat, dlsb.) sesuai
klasifikasi/pengelompokkannya dan diberi kode/label/identitas/tanda-pengenal yang
jelas. Kode/label/identitas/tanda-pengenal dibuat sesuai kebijakan dan standar yang
ditentukan oleh manajemen sekolah masing-masing dan harus seragam di lingkup
sekolah yang bersangkutan. Aturan praktis yang bisa dipakai sebagai patokan
adalah bahwa dengan kode/label/identitas/tanda-pengenal itu, siapapun bisa
menemukan dengan mudah suatu barang atau dokumen kalau membutuhkannya.
Rujukan pemberian kode/label/identitas/tanda pengenal bisa dilihat di Apendiks.

51
Catatan: Di tempat kerja administrasi (ruang guru, ruang tata-usaha, dlsb.), tempat
penyimpanan berdasarkan frekuensi pemakaian biasanya terdiri dari 3 (tiga) kategori
berikut ini:
A. Kategori Tinggi: Barang/dokumen/arsip yang selalu digunakan
•Barang/dokumen/arsip yang dipergunakan setiap jam
•Barang/dokumen/arsip yang dipergunakan setiap hari
•Barang/dokumen/arsip yang dipergunakan setiap Minggu
 Simpan secara rapi dan teratur (di kotak khusus, file holder, dlsb.) di meja kerja
dan diberi kode/label untuk memudahkan pencariannya.
B. Kategori Sedang: Barang/dokumen/arsip yang kadang-kadang digunakan
•Barang yang dipergunakan sekali dalam sebulan
•Barang yang dipergunakan sekali dalam tiga bulan
Simpan secara rapi dan teratur serta disusun secara sistematis (di lemari, filing
cabinet, dlsb.) di lingkungan kerja dan diberi kodel/label untuk memudahkan
pencariannya.
C. Kategori Rendah: Barang/dokumen/arsip yang jarang digunakan
•Barang/dokumen/arsip yang dipergunakan sekali dalam enam bulan
•Barang/dokumen/arsip yang dipergunakan sekali dalam setahun
•Lainnya
 Simpan secara rapi dan teratur serta disusun secara sistematis di Tempat
Peyimpanan Khusus di luar lingkungan kerja dan diberi kode/label untuk
memudahkan pencariannya.

Rujukan penyimpanan yang rapi bisa dilihat di Apendiks.

4. Setelah semua barang/dokumen disimpan sesuai tempatnya masing-masing,


langkah selanjutnya adalah mengatur tata-letak tempat kerja untuk:
 Minimasi jarak pergerakan/pemindahan: bahan, alat, dokumen dan manusia.
 Minimasi gerakan kerja siswa.
 Utilisasi optimum: alat dan sarana kerja.
 Kenyamanan lingkungan dan suasana kerja.

52
 Keselamatan dan kesehatan kerja.

5. Menerapkan Kendali Visual.


Untuk mempertahankan kondisi Rapi, langkah yang diperlukan adalah menyiapkan,
melakukan dan mengelola kendali visual. Kendali visual atau kadang-kadang juga
disebut kontrol visual, adalah metode untuk mengelola tempat beraktivitas atau tempat
kerja yang menggunakan tanda-tanda visual untuk memberikan informasi/petunjuk.
Tanda-tanda visual ini meliputi petunjuk visual, kode warna, tanda-tanda di lantai (floor
markings), foto, dlsb. Kendali visual membuat orang cepat memahami informasi yang
disampaikan. Kendali visual juga membuat orang tidak harus mengajukan pertanyan
yang tidak perlu, seperti umpamanya jenis atau nama barang, fungsi suatu ruangan,
letak WC/toilet, dlsb. Selain itu, Kendali visual juga sangat bermanfaat dalam menjaga
kondisi Rapi. Di ruang penyimpanan alat (tool room), umpamanya, penandaan secara
visual (visual marking) memastikan alat-alat dikembalikan ke tempatnya masing-masing
setelah digunakan. Penandaan di lantai (floor marking) membantu mendeteksi kalau
ada barang yang ditempatkan tidak di tempat yang ditentukan.
Berikut ini disajikan beberapa alat atau sarana yang bisa digunakan dalam kerangka
kendali visual:

* Shadow Board

“Shadow Board” adalah papan penyimpanan alat-alat dengan gambar ‘garis bentuk’
(outline) masing-masing alat yang menunjukkan tempatnya masing-masing.
Penempatan alat yang salah akan segera diketahui, demikian juga kalau ada alat yang
tidak ada di tempatnya. Papan penyimpanan jenis ini memudahkan pengelolaan dan
inventarisasi alat-alat. Rujukan ‘shadow board’ bisa dilihat di Apendiks.

* Floor Marking (tanda di lantai)

“Floor marking” (tanda di lantai) digunakan untuk menandai area kerja tertentu, tempat
penyimpanan alat dan mesin, jalur pejalan kaki, lokasi tempat sampah, dlsb. “Floor
marking” juga digunakan untuk menandai ‘rentang gerak’ (range lines) pintu, atau
petunjuk arah (direction arrows). Warna “floor marking’ bermacam-macam sesuai

53
dengan standar peruntukannya. Untuk ‘floor marking’ biasanya digunakan pita (tape)
yang bisa didapatkan di pasaran.

Acuan atau rujukan ‘floor marking’ bisa dilihat di Apendiks.

Daftar warna-warna yang biasa dipakai dan standar peruntukannya bisa dilihat di
Apendiks.

* Penanda (Marking)

Penanda (marking) digunakan untuk menandai daerah ‘berbahaya’ (hazardous area)


yang dengan demikian menjadi area terbatas (restricted areas) di mana hanya orang-
orang yang ditunjuk (authorized personnel) atau yang benar-benar berkepentingan bisa
melintas ke dalam atau berada di area terbatas itu. Contoh area terbatas adalah:

 Area di mana penyimpanan atau penimbunan bahan-bahan kimia berbahaya


(toxic chemicals);
 Panel-panel listrik;
 Lokasi APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
 Peralatan atau mesin yang berisiko membahayakan seperti ‘lift’ mobil di bengkel
otomotif.
 Lubang (pit) terbuka atau tempat yang bisa membuat orang tersandung (tripping
hazards) atau yang bisa menyebabkan orang jatuh.

Rujukan bentuk ‘floor marking’ untuk area terbatas itu bisa dilihat di Apendiks.

Catatan: Di samping sebagai peringatan untuk waspada/hati-hati, penanda (marking)


area berbahaya itu juga untuk membiasakan siswa selalu menerapkan sikap ‘duga-
bahaya’.

* Tanda-Tanda (signs)

Tanda-tanda berfungsi sebagai sarana/alat komunikasi visual yang efektif. Tanda-tanda


meliputi tanda-tanda di lantai (floor signs), tanda-tanda di dinding (wall signs) atau

54
tanda-tanda yang berdiri sendiri (standing signs) yang dimaksudkan untuk
menyampaikan pesan-pesan tertentu, seperti mengingatkan risiko bahaya, dlsb. Contoh
tanda-tanda (signs) bisa dilihat di Apendiks.

* Label

Label adalah komponen utama pengorganisasian yang rapi dan efisien. Label ibaratnya
adalah ‘nama’ yang sangat memudahkan interaksi antar-manusia (inter-human
interaction).

Hampir semua barang/benda yang ada di lingkungan sekolah bisa diberi label untuk
memudahkan pengorganisasian (penempatan yang benar dan sistematis) barang-
barang/benda-benda itu, seperti umpamanya di rak penyimpanan, unit-unit
penyimpanan, kotak/dus/nampan penyimpanan, laci penyimpanan alat-alat, dlsb. Laci
tempat penyimpanan alat-alat, umpamanya, bisa diberi label lengkap dengan nama alat
yang disimpan disitu.

