Anda di halaman 1dari 101

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28

Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh

pelayanan kesehatan (1), kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara

bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan

kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat

diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya

rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat (2).

Penampilan fisik suatu rumah sakit merupakan hal yang sangat penting bagi

perkembangan suatu rumah sakit. Penampilan fisik termasuk bangunan, penataan

ruang, insfrakstruktur harus mendekati dengan indikator kenyamanan. Bangunan

yang indah, fungsional, efisien, dan bersih akan memberikan kesan yang positif bagi

seluruh pengguna rumah sakit, terutama pasien dan pengunjung rumah sakit, dimana

pada dasarnya akan berhubungan langsung dengan kualitas pelayanan medik yang

berlangsung. Bangunan yang baik tentunya akan memberikan tingkat kenyamanan


2

yang tinggi kepada pengguna fasilitas pelayanan di rumah sakit, sehingga akan

memberikan sumbangan pada proses penyembuhan pasien yang datang ke rumah

sakit tersebut (3).

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Salah satu

pelayanan rumah sakit yang dianggap terpenting adalah Intensive Care Unit (ICU)

danruang operasi. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan

bahwa persyaratan minimal bangunan rumah sakit diantaranya adalah harus memiliki

ruang operasi (4).

Ruang operasi adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf

dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan

fisiologis yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu

organ ataupun mempengaruhi organ lainnya, sehingga merupakan keadaan kritis yang

menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan ruang operasi oleh

karenamemerlukanpencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta

dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari

penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (5).

Salah satu kriteria pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan kesehatan di

ruang operasi, sehingga dapat dikatakan kualitas pelayanan ruang operasi merupakan

salah satu ujung tombak pemberian pelayanan kesehatan dari sebuah rumah sakit.

Oleh karena itu, pelayanan ruang operasi merupakan suatu unit integral dalam suatu
3

rumah sakit dimana pasien yang pernah dirawat di ruang operasi akan menjadikan hal

tersebut sebagai pengalaman besar baginya dan nantinya akan untuk memberikan

gambaran tentang bagaimana kualitas pelayanan yang ada di rumah sakit itu

sebenarnya (6).

Komponen pelayanan yang diberikan kepada ruang operasi terdiri atas

perlengkapan elektrikal dan mekanikal serta jenis perabotan dan jumlah. Kualitas

juga mempengaruhi terhadap kegiatan yang berlangsung di dalam ruangan tersebut.

Ada dua faktor penting, yaitu manusia sebagai pengguna dan bangunan beserta

komponen-komponennya sebagai lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan

manusia (7).

Bangunan ruang operasi harus menyediakan sarana penerimaan untuk

penatalaksanaan pasien, hal ini merupakan bagian dari perannya dalam pelayanan

kepada pasien. Penunjang dalam pemberian pelayanan pasien ruang operasi adalah

fasilitas dan kualitas dari gedung bangunan ruang operasi itu sendiri. Banyak rumah

sakit yang mengupayakan penampilan fisiknya sebagai salah satu unsur dalam

strategi pengembangan (8).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) F.L Tobing Kota Sibolga merupakan

rumah sakit milik Pemerintahan Daerah Kota Sibolga kelas B dengan kapasitas

tempat tidur 160 buah. Lokasi RSUD Kota Sibolga terletak di Jalan Dr. F.L. Tobing,

Nomor 35, Sibolga, dengan luas area 2 Ha. Pemakaian gedung RSUD F.L Tobing

Kota Sibolga dimulai sejak tahun 1992 (9).

Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing dibangun pada tahun 2006, dimana standar
4

yang digunakan untuk konstruksi ruang operasi pada saat itu adalah menurut

Kepmenkes Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004nn tentang persyaratan kesehatan

lingkungan rumah sakit. Kemudian setelah tahun 2012 Kementrian Kesehatan

mengeluarkan “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi”. Pedoman

Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi ini, dimaksudkan sebagai acuan teknis

penyediaan fasilitas fisik bangunan dan utilitasnya agar rumah sakit dapat

memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai kebutuhan.

Selain itu, Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi bertujuan

memberikan petunjuk agar suatu perencanaan, perancangan dan pengelolaan

bangunan ruang operasi di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan

kesehatan, sehingga bangunan ruang operasi yang akan dibuat memenuhi standar

keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pasien dan pengguna

bangunan lainnya serta tidak berakibat buruk bagi keduanya. Selanjutnya dengan

pertimbangan tersebut RSUD F.L. Tobing mengganti pedoman kontruksi ruang

operasi yang lama menjadi pedoman menurut Kemenkes 2012.

Ruang operasi RSUD F.L. Tobing terletak di lantai 1 dan memiliki akses yang

mudah untuk ditemukan. ruang operasi RSUD F.L. Tobing terpisah dari bangunan

utama dan memiliki bangunan tersendiri. ruang operasi RSUD F.L Tobing hanya

memiliki 1 lantai ruang operasi berada 1 bangunan dengan CSSD. Saat ini ruang

operasi memiliki 26 Petugasyang terdiri dari 16 Orang perawat, 5 Orang penata

anastesi, dan 5 Orang bagian CSSD. Saat ini, RSUD F.L. Tobing Sibolga mulai

berkembang dan menjadi salah satu rumah sakit rujukan. Sebelumnya, Rumah Sakit
5

ini pernah melakukan evaluasi pasca huni pada ruang operasi namun belum

maksimal.

Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing terdiri dari Ruang Registrasi dan Transfer

Pasien, Ruang Induksi dan Premedikasi sebagai tempat berkas administrasi dan

tempat linen bersih, Scrub Station, Ruang Recovery, Ruang Resusitasi Bayi, Central

Sterile Supply Department (CSSD), dan 4 Kamar Operasi yang masing-masing

memiliki fungsi yang berbeda. Kamar Operasi 1 digunakan untuk kasus bedah,

Kamar Operasi 2 digunakan untuk kasus Mata dan THT, Kamar Operasi 3 dan 4

digunakan untuk kasus Obstetri dan Ginekologi. Setiap kamar operasi memiliki luas

yang sama yaitu 36 m2..

Berdasarkan hasil survei pendahuluan didapatkan kesimpulan bahwa jumlah

pasien yang membutuhkan ruang operasi RS F.L. Tobing Sibolga tidak sebanding

dengan jumlah tempat tidur pasien yang sudah tersedia di ruang operasi RS F.L.

Tobing Sibolga. Jumlah tempat tidur yang digunakan hanya berjumlah 3 tempat tidur,

padahal ruang operasi Rumah Sakit F.L. Tobing Sibolga memiliki 9 tempat tidur.

Dalam jangka waktu 3 bulan terhitung dari 1 Agustus 2018 sampai 29 September

2018 tercatat 72 orang pasien yang dirawat di ruang operasi Rumah Sakit F.L. Tobing

Sibolga. Selain itu, ventilator yang ada di ruang operasi hanya berjumlah 1 padahal

banyak pasien kritis yang masuk ke ruang operasi yang membutuhkan alat tersebut.

Berfungsinya Rumah Sakit F. L. Tobing Sibolga menyebabkan semakin

tingginya jumlah personil yang terlibat di ruang operasi, sehingga penempatan

ruangan, sirkulasi ruangan, maupun impelementasi fungsi ruangan harus diatur


6

dengan baik. Beberapa masalah lainnya yang ditemukan di ruang operasi RSUDF.L.

Tobing Sibolgapada saat survei pendahuluan yaitu dari aspek fungsional seperti

ruangan yang belum memenuhi standar fungsional, pelayanan pembedahan tidak

optimal, alur masuk dan keluar pasien dan petugas serta barang-barang steril pada

satu pintu yang sama, hal ini mengkibatkan risiko terjadinya infeksi silang dan

mengganggu kenyamanan pasien dan petugas, dan adanya kendala hubungan atau

interaksi dengan unit/instalasi lainnya, seperti keberadaan ruangan Intensive Care

Unit (ICU) memiliki jarak yang jauh dari ruang operasi, hal ini memungkinkan

menyulitkan petugas untuk mengontrol pasien yang memerlukan perawatan kritis

setelah pembedahan dan pembagian area berdasarakan tingkat resiko di dalam

ruangan belum tegas. Selain itu, aspek-aspek yang tidak diterapkan sesuai standar

yang dapat ditemukan antara lain pencahayaan yang kurang, keselamatan dari bahaya

kebakaran belum berfungsi dengan baik, dan sistem elektrikal belum optimal,

termasuk lampu di kamar operasi ada yang tidak berfungsi dan AC yang tidak

berfungsi. Masalah-masalah lain mungkin akan ditemukan sesuai berjalannya

penelitian ini.

Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial menjadi tantangan di

seluruh dunia karena infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas serta meningkatkan biaya kesehatan disebabkan terjadi penambahan waktu

pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Prevalensi infeksi nosokomial di negara

berkembang dengan sumber daya terbatas lebih dari 40%

Infeksi nosokomial itu sendiri adalah infeksi yang didapat pasien di rumah
7

sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, pada saat pasien masuk perawatan tidak

menunjukkan gejala atau tidak dalam masa inkubasi dan termasuk juga infeksi yang

didapat di rumah sakit tetapi baru timbul setelah pasien pulang perawatan dan

termasuk infeksi yang terjadi akibat kesalahan prosedur tindakan yang dilakukan oleh

petugas.

Dari hasil observasi dokumen, didapatkan 2 kasus infeksi nosokomial untuk

ILO (Infeksi Luka Operasi) selama 5 tahun terakhir. Hasil observasi langsung juga

menemukan ada beberapa alat pelindung diri yang tidak tersedia untuk tenaga

keperawatan, yaitu pelindung mata/pelindung wajah. Sedangkan bagi petugas

sanitarian dan petugas laundry alat pelindung diri yang tidak tersedia, yaitu alas kaki

khusus kamar operasi dan apron. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara mengenai

program kesehatan bagi petugas kesehatan seperti pemberian vaksinasi untuk

penyakit menular, beberapa informan yang diwawancarai menyatakan bahwa tidak

pernah mendapatkan vaksinasi untuk penyakit menular.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan standar dari Pedoman Teknis

Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi Kementerian Kesehatan Tahun 2012 tentang

persyaratan teknis prasarana ruang operasi rumah sakit yang terdiri dari umum,

prasarana, instalasi mekanikal, instalasi elektrikal, instalasi proteksi kebakaran. Selain

itu, untuk mengetahui suatu bangunan telah berfungsi dengan baik, perlu dilakukan

suatu analisa nyata terhadap fungsional, teknikal dan perilaku atau behaviour

pengguna dengan menggunakan analisa Evaluasi Pasca Huni (EPH).

Hatmoko (2010) menyebutkan Evaluasi Pasca Huni (EPH) atau Post


8

Occupancy Evaluation (POE) adalah suatu analisa atau kajian terhadap performansi

bangunan fisik dari aspek fungsional, aspek teknikal dan aspek perilaku atau

behaviour dengan cara yang sistematik setelah fasilitas tersebut dibangun dan dihuni

dalam suatu kurun waktu tertentu. Tujuan dari EPH rumah sakit adalah untuk

mengetahui seberapa besar kesenjangan antara performansi eksisting dari fasilitas

fisik di rumah sakit dengan kriteria performansi standar fasilitas kesehatan yang

berlaku. EPH memiliki tujuan menganalisis sarana dan prasarana fisik yang kualitas

dan kapasitasnya yang perlu dikembangkan pada masa mendatang, dimana

rekomendasi EPH merupakan tindakan yang perlu dilakukan untuk membenahi

sarana, prasarana fisik rumah sakit dalam kaitannya meningkatkan fungsi dan mutu

pelayanan rumah sakit (10).

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik ingin menggali

lebih dalam mengenai masalah-masalah yang ada di ruang operasi RS F.L. Tobing

Sibolga ini terkait dengan kesesuaian performansi fisik ruang operasi RS F.L. Tobing

Sibolga terhadap standar Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 melalui suatu studi

“Analisis Keadaan Nyata Ruang Operasi RS F.L. Tobing Sibolga Tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut: Bagaimana gambaran analisis keadaan nyata ruang operasi RSUDF.

L. Tobing Sibolga berdasarkan pengamatan langsung dengan perbandingan pedoman

dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012.


9

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis keadaan nyata ruang operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui gambaran kesesuaian performansi fisik (alur sirkulasi

pelayanan, zoning, finishing interior, pencahayaan, tata udara, kebisingan, air bersih

dan sanitasi, elektrikal dan keselamatan kebakaran,) ruang operasi RSUD F.L. Tobing

Sibolga terhadap pedoman dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 .

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan bisa menjadi masukan kepada pihak manajemen RSUD F.L.

Tobing Sibolga, terutama bagi stakeholder di bidang fisik bangunan rumah

sakit untuk menentukan langkah perencanaan dan pengembangan performansi

fisik sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dan

dapat mengurangi resiko-resiko yang mungkin terjadi di ruang operasi RSUD

F.L. Tobing Sibolga.

2. Bagi Peneliti Lain

Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan

pengembangan penelitian yang berkaitan dengan analisis nyata ruang operasi

rumah sakit.
10

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Tinjuan Penelitian Terdahulu

Judul Penelitian Tahun Hasil Penelitian

Kusumawati 2017 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi


(Evaluasi Pasca lingkungan fisik kamar operasi meliputi
Huni Pengguna tingkat kelembaban, suhu, kebisingan,
Internal tekanan, aliran udara, filterisasi, dan
Terhadap pencahayaan baik pada medan operasi
Peforma Fisik maupun sekitar medan operasi telah dilakukan
Kamar Operasi) pengukuran. Didapatkan hasil yang tidak
sesuai dengan standar Kemenkes tahun 2012
yaitu dari tingkat kelembaban, tekanan, suhu,
dan kebisingan. Fasilitas yang ada di dalam
kamar operasi beberapa masih memiliki
kekurangan. Ruang ganti yang belum
dipisahkan antara putra dan putri, adanya
ruang operasi yang belum aktif digunakan,
dan beberapa ruangan yang masih belum
difungsikan sebagaimana mestinya.
Penggunaan serta tanda bahaya dari instalasi
gas medik yang belum diketahui sebagian
pengguna internal akan memberikan tingkat
keamanan (safety) yang rendah. Tekanan
ruang operasi yang tidak positif akan
memengaruhi distribusi udara yang buruk,
11

sehingga udara dari koridor dapat masuk ke


dalam ruang operasi. Hal tersebut akan
menyebabkan penyebaran infeksi ke dalam
ruang operasi. Responden menilai aspek
teknikal memiliki hasil yang lebih sesuai
dengan standar dibandingkan dengan aspek
fungsional dan aspek proses. Meskipun dari
aspek teknikal juga masih memiliki beberapa
hasil yang kurang sesuai dengan standar.
Aspek proses yang meliputi akses menuju
kamar operasi dapat dikaitkan dengan aspek
kemudahan bagi pengguna internal kamar
operasi (11).

Adam (Evaluasi 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat


Pasca Huni
kesenjangan antara keadaan instalasi
Peforma Fisik
kebidanan dan penyakit kandungan RS PKU
Intalasi
Kebidanan dan Muhammadiyah Gamping saat ini dengan
Penyakit
standar yang telah ditetapkan Depkes 2007.
Kandungan
Lokasi Instalasi Kebidanan Dan Penyakit
Rumah Sakit
PKU Kandungan tidak mudah dicapai dari UGD,
Muhammadiyah
ICU, dan Kamar Operasi. Suhu ruangan,
Gamping)
kelembaban, dan pencahayaan buatan berupa

lampu belum memenuhi standar Depkes 2007.

Ruang administrasi dan gudang steril


12

menggunakan 1 ruangan, begitu pula ruang

istirahat dokter, ruang petugas, dan ruang

ganti menggunakan 1 ruangan. Luas ruang

gudang kotor tidak memadai, tidak tersedia

ruang janitor. Luas ruang bersalin belum

memenuhi standar luas ruangan menurut

Depkes 2007. Aspek teknikal dan aspek

fungsional oleh responden dianggap sesuai

dengan kriteria Depkes 2007, sedangkan

aspek proses dianggap mendekati sesuai

dengan kriteria Depkes 2007 (12).

