Anda di halaman 1dari 18

51

Pengelolaan kasus ini penulis mengambil data di Ruang Obervasi

Intensif IGD (ROI) yang merupakan salah satu ruang yang ada di IGD

RSUD Dr. Moewardi. IGD adalah salah satu bagian didalam sebuah rumah

sakit yag menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit

dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Ruang Instalasi

Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Moewardi memiliki 4 stase pelayanan

pasien yang terdiri dari ruang periksa yaitu penanganan pasien dari mulai

triase, pemeriksaan observasi dan tindakan, kamar operasi minor, kamar

operasi mayor, HCU dan obsgyn.

4.1.2 Pemaparan Fokus Studi

1. Hasil Pengkajian

Berdasarkan tahapan proses keperawatan maka langkah pertama

yang harus dilakukan pada pasien cedera kepala ringan adalah

pengkajian. Dalam pengkajian awal yang dilakukan ini berfokus pada

intensitas nyeri pasien dengan pengkajian PQRST. Pada pengkajian

primer airway didapatkan data jalan nafas paten dan tidak ada sumbatan

jalan nafas. Pengkajian breathing didapatkan data pola nafas efektif, tidak

ada suara tambahan, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, pergerakan

dinding simetris, RR : 21x/ menit dan SPO2 : 100% .

Pengkajian circulation didapatkan data akral teraba hangat,

capilarry reffil 2 detik, TD : 146/90 mmHg, N: 80 x/menit dengan irama


52

teratur dan suhu 36,5 0C. Pengkajian disability didapatkan data bahwa

kesadaran pasien composmentis dengan GCS E4 V5 M6 . Pada pengkajian

primer eksposure didapatkan data terdapat luka jahit pada dahi tertutup

kasa ± 5 cm, luka lecet pada pipi kanan atas ± 3 cm, siku dan penggung

tangan kanan serta lutut kaki kanan. Pada pemeriksaan fisik muka

diperoleh data ada luka jahit pada dahi tertutup kasa ± 5 cm, luka lecet

pada pipi kanan atas ± 3 cm. Berdasarkan hasil studi, dapat diketahui

bahwa saat pengkajian awal terhadap intensitas nyeri pasien dapat dilihat

pada tabel 4.1 dan diagram 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Pengkajian Awal Subyek

Subjek Karateristik Nyeri Ket


Tn. W P : Nyeri karena benturan post traumatik hari ke-2 Nyeri
Q : Nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing berputar sedang
R : Nyeri pada daerah dahi
S : Skala 4
T : Nyeri hilang timbul dengan waktu nyeri ± 10-15 menit

Berdasarkan tabel 4. 1 bahwa karateristik nyeri pasien yaitu nyeri

karena benturan post traumatik hari ke- 2, nyeri seperti cenut-cenut dan

kadang pusing berputar-putar, nyeri didahi, skala nyeri 4, nyeri hilang

timbul dengan waktu nyeri ± 10-15 menit. Data objektif yang didapatkan

adalah pasien tampak meringis menahan sakit, TD : 146/90 mmHg, N :

80 x/ menit, RR : 21 x/ menit, S : 36,5 0 C, SPO2 : 100 %. Berdasarkan

dari skala nyeri termasuk dalam skala nyeri sedang.


53

2. Hasil Diagnosa Keperawatan

Perumusan diagnosa keperawatan dalam kasus ini didasarkan pada

keluhan utama dari beberapa karateristik yang muncul pada Tn. W.

Sesuai dengan pengkajian diperoleh pada Tn. W mengatakan nyeri, nyeri

karena benturan post traumatik hari ke – 2, nyeri seperti cenut-cenut dan

kadang pusing berputar, nyeri didahi, skala 4, nyeri hilang timbul dengan

waktu nyeri ± 10-15 menit, pasien tampak meringis menahan sakit,

terdapat luka jahit pada dahi tertutup kasa ± 5 cm dan luka lecet pada

pipi kanan atas ± 3 cm akibat benturan post traumatik hari ke-2 , TD :

146/90 mmHg, N : 80 x/ menit, RR : 21 x/ menit, S : 36,5 0 C, SPO2 :

100 %.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang penulis temukan, maka

dapat dirumuskan prioritas masalah keperawatan yaitu nyeri akut

berhubungan dengan agen cedera fisik.

