Anda di halaman 1dari 6

50

BAB V

PEMBAHASAN

A. ANALISIS UNIVARIAT

1. Kejadian Diare

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 58 responden, sebanyak 99,9%

responden mengalami diare pada bayi usia 6 sampai dengan 12 bulan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joko Irianto didapatkan

distribusi frekuensi kejadian diare pada anak balita, dari 12.689 ibu rumah

tangga yang mempunyai anak balita, sejumlah 1435 (11,3%) anak balita

menderita diare, dan sisanya tidak menderita diare.

Gastroenteritis/diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak

normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,

keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa lendir

dan darah (Alimul, 2006).

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang

terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk

tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2006).

Hal ini sangat disayangkan jika kejadian diare semakin meningkat, jika

dibiarkan akan mengakibatkan diare jangka panjang pada anak dan bisa
51

menyebabkan komplikasi pada anak hingga dapat menyebabkan kematian.

Dituntut kepada petugas kesehatan agar lebih bisa memperhatikan kejadian

diare pada anak balita agar tidak menyebabkan hal-hal yang tidak

diinginkan.

2. Cara Pemberian Makanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 58 responden, sebanyak 58,6%

responden kurang baik dalam cara pemberian makanan kepada bayinya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dari sampel yang ada

frekuensi pemberian MP ASI mempunyai rata-rata 2,15 dan simpang baku

0,71.Diketahui sebanyak 29 anak 2 kali sehari (48,33%), dengan asumsi

bahwa MP ASI yang dikonsumsi oleh anak dalam jumlah yang sedang.

Sebanyak 20 anak (33,33%) yang menjawab 3 kali sehari dengan asumsi

bahwa MP ASI yang dikonsumsi oleh anak dalam jumlah yang banyak dan

anak pun tidak mengalami kesukaran dalam makan.Sebanyak 11 anak

yang menjawab 1 kali sehari.(18,33%) dengan asumsi bahwa MP ASI

yang dikonsumsi oleh anak dalam jumlah yang sedikit dan anakpun

mengalami kesukaran dalam makan.

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,

beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang.

Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada

anak-anak balita.
52

Faktor makanan pada bayi yang mempengaruhi kejadian diare adalah

berkaitan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping ASI, karena

bayi hanya mengkonsumsi dua jenis makanan tersebut.

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih

sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih

sering dari biasanya. Bayi usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah

dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare

berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk

membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap

mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut

merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian

makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko

terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian

(Depkes RI, 2014).

Cara pemberian makanan yang salah dapat mempengaruhi status kesehatan

balita, disini diharapkan petugas kesehatan dalam pemberian pendidikan


53

kesehatan kepada ibu untuk lebih bisa memilih atau memberikan cara

pemberian makanan anak balita.

3. Sumber Air Minum

Dari 58 responden, sebanyak 53,4% responden memiliki sumber air

minum dan lingkungan rumah yang kurang baik di wilayah kerja

Puskemas Desa Gedang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh didapatkan keluarga yang

menggunakan PAM atau BPAM sebagai sumber air utama, prefelensi

diare yang terjadi dikota 8,0% dan 9,1% didesa, sedangkan keluarga yang

menggunakan sumber air dari sumber air yang terlindung 14,7% dikota,

dan 10,3% didesa. Kejadian diare pada keluarga yang menggunakan

sumber air yang terlindung, yaitu 10,4% dikota, dan didesa meningkat

menjadi 12,5%.

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia

sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55- 60% berat

badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar

80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk

minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60

liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat

penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan
54

minum dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air

tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2013).

Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak

kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman

infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat

ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang

tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan

yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI,

2014).

Hal ini sangat disayangkan jika pasien masih menggunakan sumber air

minum yang tidak sehat, jika berterusan akan mengakibatkan pasien sulit

untuk sembuh dan akan mengakibatkan diare jangka panjang.

B. IMPLIKASI PENELITIAN

Hasil penelitian yang berkaitan denganfaktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan diwilayah kerja puskesmas desa

gedang pada mahasiswa dapat digunakan untuk peningkatan dalam bidang

keperawatan, pendidikan, dan penelitian keperawatan. Penelitian ini

memberiakan informasi bahwa individu yang tidak pernah berkonsultasi

mengenai kesehatan bukan bererti individu tersebut tidak mengalami masalah

kesehatan. Hasil penelitian dapat mengembangkan peran perawat sebagai


55

pendidik dan konselor dipelayanan kesehatan untuk memberikan informasi

tentang diare.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mencegah terjadinya diare pada

masyarakat. Upaya dapat dilakukan dengan promosi kesehatan pada

masyarakat tentang diare. Promosi dapat dilakukan oleh dinas kesehatan,

puskesmas, ataupun pelayanan kesehatan lainnya.

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Pada keterbatasan penelitian ini akan menjelaskan terkait kendala-kendala apa

saja yang ditemui selama penelitian dilakukan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang (croos

sectional) yaitu kesemua variabel baik dependen maupun independen diukur

pada waktu yang bersamaan dengan menggunakan kuesioner. Dalam

pengumpulan data pada penelitian ini kekurangan mungkin terjadi. Hal ini

dikarenakan keterbatasan peneliti dalam hal kemampuan, pengetahuan peneliti.

Pada teknik pengumpulan data primer, instrumen penelitian (kuesioner)

dijawab oleh responden, sehingga kebenaran data sangat tergantung pada

kejujuran responden. Oleh karena kemungkinan kesalahan dan penyimpangan

sulit untuk dihindari. Untuk itu peneliti berusaha untuk meyakinakan

responden bahwa penelitian ini menjamin kerahasiaan dan tidak mempunyai

tujuan lain selain tujuan akademis bagi peneliti.

Anda mungkin juga menyukai