Anda di halaman 1dari 11

PENGADILAN AGAMA TANGERANG

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA TANGERANG


NOMOR : W27-A3/5438/HK.05/X/2015

TENTANG
STANDAR PELAYANAN PERADILAN
PADA PENGADILAN AGAMA TANGERANG

KETUA PENGADILAN AGAMA TANGERANG

Menimbang : a. Bahwa fungsi dan peranan Pengadilan adalah membantu pencari keadilan dan
berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya
peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan;
b. Bahwa untuk membantu para pencari keadilan sebagaimana tersebut pada butir (a)
diatas, pelayanan menjadi unsur yang sangat penting dan vital;
c. Bahwa sehubungan dengan butir (b) diatas perlu dibuat ketentuan- ketentuan yang
berkaitan dengan pelayanan bagi masyarakat yang berperkara di Pengadilan Agama
Tangerang, dengan berpedoman pada segala ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya;
d. Bahwa untuk hal-hal sebagaimana dimaksud dalam butir (a), (b), dan (c) diatas
perlu ditetapkan suatu keputusan Ketua Pengadilan Agama Tangerang Tentang
Standar Pelayanan Peradilan pada Pengadilan Agama Tangerang;

Mengingat : 1. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR);


2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;
3. Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa;
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
8. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006 tentang Pemberlakuan Buku I, II, dan
III tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan;
9. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan;
10. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Memperhatikan : Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor :
026/KMA/SK/II/2012 Tentang Standar Pelayanan Peradilan.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA TANGERANG TENTANG STANDAR


PELAYANAN PERADILAN DI PENGADILAN AGAMA TANGERANG

KESATU : Menetapkan standar pelayanan peradilan pada Pengadilan Agama Tangerang


sebagaimana terlampir pada surat keputusan ini;

KEDUA : Memerintahkan kepada seluruh aparatur Pengadilan Agama Tangerang untuk


melaksanakan keputusan ini dengan penuh tanggung jawab;

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila ada
kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Tangerang
Pada tanggal : 2 Oktober 2015
Ketua Pengadilan Agama Tangerang,

TTD

Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H.


NIP. 19630705.198903.2.004

Tembusan :
1. Yth. Sekretaris Mahkamah Agung RI;
2. Yth. Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI;
3. Yth. Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI;
4. Yth. Ketua Pengadilan Tinggi Agama Banten;
5. Yang bersangkutan untuk dilaksanakan.
Lampiran Keputusan Ketua Pengadilan Agama Tangerang
Nomor : W27-A3/5438 /HK.05/X/2015
Tanggal : 2 Oktober 2015

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :


