Anda di halaman 1dari 100

PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP TINGKAT FATIGUE

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI


HEMODIALISIS DI RSU MAYJEN H.A THALIB
KOTA SUNGAI PENUH TAHUN 2022

SKRIPSI

DESI HILMAYENTI
201000414201090

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2022
PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP TINGKAT FATIGUE
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
HEMODIALISIS DI RSU MAYJEN H.A THALIB
KOTA SUNGAI PENUH TAHUN 2022

SKRIPSI

Diajukan ke Program Studi Sarjana Keperawatan Ikes Prima Nusantara


Sebagai Pemenuhan Syarat untuk Mendapatkan Gelar
Sajana Keperawatan

DESI HILMAYENTI
201000414201090

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2022
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Proposal : Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue


Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis Di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai
Penuh Tahun 2022.
Nama : Desi Hilmayenti

NIM : 201000414201090

Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan didepan

Dewan Penguji sebagai persyaratan yang diperlakukan untuk

memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S-1

Keperawatan Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

Bukittinggi, Mei 2022


Menyetujui,
Koordinator Skripsi Pembimbing

( Ns. Dwi Apriyadi, S.Kep, M.Kep ) (Ns. Elfira Husna, M.Kep )

Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

(Ns. Vera Kurnia, M.Kep)

i
RIWAYAT HIDUP

Nama : Desi Hilmayenti


Tempat/tanggal lahir : Dusun Baru, 20 Desember 1982
Alamat : Jl. M. Husni Thamrin Rt VIII, Sumur Anyir
NIM : 201000414201090
Status Keluarga : Istri
Alamat Instansi : Jalan Jendral Basuki Rahmat Sungai Penuh
(bagi yang sudah bekerja)
Email : desihilmayenti@gmail.com
No. Hp : 0813 6602 1616

Nama Orang Tua


Ayah : Sukarmai
Ibu : Risni

Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar Negri No.166/III Koto Renah, Lulus Tahun 1995.

2. Sekolah Menengah Pertama Negri I Sungai penuh, Lulus Thaun 1998

3. Sekolah Menengah Atas Negri I Sungai penuh, Lulus Tahun 2001

4. Akademi Keperawatan Bina Insani Sakti Sungai Penuh, Lulus Tahun 2004

Riwayat Pekerjaan
1. PNS RSUD Mayjen. H.A Thalib Sungai penuh

i i
Nama : Desi Hilmayenti
NIM : 201000414201090
Skripsi : Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis Di Rsu Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh
Tahun 2022.

ix + 65 halaman + 9 tabel + 2 skema + 11 lampiran

ABSTRAK

World Health Organization 2015 mengemukakan angka kejadian GGK


seluruh dunia mencapai 10% dari populasi, sementara pasien GGK yang
menjalani hemodialisis (HD) diperkirakan mencapai 1,5 juta orang di seluruh
dunia. Tujuan Penelitian mengetahui pengaruh breathing exercise terhadap tingkat
fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSU
Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022. Desain Penelitian Quasi-
eksperimen dengan rancangan Two Group Pretest Posttest design. Populasi dalam
penelitian ini pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSU
Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh tahun 2022 yaitu sebanyak 36 pasien dan
sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 16 pasien. dibagi menjadi 2 kelompok.
yaitu 8 orang kelompok perlakuan dan 8 orang kelompok Kontrol metode
pengambilan sampel purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan
lembar observasi. Instrument yang digunakan adalah menggunakan alat kuisioner
fatigue, SOP Breathing exercise, informad consent dan alat tulis. Penelitian
dilaksanakan pada Juli tahun 2022 di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai
Penuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (pretest) breathing exercise adalah
31,50, (posttest breathing exercise adalah 16,63, rata-rata tingkat fatigue 1 pada
kelompok kontrol adalah 25,88, rata-rata tingkat fatigue 2 pada kelompok kontrol
adalah 27,25 terdapat pengaruh breathing exercise terhadap tingkat fatigue pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialysis dengan p value = 0,000
(p≤0,05). breathing exercise merupakan metode yang dapat diberikan kepada
pasien untuk menurunkan tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik,
disarankan kepada petugas kesehatan untuk memberikan edukasi tentang manfaat
breathing exercise terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialysis kepada masyarakat.

Kata Kunci : Breathing Exercise, Tingkat Fatigue, Gagal Ginjal Kronik.


Referensi : 31 (2010-2020).

ii
Name : Desi Hilmayenti
NIM : 201000414201090
Title : The Effect of Breathing Exercise on Fatigue Levels in
Chronic Kidney Failure Patients Undergoing Hemodialysis
at Rsu Mayjen H.A Thalib, Sungai Penuh City in 2022.

ix + 65 pages + 9 tables + 2 schematics + 11 attachments

ABSTRAC

The World Health Organization (WHO) in 2015 stated that the


incidence of CKD worldwide reached 10% of the population, while CKD patients
undergoing hemodialysis (HD) were estimated to reach 1.5 million people
worldwide. The purpose of the study was to determine the effect of breathing
exercise on fatigue levels in chronic kidney failure patients undergoing
hemodialysis at RSU Mayjen H.A. Thalib Sungai Penuh City in 2022. Quasi-
experimental research design with Two Group Pretest Posttest design. The
population in this study was patients with chronic kidney failure who underwent
hemodialysis at RSU Mayjen H.A Thalib, Sungai Penuh City in 2022, as many as
36 patients and the sample in this study was 16 patients. divided into 2 groups.
namely 8 people in the treatment group and 8 people in the control group using
purposive sampling method. Collecting data using observation sheets. The
instrument used is a fatigue questionnaire, SOP Breathing exercise, informed
consent and writing instruments. The research was conducted in July 2022 at
RSU Major General H.A Thalib, Sungai Penuh City. The results showed that the
(pretest) breathing exercise was 31.50, (posttest breathing exercise was 16.63, the
average fatigue level 1 in the control group was 25.88, the average fatigue level 2
in the control group was 27.25 there is an effect of breathing exercise on the level
of fatigue in patients with chronic kidney failure undergoing hemodialysis with p
value = 0.000 (p≤0.05). Breathing exercise is a method that can be given to
patients to reduce the level of fatigue in patients with chronic kidney failure, it is
recommended to the staff to provide education about the benefits of breathing
exercise to the level of fatigue in chronic kidney failure patients undergoing
hemodialysis to the public.

Keywords : Breathing Exercise, Fatigue Level, Chronic Kidney Failure.


Reference : 31 (2010-2020).

iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi Penelitian dengan judul “Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat

Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsu

Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022”.

Skripsi ini disususun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai

salah satu syarat kelulusan Intitut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah

sulit bagi penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih terutama kepada Yth. Ns. Elfira Husna, M.Kep selaku

pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Dr. Hj. Evi Susanti, S.ST, M.Biomed, selaku Rektor IKes Prima
Nusantara Bukittinggi.
2. Ibu Ayu Nurdiyan, S.ST, M.Keb selaku Wakil Rektor I IKes Prima
Nusantara Bukittinggi.
3. Bapak Yuhendri Putra, S.Si, M.Biomed selaku Wakil Rektor II IKes Prima
Nusantara Bukittinggi.
4. Ibu Ns. Elfira Husna, M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kesehatan Masyarakat IKes Prima Nusantara Bukittinggi.
5. Ibu Ns Vera Kurnia, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
IKes Prima Nusantara Bukittingg dan selaku Dosen Koordinator Skripsi
Program Studi S-1 Keperawatan IKes Prima Nusantara Bukittinggi.
6. Bapak Asrul Pahmi, SKM., M. Kep dan ibu Ayu Nurdian, M. Keb selaku
Tim Penguji.

iv
7. Dosen dan Staf IKes Prima Nusantara Bukittinggi yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
8. Bapak/Ibu tenaga kependidikan yang telah membantu proses selama ini
9. Keluarga besar IKes Prima Nusantara Bukittinggi
10. Bapak Kepala Direktur RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh yang
telah memberikan izin melakukan survey awal dan penelitian.
11. Kepada para responden peneliti yang bersedia berpartisipasi pada penelitian
ini
12. Teristimewa kedua orang tua dan keluarga tercinta atas dorongan moril dan
materil serta do’a yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
ini.
13. Serta semua sahabat dan rekan-rekan seperjuangan yang telah sama-sama
berjuang dalam suka dan duka menjalani pendidikan ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga

penulis merasa masih ada yang belum sempurna baik dalam isi maupun dalam

penyajiannya. Untuk itu penulis selalu terbuka atas kritik dan saran yang

membangun guna penyempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat memberi

manfaat kepada kita semua dan tenaga kesehatan.

Bukittinggi, September 2022

(Peneliti)

v
DAFTAR ISI

HALAM JUDUL
PERNYATAAN PENGESAHAN..........................................................................i
PERNYATAAN PERSETUJUAN........................................................................ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...............................................................................iii
ABSTRAK...............................................................................................................iv
ABSTRACT..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................viii
DAFTAR SKEMA..................................................................................................ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................7
E. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gagal Ginjal ...............................................................................10
B. Konsep Hemodialisis ...............................................................................26
C. Konsep Fatigue.........................................................................................31
D. SOP Breathing Exercise ..........................................................................36
E. Kerangka Teori ........................................................................................39
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep.....................................................................................40
B. Defenisi Operasional ...............................................................................41
C. Hipotesa ...................................................................................................41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian....................................................................................42
B. Waktu Dan Tempat Penelitian ..............................................................42
C. Populasi Dan Sampel .............................................................................43
D. Etika Pelaksanaan Penelitian .................................................................49
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisa univariat.....................................................................................58
B. Analisa bivariat.......................................................................................60
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa univariat.....................................................................................62
B. Analisa bivariat.......................................................................................68
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.............................................................................................71
B. Saran ......................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Kerangka Teori......................................................................................39


Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian .................................................................40

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fatigue Assesment Scale................................................................. 35


Tabel 3.1 Defenisi Operasional....................................................................... 41
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian...................................................................... 42
Tabel 5.1 Rata-Rata Tingkat Fatigue Sebelum Dilakukan Intervensi 51
Breathing Exercise Pada Kelompok Perlakuan.................................
Tabel 5.2 Rata-Rata Tingkat Fatigue Sesudah Dilakukan Intervensi 52
Breathing Exercise Pada Kelompok Perlakuan.................................
Tabel 5.3 Rata-Rata Tingkat Fatigue 1 pada Kelompok Kontrol................... 52
Tabel 5.4 Rata-Rata Tingkat Fatigue 2 pada Kelompok Kontrol................... 53
Tabel 5.5 Diketahui Nilai Uji Normalitas Tingkat Fatigue Pada Kelompok 53
Perlakuan Dan Kelompok Kontrol..................................................
Tabel 5.6 Diketahui Perbedaan Rata-Rata Tingkat Fatigue Pada Kelompok 54
Perlakuan Dan Kelompok Kontrol......................................................

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Bimbingan Skripsi


Lampiran 2 informad Consent
Lampiran 3 Kuisioner Penelitian
Lampiran 4 SOP Breathing Exercise
Lampiran 5 Izin Melakukan Penelitian Dari Kampus
Lampiran 6 Izin Melakukan Penelitian Dari Kesbangpol
Lampiran 7 Izin Melakukan Penelitian Dari RSU. Mayjen H.A Thalib Kota
Sungai Penuh
Lampiran 8 Master Tabel
Lampiran 9 Hasil Olah Data SPSS
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 11 Gunchart Kegiatan Skripsi

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD)

merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih

kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme, gagal

memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada

peningkatan ureum (Black J, Hawks J, 2014). Ginjal yang sudah rusak

tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik seperti mengeluarkan racun

maupun keluaran sisa darah yang didapati adanya protein dalam urine dan

penurunan penyaringan pada glomerulus selama lebih dari tiga bulan

(Kamasita et al., 2018). Solusi dalam menggantikan fungsi ginjal saat ini

adalah hemodialisis. Hemodialisis merupakan mesin alternatif yang

membantu fungsi ginjal (Sundayana et al., 2020). Pada pasien hemodialisis

pembiasaan ini mencangkup keterbatasan dalam menggunakan fungsi

fisik, motorik, gaya hidup, ketergantungan kepada orang lain serta

peralatan penunjang medis salah satunya mesin hemodialisis (Octaviana,

2010).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015

mengemukakan bahwa angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai

10% dari populasi, sementara itu pasien GGK yang menjalani hemodialisis

(HD) diperkirakan mencapai 1,5 juta orang di seluruh dunia. Angka

kejadiannya diperkirakan meningkat 8% setiap tahunnya. GGK menempati

penyakit kronis dengan angka kematian tertinggi ke-20 di dunia.