Syafriani 2015 Hasil penelitian ini menunjukkan kinerja


(Evaluasi Purna
ruang kelas persiapan SLB YPAC Manado
Huni (EPH):
berdasarkan perilaku memperoleh atribut
Aspek Perilaku
Ruang Dalam teritori, aksesibilitas, privasi, sosialisasi,
SLB YPAC
rangsangan sensori, dan kenyamanan
Manado)
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat

disimpulkan Kinerja ruang kelas persiapan

berdasarkan aspek perilaku menunjukkan

adanya atribut: 1) teritori yang terlihat dari

penandaan kepemilikan meja belajar berupa


13

nama di atas meja, siswa menunggu guru

membukakan pintu kelas dan orang tua

mengantar ABK ke tempat duduk yang telah

diatur oleh guru. Teritori yang ada, 2)

aksesibilitas, di mana siswa lebih memilih

akses dengan jarak yang terdekat dan bebas

halangan dari ruang kelas, 3) privasi dan

sosialisasi terlihat pada sebagian ABK yang

berusaha ikut bermain dengan teman lainnya

di dalam kelas namun juga ada yang berusaha

menjauhkan diri karena menginginkan area

batas privasinya tidak diganggu, 4)

rangsangan sensori ditemukan pada siswa

yang memilih bermain di ruang berlajar

daripada area bermain karena tidak adanya

cahaya yang menerangi area tersebut dan

gelap. 5) kenyamanan, terlihat pada saat siswa

tunadaksa yang duduk terlalu lama, mulai

menggerakkan tubuhnya dikursi dan siswa

mendorong meja dan kursi belajar agar

mendapatkan kenyamanan untuk bebas


14

bergerak saat melakukan kegiatan bernyanyi

dan bergoyang (13).

Linasari 2017 Hasil penelitian menunjukkan kepuasan


(Evaluasi Pasca
pelanggan internal terhadap aspek teknis
Huni Bedah
sebanyak 16,7% dan ketidakpuasan sebanyak
Sentral RSUD
Bhakti Rahayu 83,3%. Performansi fisik yang belum sesuai
Denpasar Tahun
pada aspek teknis yakni penghawaan,
2017)
kebisingan, ventilasi, lantai. Pada aspek

fungsional yakni luas ruangan. Performansi

fisik tersebut memerlukan perbaikan untuk

menekan penyebaran infeksi nosocomial dan

menurunkan biaya oeprasional (14).

Herki (Evaluasi 2017 Hasil penelitian menyatakan bahwa pada


Pasca Huni
komonen proses aspek fungsional ruang
(EPH) Ruang
operasi masih kurang memenuhi persyaratan
Operasi RSUD
Kota Padang 39,6%, aspek teknikal ruang operasi hampir
Panjang Tahun
memenuhi persyaratan 68,79%, dan aspek
2015)
perilaku 80% pengguna menyatakan baik

(15).
15

Sumantri dkk 2016 Hasil penelitian mendapati bahwa


(Evaluasi Pasca
permasalahan pada lokasi IGD yang tidak
Huni terhadap
sesuai dengan standar Kemenkes 2012
Performansi Fisik
Ruang Instalasi terletak pada dropping area IGD hanya dapat
Gawat Darurat
dilalui oleh dua ambulance sekaligus. Oleh
RS PKU
sebab itu ketika terdapat beberapa kendaraan
Muhammadiyah
Yogyakarta) yang bersamaan akan masuk, maka terdapat

antrian sebelum pasien dapat diturunkan dari

kendaraan. Selain itu suhu ruangan yang

mencapai angka 27,8oC. Angka ini lebih besar

dari standar yang ditetapkan Kemenkes, 2012

yaitu antara 21,1-23,9oC, oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa suhu di ruangan

IGD masih terlalu panas (16).

Noor, dkk 2015 Hasil penelitian menyatakan bahwa Rumah


(Strategi Rumah
Sakit Santo Yusuf Boro belum memenuhi
Sakit Santo Yusuf
syarat kelayakan untuk penyelenggaraan RSU
Boro dalam
Memenuhi Tipe D. Rumah Sakit Santo Yusuf Boro
Standar untuk
memiliki kekuatan dan peluang yang besar
RSU Tipe D)
untuk mencapai kemajuan dalam pelayanan

kesehatan bagi masyarakat apabila melakukan


16

perbaikan sarana dan prasarana serta

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, namun

belum tersusunnya rencana pengembangan

yang rinci dalam upaya perbaikan rumah sakit

(17).

Suryadi (Evaluasi 2005 Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara


Pasca Huni
keseluruhan masih banyak ruangan di
Instalasi Rawat
Instalasi Rawat Darurat Badan Rumah Sakit
Darurat Badan
Rumah Sakit Umum Tarakan yang memiliki kekurangan-
Umum Tarakan)
kekurangan bila dibandingkan dengan standar

Kementerian Kesehatan RI (18).

Sutrisno 2007 Peneliti mengungkapkan dalam penelitiannya


(Evaluasi Kondisi
tentang Sebagai Upaya Menilai Kinerja
Fisik Kamar
Bangunan bahwa salah satu yang harus
Bersalin Rumah
Sakit Islam PKU dievaluasi adalah kondisi fisik kamar bersalin
Muhammadiyah
yang belum memenuhi kebutuhan pasien.
Kabupaten Tegal)
Selain itu ditemukan ketidaksesuaian

kenyataan dengan standar Depkes yaitu luas,

temperatur, penghawaan, dan pengguna

internal merasa kurang nyaman (19).


17

Rahim 2004 Ketersediaan fasilitas KIA perlu dicermati


(Kebutuhan dan
dengan menyiapkan telaah perencanaan
Pengembangan
kebutuhan dan pengembangan fisik instalasi
Fisik Instalasi Ibu
dan Anak di kesehatan ibu dan anak. Hasil penelitian juga
RSUD Fauziah
menunjukkan bahwa pencahayaan,
Bireun)
kebisingan, suhu masih belum sesuai standar

yang diterapkan Depkes (20).

Mulyadi (Arahan 2003 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi


Desain Ulang
bangunan rumah sakit Anutapura Palu buruk,
Fisik Ruang
karena dibangun di atas lahan yang dahulunya
Rawat Inap
RSUD Anutapura adalah rawa-rawa. Pintu masuk tidak jelas
Palu melalui
membingungkan dimana bagian depan dan
Evaluasi Pasca
belakang, tidak ada tempat parkir kendaraan
Huni)
untuk pasien. Temperatur dan pencahayaan

melebihi standar Depkes dan tidak memenuhi

harapan responden (21).

Sangkay 2001 Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain


(Pengukuran
waktu tunggu yang lama untuk mendapat
Kinerja Kelas
pelayanan di kelas utama RSUD Datoe
Utama RSUD
Datoe Binangkang Kotamobagu juga tingkat
Binangkang
kebisingan yang melewati standar yang
Kotamobagu
18

melalui Evaluasi berlaku. Penambahan ruang rawat inap kelas


Pasca Huni)
utama untuk mencegah potensial loss dan

pembuatan barrier vegetation untuk

mengurangi kebisingan perlu dipikirkan agar

dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan

kepada penghuni gedung (22).

Poliman (Strategi 1999 Hasil penelitian menunjukkan masih banyak


Pengembangan
ruangan dan IGD RS Honoris yang tidak
Unit Gawat
terpakai dan ini berkaitan dengan biaya energi
Darurat RS
Honoris dengan yang terbuang dan oppurtunity cost.
menggunakan
Reorganisasi ruangan perlu dipikirkan untuk
Teori Evaluasi
penggunaan yang lebih mendatangkan
Pasca Huni)
keuntungan (23).

2.2 Telaah Teori

2.2.1 Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan sebuah pusat jasa kesehatan yang berkewajiban untuk

memberikan jasakedokteran dasar dan khusus, instalasi, pendukung medis serta

rawatan inap dan jalan. Adapun tugas sebuah Rumah Sakit berdasarkan UU Nomor

44 Tahun 2009 upaya kesehatan sambil mengedepankan upaya pemulihan dilakukan

secara harmonis dan terpadu dengan upaya preventif. Rumah sakit swasta merupakan
19

tempat pelayanan kesehatan yang dibangun oleh badan swasta tanpa ada campur

tangan dari pemerintah,seiring perkembangan zaman, rumah sakit yang awalnya

merupakan lembaga sosial berubah menjadi sosial-ekonomi.

Berdasarkan keahlian rumah sakit di Indonesia, maka rumah sakit

dikategorikan berdasarkan lima kelas (Permenkes No.56 tahun 2014)

1. Kelas A

Rumah sakit yang dapat melaksanakan jasa medis tingkat spesialis maupun

subspesialis luas ditetapkan pemerintah sebagai rs pusat.

2. Kelas B

Rumah sakit yang dapat melakukan jasa medis tingkat spesialis dan

subspesialis yang tertentu, umumnya terdapat diibukota propinsi yang

berfungsi untuk melayani rujukan dari rs kabupaten.

3. Kelas C

Rumah Sakit yang dapat melayaniditingkat spesialis terbatas, umumnya

terdapat di ibukota kabupaten dan berfungsi untuk melayani rujukan dari

puskesmas.

4. Kelas D

Rumah Sakit yang mempunyai sifat antara dengan kemampuan yang hanya

dapat melaksanakan pelayanan medik global dan gigi.

5. Kelas E

Rumah Sakit tertentu yang hanya melaksanakan 1 jenis jasa kesehatan,

contohnya RS Kusta, RS Jantung, RS Paru, serta RS ibu dan anak


20

2.2.2 Ruang Operasi

Ruang operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai

tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara terencana (elektif) maupun

akut, yang membutuhkan kondisi streril dan kondisi khusus lainnya (24). Lokasi

terbaik untuk ruang operasi adalah tempat dimana terdapat kenyaman dan tidak sulit

untuk dijangkau dalam penempatan alur pasien. ruang operasi sebaiknya memiliki

akses sendiri baik dalam menerima pasien maupun mengantarkan pasien seperti

koridor khusus yang tidak dibuka untuk umum. Lokasi ruang operasi harus strategis

dari beberapa ruangan atau instalasi yang terdapat di rumah sakit antara lain instalansi

gawat darurat, instalansi laboratorium, instalansi radiologi, ruangan intensive care

unit (ICU), instalansi sterilisasi, dan ruang bersalin (25).

Ruang operasi memiliki tiga pembagian area. Area pertama adalah area non

steril yang meliputi, ruangan administrasi, ruangan penerimaan pasien, ruang

konfrensi, area persiapan pasien, ruang istirahat dokter, ruang ganti pakaian. Area

kedua adalah area semi steril yang meliputi, ruang pemulihan atau recovery room,

ruang penyimpanan alat dan material operasi steril, ruang penyimpanan obat-obatan,

ruang penampungan alat dan instrumen kotor, ruang penampungan linen kotor, ruang

penampungan limbah atau sampah operasi, ruang resusitasi bayi dan ruang untuk

tindakan radiologi sederhana. Area ketiga adalah area steril yang terdiri dari ruang

tindakan operasi, ruang cuci tangan atau scrub area dan ruang induksi. Pada area

steril kondisi ruangan harus selalu terjaga (26).


21

Berdasarkan segi tata ruang yang tercantum pada pedoman teknis bangunan

ruang operasi yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI Tahun 2012. Secara

umum ruangan-ruangan yang ada pada bangunan ruang operasi antara lain sebagai

berikut:

a. Ruang Pendaftaran

Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi,

khususnya pelayanan bedah. Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Operasi

Rumah Sakit dengan dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip,

telepon/interkom. Kegiatan administrasi meliputi: pendataan pasien bedah,

penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah dan rincian biaya

pembedahan.

b. Ruang Tunggu Pengantar

Ruang ini diperuntukkan untuk keluarga atau pengantar pasien yang sedang

menunggu. Di ruang ini perlu disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai

aktivitas pelayanan bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya disediakan televisi dan

ruangan yang dilengkapi dengan sistem pengkondisian udara.

c. Ruang Transfer

Ruang transfer merupakan ruangan dimana pasien bedah dibaringkan di

strecher khusus ruang operasi, untuk pasien bedah yang datang menggunakan

strecher dari ruang lain, pasien tersebut dipindahkan ke strecher khusus ruang operasi

rumah sakit, selain itu pasien juga dapat melepasakan semua perhiasan dan
22

diserahkan kepada keluarga pasien, tahap selanjutnya pasien dibawa ke ruang

persiapan (preparation room).

d. Ruang Tunggu Pasien (holding room)

Ruang tunggu pasien digunakan untuk tempat menunggu pasien sebelum

dilakukan pekerjaan persiapan (preparation) oleh petugas ruang operasi rumah sakit

dan menunggu sebelum masuk ke kompleks ruang operasi. Apabila luasan area ruang

operasi rumah sakit tidak memungkinkan, kegiatan pada ruangan ini dapat

dilaksanakan di ruang transfer.

e. Ruang Persiapan Pasien

Ruangan persiapan pasien digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah

sebelum memasuki ruang operasi, di ruang ini petugas rumah sakit dapat

membersihkan tubuh maupun mencukur rambut bagian tubuh yang perlu dicukur,

petugas juga diwajibkan mengganti pakaian pasien dengan pakaian khusus ruang

operasi.

f. Ruang Induksi,

Ruang induksi merupakan ruangan yang dipergunakan untuk melakukan

tindakan anestesi, apabila luasan area ruang operasi yang tidak memungkinkan maka

tindakan anestesi dapat dilakukan di dalam ruang operasi.

g. Ruang Operasi

Ruang operasi digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi

dan atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas
23

bergerak sekeliling peralatan operasi/bedah. Ruang operasi harus dirancang dengan

faktor keelamatan yang tinggi.

h. Ruang Pemulihan

Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan ruang operasi dan diawasi

oleh perawat. Pasien operasi yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus

menerus dipantau karena efek pembiusan normal atau ringan. Daerah ini memerlukan

perawatan berkualitas tinggi yang dapat secara cepat menilai pasien tentang status

jantung dan pernafasan, selanjutnya melakukan tindakan dengan memberikan

pertolongan yang tepat (27). Ukuran ruang pemulihan adalah dapat menampung satu

sampai satu setengah tempat tidur setiap ruang operasi yang terdapat di kamar operasi

(28).

i. Ruang Ganti Pakaian (Loker).

Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk dokter dan petugas medik

mengganti pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang operasi. Pada loker ini

disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang dipegang oleh masing-masing

petugas dan disediakan juga lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan

perawat yang sudah disteril. Loker dipisah antara pria dan wanita. Loker juga

dilengkapi dengan toilet.

j. CSSD ( Central Strerilization and Supply Departement)

Ruang sterilisasi berlokasi terpisah dengan kamar operasi. Fungsi ruang ini

adalah untukk mensterilkan alat dan instrumen operasi, linen operasi, maupun sarung

tangan. Ruang CSSD sebaiknya berada dekat dengan kamar operasi atau jika
24

memungkinkan terdapat di kamar operasi tepatnya di area non steril, karena berfungsi

sangat vital dalam terlaksananya tindakan operasi (29).

Perencanaan dan pengaturan tata letak maupun fungsi dari area terdalam

ruang operasi atau area steril juga harus diperhatikan dengan baik seperti letak dari

scrub station. Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi dokter ahli

bedah dan petugas medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam ruang

operasi. Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depan ruang operasi.

Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi antar lain ; terdapat kran

siku atau kran dengkul minimal untuk dua orang, aliaran air dari setiap kran cukup,

dilengkapi dengan ultraviolet (UV) water strerilizer, dilengkapi dengan tempat cairan

disinfektan, dilengkapi sikat siku (30).

2.2.3 Performansi Fisik Ruang Operasi

1. Alur Sirkulasi Pelayanan

Pasien, umumnya dibawa dari ruang rawat inap menuju ruang pendaftaran

untuk dicocokkan identitasnya, apakah sudah sesuai dengan data yang sebelumnya

dikirim ke ruang administrasi ruang operasi dan sudah dipelajari oleh dokter bedah

bersangkutan. Pengantar pasien dipersilahkan untuk menunggu di ruang tunggu

pengantar. Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang transfer, di ruang ini,

pasien dipindahkan dari transfer bed ke transfer bed ruang bedah menuju ruang

persiapan. Di ruang persiapan pasien dibersihkan, misalnya dicukur pada bagian

rambut yang akan dioperasi, atau dibersihkan bagian-bagian tubuh lain yang dianggap

perlu, Apabila, pada saat pasien selesai dibersihkan ruang operasi masih digunakan
25

untuk operasi pasien lain, pasien ditempatkan di ruang tunggu pasien yang berada di

lingkungan ruang operasi. Setelah tiba waktunya, pasien dibawa masuk ke ruang

induksi (bila ada), yang mana, pasien diperiksa kembali kondisi tubuhnya,

menyangkut tekanan darah, detak jantung, temperatur tubuh, dan sebagainya. Apabila

kondisi tubuh pasien cukup layak untuk dioperasi, pasien selanjutnya masuk ke ruang

bedah, untuk dilakukan operasi pembedahan.