1. Pengadilan adalah Pengadilan AgamaTangerang selaku Pengadilan Tingkat Pertama.
2. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan adalah ukuran baku dalam penyelenggaraan pelayanan yang
wajib ditaati oleh pemberi dan/atau penerima layanan di Pengadilan.
3. Pengadilan Tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi Agama Banten.
4. Para pihak adalah pencari keadilan, terdiri dari Penggugat/Pemohon dan Tergugat/ Termohon.
5. Majelis Hakim adalah hakim-hakim yang ditetapkan Ketua Pengadilan dalam Penetapan Majelis Hakim
(PMH) untuk memeriksa dan memutus perkara.
6. Panitera Pengganti disebut juga Panitera Sidang adalah jabatan fungsional dalam penanganan perkara yang
bertugas mendampingi majelis hakim dalam pemeriksaan perkara dan mencatat segala hal ihwal dalam
persidangan.
7. Jurusita/Jurusita Pengganti adalah jabatan fungsional dalam penanganan perkara yang bertugas melaksanakan
perintah Hakim Ketua Majelis atau Ketua Pengadilan dalam kaitannya dengan penanganan perkara.
8. Penetapan Hari Sidang (PHS) adalah penetapan hari, tanggal dan waktu penyelengaraan sidang yang dibuat
Hakim Ketua Majelis.
9. SKUM (surat Kuasa Untuk Membayar) adalah kuitansi yang dikeluarkan Pengadilan berisikan jumlah uang
yang harus dibayar Penggugat/Pemohon ke Kasir dalam kaitan dengan perkara.
10. Minutasi adalah pemberkasan/pengaslian berkas perkara yang telah diputus.
11. Arsip terdiri dari arsip aktif dan arsip tidak aktif.
12. Pengarsipan adalah penyimpanan berkas perkara yang sudah tidak aktif dalam ruang arsip.
13. Bank adalah Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Tangerang.
14. Penyitaan adalah tindakan hukum menempatkan objek perkara kepada keadaan status quo.
15. Sita Jaminan adalah menyita barang milik Tergugat (ConserXatoir Beslag) atau barang milik Penggugat yang
berada dalam penguasaan Tergugat (ReXindicatoir Beslag) ataupun barang milik bersama/harta bersama
(maritale beslag) agar barang-barang tersebut tidak digelapkan/ dipindahtangankan selama masa proses
persidangan.
16. Sita eksekusi (executorial beslag) adalah tindakan menyita guna melakukan pelelangan atas benda milik
Tergugat guna memenuhi putusan pengadilan yang menghukum Tergugat membayar sejumlah uang.
17. Eksekusi adalah pelaksanaan isi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
18. Teknologi Informasi (TI) adalah otomatisasi berdasarkan sistem komputerisasi/sistem digital lainnya dalam hal
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan menganalisis dan/atau menyebarkan
informasi.

BAB II
PENERIMAAN PERKARA
Pasal 2

Tahapan Pendaftaran Perkara :


1. Prosedur penerimaan perkara dilakukan berdasarkan sistem meja.
2. Penerimaan perkara dilakukan oleh Petugas Meja I di bawah koordinasi Panitera Muda
Gugatan/Permohonan.
3. Pihak yang akan mengajukan perkara (Penggugat/Pemohon) datang menghadap langsung Petugas Meja I
untuk menyerahkan surat gugatan/permohonan dalam jumlah 4 (empat) rangkap ditambah jumlah pihak
berperkara.
4. Petugas Meja I wajib memperhatikan kelengkapan syarat formil dan materil gugatan/ permohonan yang
diajukan pihak.
5. Petugas Meja I menaksir panjar biaya perkara selanjutnya menuangkannya dalam lembaran Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM) panjar biaya perkara.
6. Besarnya panjar biaya perkara dihitung sesuai dengan Keputusan Ketua Pengadilan AgamaTangerang Tentang
Panjar Biaya Perkara Pada Pengadilan AgamaTangerang.
7. Penggugat/Pemohon membawa dan menyerahkan surat gugatan/permohonan beserta lembaran SKUM
kepada Kasir.
8. Penggugat/Pemohon menyetorkan biaya perkara ke BTN Cabang Tangerang dengan Nomor Rekening 00043-
01-01-30-000732-0 an. RPL 127 PA Tangerang, Penampungan Biaya Perkara Pengadilan Agama Tangerang,
selanjutnya resi (bukti setor) diserahkan kembali kepada Kasir.
9. Kasir memberi penomoran, penanggalan sesuai tertera pada surat gugatan/permohonan dan menandatangani
serta memberikan cap Lunas pada SKUM kemudian menyerahkan 1 (satu) rangkap surat gugatan/
permohonan dan Lembar pertama SKUM kepada Penggugat/Pemohon.
10. Pelayanan penerimaan perkara dilakukan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) menit.

Pasal 3

1. Penggugat/Pemohon yang tidak dapat membuat surat gugatan/permohonan dapat meminta bantuan pada Pos
Bantuan Hukum Pengadilan AgamaTangerang.
2. Penggugat/Pemohon yang tidak dapat membaca dan/atau menulis, Ketua Pengadilan atau Hakim yang
ditunjuk Ketua Pengadilan dapat membuat catatan gugatan/permohonan.
3. Pelayanan penerimaan perkara bagi pihak yang memohon bantuan pembuatan surat gugatan/ permohonan
atau pencatatan gugatan/permohonan dilakukan selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) menit.

