Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pneumonia merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan serius yang
sebagian besar menyerang anak balita dibawah usia 5 tahun,
pneumonia
merupakan penyakit terbesar penyebab kematian pada anak-
anak di seluruh
dunia, ada 15 negara dengan angka kematian tertinggi
dikalangan anak-anak
akibat pneumonia, Indonesia termasuk dalam urutan ke 8
yaitu sebanyak 22.000
kematian (WHO, 2016).
Insiden penemuan kasus pneumonia pada balita usia 1-4
tahun menurut
Kemenes RI (2017), tertinggi di Provinsi Jawa Barat (126.936
kasus) dan
terendah pada Provinsi Papua (51 kasus), kemudian jumlah
kematian balita karna
pneumonia tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah (339
kematian) dan
terendah di Provinsi Kalimantan Tengah (1 kematian).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, kelompok
umur
penduduk, period prevalence pneumonia yang paling tertinggi
terjadi pada
kelompok usia 1-4 tahun. Sedangkan period prevalence
pneumonia pada balita di
Indonesia adalah 18,5% balita pneumonia yang berobat
hanya 1,6 %. Lima
Provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi
adalah Nusa
Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung
(34,8%), dan
Kalimantan Tengah (32,7%). Insiden tertinggi pneumonia
balita terdapat pada
kelompok usia 12-23 bulan (21,7%). Sedangkan pada insiden
pneumonia per
2
1000 balita banyak dialami oleh anak berusia 12-35 bulan.
Berdasarkan data
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2013 pada
pasien anak balita yang
di rawat inap di rumah sakit tertinggi di Provinsi Jawa Tengah
(1.942 jiwa),
terendah di Provinsi Bangka Belitung (7 jiwa). Sedangkan
pada pasien rawat
jalan terbesar di Jawa Barat sebesar (1.132 jiwa), terendah di
Provinsi Sulawesi
Utara (5 jiwa) ( Infodatin, 2013).
Temuan kasus pneumonia pada tahun 2016 pada balita di
Kota Samarinda
sebanyak 1.383 kasus, menurun ditahun 2015 sekitar 23,7%,
kasus tertinggi
ditemukan di Kecamatan Sungai Kunjang (269 kasus), dan
terendah pada
Kecamatan Sungai Pinang (20 kasus) (Dinkes Kab/Kota,
2016).
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak dengan
bronkopneumonia adalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum, gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan gangguan pengiriman oksigen, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap
deman dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan
dengan toksin bakteri bau
dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas, intoleransi
aktifitas berhubungan
dengan insufisiensi O2 untuk aktifitas sehari-hari, resiko
ketidakseimbangan
elektrolit berhubungan dengan perubahan kadar elektrolit
dalam serum (diare)
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
Salah satu upaya tindakan mandiri yang dapat dilakukan
untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah dengan
melakukan
fisioterapi dada, gangguan pertukaran gas dengan tindakan
memposisikan pasien
3
untuk memaksimalkan ventilasi, masalah ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dengan memonitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori,
intoleransi aktivitas dengan monitor respon fisik, emosi,
social, dan spiritual,
resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan monitor status
cairan intake dan
output cairan (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Berdasarkan uraian diatas dimana masih banyaknya angka
kejadian
bronkopneumonia pada anak, penulis merasa tertarik untuk
memberikan asuhan
keperawatan pada anak bronkopneumonia di Rumah Sakit
Samarinda Medika
Citra

Anda mungkin juga menyukai