Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi Dasar

Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi

merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu

ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya

bagi seseorang (Lisnawati, 2011).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit

tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013).

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu

penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan

yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Ranuh et.al, 2011).

Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang dikutip

Marimbi Hanum (2010) imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh

terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah

dilemahkan atau sudah dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut di

harapkan tubuh dapat menghasilkan anti bodi yang pada akhirnya digunakan tubuh untuk

melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh.


Menurut Muslihatun (2010 )imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi

dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang

pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG,

DPT, campak dan melalui mulut, seperti vaksin polio.

Menurut Kemenkes RI (2010), imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapat kekebalan

terhadap suatu penyakit tertentu dengan cara memasukan kuman atau produk kuman yang

sudah dilemahkan atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti

yang pada suatu saat nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang

menyerang tubuh.

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang,

terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit- penyakit yang

berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang di wajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap

tujuh penyakit, yaitu TB Paru, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), poliomyelitis, campak dan

hepatitis B (Maryunani, 2010).

Menurut Achmadi (2006) vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus

yang menjadi penyebab penyakit, namun telah dilemahkan atau dimatikan atau diambil

sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan

kedalam tubuh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan merangsang timbulnya zat anti

penyakit tertentu pada orang tersebut.

Sesuai dengan program pemerintah (Kemenkes RI) tentang Program Pengembangan

Imunisasi (PPI) maka anak harus mendapat perlindungan terhadap tujuh jenis penyakit utama,
yaitu : penyakit TB Paru, Dipteria, Tetanus, batuk rejan, poliomyelitis, campak dan hepatitis B (

Kemenkes RI, 2011).

Target nasional yang diinginkan untuk setiap jenis imunisasi terdapat BCG sebanyak

90%, DPT-1 sebanyak 90%, DPT-2 sebanyak 85%, dan DPT-3 sebanyak 80%, Polio-1 sebanyak

90%, Polio-2 sebanyak 85%, dan Polio-3 sebanyak 80% Hb-1 sebanyak 80%, Hb-2 sebanyak 80%,

dan Hb-3 sebanyak 80% serta campak sebanyak 90% (Depkes RI, 2011).

2.1.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu padaseseorang,

dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan

menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola

(Ranuh et.al, 2011).

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat

mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan olehpenyakit yang sering

berjangkit (Proverawati dan Andhini, 2010). Program imunisasi mempunyai tujuan umum yaitu

menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I). Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:

1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap

minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/kelurahan pada tahun 2014.

2. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah

1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013.

3. Global eradikasi polio pada tahun 2018.

4. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015 dan pengendalian penyakit


rubella 2020.

5. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah

medis (safety injection practise and waste disposal management) (Kemenkes RI, 2013).

2.1.3 Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah denganmenurunnya angka

kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah denganimunisasi, tetapi juga dirasakan

oleh : 1) Anak, mencegah penderitaan yangdisebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat

atau kematian; 2) Keluarga,menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan

bila anak sakit.Hal ini akan mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin

bahwaanaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman; dan 3) Negara,memperbaiki

tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan

pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Wahab, 2004).

Usia anak-anak rawan merupakan masa rawan terserang penyakit karena daya tahan

tubuhnya belum kuat. Dengan pemberian imunisasi dasar secara lengkap, terjadinya penyakit

terhadap bayi dapat dihindari. Adapun mamfaat imunisasi antara lain :

a. Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

b. Upaya pencegahan yang sangat efektif terhadap timbulnya penyakit.

c. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada diri seseorang atau sekelompok

masyarakat.

d. Mencegah kecacatan atau kematian bayi.

e. Dapat meningkatkan derajat kesehatan untuk menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal budi untuk melanjutkan pembangunan Negara (Wahab, 2004).


2.2 Macam-macam Imunisasi

2.2.1 Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau

dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi

aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses

infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan

respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar

terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon (Maryunani, 2010).

Imunisasi aktif merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan

(vaksin) agar nantinya sistem imun berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap

antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh

imunisasi aktif adalah imunisasi polio atau campak (Proverawati, 2010).

Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara

lain :

a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna

terjadinya semacam infeksi buatan dapat merupakan polisakarida, toksoid atau virus

dilemahkan atau bakteri dimatikan.

b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultul jaringan.

c. Preservatif, stabilizer dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tumbuhnya

mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.

d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan

imunogenitas antigen (Azis, 2011 ).