Pasal 4
Berperkara Secara Cuma-Cuma (Prodeo)
1. Penggugat/Pemohon yang miskin dan tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara
secara cuma-cuma (prodeo) yang diajukan bersamaan dengan pengajuan gugatan/permohonan;
2. Dalam mengajukan permohonan berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) Penggugat/ Pemohon harus
melengkapinya dengan Asli Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa tempat tinggal Penggugat/Pemohon yang
diketahui Camat dan telah dinazegelen Kantor Pos atau Fotocopy Kartu Tanda Penduduk Miskin atau
sejenisnya yang telah dinazegelen oleh Kantor Pos dan menunjukkan asli Kartu Tanda Miskin dalam
persidangan;
3. Para pihak yang beracara secara cuma-cuma (prodeo) mendapatkan pelayanan yang sama, tanpa dibeda-
bedakan.

Pasal 5
1. Petugas Meja II bertugas mencatat data-data perkara yang telah diberi nomor register ke dalam register
perkara.
2. Data-data tentang jalannya persidangan dicatat dalam register perkara oleh Petugas Meja II berdasarkan
instrumen yang tersedia.
3. Pencatatan dalam register perkara dilakukan pada hari bersangkutan.

BAB III
PENUGASAN PANITERA SIDANG DAN JURUSITA/ JURUSITA PENGGANTI
Pasal 6

Penugasan Panitera Sidang


1. Penugasan Panitera Pengganti sebagai Panitera sidang untuk membantu Majelis Hakim dalam menangani
perkara dibuat oleh Panitera selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah perkara didaftar.
2. Panitera sidang membantu Majelis Hakim dalam persidangan.
3. Panitera sidang harus melaporkan hari sidang pertama, penundaan sidang beserta alasannya dan perkara putus
kepada petugas Meja II untuk dilakukan pencatatan dengan menggunakan lembaran instrument yang
ditandatangani Hakim Ketua Majelis.
Pasal 7
Penugasan Jurusita/Jurusita Pengganti
1. Panitera menugaskan Jurusita/Jurusita Pengganti untuk melaksanakan pemanggilan / pemberitahuan kepada
pihak yang berperkara.
2. Jurusita/Jurusita Pengganti melaksanakan tugas tersebut pada hari kerja dimulai jam 08.30 WIB.
3. Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil para pihak selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah PHS atau
1(satu) hari setelah penundaan sidang untuk panggilan sidang lanjutan.
4. Dalam melaksanakan tugas tersebut Jurusita/Jurusita Pengganti bertanggup jawab kepada Ketua Majelis
Hakim.

BAB IX
PENETAPAN MAJELIS HAKIM (PMH) DAN PENENTAPAN HARI SIDANG (PHS)
Pasal 8

Penetapan Majelis Hakim (PMH)


1. Ketua Pengadilan menetapkan susunan Majelis Hakim dalam tingkat pertama selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari kerja setelah pendaftaran perkara.
2. Penetapan Majelis Hakim ditentukan dengan mempertimbangkan jumlah sisa perkara yang sedang ditangani
masing-masing Majelis Hakim.