Selesai dilakukan pembedahan, pasien yang masih dipengaruhi oleh bius dari

zat anestesi, selanjutnya dibawa ke ruang pemulihan (recovery room). Ruang ini

sering juga dinamakan ruang PACU (Post Anesthesi Care Unit). Bila dianggap perlu,

pasien bedah dapat juga langsung dibawa ke ruang perawatan intensif (ICU). Apabila

bayi yang dioperasi, setelah dioperasi bayi tersebut selanjutnya dibawa masuk ke

ruang resusisitasi neonatal (dibeberapa rumah sakit, jarang ruang resisutasi neonatal

ini berada di ruang operasi, biasanya langsung dibawa ke ruang perawatan intensif

bayi (NICU), yang berada di bagian melahirkan (Ginekologi). Apabila pasien bedah

kondisinya cukup sadar, pasien dibawa ke ruang rawat inap.

2. Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit

Menurut Kemenkes (2012), ruangan-ruangan pada bangunan Ruang Operasi

Rumah Sakit terbagi atas 5 (lima) zona, antara lain : zona tingkat resiko rendah

(normal), zona tingkat resiko sedang (normal dengan pre filter), zona resiko tinggi

(semi steril dengan medium filter), zona resiko sangat tinggi (steril dengan prefilter,

medium filter dan hepa filter, tekanan positif), area nuklei steril (meja operasi)
26

Gambar 2.1 Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit
a. Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)

Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan pendaftaran),

ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas kotor. Zona ini mempunyai

jumlah partikel debu per m3>3.520.000 partikel dengan diameter 0,5 μm (ISO 8 -

ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

b. Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)

Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri

petugas, ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti

pakaian dokter dan perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.

Zona ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel

dengan diameter 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

c. Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)

Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan

(preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang

pemulihan (recovery), ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan


27

perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan

emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks ruang operasi. Zona ini

mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000 partikel dengan

diameter 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

d. Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter,
Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zona ini

mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan

diameter 0,5 μm (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

e. Area Nuklei Steril

Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (laminair air flow)

dimana bedah dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3

adalah 3.520 partikel dengan diameter 0,5 μm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1

cleanroom standards Tahun 1999).

Fungsi utama dari sistem zona ruang operasi pada dasarnya adalah untuk

meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme

dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi. Konsep zona

dapat menimbulkan perbedaan solusi sistem air conditioning pada setiap zona, hal ini

berarti bahwa seluruh staf dan pengunjung yang datang dari koridor kotor harus

mengikuti ketentuan pakaian dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada setiap

zona. Aliran bahan-bahan yang masuk dan keluar dari ruang operasi juga harus

memenuhi ketentuan yang spesifik.


28

Dengan sistem zoning ini diharapkan dapat meminimalisir risiko infeksi pada

paska bedah. Adapun kontaminasi mikrobiologi yang terjadi di ruang opersai dapat

disebabkan oleh (31):

a. Fenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti : Mikroorganisme

(pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai kelainan dari

apa yang akan dibedah, staf ruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan

dan pakaian dan kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan.

b. Persyaratan teknis bangunan, seperti : Denah (layout) sarana ruang operasi Jalur

yang salah dari aliran barang “bersih” dan “kotor” dan lalu lintas orang dapat

dengan mudah terjadi infeksi silang. Sebagai upaya pencegahan dan

pengendalian infeksi silang yang disebabkan oleh alur sirkulasi barang “bersih”

dan “kotor” dan alur sirkulasi orang, maka harus dilengkapi dengan standar-

standar prosedur operasional. Selain itu, aliran udara langsung (melalui partikel

debu pathogenic) dan tidak langsung (melalui kontaminasi pakaian, sarung

tangan dan instrumen) dapat menyebabkan kontaminasi.

3. Finishing Interior
Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa komponen yang

digunakan pada ruang operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus menurut

Kemenkes 2012, antara lain : lomponen penutup lantai, dinding, langit-langit, pintu

ruang operasi. Lantai operasi tidak boleh dalam keadaan licin, tahan terhadap

goresan/ gesekan peralatan dan tahan terhadap api. Lantai juga harus mudah

dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti bakteri. Tahanan
29

listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur

pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik lantai

ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku.

Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk

pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah. Penutup

lantai juga harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata. Hubungan/ pertemuan

antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi

melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint). Tinggi plint,

maksimum 15 cm (32).

Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak

berjamur dan anti bakteri. Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak

mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu. Warna dinding

cerah tetapi tidak menyilaukan mata. Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan

dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan

juga untuk melancarkan arus aliran udara. Bahan dinding harus keras, tahan api,

kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin (merupakan

bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panelsystem maka sambungan

antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding

tanpa sambungan (seamless), mudah dibersihkan dan dipelihara (32).

Komponen langit-langit harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala

cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan
30

pasien, tidak berjamur serta anti bakteri. memiliki lapisan penutup yang bersifat non

porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu. berwarna cerah, tetapi tidak

menyilaukan pengguna ruangan. Selain lampu operasi yang menggantung, langit-

langit juga bisa dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan

bermacam gantungan seperti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.

Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat beragam. Bagaimanapun

peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, kerena menyebabkan jatuhnya

debu pengangkut mikro-organisme setiap kali digerakkan (32).

Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang induksi dan

ruang operasi. disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat

dibuka tutup secara otomatis. Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu

dibuka dan ditutup dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau

menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak pintu rusak, pintu

dapat dibuka secara manual. Pintu juga tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama

pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan. Pintu dilengkapi dengan

kaca jendela pengintai (observation glass; double glass fixed windows). Lebar pintu

1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri & jamur dengan

warna terang. Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah

dalam dan alat penutup pintu otomatis (automatic door closer) harus dibersihkan

setiap selesai pembedahan (32).

4. Pencahayaan
31

Pencahayaan merupakan salah satu pertimbangan dalam kenyamanan dalam

bekerja. Pencahayaan pada ruang operasi maupun pencahayaan lampu operasi

memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu. Switches lampu baik lampu utama

kamar operasi maupun lampu operasi sentral harus terdapat di dinding dalam kamar

operasi. Lampu operasi memiliki kecerahan sampai 80.000 lux. Lampu kamar

operasi harus memiliki kecerahan yang lebih di atas kecerahan lampu operasi. Hal ini

untuk mencapai suatu efek kontras antara medan operasi dan lingkungan sekitar

medan operasi. Dalam pengaturan pencahayaan juga harus diperhatikan tentang

adanya efek glare.

Efek glare adalah efek menyilaukan yang diperoleh ketika suatu cahaya

mengenai suatu benda metal atau benda yang sangat memantulkan cahaya. Efek ini

dapat dihindari dengan cara merubah design dari barang yang menimbulkan glare

maupun dengan cara menata ulang peralatan maupun instrumen yang menghasilkan

efek glare jika terkena cahaya. Lampu operasi harus memiliki batere cadangan yang

akan sangat berguna ketika terjadi mati lampu di tengah-tengah proses operasi. Dua

faktor utama di dalam konsep perencanaan pencahayaan adalah tingkat penyinaran

dan pengotrolan silau. Selain itu unsur luar yang turut mempengaruhi kenyamanan

pandangan yang harus diselesaikan secara teknis adalah wujud objek yang di

pandang, latar belakang objek, dan kondisi fisiologis mata. Pada hakikatnya, konsep

perencanaan pencahayaan adalah pengaturan efek sinar yang sesuai terangnya dan

tidak menyilaukan sehingga kenyamanan dapat terjadi (10).


32

Selain lighting, penggunaan warna pada ruangan juga dapat mempengaruhi

kondisi gelap terang ruangan, yang kemudian dapat mempengaruhi kondisi psikis

orang yang ada di dalamnya. Warna-warna hangat seperti orange, dapat

meningkatkan rasa sosial dalam diri seseorang. Warna-warna hangat seperti ini dapat

diterapkan pada ruang-ruang bersama seperti ruang tunggu dan ruang lobby. Warna

juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap waktu, ukuran, berat dan

volume. Pada ruang-ruang bersama penggunaan warna-warna hangat dapat

menjadikan waktu berlangsung lama, sebaliknya warna-warna dingin dapat

menjadikan waktu berlangsung cepat (10).

Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempunyai pencahayaan alami

dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan

fungsinya. Ruang fasilitas/akomodasi petugas dan ruang pemulihan sebaiknya dibuat

untuk memungkinkan tembusnya (penetrasi) cahaya siang langsung/tidak langsung.

Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang

dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit

perlu mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak

menimbulkan efek silau atau pantulan. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk

pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit

dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat

pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan

darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta


33

ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.

Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

Disarankan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, dengan

pemasangan sistem lampu recessed karena tidak mengumpulkan debu.

Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan. Dokter anestesi harus

mendapat cukup pencahayaan, sekurang-kurangnya 200 footcandle ( = 2.000 Lux),

untuk melihat wajah pasiennya dengan jelas. Untuk mengurangi kelelahan mata

(fatique), perbandingan intensitas pencahayaan ruangan umum dan di ruang operasi,

jangan sampai melebihi satu dibanding lima, disarankan satu berbanding tiga.

Perbedaan intensitas pencahayaan ini harus dipertahankan di koridor, tempat

pembersihan dan di ruangannya sendiri, sehingga dokter bedah menjadi terbiasa

dengan pencahayaan tersebut sebelum masuk ke dalam daerah steril. Warna warni

cahaya harus konsisten.

5. Tata Udara
Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam ruang operasi,

harus dipertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan

tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan

pengkondisian udara dengan mempertimbangkan: fungsi ruang, jumlah pengguna,

letak, volume ruang, jenis peralatan, penggunaan bahan bangunan, dan kemudahan

pemeliharaan dan perawatan, serta prinsip-prinsip penghematan energi dan

kelestarian lingkungan (31).


34

Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya

ledakan. Kelembaban relatip yang harus dipertahankan adalah 45% sampai dengan

60%, dengan tekanan udara positif pada ruang operasi. Uap air memberikan suatu

medium yang relatip konduktif, yang menyebabkan muatan listrik statik bisa

mengalir ke tanah secapat pembangkitannya. Loncatan bunga api

dapat terjadi pada kelembaban relatip yang rendah. Temperatur ruangan

dipertahankan sekitar 190C sampai 240C. Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol

kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian udara bisa menjadi sumber micro-

organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada

jangka waktu yang tertentu.

Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur. Ruang operasi

dilengkapi dengan sistem aliran laminar ke bawah dengan hembusan udara dari

plenum (8 sampai 9 m2). Pada kondisi kerja dengan lampu operasi dinyalakan dan

adanya tim bedah, suplai udara dan profil hembusan udara dipilih sedemikian rupa

sehingga aliran udara tidak lewat melalui setiap sumber kontaminasi sebelum

mengalir kedalam area bedah atau diatas meja instrumen. Jika pada area penyiapan

instrumen/ peralatan steril tidak dilakukan di bawah aliran udara aliran udara ke

bawah dari langit-langit, preparasi steril dengan sistem aliran laminar kebawah harus

dibuat sendiri dalam area preparasi steril atau tempat dimana preparasi steril

dilakukan (contoh di koridor kompleks bedah). Sebaiknya dipastikan bahwa tidak ada

emisi debu dari bagian bawah langit-langit pada area preparasi dan ruang operasi ke

dalam ruangan. Langit-langit dengan bagian bawah yang rapat sebaiknya digunakan
35

atau ruangan di bagian bawah langit-langit sebaiknya dapat menahan tekanan

khususnya di area preparasi dan ruang operasi. Penting untuk memilih perletakan

lubang ducting udara masuk dan keluar dari sistem ventilasi guna mencegah

terkontaminasinya udara buang terisap kembali jika angin meniup dalam arah

tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan

pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan rehabilitasi medik mengikuti

SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan

pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain

yang berlaku.

Adanya pendingin ruangan atau air conditioner di dalam ruang operasi dapat

meningkatkan kenyamanan bagi tenaga medis maupun pasien. Selain berfungsi

sebagai pendingin ruangan, air conditioner juga berfungsi sebagai pengatur sirkulasi

udara di dalam ruang operasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya ventilasi yang

menghubungkan ruang operasi dengan lingkungan luar. Pendingin ruangan namun

memiliki suatu perhatian khusus, yaitu fungsinya sebagai penyaring udara, maka

harus diperhatikan agar udara luar tidak terbawa masuk ke dalam ruang operasi dan

penyaring udara tidak boleh digunakan terlalu lama karena penyaring udara dapat

menjadi tempat yang baik sebagai tempat berkembang biak bakteri dan penyebaran

spora jamur (32).

Untuk mencapai kenyamanan, kesehatan, dan kesegaran dalam ruangan perlu

usaha untuk mendapatkan udara segar dari aliran udara alam maupun buatan. Untuk

mendapatkan udara segar dari alam yaitu memberi bukaan (ventilancy) pada daerah
36

yang diinginkan, dan untuk udara segar buatan yaitu dengan menggunakan kias angin

maupun penyejuk ruangan (33).

Ventilasi berperan penting dalam kontrol infeksi lingkungan di dalam kamar

operasi. Pada ruangan yang tidak memiliki horizontal laminar airflow maka penyalur

udara bersih diletakan di langit-langit dan penghisap udara berada di dekat lantai.

Pintu ruang operasi harus selalu dalam keadaan tertutup. Pintu dibuka hanya ketika

tenaga medis, peralatan, maupun pasien akan melewatinya. Konsep pengolahan dan

pengendalian udara atau penghawaan pada ruang pada hakekatnya terdiri dari tiga hal

yaitu :

a. Pengendalian kalor atau panas dan suhu serta penggunaan bahan material

bangunan seperti jenis dan tekstur bangunan, zat pelapis atau cat, orientasi

bangunan terhadap arah sinar matahari dan angin, tata hijau lingkungan

mempengaruhi seberapa besar atau seberapa kecil panas atau kalor yang

diserap atau dikeluarkan untuk menciptakan suhu nyaman bagi pengguna

yaitu berkisar 25-26 derajat selsius.

b. Pengendalian kelembaban udara yang nyaman bagi tubuh adalah sekitar 40-

70%. Salah satu strategi untuk mengendalikan kelembaban udara dalam suatu

ruangan yaitu dengan mempercepat proses penguapan. Hal ini dicapai dengan

mengoptimalkan aliran sirkulasi udara atau ventilasi. Ventilasi diperoleh

dengan memanfaatkan perbedaan bagian-bagian ruangan yang berbeda

suhunya, dan karena berbeda tekanan udaranya.


37

c. Pengendalian pertukaran udara. Kesegaran udara dalam ruang serta

kesehatannya diukur dengan besarnya kadar zat asam (CO2) tidak melebihi

0,1-0,5 %. Pergantian udara dalam ruang dikatakan baik apabila untuk

ruangan dengan dimensi lima meter kubik per orang, udara dalam ruang harus

diganti lima kali per jam. Semakin kecil rasio ruang per orang, frekuensi

pergantian udara semakin tinggi (10).

6. Kebisingan
Kebisingan dapat mengganggu kinerja tenaga medis di dalam kamar operasi.

Dengan adanya kebisingan, percakapan yang terjadi antara tenaga medis di dalam

kamar operasi bisa terganggu. Sumber kebisingan bisa dari instrumen-instrumen yang

terdapat dalam kamar operasi maupun orang itu sendiri (34).

Akustik adalah suatu bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau

berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Bising yang cukup keras di atas 70 desibel dapat

menyebabkan kegelisahan, kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung

dan masalah peredaran darah. Sumber kebisingan bisa berasal dari dalam bangunan

(Interior noise/impact noise) dan kebisingan yang berasal dari luar bangunan

(Exterior noise/airborne noise). Impact noise merupakan kebisingan yang terjadi

karena aktivitas yang terjadi di dalam bangunan itu sendiri, sedangkan airborne noise

merupakan kebisingan yang terjadi karena situasi di luar bangunan (35).

Faktor kenyamanan terhadap kebisingan adalah tingkat kebisingan yang dapat

diterima dan dapat diatasi oleh elemen interior di dalam melawan airborne noise dan
38

impact noise, elemen interior seperti dinding atau partisi pada klinik harus meredam

bunyi dengan kekuatan 40-50 desibel (36).