1
2

Berdasarkan National Chronic Kidney Disease Fact Sheet, (2017) di

Amerika Serikat, terdapat 30 juta orang dewasa (15%) memiliki penyakit

GGK. Berdasarkan Center for Disease Control and prevention, prevalensi

GGK di Amerika Serikat pada tahun 2012 lebih dari 10% atau lebih dari

20 juta orang (WHO,2015).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018

prevalensi penyakit GGK di Indonesia sebanyak 499.800 orang (2%),

prevalensi tertinggi di Maluku dengan jumlah 4351 orang (0,47%)

mengalami penyakit GGK (Riskesdas, 2018). Indonesian Renal Registry

(IRR) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa di Indonesia jumlah pasien

GGK yang mendaftar ke unit HD terus meningkat 10% setiap tahunnya.

Prevalensi GGK dipekirakan mencapai 400 per 1 juta penduduk dan

prevalesi pasien GGK yang menjalani HD mencapai 15.424 pada tahun

2015 (IRR, 2015). Berdasarkan IRR tahun 2016, sebanyak 98% penderita

GGK menjalani terapi HD dan 2% menjalani terapi Peritoneal Dialisis.

Berdasarkan data IRR tahun 2017 pasien GGK yang menjalani HD

meningkat menjadi 77.892 pasien (Indonesian Renal Registry, 2017)

Di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa tergolong banyak. Berdasarkan data

dari Medical Record RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh pada

tahun 2020 tercatat ada sebanyak 25 pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa. Pada tahun 2021 meningkat menjadi 48 pasien dan

pada tahun 2022 Januari sampai April 36 pasien.


3

Meskipun pasien yang menerima dialisis sekarang hidup lebih

lama, kebanyakan dari mereka mengalami gejala yang mengganggu

kemampuan mereka untuk berfungsi sesuai dengan kapasitas

normal mereka dan menghambat kualitas. Proses terapi hemodialisis

yang membutuhkan waktu 5 jam, umumnya akan menimbulkan stress

fisik pada pasien setelah hemodialisis. Belum lagi permasalahan yang

timbul selama proses hemodialisis berlangsung seperti intradialytic

hypotension, kram otot, sakit kepala, mual, hipertensi, disequilibrium

syndrome dan sebagainya. Pasien akan merasakan kelelahan dan

keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun sehubungan

dengan efek hemodialisis (Hilma, 2015).

Fatigue atau kelelahan adalah salah satu masalah dengan

prevalensi yang cukup tinggi diantara efek tindakan hemodialisis

yang diterima pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir. Kondisi

kelelahan pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan konsentrasi

menurun, malaise, gangguan tidur, gangguan emosional dan penurunan

kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-harinya,

sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien

hemodialisis (Jhamb, 2015). Oleh karena itu, penatalaksanaan Fatigue

yang tepat dapat mencegah penurunan kualitas hidup pasien (Black &

Hawks, 2014). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 71,0% sampai

92,2% pasien hemodialisa mengalami kelelahan sehingga kelelahan adalah

kondisi yang paling penting untuk diobservasi pada pasien dengan gagal

ginjal kronik (Rabiye, et al., 2013).


4

Metode penanganan terhadap kelelahan atau Fatigue dilakukan

kedalam dua cara yaitu farmakologi dan nonfarmakologi. Metode

farmakologi yaitu penambahan L-carnitine, vitamin C, eritropoetin dan

pengobatan untuk mengontrol anemia. Metode nonfarmakologi

terakhir yang dikembangkan adalah yoga, relaksasi, akupresur,

akupunktur, stimulasi elektrik, dialysis dan exercise (Hilma, 2015).

Breathing Exercise adalah terapi nonfarmakologi yaitu teknik

penyembuhan yang alami dan merupakan bagian dari strategi holistic

self-care untuk mengatasi berbagai keluhan seperti Fatigue, nyeri,

gangguan tidur, stress dan kecemasan. Secara fisiologis, Breathing

Exerciseakan menstimulasi sistem saraf parasimpatik sehingga

meningkatkan produksi endorpin, menurunkan heart rate,

meningkatkan ekspansi paru sehingga dapat berkembang maksimal,

dan otot-otot menjadi rileks (Septiwi, 2016).

Breathing Exercise membuat tubuh kita mendapatkan input

oksigen yang adekuat. dimana oksigen memegang peran penting

dalam sistem respirasi dan sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan

Breathing Exercise, oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah dan

seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa metabolisme yang

tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan memproduksi energi.

Breathing Exercise akan memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk

dan disuplay ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi

energi dan menurunkan level Fatigue (Septiwi, 2016).


5

Hal ini sesuai dengan penelitian Djunizar Djamaludin, Rini

Safriany dan Rika Yulenda Sari (2021) tentang Pengaruh Breathing

Exercise terhadap Level Fatigue Pasien Hemodialisis dan didapatkan

hasil Rata-rata Level Fatigue sebelum diberikan Breathing Exercise

adalah 37.23. Sesudah diberikan Breathing Exercise adalah 33.1. Jadi

dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Breathing Exercise terhadap level

Fatigue pasien hemodialisis (p-value 0,000). Breathing Exercise

merupakan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk

mengatasi kelemahan.

Didukung lagi oleh penelitian yang dilakukan oleh Safruddin &

Waode Sri Asnaniar (2019) tentang Pengaruh Breathing Exercise

Terhadap Level Fatigue Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani

Hemodialisis dengan Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata level

Fatigue pada pasien sebelum Breathing Exercise adalah 42.60 dan nilai

rata-rata level Fatigue pada pasien sesudah perlakuan adalah 26.27

Terdapat pengaruh Breathing Exercise terhadap level Fatigue pada pasien

yang menjalani hemodialisis dengan nilai p = 0.000.

Survey awal dilakukan oleh penulis pada hari Senin tanggal 7 Mei

2022 yaitu dengan mewawancarai 5 orang pasien dengan gagal ginjal

kronis yang menjalani Hemodialisis di RSU Mayjen H.A Thalib Kota

Sungai Penuh. Dari 5 pasien tersebut semuanya mengatakan mengalami

kelelahan setelah dilakukan hemodialisa. Salah seorang pasien juga

mengatakan bahwa dia berserah diri kepada tuhan atas nikmat

kesehatannya yang sudah mengalami penurunan. Perawat juga selalu


6

memberikan motivasi dan melakukan sharing kepada pasien sehingga

pasien merasa nyaman dan tidak stress dalam menjalani hemodialisa.

Berdasarkan data dan latar belakang diatas maka penulis telah

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Breathing Exercise

Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang

Menjalani Hemodialisis di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh

Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah diatas dapat dirumuskan masalah yaitu

ada “Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien

Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSU Mayjen H.A

Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022 ”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue

Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di

RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue sebelum dilakukan intervensi

Breathing Exercise pada kelompok perlakuan.

b. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue sesudah dilakukan intervensi

Breathing Exercise pada kelompok perlakuan.


7

c. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue 1 (pretest) pada kelompok

Kontrol.

d. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue 2 (posttest) pada kelompok

Kontrol.

e. Diketahui perbedaan rata-rata Tingkat Fatigue pada kelompok

perlakuan dan kelompok Kontrol

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk

mengembangkan kemampuan dalam melakukan penelitian,

menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta pengalaman dalam

mengumpulkan, memproses dan menganalisa data yang diperoleh dari

hasil penelitian dan penerapan ilmu yang telah didapatkan serta dapat

mengaplikasikan teori yang telah didapat untuk mengatasi hipertensi

secara non farmakologi dan sebagai data pembanding untuk penelitian

selanjutnya.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian tentang pemberian intervensi Breathing exercise

terhadap klien yang menjalani hemodialisa diharapkan dapat menjadi

bahan masukan dalam menyusun rencana penanganan penyakit gagal

ginjal kronik dimasa yang akan datang di di RSU Mayjen H.A Thalib

Kota Sungai Penuh


8

3. Bagi Tenaga Keperawatan

Sebagai bahan masukan, pengetahuan dan panduan dalam

melakukan tindakan dalam intervensi keperawatan pada asuhan

keperawatan pada klien yang menjalani hemodialisa.

4. Bagi Pasien dan Keluarga

Sebagai informasi bagi para pasien gagal ginjal kronik tentang

pengaruh Breating exercise dapat bermanfaat untuk mengatasi tingkat

fatigue dan memperbaiki kualitas hidupnya. Serta bagi keluarga dapat

mengetahui dan memahami teknik Breathing exercise untuk

membantu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari apabila

mengalami kelelahan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan Untuk mengetahui Pengaruh Breathing

Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Yang Menjalani Hemodialisis di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai

Penuh Tahun 2022. Penelitian ini menggunakan desain Quasy-eksperiment

dengan rancangan pretest-posttest control group design. Rancangan ini

berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara

melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental. Dalam

rancangan ini, kelompok eksperimental diberikan perlakukan sedangkan

kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok diawali dengan pra tes, dan

setelah pemberian perlakukan dilakukan pengukuran kembali (pasca tes)

(Nursalam, 2011). Dalam penelitian ini yang dijadikan variabel


9

independen adalah Breathing Exercise dan variabel dependent tingkat

Fatigue (Notoatmodjo, 2012).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gagal Ginjal

1. Defenisi gagal ginjal

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage

Renal Disease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

dan reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner &

Suddarth, 2001) dalam (Nuari & Widayati, 2017).

GGK adalah penurunan faal ginjal yang menahun mengarah pada

kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan progresif. Adapun

GGT (gagal ginjal terminal) adalah fase terakhir dari GGK dengan faal

ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal tersebut bias di bedakan dengan tes

klirens kreatinin (Irwan, 2016).

Gagal ginjal kronik adalah suatu derajat yang memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada

semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik

(Suwitra, 2014).

2. Kriteria Gagal Ginjal Kronik

a. Kerusakan ginjal (Renal Damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,

berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

10
11

1) Kelainan patologis

2) Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin, atau kelamin dalam tes pencitraan

(imaging test).

b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama

3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak

terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih

dari 60,l/menit/1,73 m2, tidak termasuk kriteria gagal ginjal kronik

(Suwirta, 2014).

3. Etiologi

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

(KDOQI) of National Kidney Foundation (2016), ada dua penyebab utama

dari penyakit ginjal kronis yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi, yang

bertanggung jawab untuk sampai dua- pertiga kasus. Diabetes terjadi

ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan banyak organ

dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan

mata.

Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah

terhadap dinding pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkontrol, atau

kurang terkontrol, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab utama

serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Begitupun sebaliknya,

penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis baru dari data tahun

2014 berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) masih sama
12

dengan tahun sebelumnya. Penyakit ginjal hipertensi meningkat menjadi

37% diikuti oleh Nefropati diabetika sebanyak 27%. Glomerulopati primer

memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan Nefropati Obstruktif

pun masih memberi angka 7% dimana pada registry di negara maju angka

ini sangat rendah.

Masih ada kriteria lain-lain yang memberi angka 7%, angka ini

cukup tinggi hal ini bisa diminimalkan dengan menambah jenis etiologi

pada IRR. Proporsi penyebab yang tidak diketahui atau E10 cukup rendah.

4. Patofisiologi

Menurut Nuari & Widayati (2017) :

a. Penurunan GFR (Glomelulaar Filtration Rate)

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam

untuk pemeriksa klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka

klirens kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan

nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.

b. Gangguan klirens renal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari

penurunan jumlah glumeri yang berfungsi, yang menyebabkan

penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh

ginjal )

c. Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasi atau

mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan


13

natrium, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung

kongestif dan hipertensi.

d. Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi yang tidak adekuat,

memendeknya usia sel darah merah, difisiensi nutrisi, dan

kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,

terutama dari saluran.

e. Ketidakseimbangan kalium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling

timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun,.

Dengan menurunya GFR (Glomelulaar Filtration Rate), maka terjadi

peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar

kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi

peratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon

terhadap peningkatan sekresi parathornom, akibatnya kalsium di

tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit

tulang.

f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan

parathormone.

Patofisiologi GGK beragam, bergantung pada proses penyakit

penyebab. Tanpa melihat penyebab awal, glomeruloskerosis dan

inflamasi interstisial dan fibrosis adalah cirri khas GGK dan

menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Copsted & Banasik, 2010)


14

dalam (Nuari &Widayati, 2017). Seluruh unit nefron secara bertahap

hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang, nefron fungsional yang

masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan

tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat larut

disaring untuk mengkompensasi massa ginjal zat yang hilang.

Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada

mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan

kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan

glomelurus diduga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangya

fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus berlangsung meskipun

setelah proses penyakit awal teratasi (Faunci et al, 2008) dalam (Nuari

& Widayati, 2017).

Perjalanan GGK beragam, berkembang selama periode bulanan

hingga tahunan. Pada tahap awal, seringkali disebut penurunan

cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena mengkompensasi nefron

yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik disertasi

BUN dan kadar kreatinin serum normal. Ketika penyakit berkembang

dan GFR (Glomelulaar Filtration Rate) turun lebih lanjut, hipertensi

dan beberapa manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan

berikutnya pada ginjal ditahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi, atau

obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan memicu

awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum

kreatinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi oguria, dan

manifestasi uremia muncul. Pada (ESRD), tahap akhir GGK, GFR


15

kurang dari 10% normal dan tetapi penggantian ginjal diperlukan

untuk mempertahankan hidup (LeMone, Dkk, 2015).

Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada

fase awal gangguan keseimbangan cairan, penanganan gram, serta

penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi yang bergantung pada

bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25%

normal, manifestasi kinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena

nefron-nefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.

Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan

sekresinya, serta mengalami hipertrofi (Muttaqin & Sari, 2011).

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron

yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-

nerfon yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat

penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan

parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan rennin akan

meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat

menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal

ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein

plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak

terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan

secara progresif fungsi ginjal menurun secara derastis dengan

manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya

dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat


16

yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh

(Muttaqin & Sari, 2011).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal kronik

adalah sebagai berikut :

a. Gangguan pada system gastrointestinal

1) Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan

gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat

toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal

gaunidin, serta sembabnya mukosa .

2) Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur

diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas

berbau ammonia.

3) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui .

b. Gangguan sistem hematologi dan kulit

1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.

2) Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan

urokrom.

3) Gatal-gatal akibat toksis uremik

4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).

5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).

c. Sistem saraf dan otot

1) Restless leg syndrome

Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.


17

2) Burning feet syndrome

Klien merasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.

3) Ensefalopati metabolik : Klien tampak lemah, tidak bisa tidur,

gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang.

4) Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot

terutama otot-otot ekstremitas proximal.

d. Sistem kardiovaskular

1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam

2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial,

penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini,

dan gagal jantung akibat penimbunan cairan

3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan

elektrolit, dan klasifikasi metastatik

4) Edema akibat penimbunan cairan

e. Sistem endokrin

1) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada

laki-laki serta gangguan menstruasi pada wanita.

2) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan

sekresi insun.

6. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis (Husna, 2011).

a. Stadium 1 (Glomerulo filtrasirate/GFR normal (> 90 ml/min)

Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium

1 apabila kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati


18

darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal

melalui pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray

dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik. Cek

serum kreatinin dan protein dalam urin secara berkala dapat

menunjukkan sampai berapa jauh kerusakan ginjal penderita.

b. Stadium 2 (Penurunan GFR ringan atau 60 s/d 89 m/min)

Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium

2 apabila kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati

darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal

melalui pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray,

dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.

c. Stadium 3 (Penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59 m/min)

Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan

GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan

pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa structural akan menumpuk dalam

darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi

seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada

tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :

1) Fatique Rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.

2) Kelebihan cairan Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal

membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang

berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami

pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau


19

tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akibat terlalu

banyak cairan yang berada dalam tubuh.

3) Perubahan pada urin Urin yang keluar dapat berbusa yang

menandakan adanya kandungan protein di urin, Selain itu warna

urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau

merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa

bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering

terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.

4) Rasa sakit pada ginjal Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal

berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai

masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.

5) Sulit tidur Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk

tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram.

d. Stadium 4 dan 5 (dinamakan gagal ginjal kronik tahap akhir) Pada

tahap ini fungsi ginjal menurun total, produk akhir metabolism protein

(yang normalnya diekskresikan didalam urin) tertimbun dalam darah

dan mempengaruhi setiap sistem tubuh, semakin banyak timbunan

produk sampah, akan semakin berat. Seseorang yang didiagnosa

menderita gagal ginjal tahap akhir disarankan untuk melakukan

hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal dan pada

tahap ini pasien mungkin mengalami depresi dikarenakan pengobatan

yang terus menerus di lakukan selama fase ini.


20

7. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada gagal ginjal kronis meliputi

(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011):

a. Anemia

b. Neuropati perifer

c. Komplikasi kardiopulmoner

d. Komplikasi gastrointestinal

e. Disfungsi seksual

f. Defek skeletal

g. Parestesia

h. Disfungsi saraf motorik

i. Fraktura patologis

8. Penatalaksanaan

Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal

ginjal kronik adalah sebagai berikut :

a. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara

mencangkokkan sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor. ginjal

yang dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal

yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki

karakteristik yang sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi

golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik menjadi

donor biasanya adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa

diperoleh dari orang lain yang memiliki karakteristik yang sama.


21

Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua ginjal lama, tetap

berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama

ini menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi.

Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus

penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi

serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak

dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan

kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.

Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan

dapat bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal

sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.

b. Dialisis (Cuci darah)

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode

terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu

membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini

dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari

90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup

individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis

dialisis :

1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin

dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah

dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di

dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui


22

proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus

untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah

dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali

seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu

sekitar 2-4 jam.

2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah

dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,

darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan

disaring oleh mesin dialisis.Diuretik adalah obat yang berfungsi

untuk meningkatkan pengeluaran urin. Obat ini membantu

pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta

bermanfaat membantu munurunkan tekanan darah.

c. Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam

batas normal dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan

ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan darah.

d. Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini

terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon

eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini bekerja merangsang sumsum

tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan fungsi ginjal

menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga

pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini

menimbulkan anemia (kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu


23

digunakan untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo

biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.

a. Zat besi

Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada

penderita gagal ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi

sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia. Suplemen zat

besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi

(disuntik).

b. Suplemen kalsium dan kalsitriol

Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah

menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu

tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan

kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan

kalsium.

9. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Muhammad (2012), Untuk memperkuat diagnosis sering

diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium

maupun radiologi. Pemeriksaan tersebut yaitu :

a. Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan laboratorium diperlukan

untuk menetapkan adanya GGK, menentukan ada tidaknya

kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan sistem,

dan membantu menetapkan etologi. Dalam menentukan ada atau

tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk

keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi


24

glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan

tingkatanya, dalam rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab

(etiologi) dan faktor pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu

untuk kelengkapan diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.

b. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel

kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan

gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).

c. Ultrasonografi (USG) : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks

ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem, pelviokalises,

ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti

obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai

apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai

oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan apapun.

d. Foto Polos Abdomen : Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan

memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan

apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai

tomogram memberi keterangan yang lebih baik.

e. Pielografi Intra-Vena (PIV) : Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi

oleh karena ginjal tak dapat memerlukan kontras dan pada GGK

ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama

pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini

sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat  dilakukan dengan cara


25

intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises

dan ureter.

f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada

obsstruksi yang reversibel.

g. Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru

akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan

efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi spesifik oleh

karena imunitas tubuh yang menurun.

h. Pemeriksaan Radiologi Tulang : Mencari osteodistrofi (terutama

falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

10. Pencegahan

Pencegahan gagal ginjal kronis (Irwan, 2016). Penyakit gagal ginjal

kronis adalah salah satu jenis penyakit tidak menular yang memiliki angka

kesakita cukup tinggi, namun demikian penyakit ini dapat dihindari

melalui upaya pencegahan yang meliputi :

a. Mengendalikan penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan juga

penyakit jantung dengan lebih baik. Penyakit ginjal merupakan salah

satu penyakit sekunder akibat dari penyakit primer yang

mendasarinya. Oleh sebab itulah, perlunya mengendalikan dan

mengontrol penyakit primer agar tidak komplikasi menjadi gagal

ginjal.

b. Mengurangi makanan yang mengandung garam adalah salah satu jenis

makanan dengan kandungan natrium yang tinggi. Natrium yang tinggi


26

bukan hanya biasa menyebabkan tekanan darah tinggi, namun juga

akan memicu terjadinya proses pembentukan batu ginjal.

c. Minumlah banyak air setiap harinya. Air adalah suatu komponen

makanan yang diperlukan tubuh agar bisa terhindar dari dehidraasi.

Selain itu, air juga bisa berguna dalam membantu mengeluarkan racun

dari dalam tubuh. Dan juga akan membantu untuk mmpertahankan

volume serat konsentrasi darah. Selain itu juga bisa berguna dalam

memelihara sistem pencernaan dan membantu mengendalikan suhu

tubuh. Jadi jangan sampai tubuh anda mengalami dehidrasi.

d. Jangan menahan buang air kecil. Penyaringan darah merupakan fungsi

yang paling utama yang dimiliki ginjal. Disaat proses penyaringan

berlangsung, maka jumlah dari hasil kelebihan cairan akan tersimpan

di dalam kandung kemih dan setelah itu harus segera di buang.

Walaupun kandung kemih mampu menampung lebih banyak urin,

tetapi rasa ingin buang air kecil akan dirasakan disaat kandung kemih

sudah mulai penuh skitar 120-250 ml urin. Sebaiknya jangan pernah

menahan buang air kecil. Hal ini akan berdampak besar dari terjadinya

proses penyaringan ginjal.

e. Makan makanan yang baik. Makan yang baik adalah makan dengan

kandungan utrisi serta gizi yang lebih baik. Hindari makan junk food.

B. KONSEP HEMODIALISIS

1. Definisi

Hemodialisis didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari


27

darah pasien melewati membran semipermiabel (dializer) ke dalam

dialisat, hemodialisis merupakan metode yang dominan digunakan dalam

pengobatan gagal ginjal akut dan kronik (Nuari & Widayati, 2017).

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek

(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit

ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang

memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto & Madjid,

2019).

2. Jenis Hemodialisis

Menurut (Smeltzer et al., 2012) pembagian jenis hemodialisis

berdasarkan indikasi pada pasien yaitu :

a. Hemodialisis akut : merupakan hemodialisis yang digunakan untuk

pasien yang sakit akut dan memerlukan dialisis jangka pendek

(berhari – hari hingga bermingu – minggu).

b. Hemodialisis kronik : merupakan hemodialisis yang digunakan

untuk pasien dengan gagal ginjal kronik atau ESDR (end stage renal

disease) lanjut yang membutuhkan terapi penggantian ginjal jangka

panjang atau permanen.

Ada berbagai jenis hemodialisis yang biasa dilakukan, menurut

(Tjokroprawiro, Setiawan, Santoso, Soegiarto, & Rahmawati, 2015)

berikut jenis – jenis hemodialisis:

a. Hemodialisis pada gangguan ginjal akut: SLED, SLEDD, Isolated

UF atau HD Intermittent.
28

b. Hemodialisis pada penyakit gagal ginjal kronik:

1) Hemodialisis konvensional: Hemodialisis kronis biasanya

dilakukan 2-3 kali perminggu, selama sekitar 4-5 jam untuk

setiap tindakan.

2) Hemodialisis harian: biasanya digunakan oleh pasien pasien

yang melakukan cuci darah sendiri di rumah, dilakukan selama

2 jam setiap hari.

3) Hemodialisis nocturnal: dilakukan saat pasien tidur malam, 6 –

10 jam pertindakan, 3 – 6 kali dalam seminggu.

3. Prinsip Dasar Hemodialisis

Tujuan dari hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat – zat yang

toksik dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Terdapat tiga

prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis dan

ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah dalam darah dikeluarkan melalui

proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi

tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan

dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi

ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh

melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan

menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari tekanan yang

lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).

Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang

dikenal sebagai 21 ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif

diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan
29

memfasilitasi pengeluaran air (Suharyanto & Madjid, 2019).