3. Intervensi keperawatan

Tujuan tindakan keperawatan untuk diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen cedera fisik. Yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x 8 jam diharapakan masalah nyeri dapat berkurang

dengan kriteria hasil : pasien dapat menggunakan menggunakan tindakan

tanpa analgesik (slow deep breathing) (160504), nyeri dapat berkurang

(skala nyeri turun dari 4 menjadi 1, ekspresi nyeri berkurang) (210206),

TTV dalam batas normal (210212) (TD : sistol = 90- 120, diastol = 60-80
54

mmHg, N : 60- 80 x/menit, S : 36,4- 37,5 0 C, RR : 16- 24 x/menit, SPO2 :

95-100 %).

Intervensi yang dibuat penulis adalah perencanaan yang pertama

yaitu mengkaji karateristik nyeri dan monitor tanda-tanda vital untuk

evaluasi tindakan yang telah dilakukan untuk mengetahui nyeri yang

dirasakan pasien dan mengetahui keadaan umum pasien selama

perawatan. Perencanaan kedua yaitu mengajarkan teknik slow deep

breathing untuk menguragi nyeri pada pasien dilakukan selama 3 dengan

durasi latihan 15 menit. Perencanaan ketiga yaitu memberikan informasi

mengenai nyeri. Perencanaan keempat kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian analgesik untuk megurangi nyeri (metamizole 1 gr/8 jam).

4. Hasil Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

keperawatan berdasarkan rencana tindakan tersebut maka pada tanggal 26

Februari 2019 sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan

pada Tn. W dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik dilakukan implementasi. Pada jam 10.00 WIB memberikan oksigen

dengan respon pasien mengatakan rileks setelah diberikan oksigen dengan

data objektif pasien diberikan oksigen dengan masker rebreathing mask 8

liter.

Pada jam 10.10 WIB memposisikan tinggi kepala tempat tidur 30 0 /

lebih dengan respon pasien mengatakan nyaman setelah diberi posisi


55

setengah duduk kemudian pasien tampak lebih nyaman. Pada jam 10.25

WIB memonitor status neurologis dengan respon pasien mengatakan

mengalami kecelakaan sepeda motor dan kepala terasa pusing berputar

serta nyeri cenut-cenut dengan tingkat kesadaran Composmentis GCS 15

E4 V5 M6.

Pada jam 10.45 WIB memonitor karateristik luka dengan respon

pasien mengatakan terdapat luka pada dahi, tangan kanan dan kaki kanan,

data objektif terdapat luka jahit didahi tertutup kasa ±5 cm, luka lecet

pada pipi kanan atas ± 3 cm, luka lecet pada siku dan punggung tangan

kanan, pada lutut kaki kanan dengan kondisi luka mulai mengering, tidak

ada pus dan tidak ada perdarahan. Pada jam 10.55 WIB memonitor TTV

dengan respon pasien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan TTV

dengan hasil TD : 146/90 mmHg, N : 80 x/ menit, S : 36,5 0 C, RR : 21 x/

menit, SPO2 : 100%.

Pada jam 11.00 WIB melakukan pengkajian nyeri dengan respon

pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, nyeri dirasakan saat bergerak dan

mau duduk, P : Nyeri karena benturan post traumatik hari ke- 2, Q : nyeri

seperti cenut- cenut dan kadang pusing berputar, R : nyeri pada dahi, S :

skala 4, T : Nyeri hilang timbul dengan durasi nyeri ± 10-15 menit. Data

objektif pasien tampak meringis menahan sakit. Pada jam 11.05 WIB

memberikan informasi mengenai nyeri (manajemen nyeri) dengan respon

subjektif pasien mengatakan lumayan paham setelah diberi informasi


56

mengenai penanganan nyeri. Respon onjektif pasien terlihat antusias dan

memperhatikan saat diberi informasi.

Pada jam 11.10 WIB mengajarkan teknik relaksasi slow deep

breathing yang pertama dengan respon pasien mengatakan sedikit lebih

nyaman dan lega serta nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3, pasien

tampak memperhatikan dan mengikuti perintah serta pasien tampak

rileks. Pada jam 11.25 WIB memonitor TTV dengan respon dengan

respon pasien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan TTV dengan

hasil TD : 146/90 mmHg, N : 75 x/ menit, S : 36,6 0 C, RR : 19 x/ menit,

SPO2 : 100%. Pada jam 12.25 WIB melakukan pengkajian nyeri dengan

respon pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, nyeri dirasakan saat

bergerak dan mau duduk, P : Nyeri karena benturan post traumatik hari

ke- 2, Q : nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing berputar, R : nyeri

pada dahi, S : skala 3, T : Nyeri hilang timbul dengan durasi nyeri ± 10-

15 menit. Data objektif pasien tampak masih menahan sakit.

