TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi
merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu
ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013).
penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan
yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Ranuh et.al, 2011).
Marimbi Hanum (2010) imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah
dilemahkan atau sudah dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut di
harapkan tubuh dapat menghasilkan anti bodi yang pada akhirnya digunakan tubuh untuk
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG,
Menurut Kemenkes RI (2010), imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapat kekebalan
terhadap suatu penyakit tertentu dengan cara memasukan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti
yang pada suatu saat nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang
menyerang tubuh.
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit- penyakit yang
berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang di wajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap
tujuh penyakit, yaitu TB Paru, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), poliomyelitis, campak dan
Menurut Achmadi (2006) vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus
yang menjadi penyebab penyakit, namun telah dilemahkan atau dimatikan atau diambil
sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan
kedalam tubuh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan merangsang timbulnya zat anti
Imunisasi (PPI) maka anak harus mendapat perlindungan terhadap tujuh jenis penyakit utama,
yaitu : penyakit TB Paru, Dipteria, Tetanus, batuk rejan, poliomyelitis, campak dan hepatitis B (
Target nasional yang diinginkan untuk setiap jenis imunisasi terdapat BCG sebanyak
90%, DPT-1 sebanyak 90%, DPT-2 sebanyak 85%, dan DPT-3 sebanyak 80%, Polio-1 sebanyak
90%, Polio-2 sebanyak 85%, dan Polio-3 sebanyak 80% Hb-1 sebanyak 80%, Hb-2 sebanyak 80%,
dan Hb-3 sebanyak 80% serta campak sebanyak 90% (Depkes RI, 2011).
dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan
menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat
mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan olehpenyakit yang sering
berjangkit (Proverawati dan Andhini, 2010). Program imunisasi mempunyai tujuan umum yaitu
menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I). Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/kelurahan pada tahun 2014.
1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013.
medis (safety injection practise and waste disposal management) (Kemenkes RI, 2013).
kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah denganimunisasi, tetapi juga dirasakan
oleh : 1) Anak, mencegah penderitaan yangdisebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat
bila anak sakit.Hal ini akan mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
Usia anak-anak rawan merupakan masa rawan terserang penyakit karena daya tahan
tubuhnya belum kuat. Dengan pemberian imunisasi dasar secara lengkap, terjadinya penyakit
c. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada diri seseorang atau sekelompok
masyarakat.
e. Dapat meningkatkan derajat kesehatan untuk menciptakan bangsa yang kuat dan
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi
aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan
respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar
terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon (Maryunani, 2010).
Imunisasi aktif merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan
(vaksin) agar nantinya sistem imun berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh
Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara
lain :
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna
terjadinya semacam infeksi buatan dapat merupakan polisakarida, toksoid atau virus
b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultul jaringan.
d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan
Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibody, sehingga kadar antibody dalam
tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum ) pada orang yang
mengalami kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi baru lahir dimana bayi
Imunisasi pasif merupakan pemberian immunoglobulin, yaitu suatu zat yang dihasilkan
melalui proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan
untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Azis, 2005 ).
Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah
tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B (Depkes RI, 2005). Dari
sebahagian kecil penyakit yang telah ditemukan vaksinnya, hanya tujuh yang telah diupayakan
pencegahannya melalui program imunisasi yang untuk selanjutnya kita sebut PD3I. Beberapa
pertimbangan untuk memasukkannya kedalam program antara lain adalah besarnya masalah
yang ditimbulkan, keganasan penyakit, efektifitas vaksin dan yang terakhir adalah kemungkinan
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang
1. Pengertian
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular
(Maryunani, 2010).
2. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang (boster).
Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus.
Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan (Maryunani, 2010).
Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan. Jika diberikan
setelah usia 2 bulan, disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium Tuberculosis atau belum.
Vaksinasi dilakukan bila hasil tes-nya negative. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau
menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm,ukuran 26).Sebaiknya dilakukan ketika
bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Hasil yang
memuaskan trlihat apabila diberikan menjelang umur 2 bulan. BCG dilakukan dilengan kanan
Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas suntikan setelah
satu atau dua minggu kemudian,yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi ulkus
(luka). Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi panas (demam). Luka ini akan sembuh sendiri
dan meninggalkan tanda parut. Jikapun indurasi (benjolan) tidak timbul, hal ini tidak perlu
menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk kedalam kulit. Jadi,
meskipun benjolan tidak timbul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah.