2.2.2 Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibody, sehingga kadar antibody dalam

tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum ) pada orang yang

mengalami kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi baru lahir dimana bayi

tersebut menerima berbagai jenis antibody terhadap campak ( Conan, 2004 ).

Imunisasi pasif merupakan pemberian immunoglobulin, yaitu suatu zat yang dihasilkan

melalui proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan

untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Azis, 2005 ).

2.2.3 Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi

Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah

tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B (Depkes RI, 2005). Dari

sebahagian kecil penyakit yang telah ditemukan vaksinnya, hanya tujuh yang telah diupayakan

pencegahannya melalui program imunisasi yang untuk selanjutnya kita sebut PD3I. Beberapa

pertimbangan untuk memasukkannya kedalam program antara lain adalah besarnya masalah

yang ditimbulkan, keganasan penyakit, efektifitas vaksin dan yang terakhir adalah kemungkinan

pengadaan vaksin (Kemenkes RI, 2010 ).

2.3 Jenis-jenis imunisasi Dasar

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang,

terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang

berbahaya (Maryunani, 2010).

2.3.1 Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)

1. Pengertian
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular

(Maryunani, 2010).

2. Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang (boster).

Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus.

Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan (Maryunani, 2010).

3. Usia Pemberian Imunisasi

Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan. Jika diberikan

setelah usia 2 bulan, disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu untuk

mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium Tuberculosis atau belum.

Vaksinasi dilakukan bila hasil tes-nya negative. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau

sering bertandang kerumah, segera setelah lahir bayi di imunisasi BCG.

Adapun jadwal pemberian imunisasi adalah sebagai berikut:

Jenis Umur Pemberian Imunisasi


Vaksin Bulan
Lahir 1 2 3 4 9
BCG 
Polio   
Hepatitis B    
DPT   
Campak 
Sumber: Depkes :2017
Keterangan:

Vaksin Jadwal Pemberian Cara Pemberian


1 2 3
Hepatitis B Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam, Vaksin hepatitis B diberikan
umur 2, 3,4 dan 18 bulan setelah lahir melalui injeksi
intramuscular dengan dosis
0,05 cc
Polio Polio 2 diberikan saat kunjungan kedua. Imunisasi dasar polio
Untuk bayi lahir di Rumah Bersalin/Rumah diberikan 4 kali dengan
Sakit OPV diberikan saat bayi dipulangkan interval 4 minggu. Vaksin
(untuk menghindari transmisi virus vaksin diberikan dengan cara
kepada bayi lain). diteteskan ke mulut
sebanyak 2 tetes (0,1 ml).
BCG Diberikan sejak 1 bulan. Apabila umur 1 Melalui suntikan. Sebelum
bulan harus dilakukan uji tuberculin disuntikkan vaksin BCG
terlebih dahulu. BCG diberikan apabila uji harus dilarutkan terlebih
tuberculin negatif dahulu dengan dosis 0,05 cc
DPT Imunisasi diberikan pada umur 2,3, 4 dn 18 Pemberian imunisasi DPT
bulan secara kombinasi dengan hepatitis B adalah melalui injeksi
atau Hib. Pemberian vaksin DPT dilakukan 3 instramuscular. Suntikan
kali mulai bayi umur 11 bulan dengan diberikan di paha tengah
interval 4 minggu luar atau subkutan dalam
dengan dosis 0,5 cc
Campak Campak -1 diberikan pada umur 9 dan 18 Melalui suntikan yang
bulan. Vaksin ini hanya diberikan satu kali, diberikan pada lengan kiri
dapat dilakukan pada umu 9-11 bulan. atas secara subkutan.
Sebelum disuntikkan vaksin
campak terlebih dahulu
dilarutkan dengan pelarut
steril yang berisi 5 ml cairan
pelarut
Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008

4. Cara Pemberian Imunisasi


Pemberian imunisasi BCG dilakukan secara Intra Cutan (IC) dengan dosis 0.05 cc

menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm,ukuran 26).Sebaiknya dilakukan ketika

bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Hasil yang

memuaskan trlihat apabila diberikan menjelang umur 2 bulan. BCG dilakukan dilengan kanan

atas atau paha kanan atas.(Depkes RI,2011).

5. Tanda Keberhasilan Imunisasi

Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas suntikan setelah

satu atau dua minggu kemudian,yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi ulkus

(luka). Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi panas (demam). Luka ini akan sembuh sendiri

dan meninggalkan tanda parut. Jikapun indurasi (benjolan) tidak timbul, hal ini tidak perlu

dikhawatirkan. Karena kemungkinan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara

menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk kedalam kulit. Jadi,

meskipun benjolan tidak timbul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah.

