Anda di halaman 1dari 5

Notulensi

Pajak Penghasilan
Perpajakan 1

Kelompok 12 R-009

Presentasi pada: Senin, 16 Mei 2022

Moderator: Mezelia Clarinda Laksono Putri (C1C021049)

Notulen: Tasya Safitri (C1C021047)

Anggota:

1. Prabu Ikhlas (C1C021043): Presentator ke-3


2. Ivan Leonardo (C1C021045): Presentator ke-4
3. Tasya Safitri (C1C021047): Presentator ke-1
4. Mezelia Clarinda Laksono Putri (C1C021049): Presentator ke-2

Berikut ini adalah daftar pertanyaan pada diskusi Kelompok 12:

Kelompok 13

1. Penanya: Oktavia Dwi Lestari (C1C021022)

Penjawab: Ivan Leonardo (C1C021045)

Pertanyaan: Apakah penghasilan yang diterima atau diperoleh pekerja


Indonesia di luar negeri dikenakan pajak di Indonesia?

Jawaban: Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PMK 192/2018,
diketahui penghasilan dari luar negeri akan dikenakan PPh di Indonesia.
PPh yang dibayarkan atas penghasilan dari luar negeri tersebut dapat
dikreditkan di Indonesia.
2. Penanya: Tri Karisma Ana Kurniati (C1C021054)

Penjawab: Mezelia Clarinda Laksono Putri (C1C021049)

Pertanyaan: Bagaimana cara membayar pajak yang terutang pada suatu


tahun pajak?

Jawaban: Pembayaran/penyetoran pajak secara manual dengan datang


langsung ke lewat loket/teller kantor pos atau ATM/teller bank persepsi
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Sedangkan pembayaran pajak
secara daring adalah melalui online banking.

3. Penanya: Rila Yunita (C1C021056)

Penjawab: Ivan Leonardo (C1C021045)

Pertanyaan: Mengapa penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan


Pasal 4 Ayat (2) tidak dapat diperhitungkan kembali pada saat
melaporkan SPT PPh Tahunan?

Jawaban: Hal tersebut dikarenakan PPh pasal 4 ayat 2 ini merupakan


PPh yang bersifat final, yang artinya pemotongan pajaknya hanya sekali
dalam satu masa pajak atau pada saat transaksi. Hal tersebut dilakukan
dengan berbagai pertimbangan yang ada yaitu agar mendapat kemudahan,
kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan
pertimbangan lainnya.

Kelompok 14

1. Penanya: Elsa Riani Simbolon (C1C021053)

Penjawab: Tasya Safitri (C1C021047)

Pertanyaan: Pada makalah telah dijelaskan Berdasarkan Undang-Undang


Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar
Negeri, apakah terdapat perbedaan pengenaan pajak penghasilan antar
kedua subjek tersebut? Jelaskan.

Jawaban: Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri

Secara garis besarnya, perbedaan subjek pajak dalam negeri dan luar
negeri adalah sebagai berikut:

▪ Subjek pajak dalam negeri akan dikenakan pajak untuk setiap aktivitas
ekonomi yang dilakukan di Indonesia sementara subjek pajak luar
negeri hanya akan dikenakan pajak atas penghasilan yang didapat dari
Indonesia.
▪ Pengenaan pajak penghasilan bagi subjek pajak dalam negeri akan
dikenakan sesuai penghasilan neto sedangkan pengenaan pajak
penghasilan subjek luar negeri akan dikenakan sesuai penghasilan
bruto.
▪ Subjek pajak dalam negeri wajib melaporkan SPT atau Surat
Pemberitahuan Tahunan mengenai pajak penghasilan yang diperoleh
selama satu tahun pajak dan untuk subjek pajak luar negeri mereka
tidak perlu menyampaikan SPT dikarenakan pemotongan pajak yang
mereka terima sudah bersifat final.

2. Penanya: Janil Irawan (C1C021055)

Penjawab: Prabu Ikhlas (C1C021043)

Pertanyaan: Perhitungan pajak kurang dibayar oleh WP pada PPh Pasal


29 harus dilunasi paling lama 31 Maret, jika tahun buku dan tahun
kalender sama. Jelaskan lebih lanjut apa itu tahun buku dan tahun
kelender di penghitungan pajak kurang bayar?

Jawaban: Sebagaimana kita ketahui tahun buku adalah tahun pembukuan


Wajib Pajak biasanya menggunakan tahun buku yang sama dengan tahun
kalender (tahun takwim) yaitu Januari – Desember, namun tidak sedikit
juga Wajib Pajak yang tahun bukunya berbeda misalkan April – Maret,
Juli – Juni, dll. Sementara Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu)
tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun kalender. Apabila Wajib Pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, penyebutan Tahun
Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk
6 (enam) bulan pertama atau lebih. Misalkan untuk tahun buku 1 Juli
2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah Tahun Pajak 2008 atau tahun
buku 1 Oktober 2008 sampai dengan 30 September 2009 adalah Tahun
Pajak 2009. Berdasarkan definisi ini dapat kita simpulkan bahwa Tahun
Pajak adalah mengikuti Tahun Buku Wajib Pajak.

3. Penanya: Cherlita Anjani (C1C021057)

Penjawab: Tasya Safitri (C1C021047)

Pertanyaan: Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sering terjadi


kesalahan dalam perhitungan PPh?

Jawaban: Dalam melakukan perhitungan PPh secara umum ada dua


faktor yang harus dihitung yaitu faktor subjektif dan objektif. Yang
termasuk dalam faktor subjektif adalah kepemilikan NPWP, status PTKP,
jumlah tanggungan, masa kerja, dan lain sebagainya. Sedangkan yang
termasuk dalam faktor objektif yaitu penghasilan teratur atau tidak
teratur.

Setiap perusahaan memiliki situasinya sendiri terhadap faktor-faktor


tersebut sehingga sering terjadi kesalahan perhitungan pajak penghasilan,
antara lain adalah:

▪ Ada elemen penghasilan yang tidak dipotong pajaknya

Banyak perusahaan yang tidak melakukan perhitungan PPh 21


terhadap penghasilan tidak teratur yang diterima oleh karyawan. Yang
termasuk dalam penghasilan tidak teratur misalnya adalah THR, jasa
produksi, insentif atau bonus penjualan, uang lembur, gratifikasi,
maupun imbalan apapun yang diberikan selain penghasilan yang
teratur.

▪ Kesalahan dalam menentukan status PTKP

Kesalahan lain yang cukup banyak dilakukan perusahaan dalam


melakukan perhitungan PPh 21 terhadap karyawannya adalah
kesalahan dalam menentukan PTKP.

PTKP adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak di mana perhitungannya


sesuai dengan status dari karyawan wajib pajak. Perhitungan PTKP
untuk karyawan yang sudah kawin, dengan yang belum kawin, dan
juga dengan yang memiliki tanggungan keluarga maksimal sebanyak 3
orang memiliki perhitungan yang berbeda. Karena perbedaan-
perbedaan inilah maka kesalahan perhitungan kerap terjadi. Padahal
kesalahan perhitungan PTKP bisa merugikan karyawan karena take
home pay yang diberikan kurang dari yang seharusnya, atau
merugikan perusahaan karena kelebihan bayar.

Anda mungkin juga menyukai