4. Komplikasi Hemodialisis

Menurut O’callaghan (2019) komplikasi yang mungkin dialami

oleh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

meliputi komplikasi akut, komplikasi kronik, serta komplikasi psikologis.

a. Komplikasi Akut

Pergerakan darah ke luar sirkulasi menuju sirkuit dialisis dapat

menyebabkan hipotensi. Dialisis awal yang terlalu agresif dapat

menyebabkan disequilibrium (ketidakseimbangan) dialisis, sebagai

akibat perubahan osmotic di otak pada saat kadar ureum plasma

berkurang. Efeknya bervariasi dari mual dan nyeri kepala sampai

kejang dan koma. Nyeri kepala selama dialisis dapat disebabkan oleh

efek vasodilator asetat. Gatal selama atau sesudah hemodialisis dapat

merupakan gatal pada gagal ginjal kronik yang dieksaserbasi oleh

pelepasan histamin akibat reaksi alergi ringan terhadap membran

dialisis. Kadangkala, pajanan darah ke membran dialisis dapat

menyebabkan respon alergi yang lebih luas, hal yang lebih jarang

terjadi jika menggunakan membran biokompatibel modern.

Kram pada dialisis mungkin mencerminkan pergerakan

elektrolit melewati membran otot. Hipoksemia selama dialisis dapat

mencerminkan hipoventilasi yang disebabkan oleh pengeluaran

bikarbonat atau pembentukan pirau dalam paru akibat perubahan

vasomotor yang diinduksi oleh zat yang diaktivasi oleh membran

dialisis. Kadar kalium yang dikurangi secara berlebihan


30

menyebabkan hipokalemia dan disritmia. Masalah pada sirkuit

dialisis dapat menyebabkan emboli udara, yang sebaiknya diobati

dengan memposisikan kepala pasien di sisi kiri bawah dengan

menggunakan oksigen 100%.

b. Komplikasi Kronik

Masalah yang paling sering berkaitan dengan akses termasuk

thrombosis fistula, pembentukan aneurisma, dan infeksi, terutama

dengan raft sintetik atau akses vena sentral sementara. Infeksi

sistemik dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit

dialisis. Transmisi infeksi yang ditularkan melalui darah (blood –

borne infection) seperti virus hepatitis dan HIV merupakan suatu

bahaya potensial. Pada dialisis jangka panjang, deposit protein

amiloid dialisis yang mengandung mikroglobulin-B2, dapat

menyebabkan sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome)

dan artropati destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat

fosfat yang mengandung alumunium dan kontaminasi alumunium

dari cairan dialisat dapat menyebabkan toksisitas alumunium dengan

demensia, mioklonus, kejang dan penyakit tulang.

c. Komplikasi Psikologis

Pasien Hemodialisis Selain mengalami komplikasi pada fisik

pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis juga kerap

mengalami komplikasi psikologis. Faktor psikologis pada pasien

GGK sangat terpengaruh oleh perjalanan penyakit yang panjang,

ketidakmampuan pasien dan perasaan tidak nyaman bergantung


31

dengan mesin hemodialisis. Terapi hemodialisis sampai sekarang

selain mengganggu fisik, komplikasinya dapat pula memicu

gangguan jiwa. Pasien GGK sering mengalami gangguan psikiatrik

terkait dengan kondisi medis umumnya. Gangguan psikiatrik seperti

delirium, depresi, kecemasan dan sindrom disequilibrium sering

dialami oleh pasien dengan GGK (Rosmalia & Kusumadewi, 2018).

C. KONSEP FATIGUE

1. Definisi Fatigue

Definisi dari kelelahan hanya diketahui sebagai lelah fisik yang

dirasakan akibat dari kerja fisik yang dilakukan secara terus-menerus. Hal

ini berbeda bagi sebagian besar orang. Pada manusia terdapat irama

sirkadian yang berfungsi sebagai jam biologis yang berperan sebagai

alarm tubuh, memberitahu tubuh kapan waktunya tidur, bangun dan

makan. Irama sirkadian dapat terganggu oleh perubahan yang terjadi

Dalam kehidupan sehari-hari yang mengakibatkan kelelahan. Rata-rata,

orang dewasa membutuhkan 8 jam tidur dalam sehari. Semakin sering

seseorang tidur kurang dari yang dibutuhkan akan menimbulkan

kelelahan yang tidak dapat dipulihkan dalam satu hari. Pemulihan

biasanya membutuhkan beberapa hari tidur yang cukup (Workplace

Safety and Health Council, 2010)

2. Faktor yang mempengaruhi Fatigue

Menurut studi literatur lain oleh Sulistini (2012) menjelaskan

bahwa Fatigue dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


32

a. Faktor demografi

Faktor demografi yang dapat menyebabkan Fatigue pada pasien

yang menjalani hemodialisa adalah pendidikan. Sedangkan

usia,jenis kelamin,pekerjaan tidak berpengaruh besar pada

terjadinya Fatigue. Orang dengan pendidikan rendah akan membuat

Fatigue semakin tinggi diakibatkan karena kurangnya pengetahuan

dan koping yang kurang adaptif.

b. Faktor fisiologis

Hemoglobin merupakan salah satu komponen yang termasuk dalam

faktor fisiologis. Fatigue dikatakan berkurang 0,44% apabila

hemoglobin mengalami peningkatan 1 mg/dL. Untuk Fatigue

sendiri sangat dipengaruhi oleh hemoglobin dikarenakan anemia

merupakan kondisi yang dapat menyebabkan Fatigue.

c. Faktor sosial ekonomi

Perekonomian dapat mempengaruhi orang yang menjalani

hemodialisa jatuh pada kondisi Fatigue. Hemodialisa membutuhkan

waktu seumur hidup sehingga biaya secara finansial yang

dikeluarkan juga besar. Hal-hal semacam ini dapat mendorong

terjadinya Fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisa.

d. Faktor situasional

Lama menjalani hemodialisa merupakan salah satu situasi yang

dapat menimbulkan Fatigue. Dengan semakin lama menjalani

proses hemodialisa maka akan menimbulkan meningkatnya tingkat

Fatigue.
33

3. Kategori Fatigue

Menurut Workplace Safety & Health Council (2010), kelelahan

terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Kelelahan mental (mental Fatigue), berhubungan dengan aktivitas

kerja yang monoton. Kelelahan ini dapat membuat individu

kehilangan kendali akan pikiran dan perasaan, individu menjadi

kurang ramah dalam berinteraksi dengan orang lain, pikiran dan

perasaan yang seharusnya ditekan karena dapat menimbulkan konflik

dengan individu lain menjadi lebih mudah diungkapkan. Kelelahan ini

diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan sehingga membuat

karyawan lebih bersemangat dan tertantang untuk menyelesaikan

pekerjaan. Contoh dari kelelahan mental sendiri ialah ketika

seseorang sedang mengemudikan mobil dan mendapat kabar

keluarganya sakit sehingga pengemudi mobil tidak dapat

berkonsentrasi dalam mengemudi.

b. Kelelahan Fisik (physical/muscular Fatigue), Kelelahan fisik

disebabkan oleh kelemahan pada otot. Suplai darah yang mencukupi

dan aliran darah ke otot sangat penting, dikarenakan menentukan

kemampuan metabolisme dan memungkinkan kontraksi otot tetap

berjalan. Kontraksi otot yang kuat mengakibatkan tekanan pada otot

dan dapat menghentikan aliran darah. Sehingga kontraksi maksimal

hanya dapat berlangsung beberapa detik. Gangguan pada aliran darah

dapat menyebabkan kelelahan otot yang berakibat otot tidak dapat

berkontraksi, meskipun rangsangan syaraf motorik masih berjalan.


34

4. Dampak Fatigue

Fatigue dapat menimbulkan banyak sekali dampak bagi

penderitanya. Dampak yang dapat disebabkan meliputi :

1. Stres

Kondisi stres yang dialami pasien akibat dampak dari Fatigue

apabila tidak ditangani secara holistik akan jatuh pada kondisi

depresi dimana kondisi ini tidak memiliki mekanisme koping yang

baik. Stres sendiri diakibatkan karena adanya peningkatan kortisol.

Peningkatan ini dikarenakan adanya peningkatan endokrin. Dalam

halnya endokrin ini dipengaruhi oleh keadaan Fatigue (Smeltzer &

Bare, 2010).

2. Penurunan kualitas hidup

Aspek yang dapat terganggu dalam penurunan kualitas hidup ini

meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial, dan

hubungan dengan lingkungan yang ada disekitar.

3. Gangguan kardiovaskuler

Kondisi Fatigue akan memicu jantung bekerja lebih keras daripada

kondisi normal sehingga dapat menyebabkan gangguan

kardiovaskuler (Sulistini, 2012).

5. Fatigue pada pasien hemodialisa

Fatigue yang dialami oleh pasien dengan hemodialisa dapat terjadi

karena produksi dari eritroprotein yang berkurang, kapiler darah yang

mudah pecah sehingga dapat menimbulkan kehilangan darah, fungsi dari

trombosit yang menurun, serta terjadi peningkatan inhibitor sitokin


35

(Rohaeti dkk, 2014). Fatigue juga dapat diakibatkan karena anemia yang

terjadi pada pasien dengan gagal ginjal. Anemia disebabkan karena

kegagalan memproduksi eritroptein yang diakibatkan karena ginjal yang

mengalami hilangnya fungsi ginjal nonekstretorik sehingga timbul

keadaan Fatigue (Rohaeti dkk, 2014).

6. Cara pengukuran Fatigue

Metode kuisioner Skala Fatigue Assesment Scale (FAS)

merupakan kuisioner yang digunakan sebagai pengukuran kelelahan

kerja, pengukuran kelelahan (SPK) disusun berdasarkan Fatigue

Assesment Scale (FAS) yang terdiri dari 10 pertanyaan (Shahid dkk,

2012). Tabel berikut menggambarkan daftar pertanyaan untuk item test

pada keduanya.

Tabel 2.1
Fatigue Assesment Scale dan Skala Pengukuran Kelelahan

No FAS SPK
I am bothered by Saya sangat terganggu
Fatigue oleh rasa lelah yang saya
rasakan
I get tired very quickly Saya mudah merasa lelah
I don’t do much during Saya tidak banyak
the day melakukan kegiatan di
siang hari
I have enough energy Saya merasa memiliki
for everyday life energi yang cukup untuk
melakukan aktivitas
harian saya
Physically, I feel Secara fisik, saya merasa
exhausted lelah
I have problems to start Saya merasa sulit untuk
things mulai mengerjakan
sesuatu
I have problems to Saya merasa kesulitan
think clearly untuk berpikir secara
jernih
I feel no desire to do Saya merasa malas untuk
36

anyting melakukan berbagai


kegiatan
Mentally, I feel Secara mental saya
exhausted merasa lelah
10 When I am doing Ketika saya sedang
something I can melakukan kegiatan,
concentrate quite well saya dengan mudah
berkonsentrasi penuh
(Rida Zuraida & Ho Hwi Chie, 2014)

Kelebihan dari metode Fatigue Assesment Scale (FAS) yaitu skala

penilaian yang dikembangkan untuk mendapatkan penilaian kelelahan

total, termasuk dimensi kelelahan mental dan kelelahan fisik yang dinilai

menggunakan lima skala likert. Skala likert adalah skala penilaian yang

menggunakan untuk mengukur sikap dan pendapat. Untuk pilihan

jawabannya terdiri dari : tidak pernah (1), kadang-kadang (2), dirasakan

secara teratur (3), sering dialami (4), selalu dialami (5). Skor total berkisar

antara 10 hingga 50. Skor FAS total <22 menunjukkan tidak ada

kelelahan, skor >22 menunjukkan kelelahan (World Association

for Sarcoidosis and Other Granulomatous Disorders (WASOG), 2021).

D. SOP BREATHING EXERCISE

Menurut Hendro (2019) Standar Operasional Prosedur (SOP) Breathing

Exercise adalah sebagai berikut :

Pengertian

Kombinasi dari latihan pernafasan dengan latihan fisik yang berguna untuk

memelihara dan meningkatkan kebugaran.

Tujuan

Untuk mengurangi atau menghilangkan kelelahan.


37

Kebijakan

Dilakukan pada klien dengan CKD

Persiapan

Ruangan yang nyaman

Prosedur

a. PRA INTERAKSI

1. Membaca status klien

2. Mencuci tangan

b. INTERAKSI

Orientasi

1. Salam : Memberi salam sesuai waktu

2. Memperkenalkan diri.

3. Validasi kondisi klien saat ini. Menanyakan kondisi klien dan

kesiapan klien untuk melakukan kegiatan sesuai kontrak sebelumnya

4. Menjaga privasi klien

5. Kontrak. Menyampaiakan tujuan dan menyepakati waktu dan tempat

dilakukannya kegiatan

Kerja

1. Mengatur pernapasan Latihan pernapasan ini adalah untuk melatih

pernapasan normal

a) Duduk di bed / kursi dengan posisi tubuh yang tegak dan

sandaran kursi yang stabil. Letakkan tanga di atas perut.

b) Menarik napas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan

udara melalui hitungan 1,2,3.