Dengan pemberian label yang efektif, setiap orang di area kerja masing-masing tahu di
mana suatu barang disimpan/ditempatkan dan mudah mendeteksi kalau ada barang
yang hilang atau tidak ada di tempatnya. Pemberian label memudahkan siapapun
menemukan barang-barang serta mengembalikannya ke tempatnya semula. Jadi kata
kuncinya adalah “bagi semua orang’, karena memang pemberian label terutama
ditujukan bagi semua orang yang membutuhkan barang/benda yang disimpan di area
itu selagi orang yang tahu pasti tempat penyimpanannya sedang tidak ada di tempat.

Menerapkan kendali visual juga membuat setiap orang yang berada di lingkungan
sekolah bisa dengan mudah memahami dan mengikuti tata-cara/aturan-aturan yang
diberlakukan di sekolah tersebut.

6. Membuat sistem informasi penyimpanan (peta atau denah tata-letak tempat
penyimpanan dan barang-barang/peralatan yang disimpan di sana serta indikator lokasi
tepatnya).

55
Penataan secara ‘apik’ dan rapi tidak akan banyak gunanya kalau tidak diikuti dengan
sistem informasi mengenai ‘barang apa disimpan di mana’ sehingga siapapun yang
membutuhkannya bisa dengan mudah mencari dan mendapatkannya. Selain itu, sistem
informasi itu juga merupakan hal yang mutlak perlu untuk keperluan manajemen
inventaris sekolah. Sistem informasi tersebut bisa dibuat per area kerja tetapi format
dan sistematikanya harus seragam dalam lingkup satu sekolah sehingga dengan
demikian format serta sistematikanya harus ditentukan/ditetapkan oleh manajemen
sekolah.

7. Menyusun dan menyepakati aturan tata-tertib rapi 4, antara lain:


 Standar ruang kelas yang rapi (misalnya meja-kursi serta dinding bebas dari
coret-coretan, papan tulis harus bersih setelah jam pelajaran, kursi diletakkan
diatas meja atau disandarkan di meja setelah jam pelajaran, pintu dan jendela
terbuka atau tertutup setelah jam pelajaran, sarana dan prasarana di dalam
ruang kelas berfungsi dengan baik, dlsb.)
 Standar meja yang bersih (bebas dari debu, tinggi maksimum tumpukan
dokumen di atas meja, benda-benda apa yang boleh ada di atas meja, kolong
meja bersih tidak ada tumpukan barang, dlsb.)
 Standar WC/toilet yang rapi (bersih, tidak bau, tidak mampet, ada ember dan
gayung, ada kran air yang berfungsi, ada gantungan pakaian, ada lampu
penerangan, pengunci pintu berfungsi dengan baik, pemeriksaan kebersihan
WC/toilet secara teratur dan dicantumkan dalam checklist yang ditempelkan di
luar WC/toilet, dlsb.)
 Standar bengkel praktek/laboratorium yang rapi
 Standar ruang guru yang rapi
 Standar ruang perpustakaan yang rapi
 Standar ruang ganti/locker yang rapi
 Standar kantin yang rapi
 Dan lain sebagainya.

4
Aturan tata-tertib rapi hendaknya ditetapkan oleh Komite 5R dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari
seluruh pemangku kepentingan sekolah.

56
8. Mengambil foto setelah proses Rapi dilakukan di tempat atau area itu5. Foto-foto
sebelum dan setelah proses Rapi bisa menjadi arsip sekolah dan dipamerkan pada
waktu diselenggarakannya “Bulan 5R” di sekolah.

9. Melakukan evaluasi penerapan Rapi di tempat atau area itu, serta melakukan
standardisasi apabila penerapan Rapi dinilai telah menciptakan kondisi Rapi yang
diinginkan (standardisasi aturan dan tata-tertib rapi).

 Pemeriksaan setelah kegiatan Rapi:


 Apakah semua barang sudah ditempatkan pada tempat yang memadai?
 Apakah tempat penyimpanan barang, area kerja, jalur pejalan kaki sudah
memiliki tanda batas?
 Apakah label barang dan label tempat sudah lengkap terpasang?
 Apakah kendali visual sudah diterapkan secara maksimal
 Apakah sistematika dan cara penempatan barang sudah ditetapkan?
 Apakah sistem informasi penyimpanan (denah dan peta letak barang) sudah
dibuat?

 Kondisi yang akan/mungkin terjadi bila tidak menerapkan Rapi


 Hanya orang tertentu saja yang mengetahui letak penyimpanan barang,
sementara yang lain tidak mengetahui walaupun mereka membutuhkan.
 Hanya orang yang menggunakan alat sebelumnya saja yang tahu di mana
peralatan itu disimpan.
 Barang-barang tidak diletakkan sebagaimana mestinya sehingga kesulitan ketika
akan menggunakannya.
 Tidak ada yang mengetahui letak tempat file atau dokumen yang diperlukan.

5
Pengambilan foto setelah proses Rapi harus dengan sudut pengambilan yang sama dengan pengambilan foto
sebelum proses Rapi

57
 File dan dokumen hanya sekedar dimasukkan saja tanpa label atau identitas
sehingga tidak berguna.
 Letak tempat barang berbeda dengan sebelumnya. Karena tidak menyadari hal
itu, barang yang salah ikut terpasang.
 Area kerja/meja kerja yang berantakan bisa menimbulkan pekerjaan tidak
efisien, kondisi kerja tidak nyaman dan banyak waktu yang terbuang.

 Beberapa ‘tip’ tambahan:

* Langkah Rapi untuk barang-barang yang disimpan di lemari:

1) Tentukan jumlah (kuantitas) dan lokasi barang-barang yang akan disimpan di


lemari;
2) Tentukan metode penempatan barang-barang itu sehingga dengan sekilas
pandang, orang akan mengetahui apakah barang-barang ada di tempatnya.
Khusus untuk arsip, seyogyanya deretan ‘file holders’ diberi tanda garis
miring (lihat contoh di Apendiks) sehingga akan terlihat apabila ada ‘file
holder’ yang tidak di tempat atau diletakkan bukan di tempatnya.

3) Tempelkan daftar barang-barang yang disimpan di lemari di pintu lemari


sehingga bisa dengan mudah dibaca dari luar. Apabila barang-barang yang
disimpan di lemari dimasukkan ke dalam kotak, selain identifikasi kotak,
cantumkan juga isi masing-masing kotak.

* Langkah Rapi untuk barang-barang yang disimpan di kotak peralatan (toolbox):

1) Tempatkan kotak peralatan (toolbox) di tempat yang gampang dijangkau.


2) Tentukan tempat bagi masing-masing peralatan dan beri label lokasinya
dengan nama/tipe peralatan (lihat contoh di Apendiks)
3) Apabila peralatan ditempatkan di dalam laci yang tertutup, beri juga label
pada laci tersebut (lihat contoh di Apendiks)

58
4) Harus ada petugas khusus atau siswa yang secara bergilir ditugaskan
untuk memastikan bahwa semua peralatan telah dikembalikan ke
tempatnya semula pada setiap akhir kegiatan belajar-mengajar.

3. R3  Resik

Poin-Poin Penting:

1) Menetapkan kriteria kebersihan


2) Menetapkan metode baku membersihkan
3) Membagi tugas dan tanggung-jawab
4) Menetapkan jadwal pembersihan
5) Menyiapkan perangkat/sarana kebersihan
6) Melakukan kegiatan pembersihan tiap hari/harian
7) Melakukan pemeriksaan fungsi barang-barang/peralatan yang ada di tempat
kegiatan belajar-mengajar untuk mendeteksi kerusakan/tidak berfungsinya
barang-barang/peralatan tersebut.

Meskipun kita sudah melakukan proses Ringkas, kemudian juga proses Rapi, dan
menata dengan sedemikian rupa barang-barang yang diperlukan sehingga barang-
barang itu bisa dengan mudah ditemukan dan diambil bila diperlukan, hal itu masih
belum cukup kecuali barang-barang tersebut berada dalam kondisi ‘siap pakai’ (bersih
dan berfungsi baik). Untuk itulah kita perlu menindak-lanjuti kedua proses sebelumnya
itu (Ringkas dan Rapi) dengan proses Resik.