Imunsasi tidak perlu diulang, karena di daerah endemi TB, infeksi alamiah akan selalu ada.
Biasanya setelah suntikan BCG setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil merah
eksim,furunkolis,dan sebagainya. Imunisasi tidak boleh di berikan pada orang atau anak yang
1. Pengertian
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan difteri murni, toxoid
tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak
infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida
Haemophillus influenza tipe b (Hib) tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan
6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1 kali di usia
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi Intramuskular. Suntikan diberikan
di paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Pemberian vaksin DPT diberikan
tiga kali mulai bayi berumur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu.(Depkes
RI,2005).
selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat
suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan
obat penurun panas bayi. Atau bisa juga dengan memberikan minum cairan lebih banyak dan
Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah dan menderita penyakit
kejang demam kompleks. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk yang diduga
mungkin sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal pada penyakit gangguan kekebalan.
Bila suntikan DPT pertama terjadi reaksi yang berta maka sebaiknya suntukan berikut jangan
diberikan DPT lagi melainkan DT saja. Sakit batuk, filek dan demam atau diare yang sifatnya
1. Pengertian
Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV)
mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai
digunakan trivalen virus polio secara oral (OPV) secara luas (Ranuh et.al, 2011).
2. Pemberian Imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal
atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak
buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi (Maryunani, 2010).
3. Usia Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi
berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG
dan Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-
Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi dasar
diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu.
Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes ( 0,1 ml) langsung ke mulut anak atau dengan sendok yang
menggunakan larutan gula.Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes( dopper)
Pada imunisasi polio hampir tidak ada efek samping. Bila ada, mungkin berupa
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam
tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan tidak
diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit
kanker atau keganasan, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum,
7. Tingkat Kekebalan
Bisa mencekal penyakit polio hingga 90 % (Maryunani, 2010).
1. Pengertian
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin campak ini adalah virus yang
dilemahkan. Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Imunisasi
campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. pemberian
vaksin campak diberikan 1 kali pada umur 9 bulan secara subkutan walaupun demikian dapat
diberikan secara intramuskuler dengan dosis sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya imunisasi campak
dosis kedua diberikan pada program school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada
2. Pemberian Imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya
sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit
campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai usia 12 bulan anak belum
mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan ini anak harus diimunisasi MMR
Efek samping yang timbul dari imunisasi campak seperti demam lebih dari 39,5°C yang
terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipian timbul pada hari ke 7-10
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat
imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat inkubasi penyakit
alami. Terjadinya kejang demam, reaksi berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf
pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.diperkirakan risiko terjadinya kedua
efek samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebanyak 1 diantara 1 milyar dosis vaksin
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak : (a) Dengan penyakit infeksi
akut yang disertai demam, (b) Dengan penyakit gangguan kekebalan, (c) Dengan penyakit TBC
tanpa pengobatan, (d) Dengan kekurangan gizi berat, (e) Dengan penyakit keganasan, (f)
(Maryunani, 2010).
1. Pengertian
aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Hepatitis B
disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus, suatu virus DNA
yang berlapis ganda, berbentuk bulat dan dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
kronis yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengeras dan
2. Pemberian Imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan
stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian dilanjutkan pada saat bayi
berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis
B, selain imunisasi yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi
tambahan dengan immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam )
(Maryunani, 2010).
Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intramuskuler (I.M atau i.m)
di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi (antero : otot-otot dibagian depan, lateral : otot
bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin )
(Maryunani, 2010).
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang
mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini kan menghilang
dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan (Atikah,2009).
6. Tanda Keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat dilakukan
pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau mengecek kadar hepatitis B-nya
setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun. Diatas
500 tahan selama 5 tahun. Diatas 200 tahan selama 3 tahun. Tetapi bila angkanya 100 maka
dalam setahun akan hilang. Sementara bila angka nol bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi
(Maryunani, 2010).