Imunsasi tidak perlu diulang, karena di daerah endemi TB, infeksi alamiah akan selalu ada.

Dengan kata lain akan mendapat vaksinasi alamiah (Maryunani, 2010).

6. Efek Samping Imunisasi

Biasanya setelah suntikan BCG setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil merah

di tempat penyuntikan dengan garis tengah 10 mm akan sembuh sendiri denagan

meninggalkan jaringan parut dengan garis tengah 3-7 mm (Atikah,2012).

7. Kontra Indikasi Imunisasi


Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun ,seperti

eksim,furunkolis,dan sebagainya. Imunisasi tidak boleh di berikan pada orang atau anak yang

sedang menderita TBC (Atikah,2012).

2.3.2 Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)

1. Pengertian

Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan difteri murni, toxoid

tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak

infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida

Haemophillus influenza tipe b (Hib) tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid

tetanus (Kemenkes, 2013).

2. Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan

6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1 kali di usia

5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT (Maryunani, 2010).

3. Cara Pemberian Imunisasi

Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi Intramuskular. Suntikan diberikan

di paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Pemberian vaksin DPT diberikan

tiga kali mulai bayi berumur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu.(Depkes

RI,2005).

4. Efek Samping Imunisasi


Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam (sumeng) saja dan rewel

selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat

suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan

obat penurun panas bayi. Atau bisa juga dengan memberikan minum cairan lebih banyak dan

tidak memakaikan pakaian terlalu banyak (Maryunani, 2010).

5. Kontra Indikasi Imunisasi

Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah dan menderita penyakit

kejang demam kompleks. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk yang diduga

mungkin sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal pada penyakit gangguan kekebalan.

Bila suntikan DPT pertama terjadi reaksi yang berta maka sebaiknya suntukan berikut jangan

diberikan DPT lagi melainkan DT saja. Sakit batuk, filek dan demam atau diare yang sifatnya

ringan, bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak (Atikah,2011).

2.3.3 Imunisasi Polio

1. Pengertian

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomielitis.

Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV)

mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai

digunakan trivalen virus polio secara oral (OPV) secara luas (Ranuh et.al, 2011).

2. Pemberian Imunisasi

Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal

atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak

buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi (Maryunani, 2010).
3. Usia Pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi

berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG

dan Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-

Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan

usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR). (Kemenkes RI, 2018)

4. Cara Pemberian Imunisasi

Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi dasar

diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu.

Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes ( 0,1 ml) langsung ke mulut anak atau dengan sendok yang

menggunakan larutan gula.Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes( dopper)

yang baru (Depkes RI,2005).

5. Efek Samping Imunuisasi

Pada imunisasi polio hampir tidak ada efek samping. Bila ada, mungkin berupa

kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya (Atikah,2009).

6. Kontra – indikasi Imunisasi

Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam

tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan tidak

diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit

kanker atau keganasan, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum,

untuk tidak diberikan imunisasi polio (Maryunani, 2010).

7. Tingkat Kekebalan
Bisa mencekal penyakit polio hingga 90 % (Maryunani, 2010).

2.3.4 Imunisasi Campak

1. Pengertian

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin campak ini adalah virus yang

dilemahkan. Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Imunisasi

campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. pemberian

vaksin campak diberikan 1 kali pada umur 9 bulan secara subkutan walaupun demikian dapat

diberikan secara intramuskuler dengan dosis sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya imunisasi campak

dosis kedua diberikan pada program school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada

anak sekolah SD kelas 1 dalam program BIAS (Ranuh et.al, 2011).

2. Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali (Maryunani, 2010).

3. Usia Pemberian Imunisasi

Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya

sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit

campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai usia 12 bulan anak belum

mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan ini anak harus diimunisasi MMR

(Measles Mumps Rubella)

4. Cara Pemberian Imunisasi

Sebelum di suntikan vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan

pelarut.Kemudian disuntikan lengan kiri atas secara subkutan (Depkes RI,2005).


5. Efek Samping Imunisasi

Efek samping yang timbul dari imunisasi campak seperti demam lebih dari 39,5°C yang

terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan

berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipian timbul pada hari ke 7-10

sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat

imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat inkubasi penyakit

alami. Terjadinya kejang demam, reaksi berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf

pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.diperkirakan risiko terjadinya kedua

efek samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebanyak 1 diantara 1 milyar dosis vaksin

(Ranuh et.al, 2011).