Pasal 9
Penetapan Hari Sidang (PHS)
1. Hakim Ketua Majelis membuat Penetapan Hari Sidang selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah
Penetapan Majelis Hakim.
2. Dalam menentukan sidang pertama, Hakim Ketua Majelis bermusyawarah dengan para Hakim Anggota
Majelis.
3. Hari/tanggal sidang pertama ditetapkan dengan mempertimbangkan asas ”cepat” dan jarak jauh/dekatnya
domisili pihak-pihak berperkara dengan tempat pelaksanaan sidang.
4. Pelaksanaan sidang pertama dilaksanakan dengan :
a. Pihak-pihak yang berdomisili di wilayah kompetensi relatif Pengadilan Agama Tangerang dilaksanakan
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah pendaftaran perkara.
b. Pihak-pihak yang berdomisili di luar wilayah kompetensi relatif Pengadilan Agama Tangerang, baik masih
dalam wilayah Pengadilan Tinggi Agama maupun di luar kewenangan relatif Pengadilan Tinggi Agama,
dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pendaftaran perkara.
c. Pihak-pihak yang berdomisili di luar negeri dilaksanakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sejak
tanggal pendaftaran perkara.
d. Pihak-pihak yang tidak diketahui alamatnya di Indonesia dalam perkara perceraian dilaksanakan
sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan setelah pengumuman pertama atau 3 (tiga) bulan setelah
pengumuman kedua.
e. Pihak-pihak yang tidak diketahui alamatnya di Indonesia dalam perkara selain perceraian dilaksanakan
sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sejak diumumkan pada Papan Pengumuman Kantor Walikota
Tangerang bagi pihak yang terakhir terdaftar sebagai penduduk Kota Tangerang.

BAB X
PANGGILAN PARA PIHAK
Pasal 10

1. Pemanggilan para pihak yang berdomisili di yurisdiksi Pengadilan dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti
di tempat yang dipanggil dengan jarak pemanggilan dan hari sidang sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari untuk
perkara perceraian dan 3 (tiga) hari kerja untuk perkara selain perceraian.
2. Apabila yang dipanggil tidak berada ditemui di alamat yang ditunjuk dalam gugatan/ permohonan, surat
panggilan disampaikan melalui Lurah/Kepada Desa atau Sekretarisnya dengan menterakan nama dan
tandatangan penerima serta diberi cap (stempel) jabatannya.
3. Surat panggilan sidang pertama kepada Tergugat/Termohon dilampiri dengan surat gugatan atau permohonan.
4. Pemanggilan pihak yang berdomisili di luar kompetensi relatif Pengadilan AgamaTangerang didelegasikan
kepada Pengadilan Agama tempat domisili para pihak.
5. Pemanggilan pihak yang berada di luar negeri dikirim melalui Departemen Luar Negeri cq. Direktorat
Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri yang tembusannya disampaikan kepada Kedutaan
Besar/Konsul Republik Indonesia di Negara tempat pihak berada.
6. Pemanggilan pihak yang tidak diketahui alamatnya di Indonesia dilaksanakan melalui Radio “STAR FM
Tangerang” sebanyak dua kali, jarak pemanggilan pertama dengan pemanggilan kedua satu bulan dan jarak
pemanggilan kedua dengan hari sidang sekurang- kurangnya tiga bulan.
7. Pemanggilan terhadap orang yang telah meninggal dunia disampaikan kepada ahli warisnya dengan
ketentuan:
a. Jika ahli waris yang bersangkutan dikenal, panggilan disampaikan kepada ahli waris tanpa menyebutkan
nama dan alamat ahli waris satu persatu.
b. Jika ahli waris tidak dikenal, panggilan disampaikan melalui Lurah/Kepala Desa di tempat tinggal terakhir
Pewaris untuk diteruskan kepada ahli waris;
c. Jika Lurah/Kepala Desa tidak mengetahui/tidak mengenal ahli waris, panggilan dikembalikan kepada
Jurusita/Jurusita Pengganti dengan melampirkan surat keterangan Lurah/Kepala Desa yang menerangkan
tidak mengenal/tidak mengetahui ahli waris yang bersangkutan guna ditempuh dengan jalan panggilan
umum.
8. Pemanggilan yang tidak sah disebabkan kesalahan Jurusita/Jurusita Pengganti, maka Jurusita/Jurusita
Pengganti yang bersangkutan dihukum untuk memanggil kembali tanpa diberikan biaya panggilan;
9. Jurusita/Jurusita Pengganti menyerahkan Relaas Panggilan yang telah dilaksanakan kepada Hakim Ketua
Majelis melalui Panitera Sidang perkara yang bersangkutan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal pelaksanaan sidang.