Tujuan utama proses Resik adalah memastikan bahwa area kegiatan belajar-mengajar,
area/tempat kerja, dan semua barang/peralatan di area/tempat itu selalu berada dalam
kondisi ‘siap pakai’ dengan:

59
 Menjaga lingkungan/sarana & prasarana sekolah/ area pembelajaran bebas dari
sampah dan kotoran/debu;
 membersihkan lantai, dinding, jendela, kisi-kisi ventilasi, langit-langit, bahkan
juga bagian dalam lemari dan laci meja;
 membersihkan semua mesin, peralatan, rak dan locker;
 menggosok dan memoles barang-barang, peralatan, mesin di tempat/area kerja
secara teratur sehingga terlihat bersih dan mengkilat. Kondisi seperti itu akan
memudahkan kita mendeteksi ‘abnormalitas’ pada barang, peralatan dan mesin
itu lebih dini.

Proses Resik pada dasarnya terdiri dari 3 (tiga) aktivitas utama yang mencakup:

1) membuat lingkungan/sarana & prasarana sekolah dan area pembelajaran bersih,


2) menjaga terus kondisi bersih seperti itu, dan,
3) melakukan langkah-langkah pencegahan agar lingkungan/sarana & prasarana
sekolah dan area pembelajaran tidak menjadi kotor.

Proses Resik seyogyanya dijadikan juga sebagai kegiatan pemeriksaan (inspection


process) untuk mendeteksi kondisi abnormal dan gejala awal kerusakan pada barang-
barang, peralatan dan sarana & prasarana yang ada di lingkungan sekolah, seperti
bocor, retak, atau sambungan yang tidak benar.

Proses Resik harus dilakukan oleh semua unsur sekolah (staf pendidik, staf penunjang,
dan siswa) tanpa kecuali. Proses Resik harus ditanamkan sebagai tanggung-jawab
seluruh pemangku kepentingan sekolah. Meskipun sekolah masih harus
mempekerjakan tenaga/petugas kebersihan khusus yang menangani beberapa
pekerjaan-pekerjaan tertentu, kendali proses Resik harus ada ditangan staf pendidik,
staf penunjang dan siswa. Sekolah harus menanamkan di hati seluruh pemangku
kepentingan sekolah untuk melihat kondisi sekolah kotor serta berantakan (chaos)
sebagai suatu situasi yang sama sekali tidak bisa/boleh ditolerir. Sikap seperti itu
lambat laun harus dijadikan budaya yang diamalkan oleh pimpinan sekolah, staf
pendidik, staf penunjang, dan para siswa.

60
Tetapi agar itu bisa terjadi, manajemen sekolah harus terlebih dahulu dan pertama-
tama menyediakan peralatan kebersihan yang diperlukan (sapu, serok, kemoceng, pel,
serutan air, dlsb.) dalam jumlah yang memadai. Peralatan/sarana kebersihan itu harus
ditempatkan di lokasi-lokasi yang strategis dan di tempat khusus peralatan/sarana
kebersihan dan diberi tanda. Acuan penempatan peralatan/sarana kebersihan bisa
dilihat di Apendiks.

Untuk memastikan keterlibatan dan partisipasi semua unsur sekolah dalam proses
tindak lanjut Resik selanjutnya nanti, perlu dibuatkan jadwal harian tugas/kegiatan
kebersihan di masing-masing zona 5R atau unit kerja. Perlu digaris-bawahi bahwa
tugas/kegiatan kebersihan ini jangan hanya diserahkan kepada petugas kebersihan
sekolah, melainkan juga harus semaksimal mungkin melibatkan siswa dalam arti
tugas/kegiatan di area kegiatan belajar-mengajar harus dilakukan oleh para siswa
sendiri dengan arahan dan pengawasan guru-guru serta dibantu petugas kebersihan
sekolah6. Ini untuk menumbuhkan semangat/etos kerja, kepedulian, rasa tanggung-
jawab, ketelitian, kedisplinan, inisiatif dan semangat bekerja-sama.

Seperti di jelaskan pada uraian mengenai “Aktivitas Kelompok Kecil 5R” di depan, untuk
melaksanakan tugas/kegiatan kebersihan harian ini (yang menjadi bagian dari
pelaksanaan 5R harian), siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang bertugas
bergiliran sesuai jadwal (Lihat uraian mengenai “Aktivitas Kelompok Kecil 5R” di
depan). Jumlah siswa per kelompok ditentukan oleh Promotor/Pembimbing dengan
persetujuan penanggung-jawab zona 5R terkait. Untuk menumbuhkan kemampuan
kepemimpinan (leadership) mereka, semua siswa harus diberi kesempatan menjadi
pemimpin (leader) kelompok. Dengan bekerja secara kelompok ini, siswa juga dilatih
untuk bekerja-sama secara efektif.

Setelah kondisi Resik di lingkungan sekolah bisa dicapai, kondisi itu mutlak perlu untuk
terus dipertahankan. Kegiatan kebersihan rutin bisa sangat membantu terjaganya
kondisi itu, tetapi yang lebih baik lagi adalah menghilangkan potensi lingkungan sekolah
menjadi kotor, antara lain dengan menghilangkan sumber kotor.

6
Seperti dijelaskan di depan, petugas kebersihan sekolah hendaknya hanya menangani kebersihan WC/toilet,
merapikan dahan pohon/rumput, dan pekerjaan kebersihan lain yang memerlukan ketrampilan khusus.

61
Proses Resik di awal penerapan dan pelaksanaan 5R mencakup setidaknya 6 kategori
langkah berikut ini:

1. Menyepakati apa yang dimaksud dengan “bersih” di lingkungan sekolah, ruang
kelas, ruang bengkel praktek, laboratorium, ruang guru, WC, gudang, kantin sekolah,
tempat peribadatan, dlsb. Standar bersih yang disepakati harus dituangkan dalam
bentuk Standar Kebersihan yang tertulis dan ditempelkan di papan informasi 5R di tiap-
tiap zona 5R sekolah.

2. Menyediakan alat/sarana kebersihan dalam jumlah yang memadai. Alat/sarana


kebersihan itu harus ditempatkan di lokasi-lokasi yang strategis dan di tempat khusus.

3. Mengambil foto sebelum proses Resik dilakukan.

4. Membersihkan area/tempat kegiatan belajar-mengajar dengan melibatkan seluruh


siswa dibawah pengawasan dan arahan para guru dan dibantu petugas kebersihan
sekolahah. Selain membersihkan, pengamatan yang cermat perlu dilakukan untuk
mendeteksi sumber-sumber pengotoran sehingga bisa dilakukan pembenahan.

5. Melakukan pemeriksaan fungsi barang-barang/peralatan yang ada di area tempat


kegiatan belajar-mengajar untuk mendeteksi kerusakan/tidak berfungsinya barang-
barang/peralatan tersebut.

6. Mengambil foto setelah proses Resik selesai7 dan bandingkan kondisi sebelum
dan setelah proses Resik. Bakukanlah proses Resik yang dilakukan apabila proses itu
menghasilkan kondisi Resik yang diharapkan atau lakukan perbaikan/penyempurnaan
apabila proses Resik yang dilakukan belum mendatangkan hasil yang optimal. Pastikan
semua unsur sekolah menjalankan standar tersebut dengan benar. Dianjurkan juga
untuk memvisualisasikan standar itu dalam bentuk checklist dan diagram.

Catat poin-poin penting proses Resik serta langkah-langkah


perbaikan/penyempurnaannya. Informasi semacam itu akan sangat berguna dalam
tahap proses Rawat nantinya.