38

c) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil

merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks

d) Anjurkan bernapas dengan irama normal 3 kali.

e) Menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui

mulut secara perlahan-lahan

f) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks.

2. Kontrol pernapasan saat beraktivitas

Latihan pernapasan ini akan membuat aktivitas dapat dilakukan

dalam jangka waktu yang lebih panjang.

a. Menarik napas dan hembuskan napas dari mulut (jika

diperlukan)

b. Upayakan mengatur napas saat berjalan

c. Menarik napas dalam 2 langkah dan hembuskan napas juga

dalam 2 langkah

d. Ulangi pola tersebut hingga menemukan ritme napas yang

sesuai.

3. Memberikan pujian saat pasien bisa melakukannya.

4. Memotivasi pasien untuk melatih sesering mungkin.

5. Sikap terapeutik : tersenyum, bicara sopan dan lembut

Terminasi

1. Evaluasi hasil: kemampuan pasien untuk melakukan teknik ini

2. Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan umpan balik

dari terapi yang dilakukan.

3. Tindak lanjut: menjadwalkan latihan breathing exercise


39

4. Kontrak: topik, waktu, tempat untuk kegiatan selanjutnya

Dokumentasi

1. Mencatat waktu pelaksanaan tindakan

2. Mencatat perasaan dan respon pasien setelah diberikan tindakan

E. Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori

Etiologi :
1. Diabetes Gagal Ginjal Kronik
2. Tekanan darah tinggi

Hemodialisa

Fartigue

Metode farmakologi : Metode nonfarmakologi :


1. penambahan L- 1. Yoga
carnitine 2. Relaksasi
2. vitamin C 3. Akupresur
3. eritropoetin 4. Akupunktur
4. pengobatan untuk 5. Stimulasi elektrik
mengontrol 6. Dialysis
anemia. 7. Exercise

Breathing exercise

Input oksigen ketubuh


adekuat

Tingkat fartigue menurun


40

Sumber : Modifikasi The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative


(KDOQI) of National Kidney Foundation (2016), (Hilma, 2015),
(Septiwi, 2016)
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang

dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka. Kerangka

konsep juga menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel

penelitian (Nursalam, 2011). Kerangka konsep pada Penelitian ini

dilakukan Untuk mengetahui Pengaruh Breathing Exercise Terhadap

Tingkat Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani

Hemodialisis di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

Dalam penelitian ini yang dijadikan variabel independen adalah Breathing

Exercise dan variabel dependent tingkat Fatigue. (Notoatmodjo, 2012).

Skema 3.1
Kerangka Konsep penelitian

Tingkat
Fatigue
Kelompok Kelompok
eksperimental kontrol

Pre test Pre test

Breathing Tanpa perlakuan


Exercise

Post test

Tingkat
Fatigue
42

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional

Variable Definisi Cara Alat Hasil ukur Skala


operasional ukur ukur ukur
Independen: Kombinasi dari Observasi SOP Dilakukan Nominal
Breathing latihan selama 2
Exercise pernafasan minggu
dengan latihan dalam
fisik yang sehari
dilakukan dilakukan
sebelum dan 2 kali
setelah proses latihan
hemodialisis breathing
exercise,
dengan
durasi 15
menit
setiap
tindakan.
Dependen : Nilai tingkat Lembar Skala 1. Ada Rasio
Tingkat kelelahan yang Observasi penguk kelelah
Fatigue diukur dengan uran an >22
Skala kelelah
2. Tidak
pengukuran an
kelelahan (SPK) (SPK) ada
sebelum dan kelelah
sesudah an <22
intervensi
Breathing
Exercise.

C. Hipotesa

Ha : Ada Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada

Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSU

Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022.


BAB VI
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Quasi-eksperimen dengan

rancangan Two Group Pretest Posttest design. Rancangan ini berupaya

untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan

kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental. Dalam rancangan

ini, kelompok eksperimental diberikan perlakukan sedangkan kelompok

kontrol tidak. Pada kedua kelompok diawali dengan pra tes, dan setelah

pemberian perlakukan dilakukan pengukuran kembali (pasca tes)

(Nursalam, 2011).

Table 4.1
Rancangan penelitian

Subjek Pre Perlakuan Post


S1 Pre-test Latihan Breathing Post-test
Exercise
S2 Pre-test Tanpa perlakuan Post-test

Keterangan :

S1 : Kelompok Perlakuan

S2 : Kelompok Kontrol

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2022 di RSU Mayjen

H.A Thalib Kota Sungai Penuh.


43

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah dari subjek dan atau objek yang akan menjadi

sasaran penelitian. Subjek penelitian merupakan tempat atau lokasi

data variabel yang akan digunakan (Slamet & Aglis, 2020). Populasi

dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh tahun

2022 yaitu sebanyak 36 pasien.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek peneliti. Sampel dalam penelitian ini

diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive

sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan

sifat atau ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya

(Notoatmodjo, 2012).

Menentukan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut :

(t – 1)(r – 1) > 15

Keterangan :

t = Banyak Kelompok Perlakuan

r = Jumlah Replikasi
44

(1 – 1)(r – 1) > 15

(r – 1) > 15

r > 15 + 1

r> 16

Maka jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 16

orang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialis yang

dibagi menjadi 2 kelompok. yaitu 8 orang kelompok perlakuan dan 8

orang lagi kelompok kontrol di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai

Penuh, dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota yang diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,

2012)

1) Responden yang didiagnosa dokter dengan Gagal Ginjal

Kronis

2) Responden yang menjalani hemodialisa ≥6 bulan

3) Bersedia menjadi responden

4) Responden yang mendapatkan intervensi hemodialisa diruang

HD

b. Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota sampel yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).

1) Responden dalam keadaan penyakit menular seperti Covid-

19 (Omicron, BA-4/BA-5), Hepatitis, TBC, dll. karena


45

penyakit tersebut dapat membahayakan peneliti dan orang

lain.

2) Responden tidak sadar

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instumen pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan

wawancara. Cara ini dilakukan untuk memperoleh data yang objektif yang

diperlukan untuk menghasilkan kesimpulan penelitian yang objektif pula

(Wagiran, 2019). Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan alat

kuisioner fatigue, SOP Breathing exercise, informad consent dan alat tulis.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data yang dikumpulkan

Data yang diambil adalah tingkat fatigue klien sebelum dan

sesudah dilakukan intervensi Breathing Exercise dan diukur lalu

dicatat dalam lembaran kuisioner yang telah disediakan. Sedangkan

data lain klien yang dikumpulkan meliputi nama dan umur klien.

2. Langkah-langkah pengumpulan data

a. Peneliti menemui langsung responden ketempat masing-masing

sesuai dengan data yang ada di RSU Mayjen H.A Thalib Kota

Sungai Penuh.

b. Klien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa ditemui

oleh peneliti dan di orientasikan terhadap tujuan penelitian.


46

c. Klien yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dijadikan

sebagai eksperimen setelah menyetujui lembar persetujuan

(informed concent) yang telah diajukan peneliti.

d. Saat pretest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

dilakukan pengukuran tingkat fatigue dan hasil tersebut dicatat

pada lembar kuisioner.

e. Kelompok perlakuan diberikan Breathing Exercise setelah

hemodialisis.

f. Setelah posttest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

dilakukan pengukuran tingkat fatigue ulang dan hasil tersebut

dicatat pada lembar kuisioner

3. Pengolahan Data

Menurut (Victor T.H & T Rohana S, 2019), pengolahan data

merupakan langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data

yang sudah diperoleh setelah melakukan penelitian. langkah-langkah

pengolahan data penelitian sebagai berikut:

a) Pemeriksaan Data (Editing)

Proses editing merupakan proses dengan melakukan pemeriksaan

data yang telah diperoleh dari lapangan setelah melakukan

penelitian. Pemeriksaan data berupa buku register, daftar

pertanyaan atau jawaban responden yang sudah dijawab selama

penelitain dilakukan.

b) Pemberian Kode (Coding)


47

Coding adalah pemberian kode pada data yang berskala nominal

dan ordinal.Kodenya berbentuk angka/numeric/nomor, bukan

symbol karena hanya angka yang dapat diolah secara stastik

dengan bantuan program computer. Kode termasuk indikasi posisi

kolom (field) dan data mencatatnya akan terisi. Data berskala

intervensi dan ratio tidak perlu dikoding karena sudah dalam

bentuk angka.

c) Pemasukan Data (Entry)

Setelah semua lembar observasi terisi serta telah melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data

agar data yang sudah di-entry dapat dianalisa.Processing dapat

dilakukan dengancara meng-entry data hasil observasi ke paket

program komputer.

d) Pembersihan Data(Cleaning Data)

Data cleaning adalah proses pembersihan data sebelum diolah

secara statistic, mencakup pemeriksaan konsistensi dan perawatan

respon yang hilang serta consistency checks yaitu

mengidentifikasi data yang keluar dari range, tidak konsisten

secara logis, atau punya nilai extreme. Data tersebut lebih baik

tidak digunakan dalam analisis data karena akan merusak data

yang ada. Cara melakukan pembersihan data adalah data diperiksa

di monitor (apabila sampel kecil) atau cetak dikertas (untuk

sampel benar).

e) Penyusunan Data (Tabulating Data)


48

Proses penyusunan data merupana merupakan proses penyusunan

data sedemikian rupa agar mudah dijumlahkan disusun untuk

disajikan dan dianalisis. Penyusunan data dapat dilakukan dengan

menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabel

silang dan sebagainya.

4. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat merupakan analisis yang bertujuan utuk

mengetahui distribusi frekuensi pada setiap varaibel penelitian.

Analisa univariat hanya mendeskripsikan masing-masing variabel

penelitian. Menurut Gunarto (2018) bahwa analisis univariat

dilakukan jika yang dianalisis hanya satu variabel. Ukuran nilai-

nilai statistik deskriptif yang akan digunakan pada analisis ini

adalah melalui tabel distribusi frekuensi yang diolah

menggunakan program komputer.

b. Analisa Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menguji hubungan antara dua

varabel, yaitu hubungan antara masing-masing variabel

independen dengan variabel dependen (Victor trismanjaya hulu,

2019). Analisa ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSU Mayjen H.A

Thalib Kota Sungai Penuh. Sebelum melanjutkan pada proses uji

hipotesa, maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji normalitas


49

dan uji homogenitas data hasil penelitian. Maka untuk uji

hipotesis sebaran data sudah memenuhi syarat untuk analisis

statistic parametric, dalam hal ini menggunakan Uji T Test

dengan batas kemaknaan α = 0,05. Hipotesa diterima jika

probabilitas p ≤ 0,05 dan hipotesa ditolak jika nilai probabilitas p

>0,05 (Notoatmodjo, 2012).

F. Etika Pelaksanaan Penelitian

Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitain harus

memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan

prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam

penelitian tidak memiliki resiko yang dapat membahayakan subyek

penelitian, namun peneliti harus mempertimbangkan aspek sosioetika dan

menjunjung tinggiharkat dan martabat kemanusiaan. Etika penelitian

memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama

yang perlu dipahami, antara lain (Sumantri, 2015):

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Penulis menunjung tinggi harkat dan martabat. Manusia pasien

memiliki hak asasi dan kebebesan untuk menentukan pilihan ikut atau

menolak penelitian (autonomi). Peneliti tidak melakukan paksaan,

partispan juga berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan

lengkap tentang pelaksanaan penelitian, keuntungan yang

memungkinkan di dapatkan dan kerahasiaan informasi. Setelah

mendapatkan penyelesaian yang lengkap dan mempertimbangkan


50

dengan baik, sampel kemudian menentukan apakah akan ikut atau

menolak seabagi sampel. Prinsip itu tertuang dalam pelaksanaan

informend consent.

2. Menghormati privacy dan kerahasiaan objek (respect for privacy dan

confidentially).

Penulis merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi

partisipasi yang tidak ingin indentitas dan segala informasi tentang

diri pasien di ketahui oleh orang lain. Dengan demikian segala

informasi yang menyangkut identitas partisipan tentang respon

dirahasiakan secara langsung.

3. Menghormati keadilan dan inklusifikasi (respect for justice

inclisiveness)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

studi kasus di lakukan secara jujur, tepat, cermat, hati–hati dan

dilakukan secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan

mengandung makna bahwa studi kasus memberi keuntungan dan

beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benerfits).