6. Kontra Indikasi Imunisasi

Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak : (a) Dengan penyakit infeksi

akut yang disertai demam, (b) Dengan penyakit gangguan kekebalan, (c) Dengan penyakit TBC

tanpa pengobatan, (d) Dengan kekurangan gizi berat, (e) Dengan penyakit keganasan, (f)

Dengan kerentanantinggi terhadap protein telur, kanamisin dan eritromisin (antibiotik)

(Maryunani, 2010).

2.3.5 Imunisasi Hepatitis B

1. Pengertian

Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan

aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Hepatitis B

disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus, suatu virus DNA

yang berlapis ganda, berbentuk bulat dan dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
kronis yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengeras dan

mengecil) atau kanker hati (Cahyono, 2010).

2. Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali ) (Maryunani, 2010).

3. Usia Pemberian Imunisasi

Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan

stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian dilanjutkan pada saat bayi

berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis

B, selain imunisasi yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi

tambahan dengan immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam )

(Maryunani, 2010).

4. Cara Pemberian Imunisasi

Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intramuskuler (I.M atau i.m)

di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi (antero : otot-otot dibagian depan, lateral : otot

bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin )

(Maryunani, 2010).

5. Efek Samping Imunisasi

Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang

mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini kan menghilang

dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan (Atikah,2009).

6. Tanda Keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat dilakukan

pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau mengecek kadar hepatitis B-nya

setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun. Diatas

500 tahan selama 5 tahun. Diatas 200 tahan selama 3 tahun. Tetapi bila angkanya 100 maka

dalam setahun akan hilang. Sementara bila angka nol bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi

(Maryunani, 2010).

7. Kontra - Indikasi Imunisasi

Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit berat. Dapat

diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan

memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi

selama beberapa bulan setelah lahir (Atikah,2009).

8. Tingkat Kekebalan

Cukup tinggi, antara 94 - 96. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,lebih dari 95 % bayi

mengalami respon imun yang cukup (Maryunani, 2010).

2.4 Klasifikasi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)

Imunisasi telah diakui sebagai upaya pencegahan suatu penyakit infeksi yang paling

sempurna dan berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,

kebutuhanakan vaksin makin meningkat seiring dengan keinginan dunia untuk mencegah

berbagai penyakit yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Peningkatan kebutuhan

vaksin telah ditunjang dengan upaya perbaikan dalam produksi vaksin guna meningkatkan

efektifitas dan keamanan.


Tidak semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada

hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan

mengenai berapa besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu; bagaimana

sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; bagaimana derajat kesakitan resipien, apakah

memerlukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau menyebabkan kematian; apakah

penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti; dan akhirnya apakah dapat disimpulkan

bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan pemberian

Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan dalam:

1. Induksi vaksin (vaccine induced) Terjadinya KIPI disebabkan oleh karena faktor intrinsik

vaksin terhadap individual resipien. Misalnya, seorang anak menderita poliomielitis setelah

mendapat vaksin polio oral.

2. Provokasi vaksin (vaccine potentiated) Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja,

saat ini terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh: Kejang demam pasca imunisasi yang

terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi kejang.

3. Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors). Gejala KIPI timbul sebagai akibat

kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian.

Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan

secara intramuscular diberikan secara subkutan.

4. Koinsidensi (coincidental) KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang

diderita. Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah

diimunisasi.

2.5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Imunisasi Dasar Lengkap


Menurut Suparyanto (2011) faktor yang mempengaruhi imunisasi dasar lengkap adalah

2.5.1 Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi

tingkat pendidikan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mudah

menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut. Informasi seseorang

yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak juga akan akan memberikan dampak

terhadap pengetahuan yang lebih jelas. Budaya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan seseorang karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai dengan

budaya yang ada dan budaya yang dianut. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang adalah pengalaman dimana pengalaman umumnya dikaitkan dengan

umur dan pendidikan individu yaitu semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi,

pengalaman akan lebih luas.

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi

materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Waridjan (dalam

Arikunto, 2009) kategori pengetahuan dapat digolongkan menjadi pengetahuan baik jika

kategori jawaban benar antara 80%-100%, pengetahuan sedang jika jawaban benar antara 65%-

79% dan katgeori pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 65%.

Penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2003) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada balita umur 12-18 bulan di Kelurahan

Harjosari - I Kecamatan Medan - Amplas Tahun 2003 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu

berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar balita. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Albertina (2009) tentang kelengkapan Imunisasi dasar anak balita dan faktor-faktor yang
berhubungan di Poliklinik Anak beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya pada tahun

2008 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua dengan

kelengkapan imunisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Danuri (2005) tentang hubungan antara karakteristik,

pengetahuan dan sikap ibu batita dengan kelengkapan status imunisasi di Desa Ambowetan

Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan dengan kelengkapan status imunisasi (p = 0,008).

2.5.2 Peran Petugas Kesehatan

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia

adalah pengungkapan (assesmant) atau pengukuran (measurement) sikap. Sikap merupakan

respons evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Sikap mempunyai arah, artinya

sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah

mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai

objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti

memiliki sikap yang arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung

dikatakan sebagai memiliki sikap arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak

mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya positif (Azwar, 2010).

Hasil penelitian Zakiyah (2007) tentang hubungan pengetahuan, sikap ibu tentang

imunisasi dan dukungan keluarga dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11

bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal, hasil penelilitan

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu tentang imunisasi dengan
kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11 bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh

Kabupaten Kendal.

2.5.3 Dukungan Keluarga

Pemberian imunisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya dukungan keluarga.

Adanya dukungan keluarga dapat meningkatkan motivasi ibu mengikutsertakan anaknya dalam

pemberian imunisasi sesuai jadwal. Pemberian imunisasi sesuai jadwal dapat mencegah anak

dari penyakit tertentu. Namun dengan tidak adanya dukungan keluarga dapat mempengaruhi

sikap ibu dalam mengikutsertakan anaknya dalam pemberian imunisasi (Suparyanto, 2012,

dikutip Ekayanti & Dian, 2014). Sumber dukungan keluarga terdiri dari dukungan informasional,

dukungan emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. House & Kahn (1985,

dalam Friedman et al, 2010)

Menurut penelitian Utami (2015), tentang dukungan keluarga dengan motivasi ibu

dalam mendapatkan imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Nyabakan Barat,

didapatkan bahwa adanya hubungan yang sangat erat antara dukungan keluarga dengan

motivasi ibu dalam pemberian imunisasi. Hal ini didukung oleh penelitian Hayati dan Marianthi

(2009) di Aceh Besar, yang menyatakan bahwa dukungan keluarga dan motivasi mempengaruhi

cakupan imunisasi. Hal yang sama dijelaskan Ekayanti dan Dian (2014) yang menyatakan

dukungan keluarga mempengaruhi dalam cakupan imunisasi dasar pada anak di kediri. Nilai dan

kepercayaan dapat mempengaruhi seorang ibu dalam mengimunisasikan anaknya (Maryani,

2009).

Terdapat peran perawat dalam program pemberian imunisasi, khususnya dalam

pemberian asuhan keperawatan keluarga dimana perawat dapat terlibat langsung dalam
keluarga sehingga perawat dapat lebih mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi

ketidaklengkapan imunisasi dan dapat menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.

Salah satunya dengan cara meningkatkan pengetahuan orang tua dan keluarga tentang

pentingnya imunisasi dan dampak dari imunisasi yang tidak lengkap sehingga kesadaran orang

tua lebih meningkat (Ekayanti & Dian, 2014). Maka dengan ini penulis tertarik untuk meneliti

tentang dukungan keluarga terhadap ibu dalam melaksanakan imunisasi pada balita di salah

satu desa Kabupaten Aceh Besar.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan

keluarga terhadap ibu dalam melaksanakan imunisasi pada balita di Kabupaten Aceh Besar.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini untuk mengetahui dukungan informasional,

dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional.

2.5.4 Peran Tokoh Masyarakat

Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling costeffective

serta berdampak positif untuk mewujudkan derajat kesehatan ibu dan anak. Imunisasi tidak

hanya melindungi seseorang tetapi juga masyarakat dengan memberikan perlindungan

komunitas atau herd immunity. Dalam sistem kesehatan nasional imunisasi untuk mencegah

enam penyakit mematikan yaitu: tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, tetanus dan polio

(Kemenkes RI, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh sembiring (2012) Hasil analisis bivariat dan multivariat

diperoleh OR sebesar (OR = 5,8; p-value 0,04) artinya ada hubungan yang signifikan antara peran

tokoh masyarakat dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Sejalan dengan penelitian

Pillsbury & Quinn (2015) di Pakistan menunjukkan faktor yang paling dominan dalam rangka

eliminasi imunisasi campak adalah peran tokohmasyarakat (OR=5;p-value0,03). Menurut


Sembiring (2004) kegiatan posyandu dikatakan meningkat jika peran aktif ibu balita atau peran

serta tokoh masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalamcakupanimunisasi.