BAB XI
PERSIDANGAN
Pasal 11

1. Pengadilan mengumumkan daftar perkara yang akan disidangkan pada hari bersangkutan di papan Jadwal
Sidang dan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang di website Pengadilan.
2. Persidangan dilaksanakan hari Senin sampai dengan hari Kamis yang dimulai secepat-cepatnya pukul 09.00
WIB, pada hari yang bersangkutan dengan mempertimbangkan jauh dekat jarak kediaman pihak dengan
tempat persidangan.
3. Urutan persidangan dilakukan berdasarkan nomor antrean para pihak.
4. Apabila pada sidang pertama dalam perkara contentius (termasuk Verzet) dihadiri oleh kedua belah pihak,
Hakim mewajibkan kepada para pihak untuk melakukan mediasi.
5. Mekanisme/tata cara mediasi akan diatur dalam bab tersendiri.
6. Apabila salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama, maka Majelis Hakim dapat melanjutkan
pemeriksaan perkara hingga menjatuhkan putusan (Verstek).
7. Apabila dalam keadaan seperti ayat (6) di atas Majelis Hakim beranggapan perlu untuk memanggil pihak
kembali dengan menunda sidang, maka penundaan sidang dilakukan sesuai ketentuan tentang PHS, kecuali
terhadap perkara yang pihaknya berada di luar kewenangan relatif Pengadilan Tinggi.

Pasal 12

1. Persidangan suatu perkara diselesaikan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
pendaftaran perkara.
2. Jika waktu 6 (enam) bulan telah terlampaui sedangkan perkara belum diputus, maka Hakim Ketua Majelis
melalui Ketua Pengadilan membuat Laporan yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung RI berikut
alasan/penyebab perkara belum diputus.

Pasal 13
1. Berita Acara Persidangan
2. Panitera Sidang wajib membuat berita acara persidangan.
3. Pembuatan Berita Acara Persidangan dilaksanakan pada hari sidang bersangkutan atau selambat- lambatnya 1
(satu) hari setelah pelaksanaan sidang.
4. Ketua Majelis bertanggung jawab atas kebenaran Berita Acara Persidangan yang dibuat Panitera Sidang.
5. Berita Acara Persidangan ditanda tangani selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum sidang berikutnya.
BAB XII MEDIASI
Pasal 14

Prosedur Sebelum Mediasi


1. Pada Hari Sidang Pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak Hakim mewajibkan para pihak untuk
menempuh mediasi.
2. Kewajiban mediasi tetap melekat meskipun dalam sidang Verzet.
3. Hakim wajib menjelaskan tentang prosedur mediasi kepada para pihak.
4. Hakim Ketua Majelis berwenang menunjuk Hakim Mediator untuk menjalankan fungsi Mediator.
5. Untuk kepentingan mediasi, Hakim memberikan kesempatan dengan menunda sidang paling lama 40 (empat
puluh) hari kerja.

Pasal 15
Proses Mediasi
Mediator melaksanaan Mediasi kepada para pihak sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Ketua.

Pasal 16
Tempat Penyelenggaraan Mediasi.
1. Mediator tidak boleh menyelenggarakan Mediasi di luar Pengadilan.
2. Pelaksanaan mediasi tidak dikenakan biaya.

Pasal 17
Hasil Mediasi
1. Jika dikehendaki para pihak, dalam perkara yang menyangkut tentang “orang” dapat juga dibuat kesepakatan
tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan Mediator.
2. Jika mediasi diwakili oleh Kuasa Hukum para maka pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atau
kesepakatan yang dicapai.
3. Para pihak wajib menghadap kembali ke persidangan yang telah ditentukan untuk memberitahukan
kesepakatan perdamaian tersebut.
4. Atas kesepakatan perdamaian tersebut, Majelis hakim menganjurkan agar mencabut perkara.
5. Dalam sengketa menyangkut hukum “kebendaan” para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian
kepada Majelis Hakim untuk dikukuhkan dalam bentuk “Akta Perdamaian”.
6. Apabila para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta perdamaian
maka harus memuat klausula pencabutan Gugatan dan/atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai
dalam Surat Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani pihak-pihak dan Mediator.
7. Atas hasil mediasi gagal atau berhasil secara keseluruhan atau sebahagian berhasil dan sebagian gagal,
Mediator wajib membuat laporan tentang hasil mediasi yang diserahkan kepada Majelis Hakim.
8. Gagalnya mediasi tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan.