7
Pengambilan foto setelah proses Resik harus sama sudut pengambilannya dengan pengambilan foto sebelum
proses Resik.

62
 Tip’ Tambahan
 Untuk bisa mendatangkan hasil yang optimal, di awal penerapan 5R, disarankan
agar proses Resik di lingkungan sekolah dilakukan bertahap. Lakukan proses
Resik di area target atau area yang dipandang sangat memerlukan proses Resik.
Untuk itu, perlu dilakukan terlebih dahulu kegiatan pemetaan (mapping) seperti
yang telah disebutkan di atas. Setelah proses Resik di area target berhasil
dengan memuaskan, proses Resik bisa dilanjutkan ke area prioritas kedua,
ketiga, dst. dengan mengacu pada apa yang dilakukan di proses Resik
sebelumnya.
 Cari sumber pengotoran/kotoran dan bilamana mungkin menghilangkannya atau
melakukan tindakan pembenahan yang efektif. Bicarakanlah dengan mereka-
mereka yang melakukan aktivitas di tempat/area itu dan libatkan mereka dalam
melakukan ‘kaizen’ terkait masalah ini.
 Salah satu bagian penting dari proses Resik adalah juga pemeriksaan kondisi
barang-barang serta peralatan yang ada di area/tempat kegiatan belajar-
mengajar atau tempat/area kerja. Hal ini yang sering dilupakan sehingga ada
sekolah yang membanggakan lingkungan sekolah yang bersih tetapi banyak
barang, peralatan, atau sarana/prasarana sekolah yang kondisinya tidak
baik/tidak layak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
 Selain tempat/area kerja dan peralatan, proses Resik juga mencakup rak
penyimpanan, meja, kursi, dinding, jendela, pintu, lampu-lampu, dlsb., singkat
kata: “segala sesuatu dan di manapun juga” di lingkungan kegiatan belajar-
mengajar, tempat/area kerja, bengkel praktek/laboratorium, perpustakaan,
tempat peribadatan, ruang UKS, kantin, WC, ruang olah-raga, dll.
 Dalam proses Resik, atau lebih tepatnya “bersih-bersih”, lakukan dengan metode
dari atas ke bawah, yaitu mulai dulu dari langit-langit (plafond) lalu turun ke
lantai.
 Kondisi sarana/alat kebersihan juga harus diperhatikan. Jangan ada lap
pembersih, kemoceng, dan sapu yang kotor atau rusak.

63
 Agar proses Resik lebih efektif, beberapa langkah berikut ini bisa bermanfaat:
 Selain membuat jadwal harian tugas/kegiatan kebersihan, perlu juga
dibuat daftar apa-apa yang perlu dibersihkan secara teratur dan
bagaimana caranya (alat dan cara atau metodenya), sehingga kegiatan itu
tidak memakan waktu terlalu lama. Daftar tersebut harus di tempel di
masing-masing area kegiatan 5R.
 Sediakan sarana/alat kebersihan di tempat-tempat strategis. (Rujukan
penempatan sarana/alat kebersihan bisa dilihat di Apendiks).
 Untuk menjaga kondisi Resik dalam pengertian yang lebih luas, pastikan
bahwa peralatan serta sarana dan prasarana sekolah yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya (malfungsi) dan yang rusak segera diperbaiki atau
diganti.

Kata kuncinya dengan demikian adalah:


“ Menjaga lingkungan sekolah dan segala sesuatu di dalamnya dalam
keadaan bersih dan dalam kondisi baik serta berfungsi sebagaimana
mestinya.”
Hal itu bisa dicapai melalui kombinasi kegiatan kebersihan dan pengecheckan
kondisi peralatan, sarana dan prasarana yang ada di dalam lingkungan sekolah.
 Jadikan proses Resik menjadi kegiatan rutin seperti dijelaskan di uraian
mengenai “Aktivitas Kelompok Kecil 5R” di atas sehingga seluruh unsur sekolah,
terutama para siswa, lama-lama akan terbiasa dengan praktek ini dan secara
berkala diingatkan mengenai kenapa praktek ini penting untuk dilakukan.
Doronglah para siswa untuk aktif memantau kondisi Resik di area mereka
masing-masing maupun area yang berdekatan (neighbouring spaces).
 Bersikap proaktif bukan reaktif dalam hal kondisi Resik. Proses Resik harus
dilakukan setiap hari sesuai jadwal, dan bukan gara-gara ada area/tempat kerja
yang telah menjadi begitu ‘kumuh’. Proses Resik yang reaktif mengindikasikan
bahwa proses Resik tidak dilakukan secara rutin sebelumnya dan pemangku
kepentingan di area/tempat itu tidak peduli sama sekali. Proses Resik bukan
‘memadamkan api’ tetapi justru mencegah timbulnya/munculnya api.

64
 Selain kegiatan ‘bersih-bersih’ harian, disarankan ada juga “Hari Bersih-Bersih”
atau “Hari 5R” dalam lingkup seluruh sekolah sekali dalam sebulan.
 Kondisi Resik bisa juga dilombakan antar kelas, unit kerja, atau zona 5R secara
berkala (3 bulan sekali, 6 bulan sekali, 1 tahun sekali), dan pemenangnya
seyogyanya diberi hadiah yang hendaknya tidak dilihat dari nilai barangnya tetapi
dari ‘pengakuan’ (recognition) pimpinan/manajemen sekolah. Pengakuan
(recognition) ini akan membuat yang bersangkutan terpacu untuk
mempertahankan prestasi mereka.

 Manajemen proses Resik yang terbukti efektif adalah:

 Dilakukan secara berkala dan teratur


 Tentukan mana-mana yang harus dibersihkan dan tunjuk/tetapkan siapa
yang harus melakukannya
 Alat/sarana kebersihan harus tersedia dalam jumlah memadai di area
tersebut.
 Tentukan waktu ‘bersih-bersih’ (bisa sebelum jam pelajaran atau setelah
jam pelajaran)

 ‘4. R4  Rawat

Poin-Poin Penting:

1) Melakukan standardisasi proses dan langkah-langkah R1, R2, dan R3 (prosedur,


metode, kondisi akhir yang diinginkan)
2) Membuat tanda-tanda visual sebagai bagian dari kendali visual (jalur, lokasi
barang/peralatan, daerah rawan/restricted areas, dlsb.)
3) Membuat dan menerapkan sistem audit yang baku, jelas dan terukur

4) Menyelenggarakan kampanye tahunan untuk menanamkan dan meningkatkan


budaya peduli akan sikap kerja tertib, teratur, bersih, nyaman, aman dan efektif.

65
Landasan atau fondasi untuk keberhasilan pelaksanaan 5R, yaitu proses Ringkas,
Rapi, Resik, telah diletakkan. Kini tiba saatnya untuk melangkah lebih lanjut dengan
membangun pilar yang akan menopang kelanjutan proses selanjutnya. Pilar tersebut
adalah proses Rawat. Pada dasarnya pengertian proses Rawat adalah bahwa semua
orang di suatu sekolah harus melakukan praktek-praktek yang sama dalam penerapan
5R. Artinya, praktek-praktek penerapan 5R di sekolah tersebut harus standar atau
baku. Dan praktek-praktek yang dibakukan itu dengan sendirinya adalah praktek-
praktek yang telah terbukti menghasilkan kondisi 5R yang optimal dan bisa dilakukan
oleh semua pemangku kepentingan di sekolah tersebut.

Kata kunci proses Rawat dengan demikian adalah memantapkan tercapainya kondisi
Ringkas, Rapi, dan Resik (3R pertama) dengan menetapkan prosedur-prosedur
standar. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan
menjalankan Ringkas, Rapi, dan Resik di tempat kegiatan mereka masing-masing
sesuai dengan praktek-prakter baku. Jadi bisa dikatakan bahwa muara dari proses
Rawat adalah standardisasi atau pembakuan praktek-praktek unggulan (best
practices) dalam menerapkan Ringkas, Rapi dan Resik, serta mendorong semua
pemangku kepentingan sekolah seragam menggunakan praktek-praktek yang
dibakukan itu sebagai kegiatan rutin mereka.