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit berat. Dapat
diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan
memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi
8. Tingkat Kekebalan
Cukup tinggi, antara 94 - 96. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,lebih dari 95 % bayi
Imunisasi telah diakui sebagai upaya pencegahan suatu penyakit infeksi yang paling
sempurna dan berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,
kebutuhanakan vaksin makin meningkat seiring dengan keinginan dunia untuk mencegah
berbagai penyakit yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Peningkatan kebutuhan
vaksin telah ditunjang dengan upaya perbaikan dalam produksi vaksin guna meningkatkan
hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan
mengenai berapa besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu; bagaimana
sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; bagaimana derajat kesakitan resipien, apakah
penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti; dan akhirnya apakah dapat disimpulkan
bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan pemberian
1. Induksi vaksin (vaccine induced) Terjadinya KIPI disebabkan oleh karena faktor intrinsik
vaksin terhadap individual resipien. Misalnya, seorang anak menderita poliomielitis setelah
2. Provokasi vaksin (vaccine potentiated) Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja,
saat ini terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh: Kejang demam pasca imunisasi yang
3. Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors). Gejala KIPI timbul sebagai akibat
kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian.
Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan
4. Koinsidensi (coincidental) KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang
diderita. Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah
diimunisasi.
2.5.1 Pengetahuan
tingkat pendidikan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mudah
menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut. Informasi seseorang
yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak juga akan akan memberikan dampak
terhadap pengetahuan yang lebih jelas. Budaya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat
budaya yang ada dan budaya yang dianut. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat
umur dan pendidikan individu yaitu semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi,
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Waridjan (dalam
Arikunto, 2009) kategori pengetahuan dapat digolongkan menjadi pengetahuan baik jika
kategori jawaban benar antara 80%-100%, pengetahuan sedang jika jawaban benar antara 65%-
79% dan katgeori pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 65%.
mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada balita umur 12-18 bulan di Kelurahan
Harjosari - I Kecamatan Medan - Amplas Tahun 2003 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu
berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar balita. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Albertina (2009) tentang kelengkapan Imunisasi dasar anak balita dan faktor-faktor yang
berhubungan di Poliklinik Anak beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya pada tahun
2008 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua dengan
kelengkapan imunisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Danuri (2005) tentang hubungan antara karakteristik,
pengetahuan dan sikap ibu batita dengan kelengkapan status imunisasi di Desa Ambowetan
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia
respons evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Sikap mempunyai arah, artinya
sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah
mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai
objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti
memiliki sikap yang arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung
dikatakan sebagai memiliki sikap arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak
mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya positif (Azwar, 2010).
Hasil penelitian Zakiyah (2007) tentang hubungan pengetahuan, sikap ibu tentang
imunisasi dan dukungan keluarga dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11
bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal, hasil penelilitan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu tentang imunisasi dengan
kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11 bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh
Kabupaten Kendal.
Adanya dukungan keluarga dapat meningkatkan motivasi ibu mengikutsertakan anaknya dalam
pemberian imunisasi sesuai jadwal. Pemberian imunisasi sesuai jadwal dapat mencegah anak
dari penyakit tertentu. Namun dengan tidak adanya dukungan keluarga dapat mempengaruhi
sikap ibu dalam mengikutsertakan anaknya dalam pemberian imunisasi (Suparyanto, 2012,
dikutip Ekayanti & Dian, 2014). Sumber dukungan keluarga terdiri dari dukungan informasional,
dukungan emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. House & Kahn (1985,
Menurut penelitian Utami (2015), tentang dukungan keluarga dengan motivasi ibu
dalam mendapatkan imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Nyabakan Barat,
didapatkan bahwa adanya hubungan yang sangat erat antara dukungan keluarga dengan
motivasi ibu dalam pemberian imunisasi. Hal ini didukung oleh penelitian Hayati dan Marianthi
(2009) di Aceh Besar, yang menyatakan bahwa dukungan keluarga dan motivasi mempengaruhi
cakupan imunisasi. Hal yang sama dijelaskan Ekayanti dan Dian (2014) yang menyatakan
dukungan keluarga mempengaruhi dalam cakupan imunisasi dasar pada anak di kediri. Nilai dan
2009).
pemberian asuhan keperawatan keluarga dimana perawat dapat terlibat langsung dalam
keluarga sehingga perawat dapat lebih mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidaklengkapan imunisasi dan dapat menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Salah satunya dengan cara meningkatkan pengetahuan orang tua dan keluarga tentang
pentingnya imunisasi dan dampak dari imunisasi yang tidak lengkap sehingga kesadaran orang
tua lebih meningkat (Ekayanti & Dian, 2014). Maka dengan ini penulis tertarik untuk meneliti
tentang dukungan keluarga terhadap ibu dalam melaksanakan imunisasi pada balita di salah
satu desa Kabupaten Aceh Besar.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan
keluarga terhadap ibu dalam melaksanakan imunisasi pada balita di Kabupaten Aceh Besar.