Pasal 18
Perdamaian pada tingkat Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali
1. Apabila terjadi kesepakatan tentang keinginan pihak-pihak melakukan perdamaian setelah proses perkara
berada pada tingkat Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali, pihak-pihak wajib mengirimkan kesepakatan
tertulis kepada tingkat Peradilan yang sedang memeriksa perkara melalui Pengadilan yang memeriksa pada
tingkat pertama.
2. Ketua Pengadilan yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi jika dalam proses
Banding, atau Ketua Mahkamah Agung jika proses memasuki tahap Kasasi ataupun Peninjauan Kembali
tentang kehendak para pihak untuk melakukan perdamaian.
3. Majelis Hakim Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali yang memeriksa perkara pihak-pihak wajib menunda
pemeriksaan perkara yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima
pemberitahuan tersebut.
4. Para pihak melalui Ketua Pengadilan dapat mengajukan Surat Kesepakatan Perdamaian kepada Majelis Hakim
Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali melalui Ketua Tingkat Peradilan yang bersangkutan untuk dikukuhkan
dalam Akta Perdamaian.
5. Akta Perdamaian ditanda tangani oleh Majelis Hakim Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Surat Kesepakatan Perdamaian diterima.
BAB XIII
PUTUSAN PENGADILAN
Pasal 19

1. Putusan Pengadilan dibacakan dalam sidang.


2. Putusan diambil berdasarkan hasil musyawarah Majelis Hakim.

Pasal 20
1. Majelis Hakim membacakan putusan yang telah jadi (dalam bentuk hard copy).
2. Dalam perkara Verstek, Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan dengan terlebih dahulu mempersiapkan
amar putusan.

Pasal 21
Pemberitahuan Amar Putusan
Bagi pihak yang tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan, Jurusita/Jurusita Pengganti menyampaikan
pemberitahuan amar putusan secara tertulis (relaas) selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak Putusan
Pengadilan dibacakan.

Pasal 22
Penyerahan Salinan Putusan
1. Pengadilan wajib menyerahkan Salinan Putusan kepada pihak-pihak.
2. Salinan putusan diserahkan apabila putusan telah ditandatangani oleh Majelis Hakim yang menyidangkan
serta panitera sidang yang mencatat jalan persidangan perkara tersebut.
3. Biaya pengambilan salinan putusan sesuai dengan tarif PNBP.

BAB IX
SIDANG IKRAR TALAK
Pasal 23

1. Terhadap putusan perkara Cerai Talak yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Hakim Ketua Majelis
menetapkan hari Sidang Ikrar Talak.
2. Penetapan hari Sidang Ikrar Talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja
setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Untuk kepentingan persidangan, hakim Ketua Majelis memerintahkan Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil
Pemohon dan Termohon sesuai ketentuan tentang Pemanggilan Pihak.
4. Jika Pemohon tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, Majelis Hakim menunda persidangan
hingga waktu yang akan ditentukan kemudian, dengan ketentuan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal Penetapan Hari Sidang Penyaksian Ikrar Talak sebagaimana ketentuan ayat (2) di atas.
5. Apabila masa waktu sebagaimana maksud ayat (4) di atas terlampaui, Ketua Pengadilan membuat Penetapan
Gugur yang menyatakan bahwa putusan perkara tersebut tidak lagi berkekuatan hukum.
6. Ketidakhadiran Termohon yang telah dipanggil secara sah, tidak mengakibatkan penundaan Sidang Ikrar
Talak.