Dalam proses Rawat ini, pimpinan dan manajemen sekolah harus berada di barisan
depan untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan dukungan kepada seluruh
pemangku kepentingan sekolah. Sebaliknya, seluruh pemangku kepentingan sekolah,
terutama para siswa, harus menghayati, menerapkan dan mengamalkan prinsip-prinsip
serta praktek-praktek 5R dalam upaya membenahi tempat/area kerja mereka masing-
masing menjadi tempat/area kerja yang tertib, teratur, rapi, nyaman dan
menyenangkan.

Proses Rawat mencakup pembuatan kendali visual (visual controls) dan pedoman-
pedoman untuk menjaga area/tempat kerja atau lingkungan kegiatan belajar mengajar
selalu dalam keadaan teratur, rapi dan bersih. Proses Rawat dengan demikian adalah
upaya untuk menciptakan kondisi di mana standar optimal pengelolaan area/tempat

66
kerja atau lingkungan kegiatan belajar mengajar selalu dijaga. Kalau proses Ringkas,
Rapi, dan Resik umumnya dijalankan karena disuruh atau atas dasar perintah
(dipaksa), maka proses Rawat membuat proses 3R terdahulu menjadi sesuatu kegiatan
yang naluriah atau kebiasaan yang baku.

Proses Rawat dimulai dengan memastikan bahwa langkah-langkah 3R sebelumnya


dilakukan tidak hanya berdasarkan kesepakatan lisan, tetapi benar-benar telah menjadi
sistem yang jelas dan dipahami oleh semua pemangku kepentingan sekolah sehingga
mereka tahu betul apa yang harus mereka lakukan dalam kaitan dengan penerapan 5R
di area mereka masing-masing.
Salah satu cara yang efektif untuk itu adalah penyusunan prosedur pelaksanaan baku
serta ‘checklist’ harian yang ditempelkan di tempat strategis di masing-masing
area/.tempat kerja.
‘Checklist’ itu berfungsi sebagai petunjuk visual untuk memastikan bahwa langkah-
langkah 3R harian yang harus dilakukan telah benar-benar dilakukan dengan benar dan
konsisten di area/tempat kerja yang bersangkutan.
‘Checklist’ memuat informasi antara lain:
 Siapa yang bertanggung-jawab (Penanggung-jawab pelaksanaan)
 Apa-apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan kondisi 5R yang
diinginkan
 Kapan itu harus dilakukan
 Di mana itu harus dilakukan
 Prosedur apa yang harus dilakukan agar semua hal di atas dipatuhi, yang
mencakup antara lain:
o prosedur pembersihan,
o jadwal pemeliharaan,
o kegiatan rutin yang dikombinasikan dengan langkah-langkah 3R., dlsb.
Acuan atau rujukan ‘checklist’ terkait proses Rawat bisa dilihat di Apendiks
‘Checklist’ yang berisi pertanyaan-pertanyaan spesifik mengenai suatu area/tempat
kerja akan sangat membantu dalam memastikan bahwa semua proses dilakukan
seperti yang seharusnya dilakukan.

67
Namun demikian, harus juga dipastikan bahwa semua pemangku kepentingan sekolah
mengetahui, mengerti dan memahami checklist itu serta prosedur-prosedur yang harus
dilakukan. Untuk itu, manajemen sekolah (lewat komite 5R) harus melakukan hal-hal
berikut ini:
1) Memastikan setiap warga sekolah (manajemen, staf pendidik, staf penunjang
dan siswa) mengetahui tanggung-jawab mereka masing-masing. Mereka harus
benar-benar memahami tugas-tugas Ringkas, Rapi, dan Resik mereka. Kalau
mereka tidak tahu, bagaimana mereka bisa diharapkan
melakukan/menjalankannya.
Tanggung-jawab mereka masing-masing harus dicantumkan dengan jelas di
checklist atau tabel tugas sehingga bisa dirujuk setiap saat.
2) Menjadikan kegiatan itu sebagai bagian dari aktivitas rutin harian mereka.
Kepekaan mereka terhadap abnormalitas harus terus diasah sehingga mereka
akhirnya bisa melakukan kegiatan itu secara naluriah.
Hal-hal di atas akan membuat seluruh pemangku kepentingan sekolah tahu apa
yang harus mereka lakukan dalam kaitan dengan proses 5R, kapan mereka harus
melakukannya dan bagaimana melakukannya dengan semestinya.

* Beberapa ‘tip’ tambahan agar proses Rawat lebih efektif:


 Seyogyanya kendali visual diterapkan secara ekstensif (luas) di seluruh
lingkungan sekolah.
 Buatlah sehingga setiap orang bisa dengan mudah mengetahui kondisi normal
dan abnormal, misalnya dengan menempelkan ‘pengingat visual’ (visual
reminder) berupa foto-foto kondisi normal dan abnormal di papan informasi 5R di
tiap area/tempat kerja.
 Melakukan evaluasi/audit secara berkala. Begitu proses sudah berjalan,
manajemen sekolah (lewat komite 5R) perlu melakukan evaluasi kinerja/audit
secara teratur untuk memastikan bahwa semua tugas telah dijalankan dengan
baik.
 Mendiskusikan bersama dalam rapat bulanan komite 5R hasil evaluasi/audit
serta berbagai masukan lainnya dan menyepakati tindakan perbaikannya.

68
 Kata kunci proses Rawat adalah mempertahankan suasana dan pengaturan
area/tempat kerja yang telah dibenahi dalam proses R1, R2, dan R3. Sehingga
yang mutlak harus dilakukan adalah menjaga agar segala sesuatunya tetap
dalam keadaan teratur serta dalam kondisi standar (maintaining everything in
order and according to its standards).

5. R5  Rajin

Poin-Poin Penting:

1) Pembudayaan aktivitas 5R untuk membuat lingkungan sekolah sebagai tempat


kegiatan belajar mengajar yang tertib, teratur, rapi, bersih, nyaman, aman dan
efektif.
2) Komitmen penuh terhadap pelaksanaan kode etik 5R yang telah disepakati
3) Terus berlangsungnya perbaikan berkelanjutan (kaizen atau ‘continuous
improvement)
4) Komunikasi dua arah, termasuk komunikasi umpan-balik, sebagai kegiatan rutin.

Proses Rajin menyiratkan ‘disiplin diri’ (self discipline), yaitu kemauan untuk selalu
menjaga dan mempertahankan serta mempraktekkan secara konsisten proses-proses
4R sebelumnya. Ini berarti benar-benar mau selalu melakukan proses memilah,
merapikan, membersihkan dan melakukannya sesuai standar yang telah ditetapkan.

Proses Rajin mutlak perlu untuk menghindari apa yang telah dicapai lewat pelaksanaan
4R sebelumnya menjadi sia-sia karena lama kelamaan proses-proses itu dilupakan dan
tidak dilakukan lagi yang pada gilirannya akan membuat kondisi Ringkas, Rapi, Resik
yang telah berhasil dicapai lambat laun memburuk kembali.

Langkah-langkah proses Rajin biasanya terdiri dari:

69
1) Membiasakan adanya pelaporan kemajuan secara teratur.
2) Melakukan pelatihan penyegaran secara berkala
3) Evaluasi berkala atas kegiatan-kegiatan 5R dan langsung melakukan
pembenahan apabila dirasakan adanya gejala-gejala penurunan.
4) Pemberian pengakuan (recognition), ganjaran (rewards) dan penghargaan atas
pencapaian luar-biasa dalam kegiatan 5R.
5) Pengingat (reminder) dan penyemangat lewat poster-poster, papan informasi 5R,
bulan 5R, dlsb.
6) Audit 5R secara periodik/berkala.