Pada jam 12.30 WIB menganjurkan teknik relaksasi slow deep

breathing yang kedua dengan respon pasien mengatakan sedikit lebih

nyaman dan lega serta nyeri berkurang dari skala 3 menjadi 2, pasien

tampak memperhatikan dan mengikuti perintah (kooperatif) serta pasien

tampak rileks, TD : 145/90 mmHg, N : 77 x/ menit, S : 36,5 0 C, RR : 20

x/ menit, SPO2 : 100%. Pada jam 13.45 WIB melakukan pengkajian nyeri

dengan respon pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, nyeri dirasakan saat


57

bergerak dan mau duduk, P : Nyeri karena benturan post traumatik hari

ke- 2, Q : nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing berputar, R : nyeri

pada dahi, S : skala 2, T : Nyeri hilang timbul dengan durasi nyeri ± 10-

15 menit. Data objektif pasien tampak lebih nyaman setelah 2x diajarkan

teknik slow deep breathing.

Pada jam 13.50 WIB menganjurkan teknik relaksasi slow deep

breathing yang ketiga dengan respon pasien mengatakan masih

merasakan nyaman tetapi menurut pasien skala nyeri masih 2, pasien

tampak mengikuti perintah (kooperatif) dan memperagakan, TD : 145/90

mmHg, N : 75 x/ menit, S : 36,8 0 C, RR : 18 x/ menit, SPO2 : 100%. Pada

jam 14.30 WIB memberikan obat analgetik (metamizole 1 gr) respon

subjektif pasien mengatakan bersedia diberikan obat, respon objektif

pasien terlihat menahan sakit saat obat analgetik (metamizole 1 gr) masuk

melalui IV.

5. Hasil Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen cedera fisik pada Tn. W yaitu data subjektif

pasien mengatakan lebih nyaman dan nyeri berkurang, nyeri karena

benturan post traumatik hari ke-2, nyeri seperti cenut-cenut dan kadang

pusing berputar, nyeri pada dahi, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul

dengan durasi ± 10-15 menit. Data objektif pasien tampak rileks, TD :

145/90 mmHg, N : 75 x/ menit, S : 36,8 0


C, RR : 18 x/ menit, SPO 2 :
58

100%. Data assesment masalah teratasi sebagaian, data planning

lanjutkan intervensi yaitu kaji karateristik nyeri (P,Q,R,S,T), berikan

latihan slow deep breathing.

Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sesudah dilakukan

intervensi keperawatan dengan pemberian latihan slow deep breathing

intensitas nyeri seperti tabel 4.2 dan diagram 4.1.

4.2. Tabel Evaluasi Intensitas Nyeri Pasien Sesudah dilakukan Intervensi

Keperawatan dengan Pemberian Latihan Slow Deep Breathing.

Hari/ Karateristik Nyeri Ket


Tanggal/
Jam
Selasa, 26 P : Nyeri karena benturan post traumatik hari ke-2 Nyeri
Februari Q : Nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing ringan
2019 11.10 berputar
WIB R : Nyeri pada daerah dahi
S : Skala 3
T : Nyeri hilang timbul dengan waktu nyeri ± 10-15
menit
Selasa, 26 P : Nyeri karena benturan post traumatik hari ke-2 Nyeri
Februari Q : Nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing ringan
2019 12.30 berputar
WIB R : Nyeri pada daerah dahi
S : Skala 2
T : Nyeri hilang timbul dengan waktu nyeri ± 10-15
menit
Selasa, 26 P : Nyeri karena benturan post traumatik hari ke-2 Nyeri
Februari Q : Nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing ringan
2019 14.15 berputar
WIB R : Nyeri pada daerah dahi
S : Skala masih 2
T : Nyeri hilang timbul dengan waktu nyeri ± 10-15
menit
59

Selanjutnya untuk memeperjelas kemampuan subjek setelah

dilakukan intervensi keperawatan dengan pemberian latihan slow deep

breathing dapat digambarkan pada diagram 4.1

Skala Skala Nyeri


Selasa, 26 Februari 2019
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3

Slow deep Slow deep Slow deep


breathing 1 Series1 breathing 2 breathing 3

Berdasarkan tabel 4.2 dan diagram 4.1 diketahui bahwa setelah

dilakukan tindakan intervensi keperawatan dengan pemberian tindakan

slow deep breathing pada hari Selasa, 26 Februari 2019 pada jam 11.00

WIB menunjukkan penurunan terhadap intensitas nyeri dari skala nyeri 4

menjadi skala nyeri 3. Pada jam 12.30 WIB menunjukkan penurunan

skala nyeri dari skala 3 menjadi 2 dan pada jam 13.50 WIB nyeri tetap

sama diskala nyeri 2.