Konsep pengendalian kebisingan ditujukan untuk mengatasi kebisingan dari

dalam bangunan (interior noise/impact noise), dan dari luar bangunan (exterior

noise/airborne noise). Tingkat kebisingan yang diijinkan untuk sebuah pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit yaitu antara 35 sampai 45 desibel, sehingga

penyelesaian pengendalian kebisingan diupayakan melalui elemen interior seperti

dinding atau partisi di mana untuk rumah sakit paling tidak harus dapat meredam

bunyi dengan kekuatan 40 sampai 45 desibel. Konsep yang digunakan untuk

mengatasi masalah kebisingan adalah mengolah tata letak dan perencanaan interior,

pemilihan material bangunan serta finishing dinding sedemikian rupa yang dapat

mendukung pengendalian kebisingan tersebut. Di sisi lain, perencanaan tata massa

bangunan juga berperan dalam pengendalian kebisingan. Penggunaan material seperti

karpet, baik pada lantai maupun dinding dapat mereduksi kebisingan sampai 70

persen. Penggunaan plafon yang tepat juga dapat mereduksi kebisingan terutama dari

lantai ke lantai. Kebisingan juga dapat dihindari dengan tidak menggunakan bahan-

bahan logam pada furnitur (10).

Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan

Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus

mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber bising

lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar

bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit. Indeks kebisingan maksimum pada ruang
39

operasi adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan 8 jam. Ketentuan lebih lanjut

mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada

bangunan instalasi bedah mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

7. Air Bersih dan Sanitasi


Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya. Sumber air bersih

dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang

memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Air

bersih yang akan digunakan untuk cuci tangan di scrub up (scrub station), harus di

filter, dengan menggunakan 3 jenis filter : prefilter; medium filter yang menyaring air

bersih sampai dengan 5 micron; dan micro filter (fine) filter yang menyaring air

bersih sampai dengan 2 micron.Perencanaan sistem distribusi air bersih pada

bangunan ruang operasi harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang

disyaratkan.

Instalasi pembuangan air kotor dan/atau air limbah juga harus direncanakan

dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Pertimbangan

jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem

pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan. Pertimbangan

tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem

pengolahan dan pembuangannya. Air kotor dan/atau air limbah yang berasal dari

buangan kamar bedah dan dibuang melalui slope sink atau service sink, diproses
40

terlebih dahulu sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. Air kotor

berasal dari toilet, dapat langsung di salurkan ke instalasi pengolahan air limbah.

Sama halnya dengan sistem pembuangan kotoran dan sampah juga harus

direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan

jenisnya. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan

tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang operasi.

Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan

pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni,

masyarakat dan lingkungannya. Kotoran kamar bedah ditempatkan dalam bentuk

wadah kontainer, ditutup rapat, dan di bakar di tempat pembakaran (incinerator).

8. Elektrikal
Sumber daya listrik pada bangunan ruang operasi, termasuk katagori “sistem

kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber

daya listrik darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya

listrik normal. Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang

bisa digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang

rak kabel, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada

kabel. Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya

tersebut. Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang

terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman

lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik

pada saat kritis.


41

Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub

pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak

tusuk pasangannya. Selain itu, karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih

berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak

listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan

ledakan. Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik

membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya

kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat,

tersengatnya pasien, atau petugas. Bahaya ini dapat dicegah dengan :

1. Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi. Peralatan

harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas

yang cukup untuk menghindari beban lebih.

2. Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem

pembumian yang benar sebelum digunakan.

3. Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik

yang tidak benar.

Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,

dan pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit

mengikuti:

1. SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan

fasilitas kesehatan.
42

2. SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat

dan siaga.

3. SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat

menggunakan energi tersimpan.

4. Atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

9. Keselamatan Kebakaran
Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, harus dilindungi terhadap bahaya

kebakaran, meliputi :

1. Sistem Proteksi Pasif; dan

2. Sistem Proteksi Aktif.

3. Sistem Proteksi Pasif,

Tujuan utama proteksi pasif terutama untuk menahan dan membatasi

penjalaran api, asap dan panas, dengan demikian akan memberikan lingkungan yang

aman untuk evakuasi dan penyelamatan. Proteksi pasif meliputi elemen konstruksi

bangunan, seperti : proteksi struktur bangunan yang dinyatakan dengan Tingkat

Ketahanan Api (TKA); dan kompartemenisasi yang membatasi kebakaran dan asap.

Ketentuan kompartemen api dengan periode tingkat ketahanan api (TKA), untuk

memastikan bahwa kebakaran tidak akan menjalar ke kompartemen lain di dalam

periode tertentu, artinya membolehkan penghuni untuk meninggalkan bangunan yang

terbakar.
43

Pada sisi lain tingkat ketahanan api terhadap struktur bangunan akan

memastikan bahwa struktur stabil jika terpapar ke api, dan penghuni serta regu

pemadam kebakaran tidak terpapar ke risiko akibat keruntuhan struktur bangunan.

Pada kompleks ruang operasi, banyak terdapat peralatan-peralatan medik

(lampu operasi, mesin anestesi, ceiling pendant, meja operasi, instrumen-instrumen

bedah, monitor, mobile x ray, dan sebagainya, yang tidak diinginkan untuk disiram

air pada saat terjadinya kebakaran. Sesuai ketentuan yang berlaku, sistem springkler

otomatik, boleh tidak digunakan, asalkan seluruh dinding, lantai, langit-langit dan

bukaan-bukaan (pintu, jendela dan sebagainya) menggunakan bahan/material yang

mempunyai Tingkat Ketahanan Api minimal 2 (dua) jam.

Apabila kompleks ruang operasi berada menyatu dengan ruang lain di dalam

bangunan, maka kompleks ruang operasi harus dianggap sebagai satu kompartemen,

sehingga segala ketentuan yang menyangkut tingkat ketahanan api strukturnya harus

dipenuhi.

a. Sistem Proteksi Aktif.

Di seluruh komplek ruang operasi yang merupakan satu kompartemen, harus

dilengkapi dengan detektor asap pada seluruh ruangannya. Bilamana terjadi

kebakaran di ruang operasi, peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari

sekitar sumber oksigen dan mesin anestesi atau outlet pipa yang dimasukkan ke ruang

operasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya ledakan.

Bilamana terjadi kebakaran, semua pasien harus segera dipindahkan dari

tempat berbahaya, semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara


44

melakukan pemadaman kebakaran, mereka harus mengetahui secara tepat tata letak

kotak alarm kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran yang

disediakan untuk itu. Alat pemadam kebakaran jenis APAR dengan isi gas netral

yang ramah lingkungan di gunakan untuk pemadaman api bila terjadi kebakaran, dan

diletakkan di lokasi yang tepat di luar kamar bedah.


45

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan hasil dari kristalisasi teori, konsep dan asumsi

yang dipadukan sehingga menunjukkan kejelasan antara satu dengan lainnya serta

menunjukkan hubungan sebab akibat. Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini

dapat dijelaskan pada Gambar 2.2 berikut ini:

Standar Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 Performansi Fisik

Kesenjangan

Persepsi
Pengguna

Rekomendasi

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian


46

2.4 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Performansi Fisik Ruang


Operasi RSUD. F.L. Tobing
Kota Sibolga

a. Alur Sirkulasi Pelayanan


Kesesuaian dengan
b. Zoning
c. Finishing Interior Standar Depertemen
Kesehatan RI Tahun 2012
d. Pencahayaan
e. Tata Udara
f. Kebisingan
g. Air Bersih dan Sanitasi
h. Elektrikal
i. Keselamatan Kebakaran

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian


47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional, jenis data dan analisis data

berupa data kualitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil kuesioner performansi fisik

kamar operasi berupa pengukuran suhu, pencahayaan, kebisingan dan kelembaban

ruangan dan kepada pengguna internal.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi atau tempat penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) F.L. Tobing Kota Sibolga, khususnya di ruang operasi/Instalasi Bedah

Sentral RSUD F.L. Tobing, yang terletak di Jalan Dr. FL Tobing, No. 35, Kota

Sibolga. Penelitian dilakukan dimulai dari tahun 2019 hingga selesai.

3.3 Informan

Subjek dalam penelitian ini meliputi informan, yaitu orang yang dimanfaatkan

untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik yang lazim digunakan

dalam penelitian kualitatif, yaitu purposive sampling adalah teknik pengambilan

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,

misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau
48

mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi

obyek/situasi sosial yang diteliti. Informan dalam penelitian ini meliputi 3 macam :

1) Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi

sosial yang diteliti. Dalam hal ini, informan utama adalah Kepala Ruang

Operasi RSUD F.L. Tobing.

2) Informan Kunci (Key Informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki

berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian

ini yang menjadi informan kunci adalah sebanyak 4 orang yaitu : dokter

spesialis bedah, perawat bedah, petugas sterilisasi, dan bidan.

3) Informan Tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti, dimana

dalam penelitian ini Direktur Rumah Sakit F.L. Tobing/pihak manajemen

pengelola rumah sakitlah yang menjadi informan tambahan.

Dengan demikian, berdasarkan informasi di atas, peneliti menentukan informan

dengan cara menemukan informan kunci, yang kemudian akan dilanjutkan dengan

informan lainnya dengan mengembangkan dan mencari informasi sebanyak-banyaknya

yang berhubungan dengan masalah penelitian dengan harapan dapat memberikan data

atau gambaran tentang bagaimana analisa keadaan nyata Instalasi Bedah Sentral

RSUD F.L. Tobing.


49

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Alus Sirkulasi Pelayanan adalah tahapan proses-proses pelayanan yang

diberikan kepada pasien selama berada di dalam ruang operasi.

2. Zonning adalah pembagian ruangan-ruangan pada bangunan Ruang Operasi

Rumah Sakit terbagi atas 5 (lima) zona, antara lain : zona tingkat resiko

rendah (normal), zona tingkat resiko sedang (normal dengan pre filter), zona

resiko tinggi (semi steril dengan medium filter), zona resiko sangat tinggi

(steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter, tekanan positif), area

nuklei steril (meja operasi).

3. Finishing Interior adalah beberapa komponen interior yang digunakan pada

ruang operasi

4. Pencahayaan adalah kepadatan suatu berkas cahaya yang mengenai suatu

permukaan, diiukur dengan menggunakan lux meter dengan satuan lux.

5. Tata Udara yaitu pengaturan aliran udara baru di dalam ruangan, dinilai

dengan mengukur suhu ruangan menggunakan termometer ruangan dengan

satuan °C, serta mengukur kelembaban udara yaitu kadar kandungan uap air

di udara menggunakan alat humidity meter dengan satuan%.

6. Kebisingan adalah bunyi yang mengganggu dalam kegiatansehari- hari,

kebisingan diukur dengan menggunakan sound level meter dengan satuan

desibel (dB).

7. Air bersih dan sanitasi adalah pengaturan sumber air bersih dan sanitasi
50

pembuangan air kotoran operasi yang harus memenuhi persyaratan kesehatan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan

8. Elektrikal adalah sumber daya listrik pada bangunan ruang operasi rumah

sakit.

9. Keselamatan Kebakaran adalah sistem proteksi kebakaran yang ada di ruang

operasi.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengamati semua

tingkah laku yang terlibat pada jangka waktu tertentu atau suatu tahapan

perkembangan tertentu. Nawawi mengungkapkan bahwa observasi merupakan

pengamatan dan pencacatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada

objek penelitian. Observasi yang dimaksud di sini adalah pengamatan secara

langsung oleh peneliti, sehingga dapat diperoleh data yang diinginkan. Observasi

dilakukan menggunakan kuesioner berisi pertanyaan tentang kondisi fisik ruang

perawatan intensif sesuai standar Kementerian Kesehatan 2012.

2. Dokumentasi

Dokumentasi ini sangat membantu dalam proses penelitian. Hal tersebut

dimaksudkan untuk melengkapi dan memperkuat data hasilobservasi dan/atau

wawancara yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini. Alat pendokumentasian

dapat berupa kamera.


51

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif dan

berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-

konsep, dan pembangunan suatu teori baru. Dalam penelitian ini, teknik analisis data

yang digunakan dalam penelitian kualitatif mencakup transkip hasil wawancara,

reduksi data, analisis, interpretasi data, dan triangulasi. Dari hasil analisis data yang

kemudian dapat ditarik kesimpulan. Berikut ini adalah teknik analisis data yang

digunakan oleh peneliti :

(1) Triangulasi

Untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

triangulasi. Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi

peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Ada 4 macam teknik triangulasi

yaitu: 1) triangulasi data (data triangulation), yaitu peneliti dalam mengumpulkan

data harus menggunakan berbagai sumber data yang berbeda, 2) triangulasi metode

(methodological triangulation) yaitu cara peneliti menguji keabsahan data dengan

mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode

pengumpulan data yang berbeda, 3) triangulasi peneliti (investigator triangulation)

yaitu hasil penelitian baik data maupun simpulan mengenai bagian tertentu atau

keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti, 4) triangulasi teori,

yaitu dalam menguji keabsahan dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori

dalam membahas permasalahan-permasalahan yang dikaji, sehingga dapat dianalisis

dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan menyeluruh.


52

Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triagulasi teori.

Teknik triangulasi teori dilakukan dengan menguji keabsahan data menggunakan

perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan-permasalahan yang

dikaji, sehingga dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan

menyeluruh.

(2)Menarik Kesimpulan

Kesimpulan yang mula-mula belum jelas akan meningkat menjadi lebih

terperinci. Kesimpulan-kesimpulan final akan muncul bergantung pada besarnya

kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan, kecakapan

peneliti, dan tuntutan pemberi dana, tetapi seringkali kesimpulan itu telah sering

dirumuskan sebelumnya sejak awal.


53

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif yaitu

observasi dan pengujian dengan alat bantu yang dilakukan oleh peneliti. Pengambilan

data dengan pihak manajemen menggunakan metode wawancara mendalam.

Wawancara terhadap manajemen dilakukan dengan mengemukakan hasil observasi

dan pengukuran didalam instalasi ruang operasi yang kemudian didiskusikan bersama

untuk mendapatkan pendapat atas dasar rencana pengembangan yang diperlukan

selanjutnya. Observasi dan pengukuran menggunakan panduan observasi berdasarkan

pedoman Depertemen Kesehatan RI tahun 2012.

4.1.1 Hasil Observasi

4.1.1.1 Konsep Bangunan Fisik Instalasi Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) F.L Tobing Kota Sibolga

merupakan rumah sakit milik Pemerintahan Daerah Kota Sibolga kelas B dengan

kapasitas tempat tidur 160 buah. Lokasi RSUD Kota Sibolga terletak di Jalan Dr.

F.L. Tobing, Nomor 35, Sibolga, dengan luas area 2 Ha. Pemakaian gedung

RSUD F.L Tobing Kota Sibolga dimulai sejak tahun 1992.


54

Gambar 4.1 Tampak depan Instalasi Bedah Sentral RSUD F.L. Tobing

Ruang operasi RSUD F.L. Tobing terletak di lantai 1 dan memiliki akses

yang mudah untuk ditemukan. ruang operasi RSUD F.L. Tobing terpisah dari

bangunan utama dan memiliki bangunan tersendiri. Saat ini ruang operasi

memiliki 26 Petugas yang terdiri dari 16 Orang perawat, 5 Orang penata anastesi,

dan 5 Orang bagian CSSD. Ruang operasi sendiri terdiri dari ruang registrasi dan

transfer pasien, ruang induksi dan premedikasi sebagai tempat berkas

administrasi dan tempat linen bersih, scrub station, ruang recovery, ruang

resusitasi bayi, central sterile supply department (CSSD), dan 4 Kamar Operasi

yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda.

4.1.1.2 Pemenuhan Ruangan Instalasi Ruang Operasi

Persyaratan ruangan di instalasi ruang operasi mengacu pada pedoman teknis

bangunan ruang operasi menurut Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 mengenai

Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.