Kata kunci dalam proses Rajin adalah nilai-nilai yang dihayati bersama (shared values).
Tercapainya penghayatan nilai-nilai secara bersama seyogyanya tidak dilakukan lewat
langkah-langkah otoriter tetapi lewat penanaman kesadaran akan perlunya mentalitas
ber-5R bagi kemajuan bersama (kemajuan sekolah dan kemajuan para pemangku
kepentingan sekolah, termasuk pengembangan kepribadian serta kualifikasi siswa).
Setelah kesadaran itu terbentuk, yang harus dilakukan selanjutnya adalah memantau
apakah kesadaran itu terus tumbuh subur atau malah layu dan akhirnya hilang lagi.
Seperti dijelaskan di atas (Lihat uraian mengenai Audit 5R di atas) pemantauan itu
dilakukan lewat apa yang disebut sebagai Audit 5R.

Proses Rajin juga mencakup upaya terus-menerus dari manajemen sekolah/Komite 5R


untuk mendorong seluruh pemangku kepentingan sekolah terus melakukan
perbaikan/penyempurnaan pada kondisi 5R di area/tempat kerja mereka masing-
masing secara berkelanjutan (continuous improvement). Perbaikan/penyempurnaan
berkelanjutan kondisi 5R di area/tempat masing-masing harus menjadi motto bersama
seluruh pemangku kepentingan sekolah. Hal ini untuk mencegah kondisi 5R di sekolah
pada suatu ketika mandeg/stagnan yang lama-lama bisa berakibat pada kembali
memburuknya kondisi 5R di sekolah itu.

70
Bila tidak menerapkan RAJIN
 Walaupun sudah melakukan 5R, kondisi lingkungan sekolah akan kembali ke
kondisi awal yang berantakan dan kotor.
 Walaupun sarana & prasarana, perlengkapan serta peralatan di sekolah kotor
atau rusak/tidak berfungsi/malfungsi, tetap dibiarkan saja.
 Karena alat-alat, dokumen atau arsip tidak diletakkan pada tempat yang
semestinya, barang-barang itu sulit untuk ditemukan oleh mereka yang
membutuhkannya.
 Lingkungan sekolah yang kotor, kumuh serta tidak rapi menurunkan citra sekolah
serta membuat proses belajar mengajar kurang efektif.

71
V. Penutup:
Mendapatkan hasil
yang terbaik dari
proses penerapan
5R di Sekolah

72
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari proses penerapan 5R di sekolah, pimpinan
dan manajemen sekolah perlu melakukan paling tidak langkah-langkah berikut ini:

 Susun Rencana 5R dan laksanakan dengan konsisten


 Libatkan seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan Rencana 5R
 Buat slogan, poster, panduan/informasi tentang 5R, serta berikan
pemahaman dan pelatihan mengenai 5R
 Bentuk organisasi 5R
 Bagi pelaksanaan 5R menjadi bagian-bagian (zona) yang tanggung-jawab
pelaksanaannya masih dalam batas kemampuan masing-masing
pelaksana.
 Mulailah pelaksanaan 5R dengan ‘area-area model’ (model areas)
 Buat skema informasi umpan-balik yang efektif mengenai kondisi 5R di
lingkungan sekolah
 Buat proyek-proyek ‘kaizen’ (perbaikan berkelanjutan atau perbaikan
sedikit-demi-sedikit tetapi berkesinambungan)
 Pimpinan dan manajemen sekolah harus berada di garda terdepan dalam
pelaksanaan 5R serta mempunyai komitmen tinggi terhadap keberhasilan
pelaksanaan 5R di sekolah masing-masing.
 Mulailah menanamkan mentalitas ber-5R yang konsisten dari staf pendidik dan
staf penunjang operasional sekolah karena merekalah yang diharapkan
menularkan mentalitas itu ke siswa serta menjadi ‘role model’ atau ‘tokoh
panutan’.
 Seluruh pemangku kepentingan sekolah harus berperan dalam pelaksanaan 5R
 Kuantifikasikan hasil Audit 5R dan tempelkan di papan informasi 5R di tiap-tiap
zona 5R
 Jangan men-tolerir sedikitpun juga tanda-tanda atau gejala penurunan kondisi
5R. Lakukan pembenahan/penanggulangan (counter-measures) segera begitu
muncul tanda-tanda atau gejala awal penurunan 5R
 Berikan pengakuan, penghargaan, dan ganjaran pada upaya-upaya (efforts) dan
prakarsa 5R yang dinilai luar-biasa (exceptional attainments).

73
Lebih daripada itu, ketika menetapkan sasaran penerapan 5R, sekolah seyogyanya
tidak berhenti pada sasaran penampilan fisik yang kasat mata atau tangible seperti
dijelaskan di depan, melainkan harus menukik lebih dalam ke sasaran yang
‘intangible’ tetapi relevan dengan peran dan fungsi sekolah sebagai lembaga
pendidikan, yaitu mendidik dan membina siswa-siswanya untuk bisa bertransformasi
menjadi manusia yang bisa dan terbiasa bekerja sistematis, efisien dan efektif lewat
penanaman kebiasaan ber-5R secara konsisten.
Dengan dua sasaran (yang ‘tangible’ dan yang ‘intangible’) yang diarah, sekolah
akan mendapatkan ‘manfaat lebih’ dari penerapan 5R, yaitu siswa-siswa terbiasa
ber-5R sehingga lalu bisa dan terbiasa bekerja sistematis, efisien dan efektif, serta
karena siswa-siswa terbiasa ber-5R secara konsisten, kerapian, keteraturan dan
kebersihan lingkungan sekolah akan senantiasa terjaga sehingga akan tercipta
kondisi, atmosfir dan suasana pembelajaran yang ideal, yang pada gilirannya akan
membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif.

Selamat Mencoba dan


Semoga berhasil!

74
Sumber dan Rujukan
1. 5 Pillars of The Visual Workplace: The Source Book for 5S Implementation, Hiroyuki
Hirano, Productivity Press, 1995.
2. Materi Training 5R, Yayasan Toyota dan Astra, 2018.
3. Penerapan 5R, www.cakrawijaya.com.
4. 5S Guidebook: A Step-by-Step Implementation, National Productivity Corporation
(Perbadanan Produktiviti Negara), 2005
5. Pengenalan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin), Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo, 2017.
6. Buku Panduan Penerapan 5R di Sekolah, Tim Kelompok Kerja Budaya Industri, SMK
Negeri 1 Jambu, 2018.
7. 5R, Sucofindo.
8. 5R, Astra Honda Training Center
9. Implementasi Budaya 5R, Okye Dian Sandika, Danar Susilo Wijayanto, Budi
Harjanto, Prodi Pendidikan Teknik Mesin, Jurusan Pendidikan Teknik Kejuruan, FKIP,
UNS.
10. Maksud Penerapan 5S: Perubahan Perilaku Melalui Perubahan Tempat Kerja, Ir.
Danar Dapersal Dinar M.Pd. BME., Politeknik Negeri Padang.
11. What Is 5S Principle, 5S Training of Trainers for Training Institutions, Training
Material No.13, JICA.
12. 5S Training Module, Lean Network Steering Committee, Honda of America, Mfg.,
Inc.
13. 5S Training: Lean Manufacturing Housekeeping, PHS Management Training.
14. Benefit of 5S, Why Implement Work Place Organization, Lean Manufacturing Tools
Organization.
15. 5S and Kanban Training, Five Hills Health Region.
16. Lean and Environment Training Modules Version 1.0, January 2006.
17. 5S: The Secret of Japanese Success, Universiti Teknologi Malaysia.
18. 5S Training Exercise: The 5S Paper Exercise, Lean Manufacturing Tools
Organization Website.
19. Increased Productivity With 5S, Richard Anthony M. Miranda
20. Apa Itu 5S/5R, Tefa Marhaendra Consultant
21. Toyota 5S System, Dr. Ron Lembke,
www.business.unr.edu/faculty/ronlembke/462/ppt/462-Ch11-5S.pptx
22. 5S and Visual Management for Non-Manufacturing, Karen Martin & Associates,
December 2010.
23. 5S Guide: An Introduction to 5S Method and Practical Tips for Implementation in
Any Facility, Creative Safety Supply (creativesafetysupply.com)
24. Manajemen 5S Dalam Kinerja Lembaga Pendidikan, Rosita Endang Kusmaryani,
Dinamika Pendidikan No.2/Th. XV/September 2008.
25. Lean Misconception: Why Many Lean Initiatives Fail and How You Can Avoid the
Mistakes, Cordell Hensley, CRC Press, 2018
26. Understanding Lean & Safe, M. Taubitz, NPES, 2008.