4.2. Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada

Tn. W dengan cedera kepala ringan di ROI IGD RSUD Dr. Moewardi
60

Surakarta. Pembahasan pada bab ini terutama akan membahas adanya

kesenjangan maupun kesesuaian antara teori dengan kasus. Asuhan

keperawatan yang diberikan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

4.2.1 Pengkajian

Berdasarkan data yang didapatkan pada tanggal 26 Februari 2019

keluhan utama pada Tn. W adalah pasien mengatakan nyeri, nyeri karena

benturan post traumatik hari ke – 2, nyeri seperti cenut-cenut dan kadang

pusing berputar, nyeri didahi, skala 4, nyeri hilang timbul dengan waktu

nyeri ± 10-15 menit, pasien tampak meringis menahan sakit, terdapat luka

jahit pada dahi tertutup kasa ± 5 cm dan luka lecet pada pipi kanan atas ±

3 cm akibat benturan post traumatik hari ke-2 , TD : 146/90 mmHg, N :

80 x/ menit, RR : 21 x/ menit, S : 36,5 0 C, SPO2 : 100 %.

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif

dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan

mengevaluasi perasaan tersebut (Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

Pada pasien cedera kepala ringan, nyeri merupakan keluhan yang paling

sering terjadi yaitu sekitar 82 % (Wijayasakti, 2009). Menurut Tarwoto

(2012), yang menyebutkan cedera kepala disebabkan oleh trauma benda

tajam maupun tumpul yang dapat menimbulkan nyeri. Keadaan nyeri ini

terjadi akibat perubahan organik atau kerusakan serabut saraf otak,


61

edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial karena sirkulasi

serebral yang tidak adekuat (Tarwoto, 2012). Pada cedera kepala

memiliki tanda dan gejala seperti adanya tanda-tanda vital yang tidak

normal (Smeltzer, 2013).

Hasil pengkajian pada Tn. W ditemukan nyeri kepala dan

perubahan pada tanda-tanda vital. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada

pasien cedera kepala ringan akan terjadi nyeri kepala yang disebabkan

oleh trauma benda tajam atau tumpul akibat perubahan organik atau

kerusakan serabut otak, edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial

karena sirkulasi serebral yang tidak adekuat.

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Hasil pengkajian yang medukung diagnosa nyeri akut

mencangkup data subjektif dan data objektif. Data subjektif pasien Tn. W

pasien mengatakan nyeri, nyeri karena benturan post traumatik hari ke –

2, nyeri seperti cenut-cenut dan kadang pusing berputar, nyeri didahi,

skala 4, nyeri hilang timbul dengan waktu nyeri ± 10-15 menit. Data

objektif pasien tampak meringis menahan sakit, terdapat luka jahit pada

dahi tertutup kasa ± 5 cm dan luka lecet pada pipi kanan atas ± 3 cm, TD :

146/90 mmHg, N : 80 x/ menit, RR : 21 x/ menit, S : 36,5 0 C, SPO2 : 100

%.
62

Berdasarkan data diatas diagnosa keperawatan pada pasien Tn. W

adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Batasan

karateristrik yang muncul yaitu, terdapat ekspresi nyeri, ada keluhan

tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (skala 4), dan terdapat

perubahan pada parameter fisiologis (TTV).

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan ptensial,

atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau

lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat

diantisipasi atau diprediksi, dengan durasi kurang dari 3 bulan (Herdman

& Kamitsuru, 2018). Etiologi pada nyeri akut adalah agen cedera fisik,

agen cedera fisik yaitu agen penyakit yang dapat menyebabkan cedera

atau penyakit karena pengaruh seperti trauma, radiasi, kebisingan, dan

suhu (Herdman & Kamitsuru, 2018).