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat sebesar–besarnya bagi subjek penelitian

akan di terapkan (beneficience). Kemudian meminimilisirkan

resiko/dampak yang merugikan bagi pertisipan (nonmalficience).


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSU Mayjen

H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022, mengenai Pengaruh

Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal

Kronik Yang Menjalani Hemodialisis, dengan jumlah sampel 16 orang

dengan 8 kelompok intervensi dan 8 kelompok kontrol.

1. Analisa Univariat

a. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue sebelum dilakukan

intervensi Breathing Exercise pada kelompok perlakuan.

Tabel 5.1
Rata-Rata Tingkat Fatigue Sebelum Dilakukan Intervensi
Breathing Exercise Pada Kelompok Perlakuan.

Pre test Standar


Tingkat N Mean Deviasi Std Error
Fatigue (SD) Mean
8 31,50 2,204 0,779

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh rata-rata tingkat fatigue

responden (pretest) sebelum dilakukan breathing exercise

adalah 31,50 dengan standar deviasi 2,204 dan standar error

0,779.

51
52

b. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue sesudah dilakukan

intervensi Breathing Exercise pada kelompok perlakuan.

Tabel 5.2
Rata-Rata Tingkat Fatigue Sesudah Dilakukan Intervensi
Breathing Exercise Pada Kelompok Perlakuan.

Post test Standar


Tingkat N Mean Deviasi Std Error
Fatigue (SD) Mean
8 16,63 1,408 0,498

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh rata-rata tingkat fatigue

responden (posttest) setelah dilakukan breathing exercise

adalah 16,63 dengan standar deviasi 1,408 dan standar error

0,498.

c. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue 1 (Pretest) pada kelompok

Kontrol

Tabel 5.3
Rata-Rata Tingkat Fatigue 1 (Pretest) pada Kelompok Kontrol

Standar
Tingkat N Mean Deviasi Std Error
Fatigue 1 (SD) Mean
8 25,88 1,808 0,639

Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh rata-rata tingkat fatigue

1 (Pretest) pada kelompok kontrol adalah 25,88 dengan

standar deviasi 1,808 dan standar error 0,639.


53

d. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue 2 (postest) pada kelompok

Kontrol

Tabel 5.4
Rata-Rata Tingkat Fatigue 2 (posttest) pada Kelompok Kontrol

Standar
Tingkat N Mean Deviasi Std Error
Fatigue 2 (SD) Mean
8 27,25 2,375 0,840

Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh rata-rata tingkat fatigue

2 (posttest) pada kelompok kontrol adalah 27,25 dengan

standar deviasi 2,375 dan standar error 0,840.

2. Analisa Bivariat

a. Uji Normalitas Tingkat Fatigue pada kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol.

Tabel 5.5
Hasil Uji Normalitas Tingkat Fatigue Pada Kelompok
Perlakuan Dan Kelompok Kontrol

Kolmogorov-
Uji Shampiro-
Tingkat Fatigue Smirnova Keterangan
Wilk (p-value)
(p-value)
Kelompok Intervensi
(Pretest) 0,200 0,502 Tidak Normal

(Postest) 0,200 0,127 Tidak Normal


Kelompok Kontrol
(Pretest) 0,200 0,626 Tidak Normal
(Postest) 0,200 0,203 Tidak Normal
54

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa hasil analisis nilai

uji normalitas untuk data pretest dan posttest tingkat fatigue

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada uji

Kolmogorov-Smirnova dan uji Shampiro-Wilk adalah >0,05

maka dapat disimpulkan bahwa berdistribusi tidak normal.

b. Diketahui perbedaan rata-rata Tingkat Fatigue pada kelompok

perlakuan dan kelompok Kontrol

Tabel 5.6
Diketahui Perbedaan Rata-Rata Tingkat Fatigue Pada
Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol
Tingkat Fatigue N Mean Standar P- Value
Deviasi (SD)

Kelompok Intervensi 8 14,875 2,532 0,000

Kelompok Kontrol 8 1,375 2,446


0,156

Berdasarkan tabel 5.5 diperoleh hasil uji statistik

dengan menggunakan uji t test dependent didapatkan nilai pada

kelompok kontrol dengan p value = 0,156 (p>0,05) maka

artinya masih terdapat fatigue atau kelelahan pada kelompok

kontrol pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialysis. Sedangkan pada kelompok intervensi dengan p

value = 0,000 (p≤0,05) berarti ada pengaruh breathing exercise

terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis di RSU Mayjen H.A Thalib Kota

Sungai Penuh Tahun 2022


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

1. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue sebelum dilakukan

intervensi Breathing Exercise pada kelompok perlakuan

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran tingkat fatigue

sebelum dilakukan intervensi breathing exercise kepada responden

didapatkan bahwa rata-rata tingkat fatigue pretest adalah 31,50

dengan standar deviasi 2,204 dan standar error 0,779. Berarti

terdapat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun

2022.

Definisi dari kelelahan hanya diketahui sebagai lelah fisik

yang dirasakan akibat dari kerja fisik yang dilakukan secara terus-

menerus. Hal ini berbeda bagi sebagian besar orang. Pada manusia

terdapat irama sirkadian yang berfungsi sebagai jam biologis yang

berperan sebagai alarm tubuh, memberitahu tubuh kapan waktunya

tidur, bangun dan makan. Irama sirkadian dapat terganggu oleh

perubahan yang terjadi Dalam kehidupan sehari-hari yang

mengakibatkan kelelahan. Rata-rata, orang dewasa membutuhkan 8

jam tidur dalam sehari. Semakin sering seseorang tidur kurang dari

yang dibutuhkan akan menimbulkan kelelahan yang tidak dapat

dipulihkan dalam satu hari. Pemulihan biasanya membutuhkan

55
56

beberapa hari tidur yang cukup (Workplace Safety and Health

Council, 2010).

Fatigue yang dialami oleh pasien dengan hemodialisa dapat

terjadi karena produksi dari eritroprotein yang berkurang, kapiler

darah yang mudah pecah sehingga dapat menimbulkan kehilangan

darah, fungsi dari trombosit yang menurun, serta terjadi peningkatan

inhibitor sitokin (Rohaeti dkk, 2014). Fatigue juga dapat diakibatkan

karena anemia yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal. Anemia

disebabkan karena kegagalan memproduksi eritroptein yang

diakibatkan karena ginjal yang mengalami hilangnya fungsi ginjal

nonekstretorik sehingga timbul keadaan Fatigue (Rohaeti dkk,

2014).

Didukung lagi oleh penelitian yang dilakukan oleh Safruddin

& Waode Sri Asnaniar (2019) tentang Pengaruh Breathing Exercise

Terhadap Level Fatigue Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani

Hemodialisis dengan Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata

level Fatigue pada pasien sebelum Breathing Exercise adalah 42.60

dengan standar deviasi 4,57 maka tidak ada pengaruh Breathing

Exercise terhadap level Fatigue pada pasien yang menjalani

hemodialisis.

Dari uraian tersebut peneliti berasumsi bahwa terdapat

fatigue pada pasien yang menjalani gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialysis. Karena pasien belum diberikan intervensi

breathing exercise. Pada saat penelitian peneliti menemukan anemia


57

yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal. Anemia disebabkan

karena kegagalan memproduksi eritroptein yang diakibatkan karena

ginjal yang mengalami hilangnya fungsi ginjal nonekstretorik

sehingga timbul keadaan Fatigue. Sebagian besar responden

mengatakan merasa letih lesu setelah dilakukan tindakan cuci darah

atau hemodialisa.

2. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue sesudah dilakukan

intervensi Breathing Exercise pada kelompok perlakuan

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran tingkat fatigue

sesudah dilakukan intervensi breathing exercise kepada responden

didapatkan bahwa rata-rata tingkat fatigue pretest adalah 16,63

dengan standar deviasi 1,408 dan standar error 0,498. Berarti ada

pengaruh breathing exercise terhadap tingkat fatigue pada pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSU Mayjen H.A

Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

Menurut Workplace Safety & Health Council (2010),

kelelahan terbagi menjadi dua, yaitu :kelelahan mental (mental

Fatigue), berhubungan dengan aktivitas kerja yang monoton.

Kelelahan ini dapat membuat individu kehilangan kendali akan

pikiran dan perasaan, individu menjadi kurang ramah dalam

berinteraksi dengan orang lain, pikiran dan perasaan yang

seharusnya ditekan karena dapat menimbulkan konflik dengan

individu lain menjadi lebih mudah diungkapkan. Kelelahan ini

diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan sehingga membuat


58

karyawan lebih bersemangat dan tertantang untuk menyelesaikan

pekerjaan. Contoh dari kelelahan mental sendiri ialah ketika

seseorang sedang mengemudikan mobil dan mendapat kabar

keluarganya sakit sehingga pengemudi mobil tidak dapat

berkonsentrasi dalam mengemudi.

Kelelahan fisik (physical/muscular Fatigue), Kelelahan fisik

disebabkan oleh kelemahan pada otot. Suplai darah yang mencukupi

dan aliran darah ke otot sangat penting, dikarenakan menentukan

kemampuan metabolisme dan memungkinkan kontraksi otot tetap

berjalan. Kontraksi otot yang kuat mengakibatkan tekanan pada otot

dan dapat menghentikan aliran darah. Sehingga kontraksi maksimal

hanya dapat berlangsung beberapa detik. Gangguan pada aliran

darah dapat menyebabkan kelelahan otot yang berakibat otot tidak

dapat berkontraksi, meskipun rangsangan syaraf motorik masih

berjalan

Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Safruddin &

Waode Sri Asnaniar (2019) tentang Pengaruh Breathing Exercise

Terhadap Level Fatigue Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani

Hemodialisis dengan Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata

level Fatigue pada pasien sesudah perlakuan adalah 26.27 Terdapat

pengaruh Breathing Exercise terhadap level Fatigue pada pasien

yang menjalani hemodialysis.

Dari uraian tersebut peneliti berasumsi bahwa ada pengaruh

breathing exercise terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal


59

kronik yang menjalani hemodialysis, karena pasien telah diberikan

perlakuan breathing exercise. Dimana latihan breathing exercise

dapat meningkatkan tekanan intra abdomen sehingga tekanan diparu-

paru menurun yang memungkinkan dapat mengembang secara

optimal, sehingga oksigen dapat masuk secara maksimal yang dapat

meningkatkan semakin besar pula kuantitas gasa yang dapat

berdifusi melewati membran alveolus. Hal ini dapat meningkatkan

oksihemoglobin dalam sel darah merah sehingga meningkatkan

saturasi oksigen. Pasien mengatakan merasa lebih rileks setelah

dilakukan intervensi breathing exercise.

3. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue 1 (pretest) pada kelompok

Kontrol

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran tingkat fatigue 1

pada kelompok kontrol tanpa dilakukan intervensi breathing exercise

kepada responden didapatkan bahwa rata-rata adalah 25,88 dengan

standar deviasi 1,808 dan standar error 0,639.

Fatigue dapat menimbulkan banyak sekali dampak bagi

penderitanya. Dampak yang dapat disebabkan meliputi : kondisi

stres yang dialami pasien akibat dampak dari Fatigue apabila tidak

ditangani secara holistik akan jatuh pada kondisi depresi dimana

kondisi ini tidak memiliki mekanisme koping yang baik. Stres

sendiri diakibatkan karena adanya peningkatan kortisol. Peningkatan

ini dikarenakan adanya peningkatan endokrin. Dalam halnya

endokrin ini dipengaruhi oleh keadaan Fatigue (Smeltzer & Bare,


60

2010). Aspek yang dapat terganggu dalam penurunan kualitas hidup

ini meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial,

dan hubungan dengan lingkungan yang ada disekitar. Kondisi

Fatigue akan memicu jantung bekerja lebih keras daripada kondisi

normal sehingga dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler

(Sulistini, 2012).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Agustina (2016) dengan judul penelitian “Efektifitas Latihan Fisik

Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue Apada Pasien Gagal Ginjal

Kronis Yang Menjalani Hemodialysis di RSUD dr. Soediran

Mangun Sumarso Wonogiri”. Didapatkan hasil bahwa diperoleh

nilai rata-rata posttest pada kelompok kontrol adalah 1,92 yang

menunjukkan fatigue berat.