75
Apendiks

Contoh-Contoh
Alat-Bantu
Penerapan 5R
Sebagai Rujukan
Berikut ini adalah beberapa contoh atau rujukan beberapa alat bantu yang bisa dan
lazim digunakan dalam penerapan 5R. Perlu digaris-bawahi bahwa selain hal-hal yang
memang sudah diterakan di situ sebagai standar (No. 20 - Standar Garis Demarkasi
dan Warna Lantai), contoh-contoh dan rujukan-rujukan yang diberikan di sini
hendaknya digunakan hanya sebagai ‘acuan’ dalam pengembangan dan pembuatan
format sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi serta kreatifitas sekolah masing-
masing.

76
1. Rujukan Rencana Induk Penerapan 5R
(Digunakan dalam perencanaan penerapan dan pelaksanaan 5R di sekolah
Sehingga penerapan dan pelaksanaan itu lebih sistematis dan efektif)

77
2. Rujukan Diagnosa Penerapan 5R
(Digunakan sebagai acuan tahapan dan sistematika penerapan 5R)

78
3. Contoh Format Label Merah (Red Tag)

79
4. Contoh Tempat Penyimpanan Sementara (TPS)

80
5. Rujukan Formulir Daftar Isi TPS
(Digunakan untuk mencatat barang-barang yang ditempatkan di TPS)

81
6. Rujukan Ringkas Inventaris
(Visualisasi proses ringkas inventaris sehingga lebih mudah dipahami)

82
7. Rujukan Diagram Ringkas Persediaan
(Visualisasi proses ringkas persediaan/stock sehingga lebih mudah dipahami)

83
8. Rujukan Diagram Ringkas Arsip
(Visualisasi proses ringkas arsip sehingga mudah dipahami)

84
9. Contoh Lembar Periksa

85
10. Diagram Pemantapan Ringkas
(Visualisasi proses pemantapan ringkas sehingga mudah dipahami)

86
11. Diagram Standardisasi Penerapan Rapi
(Visualisasi komponen-komponen Standar Sekolah untuk Penerapan Rapi)

87
12. Diagram Aliran Proses Rapi
(Visualisasi proses rapi dalam bentuk flowchart sehingga lebih mudah dipahami)

88
13. Diagram Aliran Proses Resik
(Visualisasi proses resik dalam bentuk flow chart sehingga lebih mudah dipahami)

89
14. Contoh Lembar Periksa Sasaran Kebersihan

90
15. Rujukan Standar Resik

91
16. Contoh Daftar Sumber Kotor Dan Area Sulit Resik

92
17. Contoh Lembar Prosedur Kerja Resik
(Rujukan prosedur kerja resik)

93
18. Contoh Visualisasi Kegiatan 5R

94
19. Contoh Penerapan Kendali Visual 5R di Tempat Kerja

95
96
97
98
20. Standar Garis Demarkasi dan Warna Lantai

Batas Area Kerja.


Batas Ruangan Kerja.
Batas Jalur Lalu Lintas

Produk Jadi.
Sarana Umum.

Barang/Bahan Baku.
Sarana P3K.
Sarana Keselamatan.
Sarana Darurat & Evakuasi.
Jalur Pejalan Kaki.

99
Barang/Bahan yang akan
diproses.

Barang/Bahan Inspeksi QC.

Produk/Bahan Ditolak (Reject).


Sisa Pekerjaan yang tidak terpakai.
Tanda Berhenti.

Rak/Lemari.
Meja.
Perlengkapan/Peralatan/Mesin.

Area terbatas untuk tujuan


operasional.

Mesin/Alat Berbahaya.
Area terbatas untuk keselamatan.
Sarana Darurat Kebakaran.

Zona Mengandung Bahaya

100
21. Contoh Penempatan Sarana Kebersihan

101
22. Contoh Label Lokasi Penyimpanan

102
103
23. Contoh Penataan Penempatan Barang Yang Rapi

104
105
106
107
108
109
24. Contoh Lembar Periksa 5R

110
# of
5 S Checklist - Workplace Evaluation problems
Score

5 or more 0
Date: 3 to 4 1
2 2
1 3
None 4
Score
Category Item 1 2 3
Distinguish between what is needed and not needed
Unneeded equipment, tools, furniture, etc. are present
Sort Unneeded items are on walls, bulletin boards, etc.
Items are present in aisleways, stairways, corners, etc.
( Organization ) Unneeded inventory, supplies, parts, or materials are present
Safety hazards ( water, oil, chemicals, machines ) exist
A place for everything and everything in its place
Correct places for items are not obvious
Set in Order Items are not in there correct places
Aisleways, workstations, equipment locations are not indicated
( Orderliness ) Items are not put away immediately after use
Height and quantity limits are not obviuos
Cleaning, and looking for ways to keep it clean and organized

Floors, walls, stairs, and surfaces are not free of dirt, oil and grease

Shine Equipment is not kept clean and free of dirt, oil, and grease
Cleaning materials are not easily accessible
( Cleanliness ) Lines, labels, signs, etc. are not clean and unbroken
Other cleaning problems ( of any kind ) are present
Maintain and monitor the first three catagories
Necessary information is not available
Standardize All standards are not known and visible
Checklists don't exist for all cleaning and maintenance jobs
( Adherence ) All quantities and limits are not easily recognizable
How many items can't be located in 30 seconds
Stick to the rules
How many workers have not had 5'S training
Sustain How many times, last week, was daily 5'S not performed
How many times that personal belongings are not neatly stored
( Self-discipline ) Number of times job aids are not available or up to date
Number of times, last w eek, daily 5'S inspections w ere not performed

Total

111
112
25. Contoh Kriteria Audit 5R

* Ringkas:
 Apakah ada peralatan, mesin dan prasarana & sarana yang tidak diperlukan
masih ada di area/tempat kerja
 Apakah barang-barang atau hal-hal yang tidak diperlukan ada di dinding, di
pintu, di jendela dan di papan pengumuman
 Apakah ada barang-barang di tempat yang tidak semestinya, seperti di lorong
sekolah, tangga, sudut-sudut ruangan, dlsb.
 Apakah ada barang-barang dalam jumlah yang berlebihan di tempat
penyimpanan, gudang, dlsb.
 Apakah ada potensi bahaya di lingkungan sekolah
* Rapi
 Apakah tempat masing-masing barang jelas
 Barang diletakkan tidak pada tempatnya yang sebenarnya
 Apakah kendali visual memadai, seperti adanya petunjuk arah di lorong sekolah,
petunjuk batas di area kerja, lokasi penempatan peralatan, dlsb.
 Apakah peralatan segera dikembalikan ke tempatnya semula setelah digunakan
* Resik
 Bagaimana kondisi/keadaan lantai, dinding, meja, kursi.
 Bagaimana kondisi/keadaan peralatan, peralatan serta sarana dan prasarana
sekolah lainnya.
 Apakah sarana kebersihan tersedia dalam jumlah yang memadai dan
ditempatkan secara semestinya
 Bagaimana kondisi tanda-tanda batas, label, penanda dlsb.
 Apakah ada abnormalitas jenis lain, seperti lampu tetap menyala di siang hari,
kran air bocor, toilet tidak dilengkapi ember air dan gayung serta gantungan
pakaian, dlsb.