4.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi tindakan pada kasus ini didasarkan pada tujuan

intervensi masalah keperawatan nyeri akut yaitu setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 1x 8 jam diharapkan nyeri pasien dapat

berkurang dengan kriteria hasil: pasien dapat menggunakan tindakan

pengurangan nyeri tanpa analgesik (slow deep breathing) (160504), nyeri

dapat berkurang (skala nyeri turun dari 4 menjadi 1, ekspresi nyeri


63

berkurang) (210206), TTV dalam batas normal (210212) (TD : sistol =

90- 120, diastol = 60-80 mmHg, N : 60- 80 x/menit, S : 36,4- 37,5 0


C,

RR : 16- 24 x/menit, SPO2 : 95-100 %).

Berdasarkan tujuan tersebut, penulis membuat rencana tindakan

yaitu monitor tanda-tanda vital, lakukan pengkajian nyeri komprehensif,

ajarkan prinsip-prinsip manajamen nyeri (slow deep breathing selama 3

kali dengan durasi masing-masing 15 menit setiap latihan), berikan

informasi mengenai nyeri (manajemen nyeri), berikan obat analgesik

untuk mengurangi nyeri sehingga mempercepat proses penyembuhan

(metamizole 1 gr).

4.2.4 Implementasi keperawatan

Penulis melakukan implementasi berdasarkan intervensi yang

telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil

dalam rentang normal yang diharapkan. Tindakan keperawatan yang

dilakukan penulis selama 1x8 jam hari kelolaan pada asuhan keperawatan

Tn. W dengan cedera kepala ringan pada diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen cedera fisik.

Implementasi terhadap Tn. W yang dilakukan pada tanggal 26

Februari 2019 jam 10.55 WIB adalah memonitor tanda-tanda vital respon

pasien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan TTV dengan hasil

TD : 146/90 mmHg, N : 80 x/ menit, S : 36,5 0


C, RR : 21 x/ menit,
64

SPO2 : 100%. Implementasi pada 11.00 WIB adalah melakukan

pengkajian nyeri komprehensif dengan respon pasien mengatakan nyeri

cenut-cenut, nyeri dirasakan saat bergerak dan mau duduk, P : Nyeri

karena benturan post traumatik hari ke- 2, Q : nyeri seperti cenut- cenut

dan kadang pusing berputar, R : nyeri pada dahi, S : skala 4, T : Nyeri

hilang timbul dengan durasi nyeri ± 10-15 menit. Data objektif pasien

tampak meringis menahan sakit.

Pada jam 11.05 WIB memberikan informasi mengenai nyeri

(manajemen nyeri) dengan respon subjektif pasien mengatakan lumayan

paham setelah diberi informasi mengenai penanganan nyeri. Respon

objektif pasien terlihat antusias dan memperhatikan saat diberi informasi.

Pada jam 11.10 WIB mengajarkan teknik relaksasi slow deep breathing

yang pertama dengan respon pasien mengatakan sedikit lebih nyaman dan

lega serta nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3, pasien tampak

memperhatikan dan mengikuti perintah serta pasien tampak rileks.

Pada jam 11.25 WIB memonitor TTV dengan respon dengan

respon pasien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan TTV dengan

hasil TD : 146/90 mmHg, N : 75 x/ menit, S : 36,6 0 C, RR : 19 x/ menit,

SPO2 : 100%. Pada jam 12.25 WIB melakukan pengkajian nyeri dengan

respon pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, nyeri dirasakan saat

bergerak dan mau duduk, P : Nyeri karena benturan post traumatik hari

ke- 2, Q : nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing berputar, R : nyeri
65

pada dahi, S : skala 3, T : Nyeri hilang timbul dengan durasi nyeri ± 10-

15 menit. Data objektif pasien tampak masih menahan sakit.

Pada jam 12.30 WIB menganjurkan teknik relaksasi slow deep

breathing yang kedua dengan respon pasien mengatakan sedikit lebih

nyaman dan lega serta nyeri berkurang dari skala 3 menjadi 2, pasien

tampak memperhatikan dan mengikuti perintah (kooperatif) serta pasien

tampak rileks, TD : 145/90 mmHg, N : 77 x/ menit, S : 36,5 0 C, RR : 20

x/ menit, SPO2 : 100%. Pada jam 13.45 WIB melakukan pengkajian

nyeri dengan respon pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, nyeri

dirasakan saat bergerak dan mau duduk, P : Nyeri karena benturan post

traumatik hari ke- 2, Q : nyeri seperti cenut- cenut dan kadang pusing

berputar, R : nyeri pada dahi, S : skala 2, T : Nyeri hilang timbul dengan

durasi nyeri ± 10-15 menit. Data objektif pasien tampak lebih nyaman

setelah 2x diajarkan teknik slow deep breathing.