55

Tabel 4.1 Hasil Observasi Berdasarkan KelengkapanRuangan Instalasi Ruang


Operasi

Pemenuhan
Sesuai Standar
Ruangan
No Nama Ruangan Luas
Tidak (jika tidak
Ya Tidak Ya
ukuran yang ada)
1 Ruangan Administrasi 3-5 /petugas √ √
2 √
Ruangan Transfer Min. 12 √
3 √
Ruangan Tunggu 1–1,5 /orang √
4 √
Ruang Persiapan Pasien 8 /tempat tidur √
5 Ruang Monitoring √
Min. 8 √
Perawat
6 Ruang Airlock Min. 9 √ Tidak Tersedia
7 Ruang Cuci Tangan √
Min. 6 √
(Scrub Station)
8 Ruang Persiapan Alat / √
Min. 9 √
Bahan
9 Ruang Operasi Minor 36 √ Tidak Tersedia
10 Ruang Operasi Umum 42 √
Ukuran tidak sesuai
11 Ruang Operasi Mayor 50 √
12 Ruang Resusitasi 6 dan tidak
9 √
Neonatus terpakai semestinya
13 Ruang Pemulihan 8 /tempat tidur √ √
14 Gudang Steril 36 √ √
15 Ruangan Obat √ √
16 Ruang Penyimpanan
√ √
Alat Bersih / Steri
17 Ruang Sterilisasi Sesuai Kebutuhan √ √
18 Ruang Ganti Loker √ √
19 Ruang Dokter √ √
20 Gudang Kotor √ √

Berdasarkan observasi yang dapat dilihat pada tabel di atas, didapati Instalasi

Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing sudah memenuhi mayoritas dari persayaratan

pemenuhan ruang Instalasi Ruang Operasi standar rumah sakit menurut Depertemen
56

Kesehatan RI Tahun 2012. Terdapat dua ruangan yang belum dipenuhi yaitu ruang

airlock dan ruang operasi minor. Ruang neonatus belum memenuhi secara luasan dan

tidak dipergunakan secara semestinya dikarenakan tindakan resusitasi neonatus

dilakukan dikoridor kompleks ruang operasi.

4.1.1.3 Hasil Observasi pada Titik Pengamatan

Peneliti melakukan observasi langsung pada Instalasi Ruang Operasi yang

berada di lantai 1 RSUD F.L. Tobing. Observasi dilakukan berdasarkan sembilan

aspek performansi fisik di Instalasi Ruang Operasi. Aspek-aspek tersebut antara lain:

alur sirkulasi pelayanan, zonning, finishing interior, pencahayaan, tata udara,

kebisingan, air bersih dan sanitasi, elektrikal, dan keseluruhan kebakaran.

1. Alur Sirkulasi Pelayanan

Alur sirkulasi pelayanan pada instalasi ruang opersi dimulai ketika

pasien dibawa dari ruang rawat inap menuju ruang pendaftaran untuk

dicocokkan identitasnya, apakah sudah sesuai dengan data yang sebelumnya

dikirim ke ruang administrasi ruang operasi dan sudah dipelajari oleh dokter

bedah bersangkutan. Pengantar pasien dipersilahkan untuk menunggu di ruang

tunggu pengantar. Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang transfer. Di

ruang ini, pasien dipindahkan dari transfer bed ke transfer bed ruang bedah

menuju ruang persiapan.

Di ruang persiapan pasien dibersihkan, misalnya dicukur pada bagian

rambut yang akan dioperasi, atau dibersihkan bagian-bagian tubuh lain yang

dianggap perlu, Apabila, pada saat pasien selesai dibersihkan ruang operasi
57

masih digunakan untuk operasi pasien lain, pasien ditempatkan di ruang tunggu

pasien yang berada di lingkungan ruang operasi. Setelah tiba waktunya, pasien

dibawa masuk ke ruang induksi (bila ada), yang mana, pasien diperiksa kembali

kondisi tubuhnya, menyangkut tekanan darah, detak jantung, temperatur tubuh,

dan sebagainya. Apabila kondisi tubuh pasien cukup layak untuk dioperasi,

pasien selanjutnya masuk ke ruang bedah, untuk dilakukan operasi pembedahan.

Selesai dilakukan pembedahan, pasien yang masih dipengaruhi oleh bius

dari zat anestesi, selanjutnya dibawa ke ruang pemulihan (recovery room).

Ruang ini sering juga dinamakan ruang PACU (Post Anesthesi Care Unit). Bila

dianggap perlu, pasien bedah dapat juga langsung dibawa ke ruang perawatan

intensif (ICU). Apabila bayi yang dioperasi, setelah dioperasi bayi tersebut

selanjutnya dibawa masuk ke ruang resusisitasi neonatal (dibeberapa rumah

sakit, jarang ruang resisutasi neonatal ini berada di ruang operasi, biasanya

langsung dibawa ke ruang perawatan intensif bayi (NICU), yang berada di

bagian melahirkan (Ginekologi). Apabila pasien bedah kondisinya cukup sadar,

pasien dibawa ke ruang rawat inap.

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

aspek alur sirkulasi pelayanan dapat diketahui dari sembilan aspek yang dinilai,

didapatkan semua aspek sudah memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan RI

Tahun 2012 hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
58

Tabel 4.2 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Alur Sirkulasi Pelayanan

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Penilaian
Ya Tidak
Pasien, umumnya dibawa dari ruang rawat inap
menuju ruang operasi menggunakan transfer bed. √ Sesuai

Perawat ruang rawat inap atau perawat ruang operasi,


sesuai jadwal operasi, membawa pasien ke ruang √ Sesuai
pendaftaran untuk dicocokkan identitasnya.

Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang


transfer, di ruang ini, pasien dipindahkan dari
√ Sesuai
transfer bed ke transfer bed ruang bedah menuju
ruang persiapan.

Petugas ruang operasi selanjutnya melakukan


kegiatan persiapan perlengkapan operasi, meliputi
penyiapan peralatan bedah, pembersihan ruang
bedah, mensterilkan ruang bedah dengan
penyemprotan fogging, menyeka (mengelap) meja
√ Sesuai
bedah, lampu bedah, mesin anestesi, pendant, dengan
cairan atau lap yang sesuai. Memeriksa seluruh
utilitas ruang operasi (tekanan gas medis, vakum,
udara tekan medis, kotak kontak listrik, jam dinding,
tempat sampah medis, dan sebagainya).

Untuk penyiapan peralatan bedah, dilakukan di ruang


peralatan bedah yang letaknya dekat dengan kamar
√ Sesuai
bedah. Set peralatan bedah diambil dari ruang
penyimpanan steril, dan disiapkan di atas troli bedah.

Setelah siap, Dokter bedah akan memeriksa kembali


seluruh peralatan bedah yang diperlukan, dan √ Sesuai
mengujinya bila diperlukan.
59

Selanjutnya peralatan bedah ini dimasukkan ke


kamar bedah. Apabila pengadaan ruang persiapan
peralatan bedah ini karena sesuatu hal tidak √ Sesuai
dimungkinkan, maka persiapan peralatan bedah dapat
dilakukan di kamar bedah.

Selesai dilakukan pembedahan, pasien yang masih


dipengaruhi oleh bius dari zat anestesi, selanjutnya √ Sesuai
dibawa ke ruang pemulihan (recovery room).

Apabila pasien bedah kondisinya cukup sadar, pasien


Sesuai
dibawa ke ruang rawat inap. √

2. Zoning

Observasi dilakukan berdasarkan lima zonasi di ruang operasi RSUD

F.L. Tobing. Zona 1 (ruang pendaftaran, ruang tunggu keluarga pasien, ruang

sterilisasi alat dan ruang utilitas kotor), zona 2 (ruang istirahat dokter dan

perawat, ruang pantri petugas, ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer

dan ruang loker atau ruang ganti baju dokter dan perawat, nurse station) zona

3 (area scrub up, ruang pemulihan, ruang penyimpanan perlengkapan bedah

dan anestesi), zona 4 (ruang operasi), area nuklei steril (area pembedahan

dibawah aliran udara kebawah). Pada pengamatan mengacu kepada standar

Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 mengenai pedoman teknis bangunan

dan prasarana rumah sakit. Adapun untuk lebih jelasnya, peta ruang operasi

RSUD F.L. Tobing Sibolga dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
60

Gambar 4.2 Sistem Zonasi Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L.

Tobing menurut aspek zoning, dapat diketahui dari lima aspek yang dinilai

didapatkan mayoritas aspek sudah memenuhi standar dari Depertemen

Kesehatan RI Tahun 2012 hanya 1 aspek yang tidak memenuhi standar yaitu

kurangnya sekat rapat pada bangunan ruang operasi oleh sarana “air-lock” di

lokasi rumah sakit hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
61

Tabel 4.3 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Zoning

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Penilaian
Ya Tidak
Terdapat pembagian zona pada bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit. √ Sesuai

Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit



bebas dari lalu lintas dalam lokasi rumah sakit. Sesuai

Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit


secara fisik disekat rapat oleh sarana “air-lock” di Tidak

lokasi rumah sakit. Sesuai

Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari


ruang-ruang lain pada bangunan (sarana) Ruang √
Sesuai
Operasi Rumah Sakit.

Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi


diatur jalur yang dilewatinya dari satu area “steril” ke √
Sesuai
lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.

3. Finishing Interior

Pada aspek finishing interior, terdepat beberapa komponen yang digunakan

pada ruang operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus menurut Depkes 2012,

antara lain : komponen penutup lantai, dinding, langit-langit, pintu ruang operasi.

Hasil observasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


62

Tabel 4.4 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Finishing Interior

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Ya Tidak Penilaian
Dinding mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan
bahan kimia, tidak berjamur dan anti bakteri. √ Tidak Sesuai

Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. √ Tidak Sesuai


Langit-langit mudah dibersihkan, tahan terhadap
segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung
unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak √ Tidak Sesuai
berjamur serta anti bakteri.

Pintu ruang operasi adalah jenis pintu geser (sliding


door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup √ Tidak Sesuai
secara otomatis.
Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil
(insulated panel system) dan dicat jenis duco dengan √ Tidak Sesuai
cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang

Kesesuaian komponen penutup lantai √ Tidak Sesuai

Berdasarkan hasil obervasi pada instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

terkait aspek finishing interior dapat diketahui dari lima aspek yang dinilai,

didapatkan semua aspek tidak memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan RI

Tahun 2012. Dinding pada ruang operasi bewarna putih dan tampak sedikit

menyilaukan mata. Dinding berbahan keramik dan belum dilapisi cairan anti porosif.

Pada bagian langit - langit di ruang operasi berbahan gypsum dan belum dilapisi cat

anti porosif.
63

Gambar 4.3 Keadaan Langit-Langit Gambar 4.4 Keadaan Dinding


Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing Operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga
Sibolga

Pada pengamatan dapat terlihat bahwa pintu masuk dan pintu keluar di

Instalasi Ruang Operasi sudah terpisah. Masing–masing pintu terdiri atas 2 pintu

yang hanya dapat dibuka kearah dalam untuk pintu masuk dan ke arah keluar untuk

pintu keluar dengan ukuran lebar masing – masing 1,2 m sehingga untuk ukuran bed

pasien masuk atau keluar sangat mudah.

Gambar 4.5 Pintu Ruang Operasi Gambar 4.6 Pintu Ruang Transfer
RSUD F.L. Tobing Sibolga Pasien RSUD F.L. Tobing Sibolga
64

Hasil obervasi didapati pintu terbuat dari bahan kayu/papan dan tampak

belum dilapisi cat anti porosif, hasil pengamatan juga mendapati kondisi cat pintu

yang tampak mengklupas. Hasil pengamatan di ruang operasi RSUD F.L. Tobing

Sibolga didapati bahwa pintu ruang operasi masih berjenis pintu manual biasa atau

belum berjenis pintu geser (sliding door) dengan rel di atas, yang dapat dibuka tutup

secara otomatis. Sehingga dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan

mayoritas komponen aspek finishing interior tidak memenuhi standar Depkes tahun

2012.

Selanjutnya pada lantai terlihat tidak terdapat pori–pori yang dapat sebagai

tempat berkembangnya mikroorganisme, namun dalam segi warna lantai ditemukan

berwarna gelap dan bercorak. Sehingga pada komponen lantai disimpulkan belum

sesuai dengan standar Depkes tahun 2012.

Gambar 4.7 Lantai Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga


65

4. Pencahayaan

Pada aspek pencahayaan di ruang operasi RSUD F.L. Tobing, terdapat

beberapa aspek menurut Depkes tahun 2012 yang harus diikuti antara lain seperti,

pendistribusian pencahayaan, adanya kontrol intensitas, lampu cadangan, dan

sebagainya. Hasil observasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Pencahayaan

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Ya Tidak Penilaian
Pencahayaan didistribusikan rata dalam ruangan. √ Sesuai
Lampu operasi dilengkapi dengan kontrol intensitas. √ Sesuai
Tersedia lampu cadangan. √ Sesuai
Lampu operasi/bedah digantung pada langit-langit
dan armatur/fixturenya bisa digerakkan/digeser- √ Sesuai
geser.

Cahaya di ruang operasi mendekati biru/putih


(daylight). √ Sesuai
66

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

aspek pencahayaan dapat diketahui dari lima aspek yang dinilai, didapatkan semua

aspek sudah memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012. Pada

pencahayaan di ruang operasi RSUD F.L. Tobing memiliki hasil pengukuran untuk

ruang operasi 348 Lux dimana menurut standar Depkes tahun 2012 pencahayaan

minimal adalah 200 Lux. Selanjutnya pada pengukuran medan operasi didapatkan

pencahayaan 18.180 Lux dimana menurut standar Depkes tahun 2012 pencahayaan

yang dianjurkan pada rentang 10.000-20.000 Lux. Hasil ini dapat dikategorikan baik

dan dapat dirasakan oleh peneliti saat lampu operasi dan lampu ruang operasi

dinyalakan pada saat berlangsung operasi masih dalam kondisi nyaman untuk melihat

jaringan dan organ bagian yang akan dibedah oleh tenaga medis.

Gambar 4.8 Pencahayaan Ruang Gambar 4.9 Alat Pengaturan


Operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga Pencahayaan Ruang Operasi
67

5. Tata Udara

Pada aspek tata udara di ruang operasi RSUD F.L. Tobing, terdapat beberapa

aspek menurut Depkes tahun 2012 yang harus diikuti antara lain seperti, temperatur

ruangan, ventilasi ruangan, saluran udara, penghawaan dan kelembaban. Hasil

observasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Tata Udara

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Penilaian
Ya Tidak
Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 19°C sampai
24°C. √ Sesuai

Ventilasi di ruang operasi memenuhi syarat. √ Tidak Sesuai


Saluran udara (ducting) dibersihkan secara teratur. √ Tidak Sesuai
Penghawaan di ruang operasi cukup nyaman. √ Sesuai
Kelembaban relatif udara antara 50%-60%. √ Sesuai

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

terkait aspek tata udara dapat diketahui dari lima aspek, didapatkan 3 aspek yang

memenuhi standar dan 2 aspek yang belum memenuhi standar dari Depertemen

Kesehatan RI Tahun 2012. Hasil pengukuran didapatkan hasil pengujian di dalam

ruang operasi dari segi kelembaban di ruang operasi terukur masih dalam batas

standar yaitu sebesar 55% (standar Depkes tahun 2012 adalah 50-60%) begitu pula

dengan suhu didalam ruang operasi menunjukkan suhu in (standar Depkes tahun 2012

adalah ). Pengukuran kelembaban dan suhu diukur saat operasi sedang

berlangsung untuk dapat mengukur kenyamanan pengguna.


68

Sistem ventilasi pada ruang operasi meliputi tekanan udara dalam ruang

operasi, sistem aliran udara dan sistem filterisasi. Pada pengukuran tekanan udara

dilakukan didalam ruang operasi yang kemudian dibandingkan dengan tekanan yang

berada diluar ruang operasi yakni di koridor kompleks ruang operasi yang berada

tepat didepan pintu utama steril ruang operasi untuk masuk pasien.

Dari hasil pengukuran tekanan udara tidak didapatkan perbedaan antara

tekanan dari dalam ruang operasi dengan tekanan udara pada koridor. Hal ini

menunjukan bahwa tidak adanya tekanan positif atau filtrasi udara yang seharusnya

menjadi standar dalam sistem ventilasi ruang operasi untuk menjaga sterilitas didalam

ruang operasi selama digunakan maupun saat tidak digunakan. Tekanan udara

didalam ruang operasi seharusnya lebih tinggi dari ruang koridor minimal 10 mBar

sehingga tekanan ruang dapat menjadi positif.

Gambar 4.10 Pendingin Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga


69

Tidak adanya filtrasi di setiap zona operasi ini akan mempengaruhi distribusi

udara yang buruk sehingga didalam ruang operasi akan beresiko terjadi kontaminasi

bakteri dari luar ruang operasi dan dapat mempengaruhi kesehatan pengguna dalam

ruang operasi baik tenaga medis maupun pasien dan dapat meningkatkan SSI selama

operasi berlangsung jika pintu ruang operasi terbuka

6. Kebisingan

Pada aspek kebisingan di ruang operasi RSUD F.L. Tobing, terdapat beberapa

aspek menurut Depkes tahun 2012 yang harus diikuti antara lain seperti, indeks

kebisingan dan kegiatan-kegiatan di sekitar ruang operasi. Hasil observasi

selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.7 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Kebisingan

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Ya Tidak Penilaian
Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi
adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan 8 jam. √ Tidak Sesuai

Tidak ada kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau


sumber bising lainnya baik yang berada pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di √ Tidak Sesuai
luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

berdasarkan aspek kebisingan dapat diketahui dari dua aspek, didapatkan semua

aspek tidak memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012. Pada hasil

pengukuran kebisingan mendapat nilai yang lebih tinggi dari nilai yang dianjurkan

yaitu 50,2 dBA, dimana hasil ini diindikasikan dapat mengganggu kenyamanan
70

pengguna ruang operasi.