Dari uraian diatas, peneliti berasumsi bahwa responden yang

tidak dilakukan latihan fisik mengalami peningkatan fatigue. Dimana

responden selama dirawat hanya makan dan tidur sehingga dapat

menyebabkan kelelahan yang dapat menyebabkan stress, penurunan

kualitas tidur, dan gangguan kardiovaskuler.

4. Diketahui rata-rata Tingkat Fatigue 2 (postets) pada kelompok

Kontrol

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran tingkat fatigue II

pada kelompok kontrol tanpa dilakukan intervensi breathing exercise

kepada responden didapatkan bahwa rata-rata adalah 27,25 dengan

standar deviasi 2,375 dan standar error 0,840.


61

Kelebihan dari metode Fatigue Assesment Scale (FAS) yaitu

skala penilaian yang dikembangkan untuk mendapatkan penilaian

kelelahan total, termasuk dimensi kelelahan mental dan kelelahan

fisik yang dinilai menggunakan lima skala likert. Skala likert adalah

skala penilaian yang menggunakan untuk mengukur sikap dan

pendapat. Untuk pilihan jawabannya terdiri dari : tidak pernah (1),

kadang-kadang (2), dirasakan secara teratur (3), sering dialami (4),

selalu dialami (5). Skor total berkisar antara 10 hingga 50. Skor FAS

total <22 menunjukkan tidak ada kelelahan, skor >22 menunjukkan

kelelahahan (WASOG, 2021).

Penilitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sari dkk (2018) dengan judul penelitian “Pengaruh Latihan Fisik

Kombinasi Nafas Dalam Terhadap tingkat Fatigue pada Pasien

Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya tahun 2018”.

Didapatkan hasil bahwa pada kelompok control sebagian besar

(61,1%) dengan fatigue berat.

Dari uraian diatas, peneliti berasumsi bahwa fatigue semakin

meningkat pada kelompok kontrol, dimana responden tidak

diberikan perlakuan breathing exercise atau latihan fisik, dimana

responden tidak bergerak dari tempat tidurnya. Breathing exercise

bisa mendukung penurunan kelelahan pada pasien hemodialysis dan

merupakan salah satu rencana keperawatan yang mandiri yang bisa

diaplikasikan.
62

B. Analisa Bivariat

Diketahui perbedaan rata-rata tingkat fatigue pada kelompok

perlakuan dan kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil penelitian perbedaan rata-rata tingkat fatigue

menunjukkan bahwa hasil uji statistik pada kelompok kontrol didapatkan p

value 0,156 maka (p>0,05) maka artinya masih terdapat Fatigue pada

kelompok kontrol. Sedangkan pada kelompok intervensi dengan p value =

0,000 (p≤0,05) berarti ada pengaruh breathing exercise terhadap tingkat

fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di

RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

Metode penanganan terhadap kelelahan atau Fatigue dilakukan

kedalam dua cara yaitu farmakologi dan nonfarmakologi. Metode

farmakologi yaitu penambahan L-carnitine, vitamin C, eritropoetin dan

pengobatan untuk mengontrol anemia. Metode nonfarmakologi

terakhir yang dikembangkan adalah yoga, relaksasi, akupresur,

akupunktur, stimulasi elektrik, dialysis dan exercise (Hilma, 2015).

Breathing Exercise adalah terapi nonfarmakologi yaitu teknik

penyembuhan yang alami dan merupakan bagian dari strategi holistic

self-care untuk mengatasi berbagai keluhan seperti Fatigue, nyeri,

gangguan tidur, stress dan kecemasan. Secara fisiologis, Breathing

Exerciseakan menstimulasi sistem saraf parasimpatik sehingga

meningkatkan produksi endorpin, menurunkan heart rate,

meningkatkan ekspansi paru sehingga dapat berkembang maksimal,

dan otot-otot menjadi rileks (Septiwi, 2016).


63

Breathing Exercise membuat tubuh kita mendapatkan input

oksigen yang adekuat. dimana oksigen memegang peran penting

dalam sistem respirasi dan sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan

Breathing Exercise, oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah dan

seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa metabolisme yang

tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan memproduksi energi.

Breathing Exercise akan memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk

dan disuplay ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi

energi dan menurunkan level Fatigue (Septiwi, 2016).

Dari uraian tersebut peneliti berasumsi bahwa adanya pengaruh

breathing exercise terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialysis pada kelompok intervensi. breathing

exercise merupakan teknik penyembuhan yang alami dan merupakan

bagian dari strategi holistic self-care untuk mengatasi berbagai keluhan

salah satunya fatigue. Secara fisiologis, breathing exercise akan

menstimulasi system saraf parasimpatik sehingga meningkatkan produksi

endoprin, menurunkan heart rate, meningkatkan ekspansi paru sehingga

dapat berkembang maksimal dan otot-otot menjadi rileks.


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh

breathing exercise terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis di RSU Mayjen H.A Thalib Kota Sungai

Penuh Tahun 2022, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rata-rata tingkat fatigue sebelum dilakukan intervensi breathing

exercise pada kelompok perlakuan adalah 31,50 dengan standar

deviasi 2,204 dan standar error 0,779.

2. Rata-rata tingkat fatigue sesudah dilakukan intervensi breathing

exercise pada kelompok perlakuan adalah 16,63 dengan standar

deviasi 1,408 dan standar error 0,498.

3. Rata-rata tingkat fatigue 1 (Pretest) pada kelompok kontrol adalah

25,88 dengan standar deviasi 1,808 dan standar error 0,639.

4. Rata-rata tingkat fatigue 2 (Postest) pada kelompok kontrol adalah

27,25 dengan standar deviasi 2,375 dan standar error 0,840.

5. Terdapat pengaruh breathing exercise terhadap tingkat fatigue pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis nilai p value

= 0,000 (p≤0,05).

64
65

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan tentang breathing exercise terhadap tingkat fatigue

pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang ingin

melanjutkan penelitian ini agar dapat mengembangkan kemampuan

dalam melakukan penelitian ini serta dapat mengaplikasikan teori

yang telah didapat untuk mengatasi terjadinya Kelelahan secara non

farmakologi dan menjadikan penelitian ini sebagai data pembanding.

Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian dengan terapi

non farmakologi yang lain.

3. Bagi RSU Mayjen H.A Thalib

Hasil penelitian ini diharapkan pihak RSU Mayjen H.A

Thalib dapat memberi informasi kesehatan tentang manfaat

breathing exercise kepada masyarakat sebagai salah satu cara untuk

menurunkan tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis tanpa efek samping.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina. 2016. Efektifitas Latihan Fisik Terhadap Penurunan Tingkat Fatigue


Apada Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialysis di RSUD
dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
AR Shahid, et.al. 2012. Hypomagnesaemia in Pregnancy: A predictor of Preterm
Labour, Vol 9 No 1. Journal of Dhaka Medical College
As’adi, Muhammad.2012. Serba-serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta: Diva press.
Black J, Hawks J. Keperawatan Medikal Bedah (3-Vol Set): Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. 8th ed. Singapore: Elsevier; 2014.
Colvy, Jack. 2010. Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal Ginjal.
Yogyakarta: DAFA Publishing.
Husna, H., & Maulina, N. (2015). Hubungan Antara Lamanya Hemodialisis
Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Di Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara, 2015, 39–46.
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : Budi Utama
Jhamb, M. (2015). Fatigue in patients receiving maintenance dialysis : a review of
definitions, measures, and contributing factors.
Kamasita, Systriana Esi, Suryono, Nurdian, Y., Hermansyah, Y., Junaidi, E.,
Mohamat, & Fatekurohman. (2018). Pengaruh Hemodialisis Terhadap
KinetikSegmen Ventrikel Kiri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium
V. NurseLine Journal.
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh
Andry Hartono. Jakarta: EGC.
LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 5 Vol 2.
Jakarta: EGC.
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2011). konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan
(edisi 2). jakarta selatan: penerbit selemba medika.
Notoatmodjo. (2012). metodologi penelitian notoatmodjo, 2012. jakarta selatan:
penerbit selemba medika.
Nuari & Widayati.2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish
National Kidney Foundation. KDOGI clinical practice guideline for
hemodialysis adequacy: 2015 Update. Am J Kidney Dis. 2015;66(5):884-
930.
O’Callaghan, Chris, A. 2019. At a GlanceSistem Ginjal. Edisi Kedua. Jakarta :
Erlangga
Octaviana, R. (2010). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Depresi Pada
Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis. Psyche, 4(2).
Perkumpulan Nefrologi Indonesia. 10th Report Of Indonesian Renal Registry
[Internet]. Bandung; 2017. Available from:
https://www.indonesianrenalregistry.org/data/ IRR 2017 .pdf
Rohaeti. Ibrahim,K. Dan Nursiswati. 2014. Gambaran Kejadian Anemia pada
Pasien Hemodialisis Reguler di Instalasi Hemodialisis RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
Sari, Bakar & Kartini. 2018. Pengaruh Latihan Fisik Kombinasi Nafas Dalam
Terhadap tingkat Fatigue pada Pasien Hemodialisis di Rumah Sakit Islam
Jemursari Surabaya tahun 2018.
Sundayana, I. M., Rismayanti, I. D., Dewi, P., Abdul, M., Santika, I. P., & K, L.
(2020). Family Support and Family Economic Status With Depression Level
on Patients End Stage Renal Disease. https://doi.org/10.4108/eai.13-2-
2019.2286502
Septiwi, S, dkk. (2016). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi II jilid IV. Jakarta:
Interna publish
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2012). Brunner & Suddarth's textbook of medical-
surgical nursing. Philadelphia: JB Lippincott.
Sumantri, A. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (1st Ed.; Morodi & F.
Ekayanti, Eds.). Jakarta: Kencana, Prenada Medika Group.
Suwitra, K., 2014. Penyakit Ginjal Kronik. In: S. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, pp. 2159-65.
Suharyanto, Toto & Majid, Abdul. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM.
Sulistini, R. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fatigue pada Pasien yang
Menjalani Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 1, No.2 Juli,
75-82.
Victor Trismanjaya Hulu, T. Rohana Sinaga. (2019). Analisa Data Statistik
Parametrik Aplikasi Spss Dan Statcal (Sebuah Pengantar Untuk Kesehatan)
(1st Ed.). Jakarta: Yayasan Kita Menulis
Wagiran. (2019). Metodologi Penelitian Pendidikan (Teori Dan Implementasi)
(1st Ed.; I. Fatria Irayanti, Ed.). Yogyakarta: Cv Budi Utama.
Work Safe Victoria. Fatigue Prevention in The Workplace [Online]. 2010
Dari:http://www.workcover.nsw.gov.au/formspublications/publications/
Documents/fatigue_prevention_in_the_workplace_5581.pdf [15 Mei 2022].
Lampiran 1
FORMAT BIMBINGAN SKRIPSI
STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

Nama : Desi Hilmayenti


NIM : 201000414201090
Judul Proposal : Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat
Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Di RSU Mayjen H.A Thalib
Kota Sungai Penuh Tahun 2022.
Nama Pembimbing : Ns. Elfira Husna, M. Kep

Tanggal Bimbingan Materi Bimbingan Ttd Pembimbing


Lampiran 2

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Inisial :

Jenis kelamin :

Umur :

Alamat :

Saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden


dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudari Desi Hilmayenti,
mahasiswi Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi dengan judul
“Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSU Mayjen
H.A Thalib Kota Sungai Penuh Tahun 2022.”
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif

terhadap saya, sehingga segala informasi yang saya berikan adalah yang

sebenarnya dan kerahasiaannya akan dijaga. Demikian persetujuan ini saya

tanda tangani dengan suka rela tanpa ada paksaan pihak manapun.