BAB X
PENGEMBALIAN SISA PANJAR BIAYA PERKARA
Pasal 24

1. Pengadilan wajib mengembalikan sisa panjar melalui Kasir setelah semua biaya perkara dikeluarkan.
2. Pemberitahuan tentang panjar yang tersisa dilakukan oleh Ketua Majelis setelah putusan perkara diucapkan
dengan memberikan instrument kepada Pihak untuk di cek kepada kasir.
3. Dalam perkara selain cerai talak yang dihadiri kedua belah pihak dalam sidang pembacaan putusan, sisa panjar
dikembalikan pada hari bersangkutan.
4. Dalam perkara Cerai talak, sisa panjar dikembalikan setelah pelaksanaan sidang Ikrar Talak.
5. Apabila dalam sidang pembacaan putusan terdapat pihak yang tidak hadir, sisa panjar biaya perkara
dikembalikan setelah dikeluarkan biaya Pemberitahuan Isi Putusan.
6. Sisa panjar yang tidak diambil pihak Penggugat/Pemohon dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
putusan, akan diberitahukan melalui surat
7. Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan setelah surat pemberitahuan disampaikan, tetapi sisa panjar belum
diambil oleh Pihak maka akan disetor ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

BAB XI
MINUTASI PERKARA
Pasal 25
1. Minutasi perkara dilaksanakan oleh Panitera Sidang selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak
perkara diputus.
2. Berkas perkara yang telah diminutasi diserahkan kepada petugas Meja II untuk pencatatan tanggal minutasi.
3. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, berkas perkara yang telah diminutasi diserahkan kepada Meja III
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak tanggal minutasi untuk pengarsipan.
4. Panitera sidang yang tidak menyelesaikan minutasi hingga batas waktu yang ditentukan, akan diberi teguran
lisan oleh atasan yang bersangkutan.

BAB XII
PENERBITAN AKTA CERAI
Pasal 26
1. Dalam Perkara Cerai Talak, Akta Cerai diterbitkan pada hari sidang Ikrar Talak dilaksanakan.
2. Dalam perkara Cerai Gugat, Akta Cerai diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah
putusan berkekuatan hukum tetap.
3. Pihak-pihak yang mengambil Akta Cerai dikenakan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp.5.000,-
(lima ribu rupiah) yang akan disetor ke Kas Negara.

BAB XIII
UPAYA HUKUM
Pasal 27
1. Penerimaan perkara banding/kasasi/peninjauan kembali dilakukan oleh Petugas Meja I.
2. Pengiriman berkas Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Banten dan Kasasi atau Peninjauan Kembali ke
Mahkamah Agung dilakukan dengan ketentuan waktu:
a. Bagi para pihak yang berdomisili di wilayah kompetensi relatif Pengadilan AgamaTangerang, maka
pengiriman berkas dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) hari;
b. Jika para pihak atau salah satu pihak berdomisili di luar wilayah kompetensi relatif Pengadilan
AgamaTangerang, maka pengiriman berkas dilaksanakan sesuai dengan masa jadwal pemberitahuan
kepada pihak-pihak secara patut dan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
3. Putusan Banding/Kasasi/Peninjauan Kembali disampaikan oleh Jurusita/Jurusita Pengadilan selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak Pengadilan menerima pengiriman berkas dari Pengadilan
Tinggi/Mahkamah Agung.

BAB XI
EKSEKUSI
Pasal 28

1. Pengadilan melaksanakan eksekusi terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, apabila
ada pihak yang tidak melaksanakan putusan pengadilan, sedangkan pihak lainnya mengajukan permohonan
kasasi.
2. Pengadilan melaksanakan eksekusi apabila pihak-pihak tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela
setelah pengadilan memberikan peringatan (Aanmaning) sebanyak dua kali.