7. Air Bersih dan Sanitasi

Pada aspek air bersih dan sanitasi di ruang operasi RSUD F.L. Tobing,

terdapat beberapa aspek menurut Depkes tahun 2012 yang harus diikuti antara lain

seperti, tersedianya scrub station dan ketersediaan air. Hasil observasi selengkapnya

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Air Bersih dan Sanitasi

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Penilaian
Ya Tidak
Scrub station pada ruang cuci tangan terdapat kran siku
atau kran dengkul √ Tidak Sesuai

Aliran air pada setiap kran cukup.


√ Tidak Sesuai
Jumlah kran pada ruang cuci tangan sudah cukup,
minimal untuk 2 (dua) orang. √ Tidak Sesuai

Pada scrub station dilengkapi dengan tempat cairan


disingfektan dan sikat kuku. √ Tidak Sesuai

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

berdasarkan aspek air bersih dan sanitasi dapat diketahui dari empat aspek yang

dinilai, didapatkan semua aspek tidak memenuhi standar dan belum memenuhi

standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012. Air bersih di RSUD F.L. Tobing

berasal dari PDAM yang belum melewati proses filterisasi dan penyulingan. Pada

scrub station sendiri juga belum memenuhi syarat dari Depkes tahun 2012 karena

belum terdapat kran siku atau keran dengkul.


71

Gambar 4.11 Scrub Station 1 Gambar 4.12 Scrub Station 2


Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing
Sibolga Sibolga

Selanjutnya pada sanitasi, ruang operasi memiliki 3 jenis tempat sampah,

antara lain: tempat sampah medis padat (tajam dan non tajam), sampah medis cair

dan tempat linen bekas. Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa tempat sampah

medis sudah tertutup. Tempat sampah medis menggunakan ember yang didalamnya

memakai plastic khusus untuk limbah

Gambar 4.13 Tempat Gambar 4.14 Tempat


Sampah 1 Ruang Operasi RSUD Sampah 2 Ruang Operasi RSUD
F.L. Tobing Sibolga F.L. Tobing Sibolga
72

8. Elektrikal

Pada aspek elektrikal di ruang operasi RSUD F.L. Tobing, terdapat aspek

yang menurut Depkes tahun 2012 harus diikuti yaitu terkait sumber daya listrik.

Hasil observasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.9 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Elektrikal

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Penilaian
Ya Tidak
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit, termasuk katagori “sistem kelistrikan √ Sesuai
esensial 3”.

Dilengkapi dengan sumber daya listrik darurat.


√ Sesuai

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

aspek kelistrikan dapat diketahui dari dua aspek yang dinilai, didapatkan semua

aspek sudah memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

memiliki sistem kelistrikan esensial 3 dimana sudah sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012. Begitu juga dengan

sumber daya listrik darurat yang masih berfungsi secara baik.

9. Keselamatan Kebakaran

Pada aspek keselamatan kebakaran di ruang operasi RSUD F.L. Tobing,

terdapat aspek yang menurut Depkes tahun 2012 harus diikuti yaitu terkait adanya

asap detektor dan alat pemadam kebakaran. Hasil observasi selengkapnya dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.


73

Tabel 4.10 Hasil Observasi Berdasarkan Aspek Keselamatan Kebakaran

Hasil Observasi Kriteria


Aspek Pengamatan
Penilaian
Ya Tidak
Di seluruh komplek ruang operasi dilengkapi dengan
Tidak
detektor asap pada seluruh ruangannya. √
Sesuai
Terdapat alat pemadam kebakaran di dalam kamar
operasi. √ Sesuai

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

aspek keselamatan kebakaran dapat diketahui belum memenuhi standar dari

Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 dimana dari dua aspek yang dinilai,

didapatkan pada aspek ruang operasi belum memiliki detektor asap pada seluruh

ruangan. Namun ruang operasi sudah memiliki alat pemadam kebakaran yang

layak digunakan. Selain itu, hasil pengamatan juga didapati ruang operasi belum

memiliki proteksi kebakaran (smoke detector).

Gambar 4.15 Alat Pemadam Kebakaran Ruang Operasi RSUD F.L.


Tobing Sibolga
74

4.1.2 Hasil Wawancara

Wawancara yang dilakukan pada bulan Oktober 2019 dengan beberapa

informan yang sudah ditetapkan sesuai dengan kriteria penelitian yaitu antara lain,

kepala ruang operasi, dokter spesialis bedah, perawat bedah, petugas sterilisasi,

dan bidan di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing. Sedikit berbeda dengan

pengamatan yang mengacu pada standar dari Depertemen Kesehatan tahun 2012,

wawancara dilakukan dengan berpatokan pada teori evaluasi pasca huni yang

dalam penilaiannya menggunakan aspek-aspek seperti, aspek fungsional, teknikal,

dan perilaku pengguna ruang operasi.

Selanjutnya penulis merangkum pendapat secara umum terkait aspek

fungsional yang juga mengarah pada aspek fisik bangunan instalasi ruang operasi.

Dengan tersedianya 4 ruang operasi yang mencakup ruang OK 1 untuk operasi

bedah, OK 2 untuk operasi mata dan THT, OK 3 untuk operasi obgyn, dan OK 4

untuk operasi obgyn, beberapa informan mengeluhkan ukuran ruang operasi yang

dinilai kurang luas sehingga sedikit membatasi pergerakan pada saat penanganan

pasien.

Alur pelayanan pasien dan sistem zonning diungkapkan berjalan sesuai

dengan standar yang ditetapkan oleh manajemen. Seluruh pengguna ruang operasi

baik itu kepala ruang operasi, dokter bedah, perawat bedah, petugas anastesi dan

petugas ruang operasi lainnya mengetahui mengenai dengan baik sistem zoning

sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

Terkait dengan aspek teknikal, diungkapkan oleh beberapa informan pada

saat wawancara dilakukan, beberapa informan mengungkapkan terdapat beberapa


75

permasalahan interior ruang operasi. Permasalahan pertama terkait pintu ruang

operasi yang mamemang beberapa tahun lalu pintu masuk ruang operasi masih

digunakan sebagai pintu keluar juga sehingga dalam proses operasi sering

menimbulkan beberapa permasalahan. Namun sejak dilakukannya akreditasi

rumah sakit beberapa waktu lalu pihak rumah sakit telah mengatasi permasalahan

tersebut dengan memperbaiki pengaturan pintu ruang operasi yaitu memisahkan

antara pintu masuk dengan pintu keluar.

Aspek teknikal berikutnya adalah pencahayaan, hasil wawancara dengan

kepala ruang operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga, mengungkap bahwa

pencahayaan di ruang operasi sudah sangat baik, dimana seluruh lampu yang

digunakan sudah menggunakan fitur LED dan sejak tahun 2018 pihak rumah sakit

juga sudah memfasilitasi ruang operasi dengan adanya lampu operasi yang

memiliki kamera video sehingga dapat lebih mengontrol jalannya operasi.

Berikutnya terkait aspek perilaku khususnya mengenai kebisingan di

dalam ruang operasi meskipun pada hasil observasi didapati hasil yang tidak

sesuai dengan standar Depkes tahun 2012, Hasil berbeda didapati pada saat

wawancara dengan beberapa pengguna ruang operasi peneliti merangkum dimana

kebanyakan informan merasa tidak terlalu mempermasalahkan kebisingan di

dalam ruangan operasi, namun banyak informan lebih mengeluhkan ukuran ruang

operasi yang dinilai kurang luas sehingga sedikit membatasi pergerakan pada saat

penanganan pasien.
76

Pada ruang operasi memiliki sistem ventilasi yang buruk dimana terihat

tidak adanya filtrasi khusus yang seharusnya ada di setiap ruangan operasi sesuai

dengan pembagian zona, menurut kepala ruang operasi bahwa sistem ventilasi di

ruang operasi ternyata tidak tersusun dan terpasang sebagaimana mestinya, aliran

udara yang selama ini masuk keruang operasi tidak melalui HEPA Filter namun

langsung berasal dari pendingin biasa. Walaupun menurut beberapa informan

menganggap pertukaran udara di dalam ruangan sudah cukup baik dan suhu

ruangan juga dirasa nyaman. Namun, tetap saja kondisi tersebut tidak sesuai

dengan prosedur dan rawan terjadi masalah-masalah serius. Informan lainnya juga

mengungkapkan bahwa memang pihak rumah sakit terkadang lupa untuk

melakukan pengecekan rutin pada AC ruangan, dimana hal ini bisa saja

berdampak pada kondisi mesin dan kestabilan suhu ruangan operasi itu sendiri.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Alur Sirkulasi Pelayanan dan Zoning

Instalasi ruang operasi di RSUD F.L. Tobing Sibolga menurut hasil

observasi peneliti sudah memakai sistem zonasi sesuai dengan Depkes tahun 2012

yang membagi menjadi 5 area zonasi Dari hasil observasi pembagiannya antara

lain: zona 1 (ruang pendaftaran, ruang tunggu keluarga pasien, ruang sterilisasi

alat dan ruang utilitas kotor), zona 2 (ruang istirahat dokter dan perawat, ruang

pantri petugas, ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker atau

ruang ganti baju dokter dan perawat, nurse station, ruang farmasi, zona 3 (area

scrub up, ruang pemulihan, ruang penyimpanan perlengkapan bedah dan


77

anestesi), zona 4 (ruang operasi), zona 5 area nuklei steril (area pembedahan

dibawah aliran udara ke bawah).

Hasil pengamatan tersebut juga didukung oleh hasil wawancara dengan

seluruh informan, dimana ruang operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga sudah

menerapkan sistem zoning sesuai dengan pedoman yang berlaku. Hasil

wawancara juga mendapati bahwa seluruh pengguna ruang operasi baik itu kepala

ruang operasi, dokter bedah, perawat bedah, petugas anastesi dan petugas ruang

operasi lainnya mengetahui mengenai dengan baik sistem zoning sesuai dengan

tupoksinya masing-masing.

Pada pembagian sistem zonasi menurut Depkes tahun 2012 yang menjadi

pembeda dari masing–masing zonasi adalah sistem ventilasinya dimana zona 1

merupakan area normal tanpa menggunakan filter udara, kemudian zona 2

merupakan area steril sedang dengan menggunakan prefilter pada pendingin

ruangan. Zona 3 merupakan ruang semi steril yang menggunakan medium filter

pada pendingin ruangan. Zona 4 merupakan area steril tinggi dengan

menggunakan pre filter, medium filter kemudian HEPA Filter dan area zonasi 5

merupakan area tempat melakukan procedural operasi dengan sterilitas tinggi

yang dijaga dengan sistem aliran udara laminar yang berasal dari diffuser di

langit–langit. Pada prinsip pembagian zonasi selain dari perbedaan dari sistem

ventilasi adalah dari arus lalu lintas jalur bersih dan jalur kotor untuk akses masuk

dan keluar dari ruang operasi.

Pada area zonasi 1 seperti: ruang pendaftaran, ruang tunggu keluarga

pasien, ruang sterilisasi alat dan ruang utilitas kotor pada sistem ventilasinya
78

banyak menggunakan ventilasi alami dan sistem pendingin ruang lokal dengan

tanpa filter udara. Pada area ini adalah ruangan kondisi normal tidak perlu ada

kondisi yang khusus dalam sistem ventilasinya. Pada observasi dari segi kategori

keselamatan memiliki penilaian yang baik dan sudah memenuhi standar,

kemudian dari kategori kemudahan memiliki nilai yang baik terutama karena

luasan yang terdapat dari hasil pengukuran sudah sangat memadai sehingga

kondisinya bebas tabrakan dan lega. Pada observasi segi kenyamanan dan

kesehatan memiliki nilai cukup, terutama pada area utilitas kotor yang memiliki

sistem sirkulasi udara yang belum nyaman dan memiliki tingkat penghawaan yang

belum cukup untuk melakukan pekerjaan dalam waktu yang lama dan lebih dari

satu orang tenaga.

Pada area zona 2 seperti: ruang istirahat dokter dan perawat, ruang pantri

petugas, ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker atau ruang

ganti baju dokter dan perawat, nurse station dan ruang farmasi. Pada hasil

observasi, daerah ini merupakan area yang tertutup dari sirkulasi luar (alami) dan

memiliki sirkulasi sendiri dengan menggunakan pendingin ruangan. Area zona 2

merupakan area dengan steril sedang, dimana kondisi ruang normal namun belum

menggunakan pre filter pada pendingin ruangan. Pada instalasi ruang operasi area

zonasi 2 hanya ruangan loker petugas, hasil pengaamatan juga mendapati pada

zona ini belum memiliki ruang pantry. Observasi dari segi kategori keselamatan

pada zona 2 dinilai masih memiliki kekurangan, kemudian dari segi kemudahan di

zona 2 memiliki hasil penilaian cukup dan dari segi kenyamanan dan kesehatan

memiliki penilaian baik.


79

Area zona 3 merupakan area dengan semi steril yang mengharuskan

adanya medium filter pada sirkulasi udara dan pendingin udara. Area zona 3

antara lain: area scrub up, ruang pemulihan, ruang penyimpanan perlengkapan

bedah dan anestesi, koridor ruang operasi. Pada zona 3 dari hasil observasi

didapatkan sistem ventilasinya masih menggunakan pendingin udara sentral

dengan tanpa medium filter atau dengan kata lain masih menggunakan AC biasa.

Hasil observasi pada area koridor, scrub up, dan ruang penyimpanan alat steril

juga didapati tidak menggunakan medium filter pada sirkulasinya. Sehingga tidak

terdapat perbedaan dengan ventilasi yang berada di zona 2 seperti ruang nurse

station dan ruang persiapan pasien. Pada hasil observasi dari segi keselamatan

pada zona 3 memiliki penilaian yang kurang baik.

Pada zona 4 yang dimana merupakan area steril tinggi dengan

menggunakan pre filter, medium filter dan HEPA Filter pada sistem ventilasi.

Zona 4 merupakan ruangan operasi. RSUD F.L. Tobing Sibolga memiliki 4 ruang

operasi antara lain: 1 ruang operasi minor, 1 ruang operasi mayor dan 2 ruang

operasi general atau umum.

Pada hasil wawancara dengan kepala ruang operasi RSUD F.L. Tobing

Sibolga didapatkan informasi bahwa di ruang operasi saat ini sistem sirkulasi atau

ventilasi udara yang masuk kedalam ruang operasi tidak melalui tahap – tahap

yang seharusnya. Udara yang masuk kedalam ruang operasi tanpa melalui

filterisasi 3 tahap. Hal ini diakui memang tidak sesuai dengan standar yang di

tetapkan Depertemen Kesehatan tahun 2012. Pada zona 5 atau area nukleasi

dimana merupakan area tempat melakukan prosedur operasi atau meja operasi
80

tempat pasien dilakukan pembedahan. Pada area ini menurut standar harus

memiliki aliran udara laminar, namun dari hasil pengukuran didapati hasil yang

belum memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan tahun 2012.

4.2.2 Finishing Interior

Finishing Interior di ruang operasi yang dibahas meliputi; lantai, dinding,

langit–langit, dan pintu. Pada komponen lantai sudah berbahan vinil yang

tertanam permanen, permukaan tidak licin dan mudah untuk dibersihkan

kemudian pertemuan antara dinding dan lantai sudah memakai plint melengkung

setinggi 15 cm. Pada lantai juga tidak terdapat pori–pori yang dapat sebagai

tempat berkembangnya mikroorganisme. Sehingga pada komponen lantai

disimpulkan sudah sesuai dengan standar Depkes tahun 2012.

Pada komponen dinding di ruang operasi sudah berbahan dinding

permanen yaitu keramik yang mudah dibersihkan dan tidak terdapatnya pori-pori

pada setiap dinding, namun dinding tidak dilapisi dengan anti porosif, dimana

menurut Depertemen Kesehatan tahun 2012 mensyaratkan dinding harus dilapisi

dengan pelindung anti porosif. Untuk pertemuan antara dinding juga sudah

melengkung dan tidak membentuk sudut lancip. Sehingga pada komponen

dinding operasi disimpulkan belum sesuai dengan standar Depkes tahun 2012.