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini untuk mengetahui dukungan informasional,
serta berdampak positif untuk mewujudkan derajat kesehatan ibu dan anak. Imunisasi tidak
komunitas atau herd immunity. Dalam sistem kesehatan nasional imunisasi untuk mencegah
enam penyakit mematikan yaitu: tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, tetanus dan polio
Penelitian yang dilakukan oleh sembiring (2012) Hasil analisis bivariat dan multivariat
diperoleh OR sebesar (OR = 5,8; p-value 0,04) artinya ada hubungan yang signifikan antara peran
tokoh masyarakat dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Sejalan dengan penelitian
Pillsbury & Quinn (2015) di Pakistan menunjukkan faktor yang paling dominan dalam rangka
2.5.5 Pekerjaan
Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2002), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil
dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama
maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat
kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang
itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga
dipengaruhi oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi
ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun
2002).
Pendapatan per kapita (per capita income) keluarga adalah pendapatan rata-rata dalam
suatu keluarga pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita
bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap
penduduk suatu keluarga pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari
pendapatan keseluruhan anggota keluarga pada periode tertentu dibagi dengan jumlah
anggota keluarga pada periode tersebut. Ternyata tingginya pendapatan keluarga, tidak
menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah anggota
keluarga juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita (Budiono, 2004).
Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di wilayah kabupaten Demak maka tingkat
pendapat didasarkan pada upah minimum regional (UMR) kabupaten Demak. Berdasarkan
Keputusan Gubernur nomor 561.4/73/2011 tentang upah minimum pada 35 kabupaten kota di
provinsi Jawa Tengah tahun 2012 yang menyebutkan bahwa UMR untuk Kabupaten Demak
sebesar Rp.893.000,-. Penelitian yang dilakukan oleh Mardani (2008) tentang beberapa faktor
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditemukan hasil bahwa penelitian menunjukkan ada 8
faktor yang mempunyai kaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, yaitu kondisi
bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendidikan formal
ibu/suami, tingkat penghasilan keluarga, penyuluhan imunisasi dan jarak ke tempat pelayanan
imunisasi.
manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna dalam mempelajari
motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman
dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Ibu yang
mempunyai pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan
mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan perlindungan
sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan dari pada mengantarkan bayinya untuk di
2.5.6 Kepercayaan
perkembangan yang signifikan. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 Kementerian Kesehatan RI
menunjukkan cakupan status imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak (usia 12-23 bulan)
pihak lain selain juga terhadap orang yang terinfeksi . Sikap merupakan reaksi internal seseorang
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, agama serta faktor emosi dalam diri individu yang mempunyai peranan
penting dalam terbentuknya sikap. Proses terjadinya sikap karena adanya rangsangan seperti
respon berupa sikap positif maupun sikap negatif yang pada akhirnya akan diwujudkan dalam
Analisis statistik pada variabel pelayanan imunisasi diperoleh nilai p-value sebesar 0,47
(p-value> 0,05) hal ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pelayanan imunisasi dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi di Kecamatan
Kuranji Kota Padang tahun 2015. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Rahmawati yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kehadiran petugas pada saat
pelayanan imunisasi dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dengan nilai p-value
sebesar 1,0 (p-value> 0,05). Pada penelitian ini juga dijelaskan bahwa tidak ada hubungan yang
makna antara sikap ramah dari petugas terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi
dengan nilai p-value sebesar 1,0 (p-value> 0,05). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Prayogo
yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peleyanan kesehatan
dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dengan p-value sebesar 0,48 (p-value > 0,05)
(Widayati, 2012)
2.5 Kerangka Teoritis