Sungai Penuh, 2022


Responden

(……………………)
Lampiran 3
KUISIONER PENELITIAN

Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien Gagal


Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSU Mayjen H.A Thalib
Kota Sungai Penuh Tahun 2022 Identitas Umum

A. Identitas umum
Lengkapi jawaban sesuai yang diinstruksikan :
Inisial :
Umur :
Jenis kelamin :

B. Fatigue Assesment Scale atau Skala Pengukuran Kelelahan


Jawablah pertanyaan dibawah dengan memberikan tanda ceklist sesuai
dengan apa yang anda rasakan dilembar kuisioner yang telah disediakan.
Keterangan :
Tidak Pernah (1)
Kadang-Kadang (2)
Dirasakan Secara Teratur (3)
Sering Dialami (4)
Selalu Dialami (5)

No SPK 1 2 3 4 5
1. Saya sangat terganggu oleh rasa lelah yang saya
rasakan
2. Saya mudah merasa lelah
3. Saya tidak banyak melakukan kegiatan di siang
hari
4. Saya merasa memiliki energi yang cukup untuk
melakukan aktivitas harian saya
5. Secara fisik, saya merasa lelah
6. Saya merasa sulit untuk mulai mengerjakan
sesuatu
7. Saya merasa kesulitan untuk berpikir secara
jernih
8. Saya merasa malas untuk melakukan berbagai
kegiatan
9. Secara mental saya merasa lelah
10. Ketika saya sedang melakukan kegiatan, saya
dengan mudah berkonsentrasi penuh

Skor total berkisar antara 10 hingga 50. Skor FAS total <22 menunjukkan tidak
ada kelelahan, skor >22 menunjukkan kelelahan (World Association
for Sarcoidosis and Other Granulomatous Disorders (WASOG), 2021).
Lampiran 4 SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
BREATHING EXERCISE

Pengertian Kombinasi dari latihan pernafasan dengan latihan fisik yang

berguna untuk memelihara dan meningkatkan kebugaran.

Tujuan Untuk mengurangi atau menghilangkan kelelahan.

Kebijakan Dilakukan pada klien dengan CKD

Persiapan Ruangan yang nyaman

Prosedur Tahap pra interaksi :

1. Membaca status klien

2. Mencuci tangan

Orientasi :

1. Salam : Memberi salam sesuai waktu

2. Memperkenalkan diri.

3. Validasi kondisi klien saat ini. Menanyakan kondisi klien dan

kesiapan klien untuk melakukan kegiatan sesuai kontrak

sebelumnya

4. Menjaga privasi klien

5. Kontrak. Menyampaiakan tujuan dan menyepakati waktu dan

tempat dilakukannya kegiatan

Kerja :

1. Mengatur pernapasan Latihan pernapasan ini adalah untuk

melatih pernapasan normal

 Duduk di bed / kursi dengan posisi tubuh yang tegak dan


sandaran kursi yang stabil. Letakkan tanga di atas perut.

 Menarik napas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru

dengan udara melalui hitungan 1,2,3.

 Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil

merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks

 Anjurkan bernapas dengan irama normal 3 kali.

 Menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan

melalui mulut secara perlahan-lahan

 Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks.

2. Kontrol pernapasan saat beraktivitas

Latihan pernapasan ini akan membuat aktivitas dapat dilakukan

dalam jangka waktu yang lebih panjang.

 Menarik napas dan hembuskan napas dari mulut (jika

diperlukan)

 Upayakan mengatur napas saat berjalan

 Menarik napas dalam 2 langkah dan hembuskan napas juga

dalam 2 langkah

 Ulangi pola tersebut hingga menemukan ritme napas yang

sesuai.

3. Memberikan pujian saat pasien bisa melakukannya.

4. Memotivasi pasien untuk melatih sesering mungkin.

5. Sikap terapeutik : tersenyum, bicara sopan dan lembut

Terminasi :

1. Evaluasi hasil: kemampuan pasien untuk melakukan teknik ini


2. Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan umpan

balik dari terapi yang dilakukan.

3. Tindak lanjut: menjadwalkan latihan breathing exercise

4. Kontrak: topik, waktu, tempat untuk kegiatan selanjutnya

Dokumentasi :

1. Mencatat waktu pelaksanaan tindakan

2. Mencatat perasaan dan respon pasien setelah diberikan tindakan

Hendro (2019)

Catatan :

Tindakan breathing exercise diberikan pada klien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa dilakukan selama 2 kali seminggu, selama 2 minggu,

dengan durasi 15 menit setiap tindakan (Syafruddin, 2019).


Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Kelompok Intervensi
Tingkat Fatigue Pretest Tingkat Fatigue Posttest
Kod Ins.
Umur Pendidikan Skor KTG 1 Skor KTG
e Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
Tidak Ada
1 Ny.M 55 SMA Ada Kelelahan
3 5 3 3 4 4 3 2 4 4 35 1 2 1 3 3 1 2 1 1 1 16 Kelelahan
Tidak Ada
2 Tn. K 50 SMP Ada Kelelahan
3 4 2 2 3 4 5 2 4 5 34 1 2 2 3 1 3 2 2 1 1 18 Kelelahan
Tidak Ada
3 Ny. A 53 SMA Ada Kelelahan
3 2 4 2 5 4 2 3 3 4 32 2 2 3 2 2 1 3 1 1 1 18 Kelelahan
Tidak Ada
4 Ny. Y 63 SMA Ada Kelelahan
2 5 2 3 4 3 4 2 2 4 31 1 1 3 2 1 1 1 1 1 2 14 Kelelahan
Tidak Ada
5 Tn. A 61 SMP Ada Kelelahan
4 2 3 2 5 2 4 3 2 3 30 1 3 1 2 2 3 1 2 2 1 18 Kelelahan
Tidak Ada
6 Tn. N 59 Perguruan Tinggi Ada Kelelahan
2 5 4 2 4 2 2 4 2 2 29 2 1 1 2 1 2 3 1 1 2 16 Kelelahan
Tidak Ada
7 Ny. L 50 Perguruan Tinggi Ada Kelelahan
5 2 5 3 2 2 4 3 4 2 32 1 1 3 1 3 3 1 1 1 1 16 Kelelahan
Tidak Ada
8 Tn. A 54 SMA Ada Kelelahan
2 3 4 2 5 2 4 2 3 2 29 1 2 2 3 1 2 1 3 1 1 17 Kelelahan
Tidak Ada
Mean 31,50 Ada kelelahan 16,63
Kelelahan

Kelompok Kontrol
Tingkat Fatigue Pretest Tingkat Fatigue Posttest
Kod Ins.
Umur Pendidikan Skor KTG 1 Skor KTG
e Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
1 Tn. C 57 SMP 2 3 3 5 4 4 3 3 4 4 35 Ada Kelelahan 4 4 4 4 4 4 3 5 4 4 40 Ada Kelelaha
2 Tn. B 59 SMA 5 4 5 2 5 3 2 3 4 2 35 Ada Kelelahan 3 5 3 4 3 3 3 3 4 5 36 Ada Kelelaha
3 Ny. A 55 SMP 4 5 3 3 4 5 4 3 4 4 39 Ada Kelelahan 3 3 3 4 4 5 5 5 3 4 39 Ada Kelelaha
4 Tn. A 53 Perguruan Tinggi 4 4 2 3 3 3 2 3 5 4 33 Ada Kelelahan 5 3 5 3 3 3 2 5 3 4 36 Ada Kelelaha
5 Tn. S 63 SMA 2 2 3 4 4 2 5 3 2 3 30 Ada Kelelahan 4 4 3 5 2 5 3 3 3 3 35 Ada Kelelaha
6 Tn. Z 50 SMP 5 4 4 2 3 3 4 2 2 2 31 Ada Kelelahan 4 2 4 5 3 3 2 5 2 3 33 Ada Kelelaha
7 Ny. P 52 SMA 2 2 5 3 4 5 3 5 2 2 33 Ada Kelelahan 3 2 5 3 3 3 3 3 2 5 32 Ada Kelelaha
8 Tn. D 61 SMP 2 3 4 5 3 2 2 3 4 2 30 Ada Kelelahan 4 3 2 3 3 4 2 5 3 5 34 Ada Kelelaha
Mean 25,8 Ada kelelahan 27,5 Ada
kelelahan
Lampiran 8

Keterangan Master Tabel

A. Kelompok perlakuan

Berdasarkan master tabel dapat dilihat Sebelum diterapkan intervensi breathing

exercise pada kelompok perlakuan rata-rata nilai tingkat fatigue pasien adalah 31,5

yang artinya ada kelelahan. Kemudian setelah diterapkan intervensi breathing

exercise pada kelompok perlakuan rata-rata nilai tingkat fatigue pasien adalah 16,63

yang artinya tidak ada kelelahan pada kelompok perlakuan yang menjalani

hemodialisa. Semua responden kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi

breathing exercise sudah tidak ada lagi kelelahan atau fatigue.

B. Kelompok Kontrol

Berdasarkan master tabel dapat dilihat rata-rata nilai tingkat fatigue I (Pretest)

pasien adalah 25,88 yang artinya ada kelelahan. Kemudian rata-rata nilai tingkat

fatigue II (Postest) pasien adalah 27,25 yang artinya masih ada kelelahan pada

kelompok kontrol yang menjalani hemodialisa baik pada saat pretest maupun

posttest.
Lampiran 9

HASIL BREATHING EXERCISE

1. KELOMPOK PERLAKUAN

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

BreathingExercisePretest 8 100,0% 0 ,0% 8 100,0%


BreathingExercisePostest 8 100,0% 0 ,0% 8 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

BreathingExercisePretest Mean 31,50 ,779

95% Confidence Interval for Lower Bound 29,66


Mean Upper Bound 33,34

5% Trimmed Mean 31,44

Median 31,50

Variance 4,857

Std. Deviation 2,204

Minimum 29

Maximum 35

Range 6

Interquartile Range 4

Skewness ,427 ,752

Kurtosis -,940 1,481


BreathingExercisePostest Mean 16,63 ,498

95% Confidence Interval for Lower Bound 15,45


Mean Upper Bound 17,80

5% Trimmed Mean 16,69

Median 16,50

Variance 1,982

Std. Deviation 1,408

Minimum 14

Maximum 18

Range 4
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

BreathingExercisePretest 8 100,0% 0 ,0% 8 100,0%

Interquartile Range 2

Skewness -,749 ,752

Kurtosis ,221 1,481

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

BreathingExercisePretest ,160 8 ,200* ,928 8 ,502


BreathingExercisePostest ,211 8 ,200 *
,863 8 ,127

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 BreathingExercisePretest 31,50 8 2,204 ,779

BreathingExercisePostest 16,63 8 1,408 ,498

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BreathingExercisePretest & 8 ,069 ,871


BreathingExercisePostest

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the

Std. Std. Error Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 BreathingExercisePretest - 14,875 2,532 ,895 12,758 16,992 16,617 7 ,000


BreathingExercisePostest
2. KELOMPOK KONTROL

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

TingkatFatigue1 8 100,0% 0 ,0% 8 100,0%


TingkatFatigue2 8 100,0% 0 ,0% 8 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

TingkatFatigue1 Mean 25,88 ,639

95% Confidence Interval for Lower Bound 24,36


Mean Upper Bound 27,39

5% Trimmed Mean 25,92

Median 26,00

Variance 3,268

Std. Deviation 1,808

Minimum 23

Maximum 28

Range 5

Interquartile Range 4

Skewness -,336 ,752

Kurtosis -,930 1,481


TingkatFatigue2 Mean 27,25 ,840

95% Confidence Interval for Lower Bound 25,26


Mean Upper Bound 29,24

5% Trimmed Mean 27,11

Median 26,50

Variance 5,643
Std. Deviation 2,375

Minimum 25

Maximum 32

Range 7

Interquartile Range 4

Skewness 1,226 ,752

Kurtosis 1,290 1,481

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

TingkatFatigue1 ,153 8 ,200 *


,941 8 ,626
TingkatFatigue2 ,201 8 ,200 *
,883 8 ,203

a. Lilliefors Significance Correction


*. This is a lower bound of the true significance.

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 TingkatFatigue1 25,88 8 1,808 ,639

TingkatFatigue2 27,25 8 2,375 ,840

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.

Pair 1 TingkatFatigue1 & 8 ,341 ,408


TingkatFatigue2
Paired Samples Test

Paired Differences

M 95% Confidence Interval


e of the Difference
a
n Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper T Df Sig. (2-tailed)

Pair 1 TingkatFatigue1 - - 2,446 ,865 -3,420 ,670 -1,590 7 ,156


TingkatFatigue2 1
,
3
7
5
Lampiran 10

DOKUMENTASI PENELITIAN
Lampiran 11

GANCHART KEGIATAN SKRIPSI

Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Tingkat Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Hemodialisis Di RSU Mayjen H.A Thalib
Kota Sungai Penuh Tahun 2022.

No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus September


1 Pengajuan Judul Proposal
2 ACC Judul Proposal
3 Pengambilan Data Awal
4 Konsul BAB I-IV Beserta lampiran
5 Seminar Proposal
6 Perbaikan Proposal
7 Penelitian
8 Konsultasi Skripsi
9 Sidang Skripsi
10 Perbaikan Skripsi
11 Pengumpulan Skripsi

Pembimbing Peneliti

(Ns. Elfira Husna, M. Kep) (Desi Hilmayenti)

Anda mungkin juga menyukai