Pada komponen langit–langit dinilai tidak sesuai dengan standar

Depertemen Kesehatan tahun 2012 dikarenakan langit-langit ruang operasi masih

berbahan gypsum yang memungkinkan sewaktu-waktu dapat terjadi pengelupasan

dari komponen gypsum itu sendiri, dimana jika kondisi tersebut terjadi dapat

mengganggu jalannya proses operasi bahkan dapat membahayakan kondisi pasien


81

operasi. Sehingga pada komponen dinding operasi juga disimpulkan belum sesuai

dengan standar Depkes tahun 2012.

Pada dasarnya pintu ruang operasi harus memiliki tiga pintu yang berbeda

(Depkes, 2012), antara lain; pintu steril bagi pasien masuk, pintu antara ruang

scrub up dengan ruang operasi dan pintu yang menuju ke koridor kotor untuk

pengangkutan alat dan sampah medis keluar dari ruang operasi. Pintu steril dan

pintu dengan ruang scrub up memiliki arah pintu bergeser dan pintu ke koridor

kotor memiliki arah pintu keluar.

Hasil pengamatan di ruang operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga didapati

bahwa pintu ruang operasi masih berjenis pintu manual biasa atau belum berjenis

pintu geser (sliding door) dengan rel di atas, yang dapat dibuka tutup secara

otomatis, sehingga pada komponen pintu operasi juga disimpulkan belum sesuai

dengan standar Depkes tahun 2012. Ruang operasi memiliki pintu masuk dan

keluar yang terpisah, hal ini dinilai sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan

Depertemen Kesehatan tahun 2012. Hal yang sama juga diungkapkan oleh

beberapa informan pada saat wawancara dilakukan, dimana seorang informan

mengungkapkan memang beberapa tahun lalu pintu masuk ruang operasi masih

digunakan sebagai pintu keluar juga sehingga dalam proses operasi sering

menimbulkan beberapa permasalahan. Namun sejak dilakukannya akreditasi

rumah sakit beberapa waktu lalu pihak rumah sakit telah mengatasi permasalahan

tersebut dengan memperbaiki pengaturan pintu ruang operasi yaitu memisahkan

antara pintu masuk dengan pintu keluar.


82

Selama pengamatan terlihat para tenaga medis di dalam ruang operasi

melakukan aktivitas keluar masuk rata – rata 2 – 4 kali selama operasi. Selama

tindakan operasi berlangsung semua pintu harus dijaga untuk tidak dibuka terlalu

seiring. Pintu tertutup selama tindakan operasi berfungsi mempertahankan ruang

dari kontaminasi dan menjaga suhu stabil (Balaras, 2007).

4.2.3 Pencahayaan

Pencahayaan yang menjadi standar menurut Depertemen Kesehatan tahun

2012 adalah dimana pencahayaan ruang operasi harus memiliki nilai minimal 200

lux dan untuk medan operasi adalah 10.000 – 20.000 lux (Depkes, 2012). Hasil

pengukuran pencahayaan di ruang operasi RSUD F.L. Tobing dengan alat

Luxmeter, didapati hasil pengukuran untuk ruang operasi adalah sebesar 348 Lux.

Angka ini dinilai sudah optimal, dimana menurut standar Depkes tahun 2012

untuk pencahayaan minimal ruang operasi yang diperbolehkan adalah 200 Lux.

Selanjutnya pada pengukuran medan operasi didapatkan pencahayaan

sebesar 18.180 Lux. Angka ini juga dinilai sudah optimal, dimana menurut

standar Depkes tahun 2012 pencahayaan yang dianjurkan untuk medan operasi

adalah pada rentang 10.000-20.000 Lux. Sehingga hasil ini dapat dikategorikan

baik pada saat berlangsung operasi masih dalam kondisi nyaman untuk melihat

jaringan dan organ bagian yang akan dibedah oleh tenaga medis. Hal ini juga

dapat dirasakan oleh peneliti sendiri saat lampu operasi dan lampu ruang operasi

dinyalakan.

Hasil pengukuran ini juga di dukung oleh hasil wawancara dengan

beberapa informan pengguna ruang operasi. Kepala ruang operasi RSUD F.L.
83

Tobing Sibolga menuturkan bahwa pencahayaan di ruang operasi sudah sangat

baik, dimana seluruh lampu yang digunakan sudah menggunakan fitur LED dan

sejak tahun 2018 pihak rumah sakit juga sudah memfasilitasi ruang operasi

dengan adanya lampu operasi yang memiliki kamera video sehingga dapat lebih

mengontrol jalannya operasi.

Pencahayaan yang baik dapat menjadi salah satu faktor penting dalam

kenyamanan petugas dalam melakukan kegiatan operasi. Tidak adanya sumber

cahaya lingkungan dari luar ruangan operasi menjadaikan lampu merupakan

pencahayaan utama didalam ruang operasi. Pada pencahayaan dimedan operasi

harus lebih kontras dibandingkan dengan area di luar medan operasi, dimana hal

ini berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi operator dan asisten operasi dalam

melakukan operasi atau pembedahan terhadap pasien.

4.2.4 Kebisingan

Pada hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing Sibolga

aspek kebisingan dapat diketahui belum memenuhi standar dari Depertemen

Kesehatan RI Tahun 2012. Pengukuran kebisingan dilakukan saat berlangsungnya

operasi, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor sumber kebisingan antara lain;

kebisingan dari alat instrumen, dan dari petugas itu sendiri. Pada penilaian

kebisingan didapati nilai yang lebih tinggi dari nilai yang dianjurkan yaitu 50,2

dBA, dari hasil ini diindikasikan dapat mengganggu kenyamanan pengguna ruang

operasi. Hasil berbeda didapati pada saat wawancara dengan beberapa pengguna

ruang operasi, dimana kebanyakan informan merasa tidak terlalu

mempermasalahkan kebisingan di dalam ruangan operasi, namun banyak


84

informan lebih mengeluhkan ukuran ruang operasi yang dinilai kurang luas

sehingga sedikit membatasi pergerakan pada saat penanganan pasien.

Tingginya aktivitas di sekitar ruang operasi baik di dalam maupun di luar

ruangan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat

kebisingan pada ruang operasi. Tingkat kebisingan yang tinggi dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah dan heart rate yang dapat memacu stress

petugas medis yang melakukan operasi (Clancy, 2008).

4.2.5 Kelembaban, Ventilasi dan Suhu Ruang

Kelembaban merupakan tingkat kandungan air didalam udara.

Ketidaksesuaian tingkat kelembaban di dalam ruang operasi dapat memicu

pertumbuhan bakteri sehingga potensi untuk terjadi infeksi HAIs paska operasi

meningkat (Tanggoro, 2000). Hasil pengukuran didapatkan hasil pengujian di

dalam ruang operasi dari segi kelembaban di ruang operasi terukur masih dalam

batas standar yaitu sebesar 55% (standar Depkes tahun 2012 adalah 50-60%).

Pada ventilasi pada ruang operasi adalah tertutup dari ruang luar disekitarnya dan

menggunakan air-conditioning sebagai pengaturan sirkulasi. Pada ruang operasi

di RSUD F.L. Tobing Sibolga didapati belum memakai air-conditioning dengan

dilengkapi HEPA filter, hal ini tentunya tidak sesuai dengan standar Depkes tahun

2012 yang mengharuskan sirkulasi udara harus dilengkapi dengan filter khusus

untuk menjaga mikroorganisme bakteri maupun virus tersaring.

Suhu yang terukur pada semua ruang operasi adalah suhu ,

pengukuran dilakukan saat ruang operasi dipakai untuk kegiatan operasi. Menurut

standar Depkes tahun 2012 direkomendasikan suhu ruangan berkisar 19 – .


85

Hal ini menunjukan bahwa suhu ruangan di dalam ruang operasi masih dalam

standar Depertemen Kesehatan, namun sudah mendekati batas tinggi suhu yang

direkomendasikan. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh faktor traffic di

ruang operasi yang tinggi dan jumlah personel yang masuk kedalam ruang operasi

selama prosedur operasi berlangsung dimana menyebabkan seringnya pintu ruang

operasi terbuka sehingga suhu dalam ruang tidak stabil dan cenderung meningkat.

Selain itu dari hasil wawancara juga mendapati bahwa beberapa informan

mengeluhkan kurang luasnya ruang operasi, dimana membatasi ruang gerak

pengguna ruang operasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan didapati

mayoritas informan menganggap pertukaran udara di dalam ruangan sudah cukup

baik dan suhu ruangan juga dirasa nyaman. Namun, beberapa informan juga

mengungkapkan masih terdapat beberapa masalah terkait pendingin ruangan

operasi. Informan mengatakan, pihak rumah sakit terkadang lupa untuk

melakukan pengecekan rutin pada AC ruangan, dimana hal ini bisa saja

berdampak pada kondisi mesin dan kestabilan suhu ruangan operasi itu sendiri.

Pada dasarnya suhu ruangan di dalam ruang operasi sangat berpengaruh

pada kenyamanan pengguna ruang operasi baik petugas maupun pasien, kemudian

dapat berpengaruh terhadap perkembangan bakteri di dalam ruang operasi. Suhu

yang direkomendasikan untuk menekan pertumbuhan bakteri diruang operasi

adalah 21+ dan dapat diatur manual oleh petugas kamar operasi yang

disesuaikan dengan kenyamanan para petugas. Hal ini dapat berpengaruh terhadap

kejadian infeksi pasca operasi pada pasien.


86

4.2.6 Air Bersih dan Sanitasi

Air bersih di RSUD F.L. Tobing berasal dari PDAM. Air yang diambil

dari PDAM belum melewati proses filterisasi dan penyulingan. Pada scrub station

sendiri juga belum memenuhi syarat dari Depkes tahun 2012 yaitu belum adanya

kran siku atau keran dengkul yang dilengkapi dengan tempat cairan disingfektan

dan sikat kuku.

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan juga didapati bahwa

sumber air merupakan permasalahan utama yang sulit diatasi hingga saat ini

dikarenakan permasalahan disebabkan gangguan dari pihak PDAM sendiri.

Beberapa informan sudah sering mengeluhkan air yang sering mengalami mati

mendadak pada saat penanganan pasien ditambah lagi itu pihak rumah sakit yang

belum memiliki penampung cadangan air sendiri.

Bahkan beberapa informan mengungkapkan dalam pelaksanaan di ruangan

operasi banyak tenaga medis sering mencuci tangannya dengan menggunakan

gayung dikarenakan tidak mengalirnya air di scrub station. Pada dasarnya para

pengguna ruang operasi baik dokter, perawat maupun petugas medis lainnya

sangat mengetahui dampak dari perilaku yang tidak steril tersebut dapat

membahayakan kondisi pasien saat dalam penanganan operasi. Pihak rumah sakit

juga sudah sering menanyakan solusi dari permasalahan air tersebut dengan pihak

PDAM namun sejauh ini tetap saja belum adanya penanganan serius dari pihak

terkait.
87

Selanjutnya terkait sanitasi di ruang operasi sudah menggunakan tempat

sampah yang berbeda, antara lain: tempat bekas linen, sampah medis cair, sampah

medis padat (tajam dan non tajam) dan sampah non medis namun belum

memenuhi standar warna untuk pembeda masing–masing fungsi.

4.2.7 Elektrikal

Pada aspek elektrikal di ruang operasi RSUD F.L. Tobing, terdapat aspek

yang menurut Depkes tahun 2012 harus diikuti yaitu terkait sumber daya listrik.

Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing aspek

kelistrikan dapat diketahui dari dua aspek yang dinilai, didapatkan semua aspek

sudah memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

memiliki sistem kelistrikan esensial 3 dimana sudah sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012. Begitu juga dengan

sumber daya listrik darurat yang masih berfungsi secara baik.

Berdasarkan Hasil Wawancara dengan beberapa informan, jarang

ditemukan kendala yang berkaitan dengan masalah kelistrikan. Apabila terjadi

pemadaman listrik, Sumber Daya listrik darurat langsung otomatis berfungsi

sehingga tidak menggangu jalannya operasi.

4.2.8 Keselamatan Kebakaran

Pada aspek keselamatan kebakaran di ruang operasi RSUD F.L. Tobing,

terdapat aspek yang menurut Depkes tahun 2012 harus diikuti yaitu terkait adanya

asap detektor dan alat pemadam kebakaran. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi
88

ruang operasi RSUD F.L. Tobing aspek keselamatan kebakaran dapat diketahui

belum memenuhi standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 dimana dari

dua aspek yang dinilai, didapatkan pada aspek ruang operasi belum memiliki

detektor asap pada seluruh ruangan. Namun ruang operasi sudah memiliki alat

pemadam kebakaran yang layak digunakan. Selain itu, hasil pengamatan juga

didapati ruang operasi belum memiliki proteksi kebakaran (smoke detector).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan, Sistem

Keselamatan yang dimiliki oleh Ruang Operasi RS. F.L. Tobing sudah cukup

baik, Ruang Operasi sudah dilengkapi sudah memiliki alat pemadam kebakaran

dan seluruh informan telah mengetahui prosedur penangan kebakaran.


89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan observasi didapati Instalasi Ruang Operasi RSUD F.L.

Tobing sudah memenuhi mayoritas dari persayaratan pemenuhan ruang

Instalasi Ruang Operasi standar rumah sakit menurut Depertemen

Kesehatan RI Tahun 2012.

2. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

menurut aspek alur pelayanan mayoritas aspek sudah memenuhi standar

dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 hanya 1 aspek yang tidak

memenuhi standar.

3. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

menurut aspek zoning, mayoritas aspek sudah memenuhi standar dari

Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012 hanya 1 aspek yang tidak

memenuhi standar.

4. Berdasarkan hasil obervasi pada instalasi ruang operasi RSUD F.L.

Tobing terkait aspek pencahayaan didapati semua aspek tidak memenuhi

standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012.

5. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

aspek pencahayaan didapatkan semua aspek sudah memenuhi standar dari

Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012.


90

6. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

terkait aspek tata udara didapatkan mayoritas aspek sudah memenuhi

standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012.

7. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

berdasarkan aspek kebisingan didapatkan semua aspek tidak memenuhi

standar dari Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012.

8. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

berdasarkan aspek air bersih dan sanitasi didapatkan semua aspek tidak

memenuhi standar dan belum memenuhi standar dari Depertemen

Kesehatan RI Tahun 2012.

9. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

aspek kelistrikan didapatkan semua aspek sudah memenuhi standar dari

Depertemen Kesehatan RI Tahun 2012.

10. Berdasarkan hasil obervasi di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing

aspek keselamatan kebakaran belum memenuhi standar dari Depertemen

Kesehatan RI Tahun 2012.


91

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang bersumber dari observasi dan

wawancara yang dilakukan di instalasi ruang operasi RSUD F.L. Tobing didapati

masih banyak sarana dan prasarana ruang operasi yang belum memenuhi standar

dari Depertemen Kesehatan tahun 2012. Sehingga peneliti menyarankan kepada

pihak rumah sakit perlu memberikan perhatian khusus pada pelayanan di ruang

operasi terkait sarana dan prasarana ruang operasi yang tidak terlalu banyak

menghabiskan biaya renovasi seperti mengganti pintu dengan sistem sliding door

otomatis, kemudian mengganti komponen penutup lantai dengan bahan vinyl

dengan warna yang cerah dan tidak berpori, dan merenovasi bagian scrub station

yang belum standar dengan kran siku atau kran dengkul, serta mengadakan

ruangan khusus untuk resusitasi bayi baru lahir.

Begitu juga terkait hasil wawancara, dimana semua informan yang

dilakukan wawancara mengeluhkan permasalahan sumber air di ruang operasi.

Sehingga sangat diperlukan adanya evaluasi besar pada ruang operasi yang

berpedoman pada standar dari Depertemen Kesehatan tahun 2012, yang nantinya

juga berdampak pada kualitas pelayanan di ruang operasi RSUD F.L. Tobing.

Selain itu dari hasil wawancara juga didapati keluhan mengenai tidak adanya

ruangan untuk makan yang memang sangat dibutuhkan pengguna ruang operasi.

Sehingga peneliti juga menyarankan kepada pihak rumah sakit agar memfasilitasi

ruang operasi dengan ruang pantry dan juga telefon.


92

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28
Bagian H, ayat (1); Jakarta; 2009.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tentang Rumah Sakit;


Jakarta; 2009.