BAB XII
SITA
Pasal 29

1. Penggugat dapat mengajukan permohonan sita bersama –sama (menjadi satu) dengan surat gugatan, mengenai
pokok perkara.
2. Permohonan sita dapat juga diajukan tersendiri, selama proses perkara berlangsung atau sebelum ada esekusi.
3. Permohonan diajukan kepada pengadilan yang memeriksa perkara pada tingkat pertama.
4. Hakim/majelis akan mempertimbangkan permohonan sita tersebut dengan mengadakan pemeriksaan secara
insindentil mengenai kenbenaran fakta-fakta yang menimbulkan kekhawatiran itu sehingga diajukaanya
permohonan sita.
5. Atas perintah Hakim/Ketua majelis tersebut, panitera melalui jurusita memberitahukan kepada para pihak dan
kepala Desa setempat akan dilangsungkannya sita jaminan terhadap barang sengketa/jaminanpada hari,
tanggal, jam serta tempat yang telah ditetapkan, serta memerintahkan agar para pihak dan kepala desa
tersebut hadir dalam pelaksanaan sita jaminan yang telah ditetapkan itu.
6. Penyitaan dilakukan oleh panitera dan diubantu oleh 2 orangsaksi. Apabila panitera tersebut berhalangan
maka dapat ditunjuk pejabat atau pegawai lainnya oleh panitera.
7. Panitera memberitahukan penyitaan tersebut kepada pihak tersiat dan kepala desa/ lurah setempat.
8. Panitera melaporkan penyitaan tersebut kepada hakim/ketua Majelis yang memerintahkan siata tersebut
dengan menyerahkan berita acara tersita.
9. Majelis membacakan berita Acara Sita tersebut pada persidangan berikutnya dan menetapkan sah dan
berharganya penyitaan tersebut yang dicatat dalm Berita Acara Persidangan.
10. Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan akan dinyatakan sah dan berharga oleh hakim dalam Amar
putusannya. Apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus diperintahkan untuk
diangkat.
11. Pengangkatan sita dilakukan atas permohonan pihak yang bersangkutan.

BAB XIII
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
Pasal 30
Pengadilan melakukan Pengembangan Teknologi Informasi dalam bentuk:
1. Program otomatisasi pengelolaan administrasi perkara sejak penerimaan perkara sampai penyelesaiannya;
2. Program otomatisasi pengelolaan administrasi kesekretariatan, meliputi bidang kepegawaian, keuangan, dan
umum;
3. Program pengembangan website;
4. Program pengembangan layanan informasi digital dengan menggunakan electronic mail, short message
serXice (SMS), layar sentuh (touch screen), layar digital (digital screen) dan sarana informasi digital lainnya;
5. Program dokumentasi audio proses persidangan;
6. Program penerjemahan dokumen.

Pasal 31

Pengembangan teknologi informasi di Pengadilan sedapat mungkin dilakukan secara terintegrasi, terotomatisasi,
dan multi-pengguna (multi-user) sesuai dengan klasifikasi lingkup kerja. Apabila tidak dimungkinkan untuk itu,
maka dapat dilakukaan dengan prinsip pengguna indiXidual (standalone)

Pasal 32

1. Seluruh data-data perkara dimasukkan dalam sistem teknologi informasi oleh petugas sesuai dengan lingkup
tugas dan wewenangnya.
2. Pengadilan memberikan peluang kepada pencari keadilan dan/atau masyarakat untuk mengakses data-data
perkara maupun putusan/penetapan melalui media informasi yang tersedia sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

BAB XIX
UNIT PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN
Pasal 33

1. Pengadilan menyediakan unit pelayanan informasi dan pengaduan bagi pencari keadilan dan/atau pihak-
pihak lainnya yang membutuhkan informasi pengadilan.
2. Mekanisme dan tata cara kerja unit pelayanan informasi dan pengaduan sesuai aturan yang berlaku.
3. Khusus untuk kepentingan informasi publik melalui media massa, Pengadilan menyediakan unit kehumasan
yang bertindak mewakili Pengadilan.
BAB XIX
LAIN-LAIN
Pasal 34

Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur kemudian sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan Pengadilan.

Pasal 35

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal di tetapkan.

Ketua,

TTD

Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H.


NIP. 19630705 198903 2 004

Anda mungkin juga menyukai