2.5.5 Pekerjaan

Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2002), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil

dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama

maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat

kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang

itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga

dipengaruhi oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi

ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun

kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi (Syamsul,

2002).

Pendapatan per kapita (per capita income) keluarga adalah pendapatan rata-rata dalam

suatu keluarga pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita

bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap

penduduk suatu keluarga pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari

pendapatan keseluruhan anggota keluarga pada periode tertentu dibagi dengan jumlah

anggota keluarga pada periode tersebut. Ternyata tingginya pendapatan keluarga, tidak

menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah anggota

keluarga juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita (Budiono, 2004).

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di wilayah kabupaten Demak maka tingkat

pendapat didasarkan pada upah minimum regional (UMR) kabupaten Demak. Berdasarkan
Keputusan Gubernur nomor 561.4/73/2011 tentang upah minimum pada 35 kabupaten kota di

provinsi Jawa Tengah tahun 2012 yang menyebutkan bahwa UMR untuk Kabupaten Demak

sebesar Rp.893.000,-. Penelitian yang dilakukan oleh Mardani (2008) tentang beberapa faktor

yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditemukan hasil bahwa penelitian menunjukkan ada 8

faktor yang mempunyai kaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, yaitu kondisi

bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendidikan formal

ibu/suami, tingkat penghasilan keluarga, penyuluhan imunisasi dan jarak ke tempat pelayanan

imunisasi.

Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat kebutuhan pokok

manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna dalam mempelajari

motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman

dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Ibu yang

mempunyai pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan

mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan perlindungan

sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan dari pada mengantarkan bayinya untuk di

imunisas (Suparyanto, 2011).

2.5.6 Kepercayaan

Program Imunisasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir tidak mengalami

perkembangan yang signifikan. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 Kementerian Kesehatan RI

menunjukkan cakupan status imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak (usia 12-23 bulan)

menurun dari 59,2% (2013) menjadi 57,9% (2018).


Keputusan untuk tidak melakukan vaksinasi, apa pun alasannya, berisiko kepada pihak-

pihak lain selain juga terhadap orang yang terinfeksi . Sikap merupakan reaksi internal seseorang

yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang

dianggap penting, agama serta faktor emosi dalam diri individu yang mempunyai peranan

penting dalam terbentuknya sikap. Proses terjadinya sikap karena adanya rangsangan seperti

pengetahuan masyarakat. Rangsangan tersebut menstimulus masya rakat untuk memberi

respon berupa sikap positif maupun sikap negatif yang pada akhirnya akan diwujudkan dalam

bentuk tindakan yang nyata

Analisis statistik pada variabel pelayanan imunisasi diperoleh nilai p-value sebesar 0,47

(p-value> 0,05) hal ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara pelayanan imunisasi dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi di Kecamatan

Kuranji Kota Padang tahun 2015. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Rahmawati yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kehadiran petugas pada saat

pelayanan imunisasi dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dengan nilai p-value

sebesar 1,0 (p-value> 0,05). Pada penelitian ini juga dijelaskan bahwa tidak ada hubungan yang

makna antara sikap ramah dari petugas terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi

dengan nilai p-value sebesar 1,0 (p-value> 0,05). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Prayogo

yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peleyanan kesehatan

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dengan p-value sebesar 0,48 (p-value > 0,05)

(Widayati, 2012)
2.5 Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis penelitian ini adalah :

Notoadmodjo (2007), (2010), Suparyanto(2011)


Poerwadarminta, (2002)
1. Pekerjaan
1. Pendidikan
2. Dukungan Keluarga
2. Pengetahuan
3. Pelayanan Petugas
3. Sikap
Kesehatan

Depkes, 2012: Pemberian Imunisasi


1. Pekerjaan lengkap pada balita
2. Akses terhadap
pelayanan kesehatan

Syamsul (2002), Budiono,


(2004)
1. Pekerjaan

Gambar 2.1 Kerangka Teoretis

Anda mungkin juga menyukai