3. Hatmoko. Panduan Pembahasan Kasus Manajemen Fisik dan Arsitekur


Rumah Sakit. Makalah Seminar : Arsitektur dan Manajemen Rumah
Sakit.Yogyakarta : MMR FK UGM; 2010.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tentang Rumah Sakit;


Jakarta; 2009.

5. Kementrian Kesehatan. Panduan Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang


operasi. Jakarta; 2012

6. Tatimu S. Rumah Sakit Ibu dan Anak di Luwuk. Jurnal Dimensi Arsitektur
Vol.1, No.1 ; 2012. h. 1-5.

7. Herki T. Evaluasi Pasca Huni (EPH) Ruang Operasi RSUD Kota Padang
Panjang Tahun 2015 [Tesis]. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas; 2017.

8. Profil Rumah Sakit Umum Daerah F.L Tobing, 2014. Rumah Sakit Umum
Daerah F.L. Tobing; 2015.

9. Kusumawati, Martika I. Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal Terhadap


Peforma Fisik Kamar Operasi [Tesis]. Yogyakarta :Program Magister
Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2017.

10. Adam, Hardianti S. Evaluasi Pasca Huni Peforma Fisik Intalasi Kebidanan
dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping
[Tesis]. Yogyakarta: Program Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta; 2016.

11. Linasari D. Evaluasi Pasca Huni Bedah Sentral RSUD Bhakti Rahayu
Denpasar Tahun 2017 [Tesis]. Bali : Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Udayana; 2017.

12. Herki T. Evaluasi Pasca Huni (EPH) Ruang Operasi RSUD Kota Padang
Panjang Tahun 2015 [Tesis]. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas; 2017.

13. Sumantri T, Widodo Hariyono, dan Iswanta. Evaluasi Pasca Huni terhadap
Performansi Fisik Ruang Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Kesehatan
Masyarakat: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; Vol.10, No.2,
93

hlm, 73-79; 2016.

14. Noor F. M, Laksono Trisnanto, dan Dyah Permata Kurnia Dewi. Strategi
Rumah Sakit Santo Yusuf Boro dalam Memenuhi Standar untuk RSU Tipe D
[Tesis]. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Gadjah Mada; 2015.

15. Suryadi. Evaluasi Pasca Huni Instalasi Rawat Darurat Badan Rumah Sakit
Umum Tarakan [Tesis]. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Gadjah Mada; 2005.

16. Sutrisno B.Evaluasi Kondisi Fisik Kamar Bersalin Rumah Sakit Islam PKU
Muhammadiyah Kabupaten Tegal Sebagai Upaya Menilai Kinerja Bangunan
[Tesis]. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Gadjah Mada; 2007.

17. Rahim A.Kebutuhan dan Pengembangan Fisik Instalasi Ibu dan Anak di
RSUD Fauziah Bireun [Tesis]. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Gadjah Mada; 2004.

18. Mulyadi. Arahan Desain Ulang Fisik Ruang Rawat Inap RSUD Anutapura
melalui Evaluasi Pasca Huni [Tesis]. Yogyakarta : Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada; 2003.

19. Sangkay. Pengukuran Kinerja Kelas Utama RSUD Datoe Bingkang


Kotamobagu melalui Evaluasi Pasca Huni [Tesis]. Yogyakarta : Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.

20. Poliman B. Strategi Pengembangan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit


Honoris dengan Menggunakan Teori Evaluasi Pasca Huni [Tesis].
Yogyakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah
Mada; 1999.
21. Herlambang, S. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Gosyen
Publishing. Yogyakarta: 2016.
22. Kunders, G.D. Hospital Planning Design and Management. Mc Graw Hill.
New Delhi; 2000.
23. Rao S. Designing Hospital for better Infection Control: an Experience. Med J
Armed Forces India. 2004 Jan;60(1):63–6.

24. Hatmoko. Panduan Pembahasan Kasus Manajemen Fisik dan Arsitekur


Rumah Sakit. Makalah Seminar : Arsitektur dan Manajemen Rumah
Sakit.Yogyakarta : MMR FK UGM; 2010.

25. Tangoro D. Utilitas Bangunan. Jakarta: Universitas Indonesia; 2000.


94

26. Clancy, C.M. “Designing for Safety : Evidence – Based Design and
Hospital”. American Journal of Medical Quality; 2008.

27. Doelle,L L. Akustik Lingkunga. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. 1972.

28. Simha, D.A.“Building Environment, New Delhi : Mc Graw-Hill Publishing


Company Limited;1985.
95

Lampiran 1: Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI
Judul Penelitian: “Analisis Keadaan Nyata Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing
Kota Sibolga Tahun 2019”

Kesesuaian
Standar Depkes
No Peformansi Fisik Tahun 2018
Tidak
Sesuai
Sesuai
A. Alur Sirkulasi Pelayanan
Pasien
1 Pasien, umumnya dibawa dari ruang rawat inap
menuju ruang operasi menggunakan transfer bed.
2 Perawat ruang rawat inap atau perawat ruang operasi,
sesuai jadwal operasi, membawa pasien ke ruang
pendaftaran untuk dicocokkan identitasnya.
3 Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang
transfer, di ruang ini, pasien dipindahkan dari transfer
bed ke transfer bed ruang bedah menuju ruang
persiapan.
4 Petugas ruang operasi selanjutnya melakukan kegiatan
persiapan perlengkapan operasi, meliputi penyiapan
peralatan bedah, pembersihan ruang bedah,
mensterilkan ruang bedah dengan penyemprotan
fogging, menyeka (mengelap) meja bedah, lampu
bedah, mesin anestesi, pendant, dengan cairan atau lap
yang sesuai. Memeriksa seluruh utilitas ruang operasi
(tekanan gas medis, vakum, udara tekan medis, kotak
kontak listrik, jam dinding, tempat sampah medis, dan
sebagainya).
5 Untuk penyiapan peralatan bedah, dilakukan di ruang
peralatan bedah yang letaknya dekat dengan kamar
bedah. Set peralatan bedah diambil dari ruang
penyimpanan steril, dan disiapkan di atas troli bedah.
6 Setelah siap, Dokter bedah akan memeriksa kembali
seluruh peralatan bedah yang diperlukan, dan
mengujinya bila diperlukan.
7 Selanjutnya peralatan bedah ini dimasukkan ke kamar
bedah. Apabila pengadaan ruang persiapan peralatan
bedah ini karena sesuatu hal tidak dimungkinkan,
maka persiapan peralatan bedah dapat dilakukan di
96

kamar bedah.
8 Selesai dilakukan pembedahan, pasien yang masih
dipengaruhi oleh bius dari zat anestesi, selanjutnya
dibawa ke ruang pemulihan (recovery room).
9 Apabila pasien bedah kondisinya cukup sadar, pasien
dibawa ke ruang rawat inap.
Perawat
10 Perawat mengganti baju dan sepatu/sandalnya di ruang
loker, yang mana dokter/paramedis selanjutnya
mengenakan baju, penutup kepala dan penutup
hidung/mulut yang sebelumnya sudah disterilkan.
11 Perawat selanjutnya melakukan kegiatan persiapan
perlengkapan operasi, meliputi penyiapan peralatan
bedah, pembersihan ruang bedah, mensterilkan ruang
bedah dengan penyemprotan fogging, menyeka
(mengelap) meja bedah, lampu bedah, mesin anestesi,
pendant, dengan cairan atau lap yang sesuai.
Memeriksa seluruh utilitas ruang operasi (tekanan gas
medis, vakum, udara tekan medis, kotak kontak listrik,
jam dinding, tempat sampah medis, dan sebagainya).
12 Untuk penyiapan peralatan bedah, dilakukan di ruang
peralatan bedah yang letaknya dekat dengan kamar
bedah. Set peralatan bedah diambil dari ruang
penyimpanan steril, dan disiapkan di atas troli bedah,
Dokter
13 Di ruang Dokter, Dokter beserta stafnya, termasuk
dokter anestesi, melakukan koordinasi tindakan bedah
yang akan dilakukan terhadap pasien, termasuk
kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
14 Selesai melakukan koordinasi, Dokter bedah menuju
ruang persiapan peralatan bedah, memeriksa dan
menguji apakah seluruh peralatan sudah sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan untuk pembedahan
15 Dokter selanjutnya ke ruang induksi, memeriksa
kondisi pasien apakah sudah cukup siap untuk operasi.
16 Dokter anestesi, memeriksa peralatan mesin anestesi
apakah sudah berfungsi dengan baik, termasuk zat
anestesi yang akan digunakan.
17 Dokter bedah dan staf yang membantu operasi,
sebelum melakukan pembedahan, mencuci tangan
terlebih dahulu di tempat cuci tangan yang disebut
dengan “Scrub Up”. Tempat cuci tangan ini terdiri dari
air biasa, sabun dan zat anti septik (biasa digunakan
betadine). Selanjutnya dokter dan staf yang terlibat
pengoperasian menggunakan sarung tangan yang telah
disterilkan
97

18 Dokter, staf yang membantu operasi selanjutnya


masuk ke ruang operasi untuk melakukan
pembedahan. Sebelum melakukan operasi, Dokter
biasanya melakukan penyesuaian posisi meja operasi
dan lampu operasi yang lebih nyaman, demikian pula
dengan posisi troli peralatan operasi.
19 Selesai melakukan operasi, Dokter beserta stafnya
kembali mencuci tangan di scrub up, dan Dokter
kembali ke ruang Dokter untuk membuat laporan.

B. Zoning
20 Terdapat pembagian zona pada bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit.
21 Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit bebas
dari lalu lintas dalam lokasi rumah sakit.
22 Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara
fisik disekat rapat oleh sarana “air-lock” di lokasi
rumah sakit.
23 Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari
ruang-ruang lain pada bangunan (sarana) Ruang
Operasi Rumah Sakit.
24 Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi
diatur jalur yang dilewatinya dari satu area “steril” ke
lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.
C. Finishing Interior
25 Dinding mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan
kimia, tidak berjamur dan anti bakteri.
26 Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
27 Langit-langit mudah dibersihkan, tahan terhadap
segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung
unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak
berjamur serta anti bakteri.
28 Pintu ruang operasi adalah jenis pintu geser (sliding
door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara
otomatis.
29 Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil
(insulated panel system) dan dicat jenis duco dengan
cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang
30 Komponen lantai sesuai
D. Pencahayaan
31 Pencahayaan didistribusikan rata dalam ruangan.
32 Lampu operasi dilengkapi dengan kontrol intensitas.
33 Tersedia lampu cadangan.
34 Lampu operasi/bedah digantung pada langit-langit dan
98

armatur/fixturenya bisa digerakkan/digeser-geser.


35 Cahaya di ruang operasi mendekati biru/putih
(daylight).
E. Tata Udara
36 Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 19°C
sampai 24°C.
37 Ventilasi di ruang operasi memenuhi syarat.
38 Saluran udara (ducting) dibersihkan secara teratur.
39 Penghawaan di ruang operasi cukup nyaman.
40 Kelembaban relatif udara antara 50%-60%.
F. Kebisingan
41 Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi
adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan 8 jam.
42 Tidak ada kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau
sumber bising lainnya baik yang berada pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.
43 Tidak ada kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau
sumber getaran lainnya baik yang berada pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.
G. Air Bersih dan Sanitasi
44 Scrub station pada ruang cuci tangan terdapat kran
siku atau kran dengkul
45 Aliran air pada setiap kran cukup.
46 Jumlah kran pada ruang cuci tangan sudah cukup,
minimal untuk 2 (dua) orang.
47 Pada scrub station dilengkapi dengan tempat cairan
disingfektan dan sikat kuku.
H. Elektrikal
48 Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit, termasuk katagori “sistem kelistrikan
esensial 3”.
49 Dilengkapi dengan sumber daya listrik darurat.
I. Keselamatan Kebakaran
50 Di seluruh komplek ruang operasi dilengkapi dengan
detektor asap pada seluruh ruangannya.
51 Terdapat alat pemadam kebakaran di dalam kamar
operasi.
99

Lampiran 1: Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

“Analisis Keadaan Nyata Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing Kota Sibolga
Tahun 2018”

Kode Informan :
Jabatan :

Hari/Tanggal :
Tempat :
Waktu :
Selamat Pagi/Siang, Saya mahasiswa program S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia. Perkenalkan Bapak/Ibu Nama saya Adit
Myhammad Prasetya Hutagalung. Saat ini saya sedang melakukan survei atau
penelitian tentang “Analisis Keadaan Nyata Ruang Operasi RSUD F.L. Tobing
Kota Sibolga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis apakah bangunan ruang operasi pada rumah sakit ini sudah sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Tahun 2012. Rumah
Sakit F.L Tobing ini merupakan rumah sakit yang terpilih dan masuk dalam
kriteria penelitian saya oleh karena itu, saya akan mengajukan beberapa
pertanyaan terkait dengan ruang operasi rumah sakit ini. Sekali lagi, tujuan saya
semata-mata hanya untuk penelitian dan tidak ada hubungannya dengan politik
atau hal lainnya yang nantinya merugikan Bapak/Ibu/Saudara. Kami akan
merahasikan identitas Bapak/Ibu/Saudara. Saya berharap Bapak/Ibu/Saudara
bersedia untuk saya wawancarai. Untuk mempersingkat waktu, apakah
Bapak/Ibu/Saudara sudah bersedia untuk diwawancarai?.
100

A. ASPEK FUNGSIONAL

1. Apakah permasalahan utama yang menurut Bapak/Ibu sering timbul dan


berakibat fatal terhadap pasien yang sedang dioperasi/bedah di dalam
ruang operasi ini?.
2. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang alur sirkualsi pelayanan yang
berlaku di ruang operasi selama ini?. Apakah sudah sesuai dengan standar
yang berlaku?. Jika belum, apa kendalanya?.
3. Apakah bangunan ruang operasi ini mempunyai pembagian zona sesuai
dengan pedoman Kemenkes?. Jika tidak, mengapa tidak diterapkan?
4. Apakah Bapak/Ibu mengetahui atau pernah mendengar tentang pembagian
zona pada sarana ruang operasi rumah sakit?.
5. Menurut Bapak/Ibu, apakah penting untuk menerapkan zona-zona pada
sarana ruang operasi pada rumah sakit ini?.
6. Berapa lama rata-rata penggunaan kamar/ruang operasi di rumah sakit ini?
Apakah lebih dari 8 sampai 12 jam per-hari?.

B. ASPEK TEKNIKAL

1. Apakah ada permasalahn terkait pencahayaan di dalam ruang operasi ini?


Apakah lampu operasi sering menyilaukan mata dan mengganggu
kenyamanan Bapak/Ibu?.
2. Menurut Bapak/Ibu apakah cat dinding kamar operasi ini nyaman dan
tidak menyilaukan mata atau mengganggu aktivitas ?
3. Bagaimana kondisi udara ruangan di dalam operasi? apakah pendingin
ruangan pernah mengalami masalah?.
4. Pada saat bekerja, apakah Bapak/Ibu pernah merasa terganggu dengan
masalah kebisingan di dalam ruang operasi?. Jika pernah, apa
penyebabnya? .
5. Apakah bangunan ruang operasi ini dilengkapi instalasi air bersih, instalasi
sanitasi dan instalasi pembuangan kotoran/sampah? Untuk tempat
pembuangan sampah apakah telah dipisah-pisah sesuai jenis sampahnya?
101

6. Apakah aliran air kran pada Scrub Station selalu lancar dan apakah pernah
menghambat proses operasi? Apakah air dilengkapi dengan water
sterilizer dengan ultra violet?
7. Mengapa alat pemadam kebakaran diletakkan didalam kamar operasi?
Apakah jumlahnya sudah cukup? Bagaiman cara menggunakan alat
pemadam kebakaran/APAR ini? Apakah Bapak/Ibu sudah mempelajari
atau sudah diajarkan cara menggunakan alat tersebut?
8. Apakah ruang operasi pernah mengalami gangguan kelistrikan? apa
penyebabnya?. Apakah pernah menghambat proses operasi atau bahkan
membahayakan keselamatan pasien atau Bapak/Ibu sendiri?.
9. Apakah terdapat ruang khusus untuk isolasi pasien yang menderita
penyakit menular, pasien yang menderita penyakit yang menimbulkan bau
(seperti penyakit kanker, diabetes dengan ganggren) dan untuk pasien
menderita penyakit yang mengeluarkan suara dalam ruangan?
10. Apakah di rumah sakit ini tersedia tempat untuk memonitor perkembangan
pasien ICU selama 24 jam?

Anda mungkin juga menyukai