113
* Rawat
 Apakah kendali visual diterapkan secara ekstensif atau luas di seluruh
lingkungan sekolah.
 Apakah standar pelaksanaan Ringkas, Rapi, dan Resik ditempel di tempat-
tempat strategis di zona-zona 5R sekolah agar semua orang mengetahuinya.
 Apakah ada checklist pekerjaan kebersihan dan pemeliharaan
* Rajin
 Berapa banyak pemangku kepentingan sekolah yang belum mendapatkan
pelatihan/pemahaman mengenai 5R
 Berapa kali dalam seminggu yang lalu (bila audit dilakukan mingguan) atau
dalam sebulan yang lalu (bila audit dilakukan bulanan) kegiatan harian 5R tidak
dilakukan, dan kenapa
 Berapa kali dalam seminggu yang lalu (bila audit dilakukan mingguan) atau
dalam sebulan yang lalu (bila audit dilakukan bulanan), aktivititas kelompok kecil
5R harian tidak dilakukan, dan kenapa

114
26. Contoh-Contoh Formulir Audit 5R

115
CATEGORY CRITERIA AUDIT PERIOD SCORING SYSTEM
Sort Distinguish between what is needed and not needed 1 2 3 4 Scale / # Problems Rating / Score
Procedures are established to identify unnecessary items High - 5 or more 0
Unneeded equip., storage, furniture, etc. exist 3-4 1
Sort Through & Unneeded items on walls / bulletin boards, etc. exist 2 2
Discard Unused Items Aisles, stairways, corners etc. are free of items 1 3
Unneeded inventory, supplies, parts, or materials exist (drawers /
cabinets / work surfaces / storage areas) Low - None 4

Set in Order A place for everything and everything in its place 1 2 3 4 SHEET SUMMARY
All items have a specific location Average Scores 1 2 3 4
Use Labels, Lines, Shared drawers, cabinets, work surfaces, and storage areas are clearly
labeled and well organized Sort 0.0 0.0 0.0 0.0
Signs & Colors to
Personal drawers, cabinets, desktops, and storage areas are clearly
identify Normal vs.
marked and/or well organized Set in Order 0.0 0.0 0.0 0.0
Abnormal Conditions
All items are placed in the proper location Shine 0.0 0.0 0.0 0.0
Aisleways, workstations, equipment locations are identified Standardize 0.0 0.0 0.0 0.0
Sustain 0.0 0.0 0.0 0.0
Shine Routine discipline maintaining a clean and organized workplace 1 2 3 4 Total Average Score 0.0 0.0 0.0 0.0
Equipment, computers, work surfaces, and storage areas are clean
Cleaning is a Method
Garbage and recyclables are collected and disposed correctly
of Inspection, Look
E-mails and paper are filed daily
for Hidden Defects
Shared areas are cleaned and maintained regularly Average Scores Q1 Q2 Q3 Q4
Sort 0 0 0 0
Standardize Preventing the area from having abnormal operating conditions 1 2 3 4 Set in Order 0 0 0 0
Specific cleaning and organizing tasks have been developed and
assigned for the work area Shine 0 0 0 0
Standardize the Rules
Staff is trained and fully understands 5S procedures Standardized 0 0 0 0
to Make 5S a Habit
5S standards are clearly displayed Sustain 0 0 0 0
Visual management tools identify if work is complete

Sustain Stick to the rules (self-discipline) 1 2 3 4 Area Audited:


Everyone is involved in the improvement activities
Sustaining plans are
Standardized cleaning and work procedures are followed Auditor:
developed to ensure
5S documentation and instructions are current
accountability
5S audits occur regularly

Comments

116
5S Checklist - Manufacturing
Work Area: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Date: . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5S Leader: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5S Auditor: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

S1 - Sort - SEIRI: / x
1. No unnecessary items are left or stored in the workplace.
2. All machines and pieces of equipment are in regular use.
3. All tools, fixtures and fittings are in regular use.
4. Storage area is defined to store broken, unusable or occasionally used items.
5. Standards for eliminating unnecessary items exist and are being followed.

S2 - Set in order - SEITON:


6. Locations of tools and equipment are clear and well organized.
7. Locations of materials and products are clear and well organized.
8. Labels exist to indicate locations, containers, boxes, shelves and stored items.
9. Evidence of inventory control exists (i.e. Kanban cards, FIFO, minimum/maximum, etc.).
10. Dividing lines are clearly identified and clean as per standard.
11. Safety equipment and supplies are clear and in good condition.

S3 - Shining - SEISO:
12. Floors, walls, ceilings and pipework are in good condition and free from dirt and dust.
13. Racks, cabinets and shelves are kept clean.
14. Machines, equipment and tools are kept clean.
15. Stored items, materials and products are kept clean.
16. Lighting is enough and all lighting is free from dust.
17. Good movement of air exists through the room (to limit the spread of viruses).
18. Pest control exists and effective.
19. Cleaning tools and materials are easily accessible.
20. Cleaning assignments are defined and are being followed.

S4 - Standardize - SEIKETSU:
21. Information displays, signs, color coding and other markings are established.
22. Procedures for maintaining the first three S's are being displayed.
23. 5S checklists, schedules and routines are defined and being used.
24. Everyone knows his responsibilities, when and how.
25. Regular audits are carried out using checklists and measures.

S5 – Sustain - SHITSUKE:
26. 5S seems to be the way of life rather than just a routine.
27. Success stories are being displayed (i.e. before and after pictures).
28. Rewards and recognition is part of the 5S system.

Comments: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

117
5S Checklist - Offices
Work Area: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Date: . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5S Leader: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5S Auditor: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

S1 – Sort – SEIRI: / x
1. No irrelevant reference materials, documents, drawings, etc.
2. No irrelevant reference materials, documents, etc.
3. No excess pieces of equipment, documents, etc.
4. Storage area is defined to store unneeded items and out-dated documents.
5. Standards for eliminating unnecessary items exist and are being followed.

S2 – Set in order – SEITON:


6. Desks and cabinets are free of accumulations of papers and other objects.
7. All tools and equipment are stored in a fixed place.
8. Tools and equipment are well organized for ease of take and return.
9. Labeling of cabinets, shelves and files allows immediate identification.
10. Documents are filed in accordance with the Record Retention Guidelines.
11. Displays are tidy, free of clutter, labeled and up-to-date.
12. Safety equipment easily accessible and in good condition.

S3 – Shining – SEISO:
13. The floor is kept clean and no signs of damage.
14. Walls and ceilings are in good condition and free from dirt and dust.
15. Racks and cabinets are kept clean and in good condition.
16. Equipment and tools are kept clean and in good condition.
17. Desks, tables and other furniture are kept clean
18. Lighting is enough and the angle and intensity of illumination are appropriate.
19. Good movement of air exists through the room.
20. Trash containers are emptied on a regular basis.

S4 – Standardize – SEIKETSU:
21. Visual controls and display boards are used and regularly updated.
22. Procedures for maintaining the first three S's are being displayed.
23. 5S checklists, schedules and routines are defined and being used.
24. Everyone knows his responsibilities, when and how.
25. Regular audits are taking place using checklists and measures.

S5 – Sustain – SHITSUKE:
26. 5S seems to be the way of life rather than just a routine.
27. Success stories are being displayed (i.e. before and after pictures).
28. Rewards and recognition is part of the 5S system.

Comments: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

118
Sekolah yang selalu rapi menganut
3 prinsip tidak:

 TIDAK ada barang yang tidak diperlukan.


 TIDAK ada barang yang berserakan
 TIDAK ada barang/tempat yang kotor

119
Komitmen 5R
 Setiap sampah akan menuju tempatnya
 Mengembalikan setiap peralatan pada tempatnya
 Membersihkan setiap tumpahan dengan segera
 Membersihkan area pembelajaran/area kerja pada saat jam sekolah
 Menjaga meja bersih dari kertas kerja
 Menyimpan setiap dokumen segera
 Membersihkan setelah melakukan perbaikan
 5R adalah bagian dari tugas saya
 5R : saya pelajari, saya lakukan, saya ukur, saya tingkatkan

120

Anda mungkin juga menyukai