Pada jam 13.50 WIB menganjurkan teknik relaksasi slow deep

breathing yang ketiga dengan respon pasien mengatakan masih

merasakan nyaman tetapi menurut pasien skala nyeri masih 2, pasien

tampak mengikuti perintah (kooperatif) dan memperagakan, TD : 145/90

mmHg, N : 75 x/ menit, S : 36,8 0


C, RR : 18 x/ menit, SPO 2 : 100%.

Pada jam 14.30 WIB memberikan obat analgetik (metamizole 1 gr)

respon subjektif pasien mengatakan bersedia diberikan obat, respon


66

objektif pasien terlihat menahan sakit saat obat analgetik (metamizole 1

gr) masuk melalui IV.

Implementasi yang dilakukan pada pasien dengan nyeri akut

berhubungan dengan agen cedera fisik, didapatkan hasil bahwa skala

nyeri berkurang atau turun. Setelah melakukan teknik slow deep

breathing yaitu pada Tn. W nyeri berkurang dari skala nyeri 4 menjadi

skala nyeri 2 selama 3 kali dengan durasi setiap latihan 15 menit.

Menurut Tarwoto (2012) yang mejelaskan bahwa intensitas nyeri

dapat diturunkan dengan latihan slow deep breathing. Slow deep

breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan

secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi.

Relaksasi memberikan efek secara langsung terhadap fungsi tubuh seperti

penurunan tekanan darah, nadi, dan penururnan konsumsi oksigen oleh

tubuh serta penurunan ketegangan otot.

Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom

melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada

penurunan respons saraf simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis.

Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons

parasimpatis lebih banyak menurunkan ativitas tubuh atau relaksasi

sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik. Stimulasi saraf

parasimpatis dan penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow deep

breathing juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang


67

memungkinkan suplai oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi

jaringan otak diharapkan lebih adekuat (Tarwoto, 2012).

Hal ini juga sesuai dengan jurnal menurut Satmoko (2015) yang

menjelaskan bahwa slow deep breathing dapat menurunkan nyeri dengan

cara mengurangi stress, kecemasan pasien, penrurnan tekanan darah,

meningkatkan fungsi paru dan saturasi oksigen yang menyebabkan

terjadinya relaksasi sehingga mengurangi rasa nyeri. Penurunan nyeri

kepala memang tidak terlepas dari pengaruh pemebrian analagetik dan

perbaikan jaringan serebral seperti adanya pemulihan edema serebri.

Akan tetapi analgetik yang dikombinasi dengan teknik latihan slow deep

breathing lebih efektif menurunkan nyeri kepala akut pada pasien cedera

kepala ringan dibandingkan dengan hanya menggunakkan terapi analgetik

saja (Tarwoto, 2012).

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada diagnosa nyeri akut,

hasil evaluasi yang didapatkan pada Tn. W yaitu data subjektif pasien

mengatakan nyaman dan nyeri berkurang, nyeri karena benturan post

traumatik hari ke – 2, nyeri seperti cenut-cenut dan kadang pusing

berputar, nyeri didahi, skala 2, nyeri hilang timbul dengan waktu nyeri ±

10-15 menit. Data objektif pasien tampak rileks dan nyaman, TD : 145/90

mmHg, N : 75 x/ menit, RR : 18 x/ menit, S : 36,8 0 C, SPO2 : 100 %.


68

Data assesment masalah teratasi sebagian. Data planning lanjutkan

intervensi yaitu kaji karakteristik nyeri komprehensif (P,Q,R,S,T), beri

latihan slow deep breathing, dan berikan individu penurun nyeri dengan

peresepan analgestik.

Hasil evaluasi akhir pada pasien Tn. W didapatkan penurunan

skala nyeri yaitu dari skala 4 menjadi skala 2 yang dilakukan selama 3

kalai latihan dengan durasi latihan masing-masing 15 menit. Hal ini

menunjukkan bahwa analgetik yang dikombinasi dengan teknik latihan

slow deep breathing lebih efektif menurunkan nyeri kepala akut pada

pasien cedera kepala ringan dibandingkan dengan hanya menggunakkan

terapi analgetik saja (Tarwoto, 2012).

Anda mungkin juga menyukai